Sikap dan perilaku pegawai terhadap penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T). Kasus Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur

SIKAP DAN PERILAKU PEGAWAI TERHADAP
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001
DI BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU (BP2T)

Kasus Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur

PUJI WINARNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sikap dan Perilaku Pegawai
terhadap Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 di Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu (BP2T). Kasus Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur, adalah karya saya sendiri dan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Puji Winarni
I.361070021

ABSTRACT
To improve the quality of public services delivered to the community, the
Integrated Promotion, Investment and Licensing Board, Districts of Sragen and Sidoarjo
have been implementing Quality Management System (QMS) ISO 9001 since 2002/2003.
The implementation of ISO 9001 improves employees’ knowledge and expertise in the
production process and services, the organization performance, and organizational
competitiveness as well as changes the organizational culture and behavior of the people.
However the success of implementing quality management system in shifting service
paradigm of the employees are not followed directly by other districts around the
country. Several problems arouse in the implementation of the QMS ISO 9001. The aims
of the study are to: (1) identify factors influencing employees’ attitudes toward the

implementation of Quality Management System and their behaviors toward public
services quality; (2) analyze dominant factors that influence employees’ attitudes toward
the implementation of QMS ISO 9001 and in delivering services to the community, (3)
identify the emergence of quality culture, (4)) propose a model for sustainable QMS ISO
9001 implementation at BP2T, and (5) find strategy to make the QMS ISO 9001
implementation model achievable. Data collected on September 2011 and February 2012
by using several methods: questionnaire, interview, observation, and reviewing existing
data and documents. Primary data were collected by using Group administered survey on
96 employees (government and non government). Data analyzed by using descriptive
techniques and path analysis.
The study shows that (1) commitment, formal educational background,
employees’ learning styles, the way employees’ communicate in the learning process, and
materials used in the learning process are the factors influencing employees’ attitudes
toward the implementation of QMS ISO 9001; whereas intrinsic motivation, leader’s
communication skills and commitment, learning approach, especially materials, methods
of learning, employees’ cosmopolitanism, group interaction, and employees’ attitudes
are factors influencing employees’ behaviors in delivering services to the community; (2)
employees’ learning styles and materials used in the learning process are the dominant
factors influencing employees’ attitudes toward the implementation of QMS ISO 9001;
whereas intrinsic motivation, leader’s communication skills, materials that used in the

learning process, and employees’ attitude toward QMS ISO 9001 become the dominant
factors influence the employees’ behaviors in delivering services to the community; (3)
indication of quality culture can be found in BP2T Sragen District and Sidoarjo District;
(4) model to sustain the implementation of QMS ISO 9001 can be created by maintaining
and increasing employees’ intrinsic motivation, improving leaders’ commitment and
communication, and supported by appropriate learning approach; (5) strategy for
implementing sustainable QMS ISO 9001 model can be achieved by (a) increasing
commitment of collective leadership at local government, (b) providing organizational
infrastructure and policies on reward systems, financial support, career development,
and human resource development to increase intrinsic motivation, and (c) providing
sufficient materials needed for self directed learning.
Keywords: Quality Management System, ISO 9001, employees’ attitudes and behaviors,
public organization, BP2T

RINGKASAN
PUJI WINARNI. Sikap dan Perilaku Pegawai terhadap Penerapan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001 di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T).
Kasus Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Sidoarjo Provinsi
Jawa Timur. Komisi Pembimbing: MA’MUN SARMA (Ketua), DARWIS S.
GANI dan SOENARMO HATMODJOSOEWITO (masing-masing sebagai

anggota).
Reformasi yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun belum memberikan
cukup bukti terutama reformasi di bidang pelayanan publik. Pelayanan publik
yang buruk masih banyak dijumpai di berbagai daerah di mana seharusnya
berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004, Pemerintah
daerah menjadi ujung tombak pemberian pelayanan publik yang lebih sesuai
dengan yang diperlukan masyarakat. Terobosan manajemen pelayanan publik
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen dan Sidoarjo dengan
menerapkan standar Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001 pada Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) sejak tahun 2002. Kualitas pelayanan
perijinan di dua Kabupaten tersebut diakui telah mampu menarik investor,
mengubah sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sehingga menarik pemerintah daerah lainnya, institusi swasta maupun
pemerintah untuk datang, mempelajari dan bahkan kemudian tertarik untuk
menerapkan SMM ISO 9001. Dibandingkan dengan jumlah Pemerintah
Kabupaten, Kota dan Provinsi yang ada saat ini (533) kurang dari 10% yang telah
berupaya menerapkan SMM ISO 9001 (46 Kota, Kabupaten,Provinsi). Diduga
adanya anggapan bahwa penerapan SMM ISO 9001 tidak cocok untuk institusi
pemerintah, membuat birokrasi semakin panjang dan berbelit, mutu SDM yang
rendah, dan diperlukan banyak sumber daya yang harus dialokasikan membuat

penerapan SMM ISO 9001 lambat menyebar di institusi layanan pemerintah
lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mengidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap sikap pegawai pada penerapan SMM ISO 9001 dan
perilakunya pada pelayanan publik di pemerintah daerah, (2) menganalisis faktor
dominan yang mempengaruhi sikap pegawai pada penerapan SMM ISO 9001 dan
perilakunya pada pelayanan publik, (3) mengetahui budaya mutu yang terlihat di
daerah penelitian, (4) merumuskan model penerapan SMM ISO 9001 yang
berkelanjutan pada pemerintah daerah (system sustainability), khususnya pada
unit pelayanan publik, serta (5) menyusun strategi mempertahankan
keberlangsungan penerapan SMM ISO 9001 (system sustainability) berdasarkan
kepada model yang dibangun.
Penelitian dilakukan pada bulan September 2011 sampai dengan Februari
2012 di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kabupaten Sragen Provinsi
Jawa Tengah dan BP2T Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Pemilihan dua
daerah tersebut didasarkan kepada lamanya BP2T telah menerapkan SMM ISO
9001 dan mendapatkan sertifikasinya. Desain penelitian adalah korelasional
dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Unit analisis adalah BP2T dengan
jumlah populasi 104 pegawai. Jumlah sampel penelitian sebanyak 96 orang.
Pengambilan sampel secara survey, dan pengambilan data menggunakan teknik


