EFEK ANTIHELMINTIK EKSTRAK BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP Ascaris suum Goeze in vitro

(1)

EFEK ANTIHELMINTIK EKSTRAK BIJI JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP Ascaris suum Goeze in vitro

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

TITA RIF’ATUL MAHMUDAH G0006163

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Efek Antihelmintik Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum Goeze in vitro

Tita Rif’atul Mahmudah, G0006163, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 15 Juli 2010 Pembimbing Utama

Nama : Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.ParK., Ph.D

NIP : 19511120 19860111 001 ... Pembimbing Pendamping

Nama : Sutartinah Sri Handayani, dra.

NIP : 19600709 1986012 001 ... Penguji Utama

Nama : Paramasari Dirgahayu, dr., Ph.D

NIP : 19660421 1997022 001 ... Anggota Penguji

Nama : Mujosemedi, drs., M.Sc.

NIP : 19600530 198903 1 001 ...

Surakarta, 22 Juli 2010

Ketua Tim Skripsi

Sri Wahjono, dr., M.Kes NIP : 19450824 197310 1 00

Dekan FK UNS

Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS. NIP : 19481107 197310 1 003


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2010

Tita Rif’atul Mahmudah NIM. G0006163


(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efek Antihelmintik Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum Goeze in vitro”. Shalawat dan salam bagi Rasulullah Muhammad SAW dan orang-orang yang senantiasa mengikuti keteladanannya. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ruben Dharmawan, dr., Ir., Sp.ParK, Ph.D, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini.

4. Sutartinah Sri Handayani, dra, selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan, saran dan arahan dalam penelitian ini. 5. Paramasari Dirgahayu, dr., Ph.D, selaku Penguji I yang telah berkenan

menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

6. Mujosemedi, drs, selaku Penguji II yang telah berkenan menguji serta memberikan saran dan masukan dalam penelitian ini.

7. Seluruh staf bagian skripsi dan staf Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah banyak membantu dalam penelitian ini.

8. Ayah, ibu, kakak, dan adik-adik yang telah memberikan dukungan yang tak terhitung baik material maupun moril.

9. Rekan-rekan keluarga besar wisma deka, keluarga besar wisma permata bunda, dan teman-teman satu lingkaran, yang tak pernah memberiku alasan untuk mengeluh dan takut.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Demikian pula dengan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu.


(5)

Surakarta, Juli 2010


(6)

ABSTRAK

Tita Rif’atul Mahmudah, G0006163, 2010. Efek Antihelmintik Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum Goeze in vitro, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek antihelmintik ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dan untuk memberikan alternatif pengobatan askariasis dengan tanaman herbal yang ada di Indonesia

Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian the post only controlled group design. Subjek penelitian berupa Ascaris suum Goeze yang masih hidup dan aktif bergerak, diambil dari usus halus babi yang terinfeksi. Sampel terbagi dalam lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif yang direndam dalam larutan garam fisiologis, dan kelompok perlakuan yang direndam dalam larutan ekstrak biji jintan hitam dalam empat konsentrasi, yaitu 5,5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, dan 10%gr/ml. Hasil penelitian dianalisis dengan regresi linear menggunakan program SPSS 16.

Hasil: Cacing Ascaris suum Goeze di luar tubuh babi dalam larutan garam fisiologis rata-rata dapat hidup selama 112 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk mematikan cacing pada prosentase kematian cacing yang sama dalam konsentrasi yang berbeda secara umum mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak biji jintan hitam yang diberikan. Nilai R square model pada semua kelompok > 0.80 menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak merupakan variabel yang sangat baik untuk menjelaskan variabel waktu kematian cacing. Dengan uji Anova pada analisis regresi didapatkan Fhitung>Ftabel dengan taraf signifikansi 0.03, maka H0 ditolak, atau dengan kata lain terdapat efek antihelmintik pada ekstrak biji jintan hitam terhadap cacing Ascaris suum Goeze in vitro. Taraf signifikansi < 0.05 menunjukkan bahwa variabel konsentrasi ekstrak biji jintan hitam dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap waktu kematian cacing dalam berbagai prosentase kematian. Simpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dengan taraf signifikansi 0.003.


(7)

ABSTRACT

Tita Rif’atul Mahmudah, G0006163, 2010. Anthelmintic Effect of Sativa Seed Extract (Nigella sativa) for Ascaris suum Goeze in vitro, Faculty of Medicine, University of Sebelas Maret, Surakarta.

Objectives: The aims of this study are to determine the anthelmintic effect of sativa seed extract (Nigella sativa) for Ascaris suum Goeze in vitro and to give the alternative treatment for ascariasis with the local herbal plant in Indonesia.

Method: The study was laboratory experimental with the post only controlled group design research plan. The subject of the research was alive and viable Ascaris suum Goeze which was obtained from the intestine of infected pigs. The sample was divided into five groups: negative control group which was placed in saline, and experimental group which was placed in four consentration of sativa seed extract solution, 5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, and 10%gr/ml. The results were analyzed by linear regression analysis using SPSS 16.

Results: The life time average of Ascaris suum Goeze in vitro in saline soluble is 112 hours. And the time to kill all worm for the same death percentage in different consentrations are generally declining, while the extract consentration is increasing. The R square model for all groups > 0.80, shows that the exstract consentration is a very good variable for explaining the death time variable. Fhitung>Ftabel has been obtained by the Anova test in regression model with 0.03 significancy, which means H0 is rejected, or in the other words, it shows that the anthelmintic effect of sativa seed extract (Nigella sativa) for Ascaris suum Goeze in vitro was present. The level of significance < 0.05 shows that consentration of sativa seed extract in this study has a significant influence on the worm death time in different death percentage.

Conclusions: This study shows that sativa seed extract (Nigella sativa) has the anthelmintic effect for Ascaris suum Goeze in vitro with the level of significance 0.003


(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI………...………... vii

DAFTAR TABEL………... ix

DAFTAR GAMBAR………... x

DAFTAR LAMPIRAN………... xi

BAB I. PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………... 4

C. Tujuan Penelitian………... 5

D. Manfaat Penelitian………... 5

BAB II. LANDASAN TEORI………... 6

A. Tinjauan Pustaka………... 6

1. Ascaris lumbricoides Linn………. 6

2. Ascaris suum Goeze………..……….…………... 10

3. Jintan Hitam (Nigella sativa)………...… 14

B. Kerangka Pemikiran………...… 19

C. Hipotesis……….…... 20

BAB III. METODE PENELITIAN………... 21

A. Jenis Penelitian………... 21

B. Lokasi Penelitian………... 21

C. Subjek Penelitian………..………... 21

D. Teknik Sampling……….………... 21

E. Rancangan Penelitian...22


(9)

