F Ekspektasi Inflasi F

52

2.1. F

UNDAMENTAL

a. Ekspektasi Inflasi

Para pelaku ekonomi khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen di Jawa Barat memiliki ekspektasi inflasi yang sejalan dengan perkembangan inflasi yang cenderung menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU, Survei Penjualan Eceran SPE, dan Survei Konsumen SK. Kalangan pengusaha responden SKDU memprediksi bahwa masih terjadi penurunan harga jualtarif barangjasa pada triwulan I- 2009 meskipun laju penurunan tidak sebesar pada triwulan IV-2008, seperti yang diindikasikan oleh penurunan angka SB saldo bersih 2 hasil survei dari 17,46 menjadi 10,03 Grafik 2.16. Penurunan ekspektasi harga jualtarif barangjasa terjadi pada subsektor ekonomi tanaman pangan, angkutan jalan raya, serta makanan, minuman, dan tembakau. Penurunan tersebut disebabkan oleh dimulainya musim panen raya padi serta penurunan harga BBM. Grafik 2.17. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung -1 1 2 3 4 5 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2006 2007 2008 2009 inflasi 100 110 120 130 140 150 160 SB Inflasi Gab.7 Kota qtq SPE SPE Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya; SPE= Ekspektasi pedagang terhadap harga selama tahun berjalan menurut SPE bulan ybs. Grafik 2.18. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa di Kota Bandung -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2006 2007 2008 2009 inflasi 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 SB Inflasi Gab.7 Kota qtq SK SK Sumber: SK-KBI Bandung, BPS Provinsi Jawa Barat Keterangan: SK= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya. 2 Saldo bersih SB adalah net balance adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SB positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun. . Grafik 2.16. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha di Jawa Barat -1 1 2 3 4 5 Tw.I Tw.II Tw.IIITw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 inflasi -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 SBT SKDU SBT hasil SKDU inflasi gab 7 kota qtq Sumber: Bank Indonesia. Ekspektasi inflasi menurut hasil SPE dan SK menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan IV-2008 Grafik 2.17 dan 2.18. Hasil ini sejalan dengan inflasi triwulan I-2009 yang lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya. Angka SB harga 3 bulan yang akan datang menurut Survei Penjualan Eceran pada akhir triwulan menurun cukup besar dari 142 menjadi 126,5, sedangkan SB Survei Konsumen menurun dari 170,33 menjadi 158,67. Hal ini menunjukkan bahwa ekspektasi konsumen lebih bersifat adaptif, sedangkan pedagang eceran dan pengusaha telah bersifat rasional. b. Eksternal Tekanan inflasi eksternal relatif berkurang akibat penurunan laju inflasi negara-negara mitra dagang meskipun terdapat tekanan kenaikan harga beberapa komoditas strategis di pasar internasional. Penurunan imported inflation Jawa Barat terutama disebabkan oleh penurunan laju inflasi negara mitra dagang akibat dampak krisis keuangan global. Inflasi negara mitra dagang menunjukkan tren penurunan terutama sejak triwulan III-2008 Grafik 2.19. Beberapa negara mitra dagang Jawa Barat seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Singapura telah menunjukkan pelemahan tekanan inflasi yang terutama didorong oleh pelemahan tekanan inflasi. Sementara itu, negara-negara di Uni Eropa masih memiliki angka inflasi yang stabil pada kisaran 1 hingga 2. Grafik 2.19. Laju Inflasi di Negara Mitra Dagang Sumber: Bloomberg Grafik 2.20. Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 2005 2006 2007 2008 2009 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 Kedelai USD bushel Gula USD pon Emas RHS USD t r oy ons CPO RHS USD met r ik t on Sumber: Bloomberg 8 UE Singapura AS Jepang 7 6 5 4 3 2 1 - 1 2006 2007 2008 2009 Namun demikian, beberapa komoditas strategis seperti gula pasir, emas, CPO, dan kedelai mulai menunjukkan peningkatan setelah mencapai titik terendah pada triwulan sebelumnya Grafik 2.20. Pengaruh kenaikan harga komoditas di pasar internasional terutama dirasakan pengaruhnya pada Jawa Barat untuk komoditas emas dan gula. Pedagang emas perhiasan di Jawa Barat menaikkan harga sejalan dengan kenaikan harga emas yang cukup tinggi. Kenaikan harga emas di pasar internasional dari USD797,17troy ons menjadi USD910,45troy ons disebabkan oleh meningkatnya preferensi spekulan terhadap emas sebagai safe heaven. Sementara itu, kenaikan harga gula di pasar internasional dari USD12,72pon menjadi USD13,61pon serta belum tibanya musim panen tebu dimanfaatkan oleh pedagang besar untuk berspekulasi. 53 54 c. Interaksi Permintaan dan Penawaran Permintaan yang cenderung tumbuh melambat dan penawaran yang relatif stabil menyebabkan kesenjangan output menurun sehingga melonggarkan tekanan inflasi Jawa Barat. Penurunan permintaan diindikasikan dari pelemahan daya beli, penurunan kapasitas terpasang, penurunan volume impor, serta penurunan realisasi kredit konsumsi. Sementara itu, dari sisi penawaran, kapasitas produksi industri Jawa Barat masih mencukupi untuk mengatasi lonjakan permintaan. Daya beli masyarakat Jawa Barat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Sepanjang triwulan I-2009 indikator penghasilan konsumen di Kota Bandung menurun dari SB sebesar 105,33, 96,67, dan 95,33 Grafik 2.21. Peningkatan penghasilan pada bulan Januari 2009 disebabkan oleh kenaikan upah di awal tahun, meskipun tidak setinggi pada awal tahun 2008. Grafik 2.21. Penghasilan Konsumen di Kota Bandung -2,0 -1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2007 2008 2009 inflasi 85 95 105 115 125 135 SB Inflasi Gab.7 Kota qtq Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln lalu Sumber: SK-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Grafik 2.22. Nilai Impor dan Realisasi Kredit Konsumsi di Jawa Barat 1 2 3 4 5 6 7 Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I 2006 2007 2008 2009 Triliun Rp 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 Juta USD Impor Realisasi Kredit Konsumsi Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Daerah SEKDA Jabar, KBI Bandung. Melemahnya tekanan atas permintaan tercermin dari turunnya impor industri di Jawa Barat dari USD2,627 juta menjadi USD826 juta serta realisasi kredit konsumsi yang relatif rendah Grafik 2.22. Namun demikian, penurunan impor yang relatif tajam diduga disebabkan pula oleh pembatasan impor beberapa produk oleh Departemen Perdagangan. Sementara itu, realisasi kredit konsumsi relatif stagnan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni dari Rp4,42 triliun menjadi Rp4,54 triliun. Dari sisi penawaran, industri di Jawa Barat masih memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksinya. Hal ini diindikasikan oleh hasil SKDU yang menunjukkan tingkat kapasitas terpakai industri di Jawa Barat baru sebesar 64,79 Grafik 2.23. Kapasitas industri di Jawa Barat masih memiliki ruang sehingga penawaran dapat ditingkatkan jika terjadi lonjakan Grafik 2.23. Kapasitas Terpakai dan Persediaan Industri di Jawa Barat 60 65 70 75 2006 2007 2008 2009 80 90 100 110 120 130 140 SB Kapasitas Terpasang Persediaan RHS Sumber: SKDU-KBI Bandung permintaan. Namun demikian, kapasitas terpasang industri di Jawa Barat mengalami penurunan dari 68,50 menjadi 64,79 yang terutama terjadi pada industri tanaman pangan dari 73,97 menjadi