administrasi secara berkelompok. Analisis data menggunakan: (1) statistik
deskriptif, dan (2) statistik inferensial menggunakan analisa jalur (path analysis)
dengan bantuan program SPSS 16.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Sikap pegawai terhadap
penerapan SMM ISO 9001 dipengaruhi secara langsung dan nyata oleh komitmen
pimpinan, pendidikan formal pegawai, model pembelajaran di organisasi,
khususnya materi pembelajaran, model komunikasi, dan cara belajar. Perilaku
pegawai pada pelayanan publik dipengaruhi oleh sikap pegawai, motivasi
ekstrinsik, motivasi intrinsik, komunikasi, materi, metode, interaksi antar
kelompok, interaksi intra anggota dalam kelompok, dan kekosmopolitan pegawai;
(2) Materi pembelajaran dan cara belajar menjadi faktor dominan dan
memberikan pengaruh yang sangat nyata pada sikap pegawai terhadap mutu,
keterlibatan aktif, pengembangan diri dan internalisasi sifat-sifat kepemimpinan.
Motivasi intrinsik menjadi faktor dominan yang mempengaruhi perilaku pegawai
dalam pelayanan publik. Materi pembelajaran, model komunikasi dan sikap
pegawai terhadap penerapan SMM ISO 9001 menjadi faktor dominan lainnya
yang mempengaruhi perilaku pegawai pada pelayanan publik; (3) Indikasi
terbentuknya budaya mutu telah terlihat di daerah penelitian yang ditandai dengan
kesadaran akan pentingnya pelanggan. Temuan empiris di lapangan menunjukkan

nilai pengukuran kepuasan pelanggan meningkat setiap tahunnya; (4) Model yang
dikembangkan dalam upaya penerapan SMM ISO 9001 yang berkelanjutan di
BP2T didasarkan kepada dikelolanya motivasi intrinsik pegawai yang tinggi,
didukung oleh kepemimpinan yang komunikatif dan berkomitmen, serta
pendekatan pembelajaran di organisasi yang sesuai; (5) Strategi aktualisasi model
penerapan SMM ISO 9001 yang berkelanjutan mengacu kepada pengalaman
BP2T Kabupaten Sidoarjo dan BP2T Kabupaten Sragen yakni: (a) perlunya
penggalangan komitmen kolektif pimpinan tertinggi di Pemerintah Daerah, (b)
menjaga dan meningkatkan motivasi intrinsik pegawai melalui
sistem
pengembangan karir yang menarik, sistem penghargaan dan keterlibatan aktif
pegawai di organisasi, serta (c) mengembangkan materi pembelajaran yang sesuai
dalam hal jenis, jumlah dan kemudahan aksesnya sehingga pembelajaran mandiri
dapat terlaksana dengan baik.
Kata Kunci: SMM ISO 9001, sikap dan perilaku pegawai, organisasi pemerintah,
BP2T

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

SIKAP DAN PERILAKU PEGAWAI TERHADAP
PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001
DI BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU (BP2T)
Kasus di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah dan
Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur

PUJI WINARNI

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Penyuluhan Pembangunan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Ujian Tertutup

: Dr.Ir. Fatimah Z.S. Padmadinata
(Peneliti/ Deputi Bidang Jasa Ilmiah-LIPI)
Dr.Ir. Gusti Putu Purnaba, DEA
(Staf Pengajar Fakultas Matematika-IPB)

Penguji Ujian Terbuka

: Dr. Zakiyah, M.M
(Wakil Manajemen, Badan Standardisasi Nasional)
Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A
(Staf Pengajar Fakultas Ekologi Manusia-IPB)

 


PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi kemampuan,
kekuatan, dan kesehatan sehingga penelitian yang dituangkan dalam bentuk
disertasi ini berhasil diselesaikan. Disertasi disiapkan sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan program pendidikan Strata Tiga (S3) dan
meraih gelar
Doktor pada Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian difokuskan kepada sikap pegawai pemerintah daerah khususnya
di Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) dalam menerapkan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001 serta perilaku mereka pada pemberian pelayanan
publik ke masyarakat. Hasil penelitian diharapkan akan dapat menambah
khasanah perbendaharaan atau referensi atas penerapan Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001 di organisasi-organisasi publik di tanah air. Selain itu, temuan
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam
memperbaiki sistem pelayanan publik menjadi semakin bermutu dan berorientasi
kepada kebutuhan dan kepuasan masyarakat.
Terima kasih.