G. Definisi Operasional Variabel……..………...…23

H. Alat dan Bahan Penelitian………... 25

I. Prosedur Penelitian….………... 26

J. Analisis Data………... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN………... 30

A. Data Hasil Penelitian………... 30

B. Analisis Data………... 32

BAB V. PEMBAHASAN………... 39

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN………... 42

A. Simpulan………... 42

B. Saran………... 42

DAFTAR PUSTAKA………...43 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 1. Rerata waktu kematian semua cacing Ascaris suum Goeze pada

pemberian ekstrak biji jintan hitam (jam)………….……...30

Tabel 2. R square Model pada masing-masing tingkat kematian cacing...33

Tabel 3. Tabel hasil perhitungan statistik dengan uji anova ………..34


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cacing Ascaris suum Goeze……...……...11 Gambar 2. Daur hidup cacing Ascaris suum Goeze…...13 Gambar 3. Biji jintan hitam (Nigella sativa)………. ...15 Gambar 4. Diagram waktu dan prosentase kematian pada berbagai konsentrasi ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa)………...31 Gambar 5. Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada

prosentase kematian 20% dalam berbagai konsentrasi ekstra...36 Gambar 6. Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada

prosentase kematian 40% dalam berbagai konsentrasi ekstrak...36 Gambar 7. Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada

prosentase kematian 60% dalam berbagai konsentrasi ekstrak…...37 Gambar 8. Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada

prosentase kematian 80% dalam berbagai konsentrasi ekstrak …...37 Gambar 9. Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosentase kematian cacing Ascaris suum Goeze dalam larutan garam fisiologis (kontrol negatif)

Lampiran 2. Prosentase kematian cacing Ascaris suum Goeze dalam larutan ekstrak biji jintan hitam

Lampiran 3. Uji statistik Regresi Linear Sederhana pada masing-masing prosentase kematian

Lampiran 4. Tabel F (α = 0,05) untuk Uji ANOVA Lampiran 5. Foto-foto hasil penelitian

Lampiran 6. Surat keterangan pembuatan ekstrak Lampiran 7. Surat ijin pengambilan sampel


(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ascaris lumbricoides Linn. a. Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Subkelas : Secernentea Bangsa : Ascaridida Superfamili : Ascaridoidea Famili : Ascarididae Marga : Ascaris

Spesies : Ascaris lumbricoides Linn. (Zaman dkk, 1988)

b. Morfologi

Famili Ascarididae merupakan nematoda yang berukuran paling besar, beberapa spesies di antaranya dapat mencapai panjang 45 cm atau


(14)

lebih. Salah satu spesies tertua yang diketahui berhubungan dengan manusia adalah Ascaris lumbricoides. Cacing jantan memiliki panjang 15 – 30 cm dan diameter 2 – 4 mm pada bagian tubuh yang paling lebar. Mempunyai 3 bibir pada ujung anterior kepala dan mempunyai gigi-gigi kecil atau dentikel di pinggirnya. Cacing jantan mempunyai 2 buah spikulum yang dapat keluar dari kloaka. Cacing betina memiliki panjang 20 – 49 cm dan diameter 3 – 6 mm. Memiliki vulva pada sepertiga anterior panjang tubuh dan ovarium yang luas. Uterusnya dapat berisi sampai 27 juta telur pada satu waktu, dengan 200.000 butir telur yang dapat dihasilkannya setiap hari (Roberts dan Janovy, 2005).

Terdapat 2 macam telur yang dihasilkan, yaitu telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi dihasilkan oleh cacing betina setelah kopulasi, dan jumlahnya sekitar 200.000 per hari, sedangkan telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh betina yang tidak berkopulasi dengan jantan. Telur yang dibuahi berbentuk oval pendek dengan panjang 50-70 µm dan lebar 40-50µm. Lapisan terluar berupa protein, dan lapisan di bagian dalamnya dapat dibedakan menjadi kulit telur yang transparan dan membran vitelinus yang bergelombang. Telur yang terdapat pada feces biasanya berwarna kuning kecoklatan, karena lapisan protein menyerap zat warna empedu. Terkadang, jika telur


(15)

kehilangan lapisan proteinnya, identifikasi terhadap telur cacing menjadi lebih sulit. Hal ini disebabkan karena lapisan protein tersebut tidak berwarna, sehingga jika lapisan proteinnya hilang, maka telur cacing tersebut menjadi tidak berwarna (Miyazaki, 1991).

Telur yang tidak dibuahi lebih bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dengan panjang 60-100 µm dan lebar 40-60 µm. Memiliki lapisan protein dan kulit telur yng lebih tipis, dan berisi granula-granula dengan berbagai ukuran (Miyazaki, 1991).

c. Habitat dan Daur Hidup

Ascaris lumbricoides tidak membutuhkan hospes perantara. Hospes utamanya adalah manusia, tetapi juga dapat hidup di babi, babi hutan liar, simpanse, gorila, orangutan, siamang, dan lain-lain (Miyazaki, 1991). Infeksi pada manusia terjadi karena menelan telur cacing yang dibuahi (infektif), yang berasal dari tanah yang terkontaminasi. Pada saluran pencernaan, telur menempel pada lambung dan usus, dan kemudian menetas menjadi larva. Larva ini kemudian melakukan penetrasi ke dinding saluran cerna, masuk pembuluh porta lalu dibawa ke jantung, dan dari sini kemudian larva dibawa ke sirkulasi pulmonal menuju paru-paru. Larva di paru menembus kapiler paru, dan setelah 10 hari berada di paru


(16)

larva menembus dinding alveoli, migrasi ke bronki lalu mencapai trakhea dan pharynx, kemudian tertelan. Larva kemudian berubah menjadi cacing dewasa di saluran cerna, yang akhirnya menghasilkan telur yang akan keluar lewat feces. Keseluruhan proses daur hidup cacing mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa bertelur membutuhkan waktu 8-12 minggu. Selama hidupnya, cacing betina dewasa mampu menghasilkan lebih dari 60.000.000 telur (Garcia, 2001)

d. Patologi dan Gambaran Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing maupun larvanya (Gandahusada dkk, 1996). Patogenesis yang disebabkan oleh Ascariasis berhubungan dengan (i) respon imun hospes, (ii) efek dari migrasi larva, (iii) efek mekanis dari cacing dewasa, dan (iv) defisiensi nutrisi akibat keberadaan cacing dewasa (Garcia, 2001). Ketika larva cacing menembus kapiler paru dan sampai ke saluran pernapasan, dapat terjadi perdarahan kecil di berbagai tempat yang dilaluinya. Jika infeksi berat, akan menyebabkan akumulasi darah, yang akan menginisiasi edema dan akhirnya terjadi sumbatan pada jalan napas. Kongesti ini ditambah dengan akumulasi sel darah putih dan sel epithel mati, disebut dengan Ascaris pneumonitis atau Loeffler’s pneumonia (Roberts dan Janovy,


(17)

2005). Ascaris pneumonitis ini biasanya disertai dengan reaksi alergi yang terdiri dari dyspnea, batuk kering maupun batuk produktif, wheezing, demam (39,9-40ºC), dan eosinophilia. Migrasi cacing dewasa mengakibatkan terjadinya sumbatan saluran cerna, yang kemudian dapat masuk ke saluran empedu, saluran pankreas, atau masuk ke dalam hati dan cavum peritoneal. Cacing dewasa ini juga dapat migrasi keluar lewat anus, mulut, atau hidung (Garcia, 2001). Pada anak-anak, dapat terjadi malnutrisi, pertumbuhan yang tidak sempurna, dan ketidakseimbangan kemampuan kognitif, jika infeksinya berat (Roberts dan Janovy, 2005).

