Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negar a
5. Agresi Militer II dan Penangkapan Pimpinan Negar a
Sebelum macetnya perundingan Renville sudah ada tanda-tanda bahwa Belanda akan melanggar persetujuan Renville. Oleh karena itu, pemerintah RI dan TNI sudah memperhitungkan bahwa sewaktu-waktu Belanda akan melakukan aksi militernya untuk menghancurkan RI dengan kekuatan senjata. Untuk menghadapi kekuatan Belanda, maka dibentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) yang dipimpin oleh A.H. Nasution dan Hidayat.
Seperti yang telah diduga sebelumnya, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Sebelum pasukan Belanda bergerak lebih jauh, Van Langen (Wakil Jenderal Spoor) berbisik kepada Van Beek (komandan lapangan agresi II): “overste tangkap Sukarno, Hatta, dan Sudirman, mereka bertiga masih ada di istana”, demikian perintah pimpinan Belanda terhadap Van Beek untuk menangkap dan membunuh ketiga pimpinan nasional kita.
Agresi militer II itu telah menimbulkan bencana militer dan politik, baik bagi Belanda maupun Indonesia. Walaupun Belanda tampak memperoleh kemenangan dengan mudah, tetapi sebenarnya membayar cukup mahal. Serangan Belanda ini telah menuai kritik dari berbagai negara.
Sumber: Gelora Api Revolusi, 1986. Gambar 7.16 Tentara Belanda pada saat Agresi Militer II.
Sejarah Indonesia
Dengan taktik perang kilat, Belanda melancarkan serangan di semua front RI. Serangan diawali dengan penerjunan pasukan-pasukan payung di Pangkalan Udara Maguwo dan dengan cepat berhasil menduduki ibu kota Yogyakarta. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta memutuskan untuk tetap tinggal di ibukota, meskipun mereka tahu akan ditawan musuh. Alasannya, agar mereka dengan mudah ditemui oleh TNI, sehingga kegiatan diplomasi dapat berjalan terus. Di samping itu, Belanda tidak mungkin melancarkan serangan secara terus-menerus, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah ada di tangan musuh.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1960, 1995. Gambar 7.17 Pasukan Belanda memasuki kota Yogyakarta.
Sebagai akibat dari keputusan untuk tetap tinggal di ibu kota, Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta beserta sejumlah Menteri, Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Suryadarma dan lainnya juga ikut ditawan tentara Belanda. Namun, kelangsungan pemerintahan RI dapat dilanjutkan dengan baik, karena sebelum pihak Belanda sampai di Istana, Presiden Sukarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang berisi mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang sedang melakukan kunjungan ke Sumatra untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perintah sejenis juga diberikan kepada Mr. A.A. Maramis yang sedang di India. Apabila Syafruddin Prawiranegara ternyata gagal melaksanakan kewajiban pemerintah pusat, maka Maramis diberi wewenang untuk membentuk pemerintah pelarian (Exile Goverment) di luar negeri.
186 Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK
Semester 2
Sementara itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang sakit harus dirawat oleh dr. Suwondo selaku dokter pribadinya di rumah di kampung Bintaran. Setelah mendengar Belanda melancarkan serangan, Jenderal Sudirman seperti timbul semangat baru. Ia mengingat janjinya saat menguncapkan sumpah saat dilantik sebagai panglima TNI akan memperjuangkan kedaulatan dan keutuhan NKRI sampai titik darah yang penghabisan. Maka ia bangkit dari tempat tidur dengan berucap: “komando kembali saya ambil alih”. Semua pasukan siap sesuai strategi yang telah direncanakan. Sudirman segera menuju istana Presiden di Gedung Agung. Rencananya untuk mengajak Presiden dan pimpinan yang lain untuk meninggalkan kota untuk bergerilya. Tetapi Presiden Sukarno tidak bersedia dan akan tetap di istana, sehingga akhirnya ditangkap Belanda.
Ketika mengetahui Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa pemimpin lainnya ditangkap Belanda, maka Jenderal Sudirman dengan para pengawalnya pergi ke luar kota untuk mengadakan perang gerilya. Para ajudan yang menyertai Jenderal Sudirman, antara lain Suparjo Rustam dan Cokropranolo, dr. Suwondo. Sedangkan pasukan di bawah pimpinan Letkol Soeharto terus berusaha menghambat gerak maju pasukan Belanda. Sebelum berangkat ke luar kota Sudirman sempat memerintahkan Kapten Suparjo Rustam untuk menyampaikan sebuah perintah kilat dari panglima melalui RRI Yogyakarta yang ditujukan kepada semua anggota Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), yang konsepnya sudah ditulis tangan sendiri oleh Panglima Besar Sudirman. Isi perintah kilat itu sebagai berikut:
. Perintah Kilat No.1/PB/D/48