Bogor, Agustus 2012
Puji Winarni

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada Dr.Ir.
Ma’mun Sarma, MS., M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr.Ir. Darwis
S. Gani, M.S., dan Dr. J. Soenarmo Hatmodjosoewito, M.Ed selaku anggota
Komisi Pembimbing, yang telah dengan sabar, tulus dan ikhlas membimbing dan
mengarahkan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Dr.Ir. I.Gusti P.Purnaba, Dr. Basita S. Ginting, Pimpinan dan
staf Program Pascasarjana, khususnya Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc beserta staf Prodi
PPN. Terima kasih atas saran, bimbingannya yang telah memberi warna pada
disertasi kami.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pimpinan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Prof. Dr. Umar A. Jenie, Apt (Kepala LIPI 2002-2010);
Prof. Lukman Hakim, Apt ; Ph.D (Kepala LIPI), Dr. Ir. Fatimah Z. S.
Padmadinata, DEA, Deputi Bidang Jasa Ilmiah-LIPI yang telah memberi ijin,
kesempatan dan kepercayaan untuk dapat melanjutkan studi program S3 di IPB.
Kepada Prof. Sediono MP Tjondronegoro yang telah demikian percaya kepada
penulis, dengan senang hati beliau telah memberikan rekomendasinya. Tanpa
rekomendasi beliau, mustahil penulis dapat diterima di program S3 IPB. Terima
kasih Prof, semoga tidak mengecewakan kepercayaan yang telah Prof. Sediono
berikan. Kepada Dr. Zakiyah, terima kasih. Tidak akan pernah terlupakan
budimu.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Saiful Illah,SH.,MH, Bupati
Kabupaten Sidoarjo yang telah memberi ijin dan memfasilitasi kami selama
penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Drs. Joko
Santosa, M.M, Kepala BP2T Sidoarjo, Bapak Ir. Sugiyanto, MS, Sekretaris BP2T,
Bpk. Rendi Kusuma, Wakil Manajemen BP2T Kabupaten Sidoarjo, yang tidak
pernah bosan melayani dan memfasilitasi selama penelitian berlangsung, serta
para staf yang telah menerima penulis dengan ramah dan penuh kekeluargaan.
Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Tugiono, SH, MH, Kepala BP2T
Kabupaten Sragen, beserta staf, khususnya mbak Maya. Terima kasih telah
membagi ilmunya yang demikian banyak untuk memperbaiki mutu pelayanan
publik.
Kepada teman-teman seperjuangan di PPN: pak Adi Riyanto, mbak Yumi,
mbak Yunita, pak Bambang, Tanti Kustiari, mas Erwiantono yang telah menjadi
teman diskusi yang intensif selama persiapan disertasi ini, baik lewat darat
maupun maya, terima kasih. Kita telah mengukir kebersamaan melalui PPN yang
tidak akan pernah terlupakan selamanya.
Terima kasih juga disampaikan kepada segenap pimpinan dan staf Puslit
Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian. Pak Tomtom, pak Ade, Dr. Dini Andiani,
Dr. Agus F Syukri, yang telah menjalankan organisasi dengan sangat baik. Dian,
Mai, Fitri, Dodi, Dini, Sik, Yuda, semuanya. Terima kasih atas dukungannya yang
luar biasa.
Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada keluarga besar Wiryo
Sunardjo dan Keluarga Besar KH. Abd. Fatah Al-Manshur yang selalu memberi
dukungan moril hingga terselesaikannya disertasi ini. Kepada suami tercinta, Dr.
Muhammad AS Hikam, MA rasanya tidak cukup untaian kata terima kasih
dituliskan. Terima kasih yang tulus karena telah menjadi pendorong semangat dan

teman diskusi yang tiada habis, dan sekaligus permohonan maaf sebesar-besarnya
karena kesibukan menulis disertasi ini sehingga seringkali terabaikan. Phrasa
“talk to me” yang semakin sering terlontar di bulan-bulan terakhir penyusunan
disertasi ini menjadi indikasi betapa kurangnya waktu yang kita habiskan
bersama. Kepada ananda Halida Putri Widyastuti yang sedang menuntut ilmu di
Pennsylvania State University, terima kasih pengertiannya dan dorongan
semangat bagi ibunya
untuk segera menyelesaikan disertasi ini. Tanpa
keberadaan dan dorongan keduanya, mustahil disertasi ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Semoga Allah SWT selalu memberi kita yang terbaik.

Bogor, Agustus 2012

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 27 Februari 1961 sebagai
anak bungsu dari delapan bersaudara pasangan (alm. dan almh.) Bapak dan Ibu
Wiryo Sunarjo. Pada tahun 1989 menikah dengan Dr. Muhammad A.S. Hikam,
MA dan dikaruniai seorang anak: Halida Putri Widyastuti (22 tahun) yang saat
ini sedang menyelesaikan studi di College of Engineering, Department of
Chemical Engineering, Pennsylvania State University-USA.
Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan memperoleh gelar
Sarjana pada tahun 1985 dengan bantuan beasiswa PT. Unilever Indonesia
(1982), Yayasan Supersemar (1983) dan beasiswa Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (1984-1985). Pada tahun 1991 memperoleh kesempatan untuk
melanjutkan studi di bidang Human Resource Management pada Department of
Management - Hawaii Pacific University di Honolulu, Hawaii-USA dengan
beasiswa dari Overseas Training Office (OTO-Bappenas). Gelar Master of Arts
diperoleh pada tahun 1993.
Penulis bekerja di LIPI sejak tahun 1985 pada Bagian Pendidikan dan
Pelatihan. Jabatan struktural pertama yang dipercayakan kepadanya adalah
Kepala Subagian Program dan Kurikulum di tahun 1995. Pada tahun 1998
diangkat sebagai Kepala Bidang Penemuan Ilmiah, Pusat Standardisasi-LIPI.
Pada kurun waktu tersebut terlibat aktif dalam pembentukan Sentra HaKI-LIPI,
menjadi salah satu counterpart Management System Strengthening Project
(MSS-LIPI) pada sub project Human Resource Management System (HRMS)
khususnya Leadership Development Program (LDP) bekerja sama dengan
CSIRO-Australia. Tahun 2000-2003 dipercaya
sebagai Kepala Bidang
Kompetensi Peneliti dan Asesor, dan pada tahun 2004 hingga 2008 dipercaya
sebagai Kepala Bagian Tata Usaha Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi
Pengujian (P2SMTP). Tahun 2008 hingga sekarang dipercaya sebagai Kepala
Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian-LIPI. Saat ini aktif
sebagai Anggota Tim Reformasi Birokrasi LIPI, Ketua II KORPRI Unit LIPI dan
Ketua Umum Yayasan Salafiyah-Kholidiyah-Plumpang, Tuban Jawa Timur.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi salah satu pengurus
Perhimpunan Ahli Penyuluh Pertanian Indonesia (PAPPI). Karya ilmiah berjudul
Analisis
Budaya Mutu pada P2SMTP telah dipresentasikan pada Annual
Meeting on Testing and Quality pada tahun 2008. Artikel berjudul Analisis Sikap
Mutu Pegawai terhadap Perilaku Pelayanan Publik diterbitkan di Jurnal
Penyuluhan, sedangkan artikel lainnya berjudul Analisis Sikap dan Perilaku
Pegawai pada Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 di Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu akan diterbitkan di Jurnal Standardisasi Vol 14 No 3 tahun
2012. Karya Ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...

xv

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..

xvii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...

xix

PENDAHULUAN
Latar Belakang ……………………………………………………...
Perumusan Masalah ………………………………………………...
Tujuan Penelitian …………………………………………………...
Manfaat Penelitian ………………………………………………….