2. Ascaris suum Goeze a. Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Nemathelminthes Kelas : Nematoda

Subkelas : Secernentea Bangsa : Ascaridida Superfamili : Ascaridoidea Famili : Ascarididae Marga : Ascaris


(18)

Spesies : Ascaris suum Goeze. (Zaman dkk, 1988)

b. Deskripsi Cacing

Spesies ini pertama kali ditemukan dalam tubuh babi dan dinamai sebagai spesies yang terpisah dari Ascaris lumbricoides. Morfologi dari Ascaris suum hampir sama dengan Ascaris lumbricoides, mulai dari telur sampai cacing dewasa, dan perbedaan diantara keduanya tidak dapat diamati dengan mikroskop cahaya biasa. Sampai saat ini, banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan antara A. lumbricoides dan A. suum secara jelas. Penelitian dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan sedikit perbedaan diantara keduanya pada geligi dan bibir. Adanya beberapa pola ikatan molekul protein yang sama antara A. lumbricoides dan A. suum mencerminkan hubungan genetik yang cukup dekat, sekaligus menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya hibridisasi antara A. lumbricoides dan A. suum. Dan adanya beberapa pola ikatan protein yang berbeda menunjukkan bahwa A. lumbricoides dan A. suum adalah spesies yang benar-benar berbeda (Alba et al., 2009).


(19)

Gambar 1. Cacing Ascaris suum Goeze (Laskey, 2007).

Daur hidup dan perjalanan infeksi antara A. lumbricoides dan A. suum juga hampir sama, dengan sedikit perbedaan (Miyazaki, 1991). Cacing dewasa Ascaris suum memproduksi telur setelah 2-3 bulan. Telur ini kemudian tertelan sampai pada saluran cerna dan menetas menjadi larva. Larva cacing ini tidak melakukan penetrasi langsung setelah menempel pada dinding saluran cerna, tetapi hanya transit sebentar pada usus halus dan melakukan penetrasi pada mukosa caecum dan kolon bagian atas. Kemudian cacing ini terakumulasi di hati sampai 48 jam (Roberts dan Janovy, 2005). Dari sini larva masuk ke pembuluh porta, bermigrasi mengikuti aliran darah sampai ke bronkus paru. Larva kemudian tertelan, menetap di usus halus, dan menjadi paten dalam waktu 6 sampai 8 minggu, dan selanjutnya dapat memulai siklus baru dengan penetasan telur oleh cacing dewasa yang dikeluarkan melalui feces (Loreille dan Bouchet, 2003).


(20)

Hospes utama A. suum adalah babi, meskipun dapat pula menjadi parasit pada tubuh manusia, sapi, kambing, domba, anjing, dan lain-lain, dengan distribusi yang luas di seluruh dunia. Untuk menghindari infeksi pada manusia, babi harus dalam kondisi higienis sebelum dikonsumsi (Miyazaki, 1991).

Gambar 2. Daur hidup cacing Ascaris suum Goeze (Loreille dan Bouchet, 2003).

Penelitian menggunakan A. suum sebagai model untuk A. lumbricoides sudah banyak dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Goumon et al. (2000) dalam The Jounal of Immunology mengenai sintesis morfin dari tubuh A. suum, yang dapat mempengaruhi sistem imun hospes, dan penelitian oleh Brownell dan Nelson (2005) mengenai


(21)

inaktivasi single-celled A. suum dengan radiasi sinar UV bertekanan rendah. Hal ini disebabkan karena lebih mudah untuk mendapatkan species A. suum daripada A. lumbriciodes. Meskipun perbedaan morfologi antara A. suum dan A. lumbricoides sangat kecil, namun sejauh ini tidak ada perbedaan fisiologi yang ditemukan (Brownell dan Nelson, 2005).

3. Jintan Hitam (Nigella sativa) a. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Marga : Nigella

Spesies : Nigella sativa (Hutapea, 1994).

b. Sejarah Tumbuhan

Tumbuhan ini telah digunakan sebagai pengobatan herbal selama lebih dari 2000 tahun (Hawsawi et al., 2001). Bagian tumbuhan yang


(22)

digunakan untuk pengobatan adalah bijinya. Biji Nigella sativa memiliki peran medis dan telah diaplikasikan dalam sistem pengobatan herbal tradisional di Arab dan Yunani. Akhir-akhir ini, biji Nigella sativa dilaporkan telah menunjukkan efek farmakologis yang meliputi antihelmintik, anticestoda, dan antischistosoma, antibakterial, antifungi, antiviral, antioksidan, memiliki aktivitas antiinflamasi, serta dapat meningkatkan respon imun yang dimediasi sel T (Abdulelah dan Abidin, 2007).

c. Deskripsi Tumbuhan

Nama lainnya adalah Black Seed (Inggris) atau Habattusauda (Arab). Nigella sativa merupakan tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Barat Daya. Meskipun Nigella sativa merupakan tumbuhan asli daerah mediterania, namun juga telah banyak tumbuh di belahan dunia lain, yang meliputi Arab Saudi, Afrika Utara, dan sebagian Asia (Hosseinzadeh et al., 2007). Tumbuhan ini tumbuh hingga mencapai tinggi 20-30 cm, dengan daun hijau lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgit,dan pertulangan menyirip. Bunganya majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna kuning, mahkota berbentuk corong berwarna antara biru sampai putih, dengan 5-10 kelopak bunga dalam satu batang pohon (Hutapea, 1994).


(23)

Gambar 3. Biji Jintan Hitam (Nigella sativa) (Katzer, 2004).

Buahnya berupa kapsul yang besar dan menggembung terdiri dari 3-7 folikel yang menjadi satu, dimana masing-masing folikel ini mengandung beberapa biji. Biji ini biasanya digunakan sebagai bumbu dapur (Anonim, 2000). Biji jintan hitam berujung tajam saperti bentuk biji wijen, keras, dan lebih menggelembung. Memiliki bau khas seperti rempah-rempah dan agak pedas, yang akan semakin tajam baunya setelah dikunyah (Katzer, 2004).

d. Kandungan Biji Jintan Hitam (Nigella sativa)

Dari penelitian yang telah lalu, diketahui bahwa komponen utama dari biji N. sativa adalah thymoquinone, thymohydroquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan alpha hedrin (Al Jabre dkk, 2003). Sedangkan komponen utama pada


(24)

minyak N. sativa adalah p-cymene (33,8%), thymol (26,8%), dan thymoquinone (3,8%) (Moretti et al., 2004).

Efek anticestoda biji N. sativa telah dipelajari, dengan pemberian 40 mg/kg berat badan biji N. sativa dan sejumlah ekstrak ethanol, efektif dalam mengurangi jumlah telur pada feces (Akhtar dan Rifaat, 1991). Dalam penelitian yang lain diketahui pula adanya aktivitas antitrematoda pada biji N. sativa, dengan menggunakan ekstrak methanol dan serbuk bijinya (Korshom et al.,1998). Telah dipelajari pula efek anti-schistosoma pada ekstrak biji N. sativa melawan Schistosoma mansoni dalam berbagai stadium secara in vitro. Penelitian ini menunjukkan efek mematikan yang kuat dalam melawan semua stadium parasit dan juga mencegah peletakan telur oleh cacing dewasa (Azza et al., 2005).

Thymoquinone yang terdapat dalam biji N. sativa ini memiliki fungsi proteksi melawan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Selain itu juga mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesic, antipiretik, antimikroba, dan antineoplastik. Sedangkan manfaat dari minyak biji jintan hitam antara lain adalah menurunkan tekanan darah dan meningkatkan respirasi (Ali dan Blunden, 2003), serta dapat mengurangi derajat parasitemia akibat Trypanosoma brucei (Ekanem dan Yusuf, 2008).