1
7
16
17

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Sikap ………………………………………………………….
Perilaku Individu ……………………………………………………
Perilaku Responsif, Handal, dan Beretika Pelayanan ………..
Budaya, Budaya Organisasi dan Budaya Mutu …………………….
Manajemen Mutu Terpadu dan SMM ISO 9000 ………………….
Sejarah Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 …………………
Sistem Manajemen Mutu dan ISO 9001……..……………….
Perubahan Perilaku …………………………………………………
Birokrasi di Indonesia ………………………………………………
Faktor yang Berpengaruh terhadap Sikap dan Perilaku ……………
Karakteristik Individu ………………………………………..
Umur ……………………………………………………
Pendidikan ……………………………………………...
Pendidikan Formal ………………………………..
Pendidikan Nonformal ……………………………
Pengalaman ……………………………………………..
Kekosmopolitan ………………………………………...
Pengetahuan terhadap Sistem Manajemen Mutu ……….
Status Sosial …………………………………………….
Motivasi ………………………………………………………
Motivasi Ekstrinsik ……………………………………..
Motivasi Intrinsik ……………………………………….
Dinamika dan Interaksi Kelompok …………………………...
Kepemimpinan ………………………………………………..
Komunikasi ……………………………………………………
Pendekatan Pembelajaran …………………………………….
Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu ……………………………….

19
25
29
31
38
40
42
59
60
68
69
70
71
72
73
73
74
74
76
77
77
79
79
81
86
88
92

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir …………………………………………………..
Hipotesis Penelitian ………………………………………………...

97
101

xiii

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Disain Penelitian ……………………………………….
Populasi dan Sampel ……………………………………………….
Pengumpulan Data ………………………………………………….
Jenis Data yang Dikumpulkan ……………………………………..
Kesahihan dan Keterandalan ……………………………………….
Kesahihan (validitas) ………………………………………...
Keterandalan (reliabilitas) …………………………………...
Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………...
Konseptualisasi dan Definisi Operasional ………………………….
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Umum Daerah Penelitian ………………………………...
Kondisi Geografis………………………………………………
Kondisi Perekonomian …………………………………………
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) …………………………
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen ………
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo ……..
Jenis Perijinan, Mekanisme dan Dampak Keberadaan BP2T ….
Deskripsi Variabel-Variabel Penelitian ……………………………..
Identifikasi Faktor yang Mempengaruhi Sikap Pegawai terhadap
Penerapan SMM ISO 9001 dan Perilaku Pegawai pada Pelayanan
Publik……………………………………………………………….
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Pegawai terhadap
Penerapan SMM ISO 9001 dan Perilaku Pegawai pada Pelayanan
Publik ……………………………………………………………….
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Pegawai
terhadap Penerapan SMM ISO 9001…………………………..
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pegawai
pada Pelayanan Publik ………………………………………...
Perilaku Budaya Mutu ……………………………………………...
Model Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 yang
Berkelanjutan BP2T…………………………………………….
Strategi Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 yang
Berkelanjutan ……………………………………………………….

103
104
106
107
108
108
109
110
113

123
123
125
127
128
131
137
145

187

190
192
214
235
238
242

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan …………………………………………………………
Saran ………………………………………………………………..

253
255

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….

257

LAMPIRAN ………………………………………………………………

277

xiv

DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.

Karakteristik pembeda budaya mutu di organisasi………………….
Perbedaan ISO 9000 versi 1987 dan 1994 dengan ISO 9001 versi
2000 dan 2008……………………………………………………….
Sebaran responden di dua daerah penelitian (n=96)...........................
Status kepegawaian responden……………………………………
Hasil uji reliabilitas peubah penelitian dengan n=36………………..
Indikator dan parameter kepemimpinan (X1) ....................................
Indikator dan parameter motivasi (X2)……………………………...
Indikator dan parameter interaksi kelompok (X3) .............................
Indikator dan parameter karakteristik pegawai (X4) .........................
Indikator dan parameter pendekatan pembelajaran (X5)....................
Indikator dan parameter sikap pegawai (Y1)......................................
Indikator dan parameter perilaku pegawai (Y2).................................
Penduduk di Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sidoarjo .................
Perkembangan IPM Kabupaten Sidoarjo dan Sragen, 2008-2010…..
Komposisi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan formal ….…...
Sebaran status kepegawaian…………………………………………
Jenis pelayanan perijinan BP2T Kabupaten Sragen dan Sidoarjo…..
Nilai kepemimpinan (X1) …………………………………………..
Nilai sub peubah kepemimpinan ……………………………………
Sebaran responden berdasarkan motivasi (X2) ..................................
Sebaran responden berdasarkan interaksi kelompok (X3)..................
Interaksi antar kelompok (X31)dan intra di dalam kelompok (X32) .
Sebaran umur responden (X41).…………………………………….
Latar belakang pendidikan formal responden (X42) ……………….
Sebaran pendidikan non formal yang pernah diikuti (X43) ………...
Sebaran responden berdasarkan pengalaman (X44)……. …………
Tingkat kekosmopolitan responden (X45)…………………………
Sebaran responden terhadap pengetahuan SMM ISO 9001 (X46)…
Sebaran responden menurut status sosial (X47)……………………
Pendekatan pembelajaran di organisasi (X5) ………………………
Sikap responden terhadap penerapan SMM ISO 9001 (Y1) ….…
Tanggapan responden terhadap perilaku pelayanan publik (Y2).…...
Sebaran responden atas perilaku responsif (Y21)………………….
Tanggapan responden terkait perilaku handal (Y22)……………….
Tanggapan responden terhadap perilaku beretika pelayanan (Y23)..
Pendorong dilaksanakannya SMM ISO 9001 di BP2T ……………
Kendala dalam menerapkan SMM ISO 9001 ………………………
Hasil analisis regresi sikap responden terhadap penerapan
SMM ISO 9001 (n=96)…………………………………………….
Dekomposisi pengaruh antar peubah model sikap dan perilaku ……
Hasil analisis regresi untuk perilaku pegawai (n=96)…………….....

xv

37
46
105
105
110
114
115
116
117
119
120
121
125
128
136
136
138
145
147
153
154
155
157
158
160
162
163
165
166
169
174
180
181
183
184
185
187
193
215
216

xvi

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Prochaska’s stages of change...............................................................
Interaksi manusia, perilaku dan lingkungan ( Bandura,1977).............
Model Sistem Manajemen Mutu berdasarkan proses..........................
Delapan prinsip manajemen mutu .......................................................
Skema organisasi sebagai sebuah sistem ............................................
Model pendekatan pembelajaran .........................................................
Kerangka operasional: hubungan antar peubah ..................................
Model Y1 : Sikap pegawai ..................................................................
Model Y2: Perilaku pegawai terhadap pelayanan publik ....................
Model hubungan sikap dan perilaku pegawai pada pelayanan
publik………………………………………………………………
Bagan struktur organisasi BP2T Kabupaten Sragen............................
Bagan struktur organisasi BP2T Kabupaten Sidoarjo..........................
Skema bisnis proses pelayanan perijinan dan non perijinan BP2T
Kabupaten Sragen...............................................................................
Skema bisnis proses pelayanan perijinan BP2T Kabupaten Sidoarjo..
Diagram lintasan (jalur) sikap dan perilaku pegawai terhadap
penerapan SMM ISO 9001....................................................................
Diagram jalur faktor-faktor yang mempengaruhi sikap pegawai
terhadap penerapan SMM ISO 9001......................................................
Diagram jalur faktor yang mempengaruhi sikap pegawai pada
penerapan SMM ISO 9001 dan perilakunya pada pelayanan publik.....
Model penerapan SMM ISO 9001 yang berkelanjutan pada BP2T ....
Strategi penerapan SMM ISO 9001 yang berkelanjutan pada BP2T....

xvii

23
27
47
48
55
90
102
112
113
113
131
134
140
141
191
192
218
241
243

xviii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.

Direktori Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP).......... 279
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas (n=36) ................................. 287
Hasil Analisis Regresi ................................................................. 292

xix

xx

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi dimaksudkan sebagai pelimpahan sebagian kewenangan yang
dimiliki

pemerintah

pusat

kepada

pemerintahdaerah

untuk

melakukan

pengaturannya sendiri. Dengan pelimpahan kewenangan ini, diharapkan tumbuh
partisipasi masyarakat dimana kebutuhan masyarakat akan semakin mudah
dipenuhi dan sesuai dengan kondisi dan kekhususan masing-masing daerah.
Kesempatan lebih luas untuk berpartisipasi bagi masyarakat terbuka lebar (Romli,
2007).Fakta yang memprihatinkan terkait dengan tingkat kesejahteraan rakyat
yang menuruntajam menunjukkan rendahnya kinerja pemerintahan daerah di era
otonomi, era di mana Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Untuk
menghambatturunnya

tingkat kesejahteraan masyarakatdiperlukan keberanian

mengembalikan semangat Otonomi Daerah. Desentralisasi menjadi jawaban yang
bisa mengarahkan kepada sukses daerah mengelola dirinya sendiri (Weber, 1947).
Desentralisasi merupakan sebuah terobosan besar dalam pengelolaan politik,
ekonomi, dan sosial di Indonesia. Desentralisasi membuat

daerah memiliki

peluang yang besar untuk mengembangkan potensi diri masing-masing.
Kajian Harmantyo (2007) menemukan bahwa sebagai akibat dari adanya
otonomi daerah,tercatat hingga tahun 2006 Indonesia telah memiliki lebih kurang
500 kabupaten dan kota dari seharusnya berjumlah sekitar 460 buah. Jumlah ideal
jika menggunakan perhitungan spasial atau kewilayahan. Pertumbuhan ataupun
pemekaran kota dan kabupaten rata-rata 30 Daerah Otonom setiap tahunnya.
Tahun 2011, jumlah tersebut telah mencapai 533 daerah (Kemendagri, 2012).
Peluang terjadinya konflik kewilayahan dan kesenjangan antar daerah menjadi
semakin tinggi. Hal ini belum lagi ditambah dengan berbagai permasalahan
birokrasi yang selama ini dikeluhkan. Pola penyelenggaraan pelayanan publik
masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain: (1) kurang responsif, (2) kurang
informatif, (3) kurang accessible (sulit dijangkau), (4) kurang koordinasi, (5)
terlalu birokratis, (6) kurang mau mendengarkan keluhan, saran dan aspirasi
masyarakat, dan (7) inefisien. Berbagai dokumen persyaratan yang diperlukan,

2

khususnya dalam pelayanan perijinan, seringkali tidak relevan dengan pelayanan
yang diperlukan.
Berbagai studi menyatakan

kelemahan utama pelayanan publik di

pemerintahdaerah adalah sumber daya manusia yang kurang profesional, memiliki
kompetensi yang tidak sesuai, kurang berempati dan lemahnya etika aparat
birokrasi yang menjadi ujung tombak pelayanan. Salah satu unsur utama yang
sangat perlu dipertimbangkan untuk perbaikan dan peningkatan mutu layanan
publik adalah masalah sistem remunerasi (penggajian) yang memadai bagi
birokrasi, sehingga pungutan liar dan korupsi di tubuh birokrasi dapat dikurangi,
atau dibersihkan. Permasalahan lainnya adalah birokrat tidak memberikan
pelayanan berkualitas kepada para pemangku kepentingan, yakni para pelanggan
internal dan eksternal organisasi, disamping masalah-masalah lain yang
mendominasi. (Dwiyanto, 2003; Faozan, 2003).
Kekurangmampuan pengelolaan pemerintahan tidak hanya terjadi di dalam
negeri, tetapi juga terjadi

di berbagai belahan dunia lainnya sehingga

menimbulkan gagasan untuk menata ulang pemerintahan. Osborne dan Gaebler
(1992) mengusulkan sepuluh prinsip sederhana dan terstruktur untuk menata
ulang pemerintahan yang lebih dikenal dengan ”reinventing government”. Mereka
menyampaikan

bagaimana sebuah pemerintahan dikelola dengan cara-cara

wirausaha, artinya pemerintahan dikelola dengan cara yang efisien, efektif serta
tetap memperhatikan resiko-resiko yang ada.
Menurut Osborne dan Gaebler, sebuah pemerintahan yang efisien dan
efektif akan bisa terwujud jika pemerintah lebih baik: (1) mengarahkan daripada
mengayuh, (2) memberikan kewenangan daripada melayani, (3) kompetitif
dengan menyuntikkan semangat persaingan ke dalam pemberian pelayanan, (4)
digerakkan oleh misi daripada oleh peraturan yang ada, (5) berorientasi kepada
hasil dan bukan kepada

input, (6) berorientasi kepada pelanggan (masyarakat)

bukan kepada birokrasi, (7) mengembangkan prinsip kewirausahaan yakni
berprinsip lebih baik menghasilkan daripada membelanjakan, (8) antisipatif, (9)
desentralisasi, serta (10) berorientasi kepada pasar sehingga mengurangi
terjadinya monopoli. Prinsip Osborne dan Gaebler tersebut telah pula
menginspirasi pemerintah Indonesia dengan melakukan pembenahan di bidang