(25)

Komponen utama dari respon imun manusia adalah cell mediated dan bagian dari respon tersebut adalah tereksposnya parasit oleh ROS (Reactive Oxygen Species) yang dikeluarkan oleh sel-sel efektor hospes seperti makrofag, eosinofil, neutrofil, dan platelet. Untuk mempertahankan hidupnya dari mekanisme mematikan hospes, parasit mengembangkan sistem enzim-antioksidan (Mansour et al., 2002). Pada Schistosoma mansoni misalnya, terdapat beberapa enzim yang berperan sebagai antioksidan, meliputi Superoxide Dismutase (SOD), Glutathione Peroxidase (GPX), Glutathion Reductase (GR), dan Glutathion-S-Transferase (GST), yang berfungsi sebagai pelindung dalam melawan oksidan mematikan yang berasal dari tubuh hospes. Selanjutnya, thymoquinone yang terdapat dalam jintan hitam dapat berfungsi sebagai scavenger dan dapat menurunkan aktivitas enzim antioksidan maupun antioksidan-antioksidan lain yang ada pada cacing. Hal ini akan menyebabkan peningkatan host oxidant attack pada tubuh cacing, yang selanjutnya akan meningkatkan peroksidasi lipid, dan menyebabkan membran peroksidasi menjadi rigid, kehilangan integritas serta kehilangan permeabilitas selektif membran tubuh cacing. Selain itu thymoquinone juga dapat mengurangi proses glikolisis pada tubuh cacing dengan jalan inhibisi terhadap enzim Heksokinase pada proses glikolisis


(26)

aerob dan inhibisi terhadap enzim Glukosa 6 Fosfat Dehidrogenase pada proses glukoneogenesis jalur pentosa fosfat. Hal ini akan mengakibatkan inhibisi pada pemecahan glukosa, yang berarti berkurangnya sumber energi utama pada tubuh cacing. Dengan dua mekanisme inilah cacing kemudian mati (Azza et al., 2005).

B. Kerangka Pemikiran

Biji Jintan Hitam (Nigella sativa)

Ekstraksi dengan metode maserasi

Zat Thymoquinone yang diduga memiliki efek antihelmintik

Zat aktif berupa thymoquinone, thymohydroquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan alpha hedrin


(27)

C. Hipotesis

Ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro.

Cacing Ascaris suum Goeze Mereduksi Antioksidan

yang dihasilkan cacing

Inhibisi Glikolisis cacing

Meningkatkan host oxidant attack Sumber energi berkurang

Cacing mati Variabel luar yang terkendali

· Ukuran tubuh cacing

· Konsentrasi larutan uji

· Suhu percobaan

Variabel luar yang tidak terkendali

· Umur cacing

· Jenis kelamin cacing


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

D. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan rancangan penelitian the post only controlled group design.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

F. Subjek Penelitian

Subjek penelitian berupa Ascaris suum Goeze yang masih hidup dan aktif bergerak, diambil dari usus halus babi yang diperoleh dari tempat penyembelihan hewan ”Radjakaja” Kotamadya Surakarta. Kemudian sampel dibagi menjadi lima kelompok perlakuan, sesuai dengan rancangan penelitian.

G. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dengan menyamakan ukuran tubuh cacing dan keadaan cacing yang masih aktif bergerak,


(29)

dengan tidak dibedakan antara cacing jantan dan betina. Sampel untuk tiap kelompok terdiri dari 5 ekor cacing.

H. Rancangan Penelitian

Kelompok kontrol dengan garam fisiologis

Dimasukkan inkubator dengan suhu 37ºC Dimasukkan dalam

larutan ekstrak jintan hitam dengan

konsentrasi 5,5%gr/ml

Catat waktu kematian semua cacing

Uji Statistik (Analisis Regresi) 5 Cacing

Ascaris suum Goeze

5 Cacing

Ascaris suum Goeze

5 Cacing

Ascaris suum Goeze

5 Cacing

Ascaris suum Goeze

5 Cacing

Ascaris suum Goeze

Dimasukkan dalam larutan ekstrak jintan hitam dengan konsentrasi 7%gr/ml

Dimasukkan dalam larutan ekstrak jintan hitam dengan

konsentrasi 8,5%gr/ml

Dimasukkan dalam larutan ekstrak jintan hitam dengan

konsentrasi 10%gr/ml

Amati cacing tiap 2 jam sampai semua cacing mati


(30)

I. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas : Ekstrak jintan hitam (Nigella sativa)

2. Variabel Tergantung : Waktu kematian semua cacing dalam tiap rendaman setelah pemberian perlakuan

3. Variabel Perancu

a. Variabel perancu yang terkendali

1). Ukuran tubuh cacing : dipilih cacing yang besarnya sama 2). Konsentrasi larutan uji

3). Suhu percobaan : digunakan inkubator dengan suhu percobaan 37ºC b. Variabel perancu yang tidak terkendali

1). Umur cacing

2). Jenis kelamin cacing

3). Kepekaan masing-masing cacing terhadap larutan uji

J. Definisi Operasional Variabel 1. Serbuk Biji Jintan Hitam


(31)

Serbuk biji jintan hitam merupakan serbuk yang berasal dari biji jintan hitam yang telah dikeringkan dalam almari pengering dengan suhu 45ºC selama tiga jam, diserbuk dengan mesin penyerbuk dan disaring dengan saringan diameter lubang 1 mm.

2. Ekstrak Biji Jintan Hitam

Ekstrak biji jintan hitam adalah ekstrak yang dihasilkan dari serbuk biji jintan hitam dengan teknik ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut ethanol 70%. Proses pembuatan ekstrak mulai dari pengeringan sampai terbentuk ekstrak dikerjakan oleh tenaga ahli di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). 3. Konsentrasi Ekstrak Biji Jintan Hitam

Konsentrasi ekstrak jintan hitam dibuat dengan cara melarutkan ekstrak biji jintan hitam dari proses maserasi dengan satuan berat ekstrak dalam gram per volume larutan NaCl 0,9% sesuai konsentrasi yang telah ditentukan. Untuk mengetahui konsentrasi minimal yang diperlukan untuk membunuh cacing, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan.


(32)

Cacing Ascaris suum diambil dari penyembelihan dengan kurun waktu kurang lebih satu jam setelah penyembelihan babi. Selanjutnya cacing dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% dan dibawa ke Laboratorium Parasitologi untuk pemberian perlakuan. Waktu yang dibutuhkan cacing dari mulai babi disembelih sampai cacing dimasukkan ke dalam inkubator membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam.

5. Waktu Kematian Cacing

Waktu kematian cacing adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari pemberian perlakuan sampai matinya semua cacing dalam tiap rendaman. Cacing dianggap mati apabila tidak terdapat respon gerakan saat disentuh, tidak ada tahanan dari tubuh cacing, dan cacing terlihat lemas saat diangkat. 6. Lama pengujian Ekstrak Biji Jintan Hitam

Sebelum dilaksanakan uji efek antihelmintik ekstrak jintan hitam, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan tentang lama hidup Ascaris suum Goeze dalam larutan garam fisiologis sebagai kontrol. Dengan penelitian pendahuluan ini dapat diketahui lama hidup cacing di luar tubuh babi. Lamanya waktu yang didapat kemudian ditetapkan sebagai waktu maksimal dalam penelitian efek antihelmintik ekstrak jintan hitam.


(33)

1. Cawan petri diameter 15 cm 2. Batang pengaduk kaca 3. Pinset anatomis 4. Gelas ukur 5. Labu takar 6. Timbangan

7. Toples untuk menyimpan cacing 8. Inkubator

9. NaCl 0,9%

10.Larutan uji konsentrasi 5,5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, dan 10%gr/ml.

L. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ekstrak Biji Jintan Hitam a. Pengambilan bahan

Biji jintan hitam didapatkan di Pasar Gedhe Surakarta. Dipilih biji yang berwarna hitam pekat, sudah agak kering dan tidak busuk.

b. Pembuatan ekstrak biji jintan hitam

Pembuatan ekstrak biji jintan hitam dikerjakan oleh tenaga ahli di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM). Biji jintan hitam sebanyak 1000 gram dikeringkan dalam


(34)

almari pengering dengan suhu 45ºC selama tiga jam, kemudian setelah itu biji dihaluskan menjadi serbuk dengan mesin penyerbuk dan disaring dengan saringan berdiameter lubang 1 mm.

1). Serbuk biji jintan hitam ditambahkan pelarut ethanol 70% sebanyak 3000 ml, diaduk selama 30 menit dan didiamkan 24 jam, setelah itu disaring dan diulang tiga kali.

2). Dari hasil penyaringan didapatkan ampas dan filtrat. Filtrat kemudaian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pemanas water bath dengan suhu 70ºC. Dari proses ini didapatkan ekstrak kental biji jintan hitam.

3). Ekstrak kental ini kemudian dituang dalam cawan porselin dan dipanaskan dengan water bath sambil terus diaduk

4). Didapatkan ekstrak biji jintan hitam yang siap digunakan. 2. Penentuan Konsentrasi Larutan Uji

Penentuan konsentrasi larutan uji dilakukan berdasarkan hasil orientasi dan penelitian-penelitian terdahulu menggunakan empat konsentrasi yaitu 1%gr/ml, 4%gr/ml, 7%gr/ml, dan 10%gr/ml Dalam 1x24 jam dilihat konsentrasi ekstrak yang pertama kali menimbulkan efek pada cacing. Dari hasil tersebut didapatkan konsentrasi minimal yang akan digunakan untuk penelitian akhir. Selanjutnya ditetapkan empat konsentrasi ekstrak yang akan


(35)

digunakan untuk penelitian akhir dengan kelipatan dari konsentrasi minimal tersebut. Berikut cara kerja penetapan konsentrasi larutan uji :

a. Larutan ekstrak jintan hitam ditimbang dengan satuan gram sehingga didapatkan berat ekstrak sesuai dengan rancangan penelitian

b. Ditambahkan 100 ml larutan NaCl 0,9%

c. Didapatkan larutan ekstrak jintan hitam 5,5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, dan 10%gr/ml.

3. Langkah Penelitian

a. Penelitian pendahuluan

1) Siapkan cawan petri, masing-masing berisi 40 ml larutan ekstrak biji jintan hitam konsentrasi 1%gr/ml, 4%gr/ml, 7%gr/ml, dan 10%gr/ml, kemudian dihangatkan terlebih dahulu pada suhu 37ºC dalam inkubator selama kurang lebih 15 menit.

2) Masukkan 5 ekor cacing Ascaris suum Goeze ke dalam cawan petri. Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer:

Keterangan : n = besar sampel

t = jumlah kelompok perlakuan

Karena penelitian ini menggunakan 5 kelompok perlakuan, maka: (n-1) (t-1) > 15


(36)

(n-1) (t-1) > 15 (n-1) (5-1) > 15

4n > 19 n > 4,75 (Hanafiah, 2001)

Sehingga subyek yang diperlukan adalah minimal 5 ekor. 3) Diinkubasi pada suhu 37ºC.

4) Pengamatan dilakukan setiap 2 jam, dengan cara menyentuh cacing dengan pinset. Jika cacing sudah tidak bergerak maka cacing tersebut dinyatakan mati.

5) Hasil yang diperoleh dicatat 6) Penelitian dilakukan 3 kali ulangan b. Penelitian akhir

1) Siapkan 5 buah cawan petri, masing-masing berisi larutan garam fisiologis, larutan ekstrak biji jintan hitam dalam konsentrasi 5,5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, dan 10%gr/ml sebanyak 40 ml, yang terlebih dahulu dihangatkan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama kurang lebih 15 menit.

2) Masukkan cacing Ascaris suum Goeze sebanyak 5 ekor pada masing-masing cawan petri.


(37)

3) Diinkubasi pada suhu 37ºC

4) Pengamatan dilakukan setiap 2 jam, dengan cara menyentuh cacing dengan pinset. Jika cacing sudah tidak bergerak maka cacing tersebut dinyatakan mati.

5) Hasil yang diperoleh dicatat. 6) Penelitian dilakukan 3 kali ulangan

M. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana, yaitu metode statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu variabel bebas (independen; prediktor; X) (Kurniawan, 2008). Data akan diolah dengan menggunakan program Statistical Product and Service Sollution (SPSS) 16.


(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN N. Hasil Penelitian

Penelitian efek antihelmintik ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dilakukan pada 5 kelompok perlakuan yaitu terdiri atas 4 kelompok perlakuan cacing yang direndam dalam larutan ekstrak biji jintan hitam konsentrasi 5,5%gr/ml, 7%gr/ml, 8,5%gr/ml, 10%gr/ml; dan satu kelompok perlakuan sebagai kontrol yaitu cacing direndam dalam larutan garam fisiologis.

Dalam penelitian efek antihelmintik ini, pengamatan dan pencatatan hasil pengamatan dilakukan setiap 2 jam sampai semua cacing mati dalam tiap kelompok perlakuan.

Tabel 1. Rerata waktu kematian semua cacing Ascaris suum Goeze pada pemberian ekstrak biji jintan hitam (jam)

Konsentrasi ekstrak biji jintan hitam Replikasi

0%gr/ml (kontrol negatif)

5,5%gr/ml 7%gr/ml 8,5%gr/ml 10%gr/ml

I 108 60 44 50 30


(39)

0 20 40 60 80 100 120

0% 5.5% 7% 8.5% 10%

konsentrasi ekstrak biji jintan hitam (%gr/ml) waktu kematian (jam) 20% 40% 60% 80% 100%

III 112 56 60 50 26

Rerata 112 56,67 50,67 48 24,67

Dari tabel 1 dapat dilihat rata-rata waktu kematian semua cacing dalam larutan ekstrak biji jintan hitam yang paling cepat adalah kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak biji jintan hitam 10%gr/ml, sedangkan rata-rata waktu kematian paling lama adalah kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak biji jintan hitam 5,5%gr/ml. Hasil pengamatan dan pencatatan lama hidup cacing Ascaris suum Goeze dalam larutan ekstrak biji jintan hitam secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2.

Sedangkan rata-rata waktu kematian cacing pada prosentase 20, 40, 60, 80, dan 100% ditampilkan pada diagram di bawah ini.

Gambar 4. Diagram waktu dan prosentase kematian pada berbagai konsentrasi ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa).


(40)

Dari diagram tersebut dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mematikan cacing pada prosentase kematian cacing yang sama dalam konsentrasi yang berbeda secara umum mengalami penurunan seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak biji jintan hitam yang diberikan.

B. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi linear, untuk mencari hubungan linear antara variabel bebas dengan variabel terikat, dengan tipe data berjenis rasio. Hasil analisis menggunakan uji regresi linear sederhana dengan program SPSS selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Dari hasil analisis akan didapatkan model regresi linear sederhana dari populasi penelitian, yaitu :

Dengan

X adalah variabel bebas Y adalah variabel terikat β0 adalah intercept β1 adalah slope


(41)

(Suharjo, 2008).

Berikut adalah hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS pada masing-masing tingkat kematian cacing yang dijelaskan secara ringkas.

Tabel 2. R square Model pada masing-masing tingkat kematian cacing Tingkat kematian cacing R square

20% 0.962

40% 0.961

60% 0.963

80% 0.967

100% 0.966

Tampak bahwa nilai R square model pada tingkat kematian cacing 20% sebesar 0,962, yang berarti bahwa variabel bebas konsentrasi ekstrak biji jintan hitam dapat menjelaskan variabel terikat waktu secara linear sebesar 96,2%, atau ada 3,8% yang tidak dapat dijelaskan secara linear oleh konsentrasi ekstrak. Demikian pula pada tingkat kematian cacing 40%, 60%, 80%, dan 100% yang menunjukkan nilai R square model antara 0,961-0,967, yang berarti bahwa variabel bebas konsentrasi ekstrak biji jintan hitam dapat menjelaskan variabel


(42)

terikat waktu secara linear sebesar 96,1-96,7%, atau ada 3,3-3,9% yang tidak dapat dijelaskan secara linear oleh konsentrasi ekstrak. Dengan demikian maka variabel konsentrasi ekstrak biji jintan hitam merupakan variabel yang sangat baik untuk menjelaskan variabel waktu kematian cacing dalam penelitian ini (Suharjo, 2008).

Tabel 3. Tabel hasil perhitungan statistik dengan uji anova Kelompok

perlakuan

F hitung df pembilang df penyebut F tabel

20% 76.246 1 3 10.13

40% 73.928 1 3 10.13

60% 77.857 1 3 10.13

80% 86.739 1 3 10.13

100% 84.802 1 3 10.13

Dari hasil uji anova menunjukkan masing-masing nilai Fhitung seperti di atas, dengan taraf signifikansi 0,03. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai Ftabel yang dihitung pada derajat bebas pembilang (df pembilang) sebesar 1 dan derajat bebas penyebut (df penyebut) sebesar 3, yaitu sebesar 10,13. Dari tabel F tersebut (lampiran 4) didapatkan nilai Fhitung > Ftabel, sehingga dapat disimpulkan


(43)

bahwa model yang dihasilkan adalah baik dan variabel waktu kematian cacing dapat dijelaskan secara bersama oleh variabel konsentrasi ekstrak dan interceptnya, atau dengan kata lain H0 ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan efek antihelmintik yang bermakna pada masing-masing kelompok perlakuan (Suharjo, 2008).

Tabel 4. Tabel koefisien regresi

Tingkat kematian Koefisien regresi (model yang dihasilkan)

20% Y = 56.637 - 0.436X

40% Y = 93.801 - 0.823X

60% Y = 99.906 - 0.824X

80% Y = 103.914 - 0.813X

100% Y = 109.568 - 0.825X

Persamaan regresi yang dihasilkan pada masing-masing tingkat kematian cacing didapatkan seperti tabel di atas secara terpisah, karena analisis data dilakukan secara terpisah. Persamaan pada masing-masing tingkat kematian ini tidak bisa dijadikan data panel karena intercept antar tingkat kematian berbeda dan koefisien slope regresinya pun berbeda.


(44)

Sedangkan kurva hasil estimasi regresi linear dari data yang ada adalah sebagai berikut.

Gambar 5: Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada prosentase kematian 20% dalam berbagai konsentrasi ekstrak


(45)

Gambar 6 : Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada prosentase kematian 40% dalam berbagai konsentrasi ekstrak

Gambar 7 : Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada prosentase kematian 60% dalam berbagai konsentrasi ekstrak


(46)

Gambar 8: Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada prosentase kematian 80% dalam berbagai konsentrasi ekstrak

Gambar 9 : Kurva waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing pada prosentase kematian 100% dalam berbagai konsentrasi ekstrak


(47)

Hasil plot di atas menunjukkan scatter data dan estimasi garis regresi linear sederhana yang menghubungkan kedua variabel di atas. Tampak bahwa plot garis regresi merupakan estimasi yang baik dari data sebaran data yang ada dan dapat digunakan sebagai model untuk menduga nilai waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing Ascaris suum Goeze apabila konsentrasinya di luar data yang ada.


(48)

BAB V PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan penelitian pendahuluan terlebih dahulu, untuk mengetahui lama hidup cacing Ascaris suum Goeze di luar tubuh babi, dengan menggunakan larutan garam fisiologis sebagai mediumnya. Hasil penelitian pendahuluan juga menunjukkan bahwa waktu kematian semua cacing tidak terjadi secara bersamaan, sehingga untuk mengetahui efek antihelmintik ekstrak biji jintan hitam digunakan parameter rerata waktu kematian semua cacing.

Untuk mengetahui konsentrasi optimal yang akan digunakan untuk penelitian akhir, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan dengan menggunakan empat konsentrasi, yaitu 1%gr/ml, 4%gr/ml, 7%gr/ml, dan 10%gr/ml yang didapatkan dengan membandingkan ukuran cacing dari penelitian oleh Azza et al. (2005) yang menggunakan cacing Schistosoma mansoni sebagai objek.

Rerata waktu kematian semua cacing pada kelompok perlakuan perendaman dalam larutan garam fisiologis menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna jika dibandingkan dengan rerata waktu kematian semua cacing pada kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak biji jintan hitam. Hal ini menunjukkan bahwa larutan garam fisiologis tidak mempunyai efek antihelmintik.


(49)

Rerata waktu kematian cacing pada tiap prosentase kematian mengalami kenaikan, yang menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu yang semakin banyak untuk membunuh lebih banyak cacing dewasa Ascaris suum Goeze dengan pemberian ekstrak biji jintan hitam. Sedangkan rerata waktu kematian cacing pada konsentrasi ekstrak yang berbeda menunjukkan penurunan waktu kematian secara bermakna seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak. Hal ini menunjukkan hubungan regresi yang linear, seperti yang ditunjukkan pada kurva regresi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji jintan hitam (sampai 10%gr/ml), semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk membunu semua cacing Ascaris suum Goeze in vitro

Pada penelitian ini, didapatkan bahwa konsentrasi yang paling efektif ditunjukkan pada konsentrasi ekstrak 10%gr/ml, dengan rerata waktu yang dibutuhkan untuk membunuh semua cacing adalah 24,67 jam. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk membunuh cacing. Namun waktu ini masih dinilai terlalu lama, karena membutuhkan waktu lebih dari 24 jam.

Dari penelitian terdahulu, diketahui bahwa kandungan utama dari biji jintan hitam adalah thymoquinone, thymohydroquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan alpha hedrin (Al Jabre et al., 2003). Adanya efek antihelmintik dalam ekstrak biji jintan hitam mungkin disebabkan karena adanya senyawa aktif yang terkandung di dalamnya, yaitu thymoquinone


(50)

(Korshom et al.,1998). Thymoquinone berfungsi sebagai scavenger dan menurunkan aktivitas enzim antioksidan, sehingga dapat meningkatkan host oxidant attack pada tubuh cacing. Selain itu, thymoquinone juga berfungsi untuk menurunkan aktivitas glikolisis dalam tubuh cacing, sehingga sumber energi dari tubuh cacing dapat berkurang sampai habis. Dua mekanisme inilah yang bisa mengakibatkan kematian cacing (Azza et al., 2005)

Hasil penelitian yang dijelaskan pada bab IV menunjukkan bahwa variabel konsentrasi ekstrak merupakan model yang baik dalam menjelaskan waktu kematian cacing, yang ditunjukkan dengan nilai R square model. Selanjutnya dengan uji anova pada analisis regresi, nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel. Dengan demikian maka H0 ditolak (Suharjo, 2008). Atau dengan kata lain, ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro. Efek antihelmintik ini digambarkan secara lebih jelas pada kurva regresi linear, yang menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak biji jintan hitam, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing. Kemudian dari tabel koefisien regresi, didapatkan persamaan-persamaan yang berbeda pada masing-masing prosentase kematian yang berbeda. Dengan adanya koefisien regresi yang didapat, untuk selanjutnya persamaan tersebut dapat digunakan sebagai prediksi untuk penelitian serupa dengan besar konsentrasi yang berbeda.