3

pemerintahan yakni dimulainya era

otonomi daerah di tahun 1999 melalui

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Upaya pembenahan di bidang pemerintahan tersebut dirasa masih terkendala
oleh sikap dan perilaku pegawai dan budaya birokrasi di organisasi pemerintah
yang sulit untuk berubah (Dwiyanto, 2010). Sulitnya perubahan perilaku dan
budaya aparat birokrasi tidak lepas dari sejarah panjang birokrasi Indonesia
sebagaimana disampaikan oleh Sinambela (2009). Sinambela menyatakan bahwa
birokrasi Indonesia diawali dengan kebutuhan pemerintah Kolonial Belanda yang
memerlukan tenaga sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk berhubungan
langsung ke masyarakat. Para keturunan priyayi memiliki kesempatan untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka diangkat dan diberhentikan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda. ”Ambtenaar” atau pegawai pemerintah di masa
pendudukan Belanda merupakan abdi negara. Dapat dipahami jika kemudian
paradigma tersebut mengakar cukup lama di benak para abdi negara, dan pada
praktek pengelolaan pemerintahan. Kondisi tersebut sulit untuk dapat mengubah
perilakunya sebagai abdi negara yang harus memberikan pelayanan kepada
masyarakat sebagaimana

abdi masyarakat dan yang diharapkan darinya

(Dwiyanto. 2010; Suryono, 2011).
Kajian Farazmand (2002) menyatakan bahwa dekade tahun 80 dan 90
merupakan waktu yang kritis bagi sektor publik dan pemerintahan. Manajemen
pemerintahan menghadapi permasalahan yang serius hampir di setiap segi.
Wacana anti birokrasi, anti regulasi, dan anti pemerintahtelah digantikan dengan
isu-isu global, pasar bebas, privatisasi, deregulasi, penciutan (downsizing) yang
semuanya menuntut adanya perbaikan
mengelola

kegiatannya.

berkembangnya teknologi

Tuntutan

pelayanan dancara-cara sektor publik
tersebut

sejalan

dengan

semakin

informasi yang cepat dan secara langsung telah

berpengaruh terhadap permintaan dan harapan masyarakat akan pelayanan publik
yang lebih baik dan berdaya saing tinggi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah cara
baru sebagai terobosan dalam mengelola organisasi.
Farazmand juga menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip manajemen
mutu menjadi salah satu pilihan untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi
dalam memberikan layanan publik yang lebih baik, menurunkan ketidakpuasan

4

masyarakat, serta membangun dan mengembangkan kemampuan organisasi untuk
bekerja lebih efisien dan efektif. Organisasi yang bekerja secara efisien dan efektif
hanya bisa terjadi jika didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki
orientasi sikap positif terhadap mutu pelayanan. Organisasi dapat menciptakan
kestabilan ditempat kerja, memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
lebih baik serta meningkatkan moral pegawai.
Survey yang dilakukan oleh

ISO (2009) menyatakan bahwa sistem

manajemen mutu berbasiskan standar internasional telah memberi keuntungan
kepada organisasi manufaktur, jasa, pengguna, konsumen, dan regulator serta
mendukung
development).

terjadinya
Survey

pengembangan
tersebut

yang

terkait

berkelanjutan

dengan

(sustainable

penerapan

standar

SistemManajemen Mutu ISO 9001(SMM ISO 9001):2000 dimana pada akhir
Desember 2008 tercatat 982.832 sertifikat ISO 9001 yang telah dikeluarkan di
176 negara. 40% sertifikat tersebut dimiliki oleh para penyedia jasa (service
provider). Angka tersebut menunjukkan adanya kenaikan jumlah pengguna ISO
9001 di kalangan penyedia jasa sebesar 3% jika dibandingkan dengan angka di
tahun 2007.
Kajian Sampaio (2009) menyatakan bahwa jika dibandingkan antara
sertifikat ISO 9001 dengan per seribu penduduk, maka Itali merupakan negara
terbesar yang menerapkan ISO 9001, diikuti oleh Spanyol, Australia, Inggris,
Jerman, Jepang, dan Perancis. Survey terbaru yang dikeluarkan oleh ISO terkait
dengan sertifikasi ISO 9001 menyatakan bahwa pada akhir Desember 2010
terdapat 1.064.785 sertifikat ISO 9001 yang dikeluarkan atau meningkat sebesar
4% dibandingkan dengan tahun 2009 (Frost, 2011). Tahun 2010 China menjadi
negara pertama yang mendapatkan sertifikat ISO 9001 terbanyak, diikuti oleh Itali
dan German. Meningkatnya jumlah organisasi yang menerapkan ISO 9001 di
China menunjukkan tingginya kesadaran organisasi untuk meningkatkan mutu
kinerja organisasi dengan memenuhi permintaan dan persyaratan pasar dunia
terhadap jaminan mutu produk.
SMM ISO 9001 sebagai sebuah standar telah memperkenalkan model
praktek-praktek manajemen organisasi yang baik dan berorientasi kepada
pendekatan proses Plan-Do-Check-Act (PDCA) yang sistematis sehingga