(51)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

O. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dengan taraf signifikansi 0,003.

P. Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek antihelmintik ekstrak biji jintan terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dengan penggunaan metode yang lebih baik berdasar kepustakaan terkini.

2. Mengingat hasil penelitian yang masih membutuhkan waktu cukup lama (lebih dari 24 jam), maka perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan konsentrasi ekstrak yang lebih optimal.

3. Dengan adanya hasil penelitian yang positif, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode in vivo, sehingga dapat membuktikan apakah ekstrak biji jintan hitam benar-benar efektif dikonsumsi.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulelah, H.A.A. and Abidin, Z.B.A.H. (2007) In vivo Anti-malarial Tests of Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of Pharmacology and Toxicology 2(2): 46-50

Akhtar, M.S. and Rifaat, S. (1991) Field Trial of Saussurea lappa roots Against Nematodes and Nigella sativa Seeds Against Cestodes in Children. Journal of the Pakistan Medical Association 41: 185-187

Alba, J.E., Comia, M.N., Oyong, G., and Claveria, F. (2009) Ascaris lumbricoides and Ascaris suum: A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein Extracts from the Reproductive Organs and Body Wall. Veterinarski Arhiv 79(3): 281-291

Ali, B.H. and Blunden, G. (2003) Pharmacological and Toxicological Properties of Nigella sativa. PubMed 17(4): 299-305

Al-Jabre, S., Al-Akloby, O.M., Al-Qurashi, A.R., Akhtar, N., Al-Dossary, A., and Randhawa, M.A. (2003) Thymoquinone, an Active Principle of Nigella sativa, Inhibited Aspergillus niger. Pakistan J. Med. Res 42: No.3

Anonim. (2000) Domestication of plants in the Old World, 3, Oxford University Press, p. 206. ISBN 0198503563.

Azza, M.M., Nadia, M.M., and Sohair, S.M. (2005) Sativa seeds against Schistosoma mansoni different stages. Mem Inst Oswaldo Cruz 100(2): 205-211.

Brownell, S.A., and Nelson, K.L. (2005) Inactivation of Single-Celled Ascaris suum Eggs by Low-Pressure UV Radiation. Applied and Environmental Mycrobiology 72(3): 2178-2184.

Bughio, N. I., Faubert, G. M., and Prichard, R. K. (1994) Interaction of Mebendaazole with Tubulin from Body Wall Muscle, Intestine, and Reproductive System of Ascaris suum. J. Parasitol, 80: 126-132.

Ekanem, J.T. dan Yusuf, O.K. (2008) Some Biochemical and Haematological Effects of Black Seed (Nigella sativa) Oil on T. brucei-Infected Rat. African Journal of Biomedical Research Vol, 11 (2008): 79-85


(53)

Elkins, H.M., Elkins, D., and Anderson, R.M. (1989). The Influences of Individual, Social Group and Household Factors on the Distribution of Ascaris lumbricoides within a Community and Implications for Control Strategies. Parasitology 98(Pt): 125

Gandahusada, S., Ilahude, H.D., dan Pribadi, W. (1996) Parasitologi Kedokteran, Jakarta, Gaya Baru, pp: 8-11.

Garcia, L.S. (2001) Diagnostic Medical Parasitology 4th edition, Washington, ASM Press, pp:266-273.

Goumon, Y., Casares, F., Pryor, S., Ferguson, L., Brownawell, B., Cadet, P., Rialas, C.M., Welters, I.D.M., Sonetti, D., and Stefano, G.B. (2000) Ascaris suum, an Intestinal Parasite, Produces Morphine. The Journal of Immunology 165: 339-343

Gusti, Aria. (2004) Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kabupaten Sijunjung. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Hanafiah, K.A. (2001) Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, pp:1-9.

Hawsawi, Z.A., Ali, B.A., and Bamosa, A.O. (2001) Effect of Nigella sativa (Black Seed) and Thymoquinone on Blood Glucose in Albino Rats. Annals of Saudi Medicine 21: Nos 3-4.

Hosseinzadeh, H., Bazzaz, B.S.F., and Haghi, M.M. (2007) Antibacterial Activity of Total Extracts and Essential Oil of Nigella sativa L. Seeds in Mice. Pharmacologyonline 2: 429-435.

Hutapea, J.R. (1994) Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, p: 163.

Katzer, Gernot. (2004) Nigella (Nigella sativa)

http://www.uni-graz.at/%7Ekatzer/spice_icon.ico

Korshom M., Moghney, A.A., and Mandour, A. (1998) Biochemical and Parasitological Evaluation of Nigella sativa Against Ruminant Fluke


(54)

(Paramphistomum) in Sheep as Compared with Trematocide “Hapadex”. Assiut. Vaternary Med. J. 39 (78): 238–244.

Kurniawan, Deny. (2008) Regresi Linier, Vienna, Foundation of Statistical Computing, p:1.

Laskey, Aaron. (2007) Ascaris Lumbricoides

http://emedicine.medscape.com/article/788398-overview

Liu, L.X. and Weller, P. F. (1996) Antiparasitic Drug. The New England Journal of Medicine 334(18): 1178-1184

Loreille, O., and Bouchet, F. (2003) Evolution of Ascaris in Humans and Pigs: A Multi-Disciplinary Approach. Mem Inst Oswaldo Cruz Vol 98(I): 39-46. Mansour, M.A., Nagi, M.N., El-Khatib, A.S., and Al-Bekairi, A.M. (2002) Effects of

Thymoquinone on Antioxidant Enzyme Activities, Lipid Peroxidation and DT-Diaphorase in Different Tissues of Mice: A Possible Mechanism of Action. Cell Biochem Funct 2002 20: 143-151.

Mardiana dan Djarismawati. (2008) Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 7(2): 769-774.

Miyazaki, Ichiro. (1991) An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses, Tokyo, International Medical Foundation of Japan, pp: 296-305.

Moretti, A., D’Antuono, L.F., and Elementi, S. (2004) Essential Oils of Nigella sativa L. and Nigella damascene L. Seed. Journal of Essential Oil Research.

Roberts, L.S. and Janovy, J.Jr. (2005) Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts’ Foundations of Parasitology 7th edition, New York, McGraw-Hill Companies, pp: 431-435.

Seltzer,E. (1993) Tropical Infectious Disease: Principles, Pathogens, and Practice, Philadelphia, Churchill Livingstone.

Situmeang dan Ridwanto (2004) Efikasi Gabungan Pyrantel Pamoate dan Mebendazole pada Nematoda Usus. Universitas Sumatera Utara.