5

memungkinkan organisasi swasta maupun publik mengadopsi standar tersebut.
SMM ISO 9001 merupakan standar yang paling banyak diadopsi oleh organisasi
di dunia. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa penerapan SMM ISO
9001 mampu meningkatkan kinerja organisasi, baik di dalam maupun di luar
negeri. (Ollila,1995; Prajogo dan Sohal,1999, Stringham, 2002, Ahmad, 2001;
Chu et al, 2001; Sing dan Nahra, 2006; Hafni, 2004; Sutoyo, 2006). Penelitian
Ollila (1995) menemukan bahwa dampak dari penerapan SMM ISO 9001 adalah
meningkatnya mutu produk dan

pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan

pelanggan. Penelitian Simmons dan White (1999) menyatakan bahwa sertifikasi
SMM ISO 9001 berdampak positif terhadap keuntungan perusahaan. Dick, et al
(2002) menyatakan bahwa penerapan SMM ISO 9001 di sektor layanan jasa telah
membuat perbedaan penting, khususnya terhadap bagaimana mutu diharapkan
oleh pelanggan dan diukur secara berkelanjutan.
Meskipun berbagai studi telah menunjukkan peran SMM ISO 9001 dalam
mendorong keuntungan perusahaan, meningkatkan kinerja dan produktivitas
organisasi, penerapan SMM ISO 9001 di organisasi publik masih diragukan
kemanfaatannya. Pendapat lain menyatakan tidak perlunya penerapan SMM ISO
9001 di organisasi publik karena organisasi publik atau pemerintah telah memiliki
mekanisme tersendiri dalam pengelolaan organisasi. Organisasi publik yang
menerapkan SMM ISO 9001 dikhawatirkan akan menjadi organisasi yang
mekanistis, semakin birokratis dan semakin tidak tanggap terhadap perkembangan
yang terjadi di luar organisasi. Organisasi publik hanya akan menghabiskan biaya
tidak sedikit untuk mendapatkan sertifikasi SMM ISO 9001 tetapi tidak diikuti
dengan perubahan perilaku pegawai sebagaimana yang diharapkan. Sertifikasi
juga tidak menjamin terjadinya peningkatan kinerja terkait dengan tingginya biaya
yang secara eksplisit dan implisit diperlukan untuk menerapkannya (Van der
Wiele dan Van Iwaarden, 2005).
Terlepas dari berbagai pandangan negatif tentang SMM ISO 9001, menurut
Hafni (2004) peranan sumber daya manusia sangat dominan dalam berpengaruh
tidaknya penerapan SMM ISO 9001 terhadap produktivitas kerja. Kompetensi,
kesadaran akan pelatihan, infrastruktur dan lingkungan kerja berpengaruh
terhadap kinerja organisasi yang menerapkan SMM ISO 9001 (Sutoyo, 2006).

6

Organisasi yang menargetkan mendapatkan sertifikasi SMM ISO 9001 karena
keinginan dan kesadaran sendiri memiliki kemauan dan

sikap yang positif

terhadap SMM ISO 9001 dan kinerja mereka dilaporkan meningkat. Kondisi
tersebut berbeda dengan mereka yang meraih sertifikat SMM ISO 9001 karena
adanya tekanan dari pelanggannya (Kaziliunas, 2010). Dampak dari salah satu
prinsip SMM ISO 9001 yakni

peningkatan berkelanjutan (continous

improvement) adalah dipromosikan dan difasilitasinya budaya mutu kepada
lingkungan yang semakin meluas. Peran auditor mutu sangat besar pada proses
penerapan SMM ISO 9001 dan terdapat hubungan

positif antara strategi

peningkatan berkelanjutan dengan meningkatnya kinerja organisasi (Terziovski
dan Power, 2007).
SMM ISO 9001 juga mendapatkan perhatian di Indonesia. Menurut
Paradigm Consultant (2009), terdapat 3000 organisasi di Indonesia yang
menerapkan sertifikasi ISO 9001 maupun ISO 14001, baik organisasi privat
maupun publik. Jumlah ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya
pasar di dalam dan luar negeri. Berbagai sektor layanan telah mulai menerapkan
SMM ISO 9001 sebagai upaya mereka meningkatkan kinerja organisasi. Salah
satu organisasi publik yang telah menerapkan SMM ISO 9001 adalah unit
pelayanan teknis di daerah yang memiliki hubungan langsung dengan masyarakat
yaitu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T). Terdapat 397( 74.48%) Kantor
atau Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) atau Kantor Perijinan Terpadu
(KPT) dari 533 PemerintahDaerahProvinsi, Kota, dan Kabupatendi Indonesia.
Dari jumlah tersebut, baru 46 BP2T atau KPT

atau 11.58% yang telah

menerapkan SMM ISO 9001. Beberapa kantor BP2T Kabupaten dan Kota yang
telah menerapkan SMM ISO 9001 dilaporkan telah mampu meningkatkan kinerja
organisasi, meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatnya standar
pelayanan,

berubahnya

perilaku

pegawai

dalam

melayani

masyarakat,

meningkatnya Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) serta menjadi tempat tujuan
studi banding pelaksanaan pelayanan prima dari berbagai institusi pemerintah
maupun swasta, di dalam dan luar negeri (Menpan, 2006).

7

Meskipun bukti empiris kemanfaatan penerapan SMM ISO 9001 telah dapat
dilihat di beberapa PemerintahProvinsi,Kota,Kabupaten, bukti tersebut belum
cukup kuat mendorong pemerintah daerah Provinsi, Kota, Kabupaten lainnya
turut serta menerapkan SMM ISO 9001 sebagai salah satu upaya perbaikan mutu
layanan publik.

Perumusan Masalah
Birokrat atau aparatur publikseringkali dijuluki sebagai “abdi negara”
(Yudhiantara,

2009),

karena

mereka

melaksanakan

berbagai

tugas

kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan yang diselenggarakan atas
nama negara. Kompleksitas

pelayanan umum yang diberikan oleh para abdi

negara memperkuat jaringan birokrasi dengan hirarki terbentang luas mulai dari
pusat hingga ke pelosok-pelosok desa. Kondisi faktual di masyarakat
menunjukkan bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan dengan
sejumlah lembaga, aturan dan mekanisme yang berbelit. Masyarakat yang harus
mendapatkan pelayanan oleh negara berubah menjadi pembeli jasa yang harus
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan layanan yang seharusnya diterima
sebagai warga negara.
Sejak kemerdekaan hingga saat ini

birokrasi di Indonesia belum

berkembang menjadi lebih efisien, tetapi justru menjadi tidak efisien dan memiliki
banyak aturan formal yang tidak mudah untuk diikuti (Rozi, 2000). Birokrasi
Indonesia di masa reformasi ditandai dengan tingginya pertumbuhan daerah
otonomi baru, jumlah pegawai meningkat dan mekarnya struktur organisasi,
sehingga struktur birokrasi semakin lama menjadi semakin besar. Model ini tetap
melekat bahkan semakin membesar setelah era reformasi di tahun 1998. Warsono
(2007) menyatakan bahwa tumbuh dan membesarnya birokrasi merupakan sebuah
fenomena biasa mengingat bahwa semakin berkembangnya sebuah negara dengan
berbagai kepentingan yang harus diurus, maka birokrasi semakin gemuk dan
lamban dalam bergerak. Kondisi ini berujung kepada pengelolaan birokrasi yang
tidak efisien.Di lain pihak, masa reformasi dan paska reformasi tahun 1998 telah
memberikan

banyak ruang gerak kepada publik untuk melakukan tuntutan

terhadap berbagai hal yang dirasa terlalu jauh menyimpang dari inti reformasi

8

yang sebenarnya. Birokrasi dituntut untuk dapat menjawab dan mengemban tugas
utamanya yakni melayani masyarakat dengan cara-cara yang efisien, terbuka,
transparan dan meletakkan masyarakat sebagai subyek dan pusat berbagai
kegiatan kepemerintahan. Reformasi menumbuhkan paradigma baru bagaimana
sebuah pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) dapat dijalankan.
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun
2009 untuk menjadi panduan bagi pemerintahprovinsi, kota dan kabupaten
maupun institusi yang bergerak di bidang pelayanan publik terkait jasa, hak dan
kewajiban tiap pihak. Pelaksanaan Undang-Undang Pelayanan Publik masih
menemui berbagai kendala di lapangan mengingat banyaknya aspek pelayanan
publik yang ada serta kompleksitasnya di lapangan (Rasad, 2006).
Undang dan peraturan menjadi tidak efektif, tumpang tindih, serta

Undangbelum

didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas.
Berbagai

konsep digunakan untuk melakukan reformasi di tubuh

birokrasi. Salah satunya adalah sebagaimana

disampaikan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, yakni konsep birokrasi yang Miskin Struktur
Kaya Fungsi (MSKF), terutama ditujukan untuk rasionalisasi birokrasi di
lingkungan pemerintah daerah. Demikian juga dengan konsep yang terkandung
pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang cenderung menggunakan
model demokrasi lokal. Konsep tersebut merupakan jawaban atas perkembangan
model birokrasi yang telah diterapkan di luar negeri, dengan berbagai istilah:
entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, dan good governance
(Yudhiantara, 2009;

Osborne dan Gaebler, 1992). Perubahan pengelolaan

birokrasi dalam prakteknya masih sangat sulit dilakukan meskipun setelah
terjadinya reformasi di tahun 1998 (Dwiyanto, 2010).
Laporan tahun 1999 dari The World Competitiveness Yearbook
menyatakan bahwa birokrasi Indonesia masih berada pada kelompok dengan
indeks daya saing yang paling rendah dari 100 negara yang diteliti (Cullen dan
Cushman, 2000). Bahkan di tahun 2008, Indonesia berada di peringkat 59 dari 60
negara

yang

disurvey (Mudrajad, 2008). Indonesia

pada tahun 2008-2009

berada pada ranking 55 dari 134 negara menurut Global Competitiveness
Index(GCI), atau berada pada ranking 51 dari 55 negara menurut Institute for

9

Management Development (IMD)1. Data membaiknya perekonomian Indonesia
tercermin dari meningkatnya tingkat daya saing Indonesia dimata dunia. Tingkat
daya saing Indonesia menurut versi World Economic Forum yang meliputi 142
negara menurun dari nomor 40 di tahun 2010 menjadi nomor 46 di tahun 20112.
Global Competitif Report (GCR) maupun laporan dari World Competitive Year
Book di bulan Mei 2010 menyatakan meningkatnya daya saing Indonesia 3. GCR
melaporkan bahwa tahun 2011 daya saing Indonesia berada di peringkat 44 dari
139 negara, meningkat 10 peringkat. Meningkatnya daya saing dihitung pada
tingkat ekonomi makro. Sedangkan infrastruktur lain masih dalam kondisi minus
(listrik, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, inovasi dan riset). Hasil penelitian
Universitas Gajah Mada (UGM) di tiga Provinsi pada tahun 2000 menyatakan
bahwa kinerja birokrasi utamanya dalam pelayanan publik masih sangat buruk
disebabkan karena budaya paternalistik (Dwiyanto, 2003). Sedangkan kajian
politik dan resiko ekonomi di 14 negara di tahun 2001 menyatakan adanya
indikasi kinerja birokrasi Indonesia makin buruk dan korupsi yang belum dapat
dikurangi intensitasnya. Hasil survey yang dilakukan oleh Koalisi Global
Transparansi Internasional dan disampaikan pada tahun 2007 menyatakan bahwa
Indonesia termasuk salah satu dari 38 negara dengan indeks korupsi 2.3 (buruk).
Negara paling bersih adalah Selandia Baru, Finlandia dan Denmark. Kajian
Darwanto (2011) menyatakan adanya lima besar permasalahan mendasar yang
harus dipertimbangkan para investor ketika akan melakukan bisnis di Indonesia.
Ke lima faktor tersebut adalah (1) korupsi, (2) birokrasi yang tidak transparan dan
berbelit, (3) situasi politik yang tidak stabil, (4) lemahnya pemerintahan dan (5)
SDM yang kurang memiliki kualifikasi yang diharapkan.
Widodo (2005) menyatakan bahwa birokrasi Indonesia mengidap penyakit
“autisme” dengan gejala: (1) adanya kecenderungan mempertahankan kebiasaan
yang sudah mapan sehingga sulit untuk mengadakan perubahan, (2) sulit
menerima konsep-konsep pembaharuan apalagi jika konsep pembaharuan tersebut
berasal dari pihak lain, serta (3) birokrasi hanya meniru berbagai konsep

1

www.setneg.go.id, Rencana Pembangunan Indonesia ke Depan dan Tantangannya, 6 Mei 2009
(www.bappenas.go.id).
3
Laporan World Competitive Year Book menyatakan Indonesia di posisi 35 di tahun 2010, 2009 di
p