(55)

Suharjo, B. (2008) Analisis Regresi Terapan dengan SPSS, Yogyakarta, Graha Ilmu, pp: 53-70.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006, Pedoman Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen Kesehatan.

Zaman, V., Ah Keong, L., Rukmono, B., Oemijati, S., dan Pribadi, W. (1988) Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran, Bandung, Binacipta, pp: 119-121.


(1)

(Korshom et al.,1998). Thymoquinone berfungsi sebagai scavenger dan menurunkan aktivitas enzim antioksidan, sehingga dapat meningkatkan host oxidant attack pada tubuh cacing. Selain itu, thymoquinone juga berfungsi untuk menurunkan aktivitas glikolisis dalam tubuh cacing, sehingga sumber energi dari tubuh cacing dapat berkurang sampai habis. Dua mekanisme inilah yang bisa mengakibatkan kematian cacing (Azza et al., 2005)

Hasil penelitian yang dijelaskan pada bab IV menunjukkan bahwa variabel konsentrasi ekstrak merupakan model yang baik dalam menjelaskan waktu kematian cacing, yang ditunjukkan dengan nilai R square model. Selanjutnya dengan uji anova pada analisis regresi, nilai Fhitung lebih besar daripada Ftabel. Dengan demikian maka H0 ditolak (Suharjo, 2008). Atau dengan kata lain, ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro. Efek antihelmintik ini digambarkan secara lebih jelas pada kurva regresi linear, yang menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak biji jintan hitam, semakin singkat waktu yang diperlukan untuk membunuh cacing. Kemudian dari tabel koefisien regresi, didapatkan persamaan-persamaan yang berbeda pada masing-masing prosentase kematian yang berbeda. Dengan adanya koefisien regresi yang didapat, untuk selanjutnya persamaan tersebut dapat digunakan sebagai prediksi untuk penelitian serupa dengan besar konsentrasi yang berbeda.


(2)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

O. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji jintan hitam (Nigella sativa) memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dengan taraf signifikansi 0,003.

P. Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai efek antihelmintik ekstrak biji jintan terhadap Ascaris suum Goeze in vitro dengan penggunaan metode yang lebih baik berdasar kepustakaan terkini.

2. Mengingat hasil penelitian yang masih membutuhkan waktu cukup lama (lebih dari 24 jam), maka perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan konsentrasi ekstrak yang lebih optimal.

3. Dengan adanya hasil penelitian yang positif, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode in vivo, sehingga dapat membuktikan apakah ekstrak biji jintan hitam benar-benar efektif dikonsumsi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulelah, H.A.A. and Abidin, Z.B.A.H. (2007) In vivo Anti-malarial Tests of Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of Pharmacology and Toxicology 2(2): 46-50

Akhtar, M.S. and Rifaat, S. (1991) Field Trial of Saussurea lappa roots Against Nematodes and Nigella sativa Seeds Against Cestodes in Children. Journal of the Pakistan Medical Association 41: 185-187

Alba, J.E., Comia, M.N., Oyong, G., and Claveria, F. (2009) Ascaris lumbricoides and Ascaris suum: A Comparison of Electrophoretic Banding Patterns of Protein Extracts from the Reproductive Organs and Body Wall. Veterinarski Arhiv 79(3): 281-291

Ali, B.H. and Blunden, G. (2003) Pharmacological and Toxicological Properties of Nigella sativa. PubMed 17(4): 299-305

Al-Jabre, S., Al-Akloby, O.M., Al-Qurashi, A.R., Akhtar, N., Al-Dossary, A., and Randhawa, M.A. (2003) Thymoquinone, an Active Principle of Nigella sativa, Inhibited Aspergillus niger. Pakistan J. Med. Res 42: No.3

Anonim. (2000) Domestication of plants in the Old World, 3, Oxford University Press, p. 206. ISBN 0198503563.

Azza, M.M., Nadia, M.M., and Sohair, S.M. (2005) Sativa seeds against Schistosoma mansoni different stages. Mem Inst Oswaldo Cruz 100(2): 205-211.

Brownell, S.A., and Nelson, K.L. (2005) Inactivation of Single-Celled Ascaris suum Eggs by Low-Pressure UV Radiation. Applied and Environmental Mycrobiology 72(3): 2178-2184.

Bughio, N. I., Faubert, G. M., and Prichard, R. K. (1994) Interaction of Mebendaazole with Tubulin from Body Wall Muscle, Intestine, and Reproductive System of Ascaris suum. J. Parasitol, 80: 126-132.

Ekanem, J.T. dan Yusuf, O.K. (2008) Some Biochemical and Haematological Effects of Black Seed (Nigella sativa) Oil on T. brucei-Infected Rat. African Journal of Biomedical Research Vol, 11 (2008): 79-85


(4)

Elkins, H.M., Elkins, D., and Anderson, R.M. (1989). The Influences of Individual, Social Group and Household Factors on the Distribution of Ascaris lumbricoides within a Community and Implications for Control Strategies. Parasitology 98(Pt): 125

Gandahusada, S., Ilahude, H.D., dan Pribadi, W. (1996) Parasitologi Kedokteran, Jakarta, Gaya Baru, pp: 8-11.

Garcia, L.S. (2001) Diagnostic Medical Parasitology 4th edition, Washington, ASM Press, pp:266-273.

Goumon, Y., Casares, F., Pryor, S., Ferguson, L., Brownawell, B., Cadet, P., Rialas, C.M., Welters, I.D.M., Sonetti, D., and Stefano, G.B. (2000) Ascaris suum, an Intestinal Parasite, Produces Morphine. The Journal of Immunology 165: 339-343

Gusti, Aria. (2004) Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah di Nagari Kumanis Kabupaten Sijunjung. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Hanafiah, K.A. (2001) Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi, Jakarta, Raja Grafindo Persada, pp:1-9.

Hawsawi, Z.A., Ali, B.A., and Bamosa, A.O. (2001) Effect of Nigella sativa (Black Seed) and Thymoquinone on Blood Glucose in Albino Rats. Annals of Saudi Medicine 21: Nos 3-4.

Hosseinzadeh, H., Bazzaz, B.S.F., and Haghi, M.M. (2007) Antibacterial Activity of Total Extracts and Essential Oil of Nigella sativa L. Seeds in Mice. Pharmacologyonline 2: 429-435.

Hutapea, J.R. (1994) Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, p: 163.

Katzer, Gernot. (2004) Nigella (Nigella sativa)

http://www.uni-graz.at/%7Ekatzer/spice_icon.ico

Korshom M., Moghney, A.A., and Mandour, A. (1998) Biochemical and Parasitological Evaluation of Nigella sativa Against Ruminant Fluke


(5)

(Paramphistomum) in Sheep as Compared with Trematocide “Hapadex”. Assiut. Vaternary Med. J. 39 (78): 238–244.

Kurniawan, Deny. (2008) Regresi Linier, Vienna, Foundation of Statistical Computing, p:1.

Laskey, Aaron. (2007) Ascaris Lumbricoides

http://emedicine.medscape.com/article/788398-overview

Liu, L.X. and Weller, P. F. (1996) Antiparasitic Drug. The New England Journal of Medicine 334(18): 1178-1184

Loreille, O., and Bouchet, F. (2003) Evolution of Ascaris in Humans and Pigs: A Multi-Disciplinary Approach. Mem Inst Oswaldo Cruz Vol 98(I): 39-46. Mansour, M.A., Nagi, M.N., El-Khatib, A.S., and Al-Bekairi, A.M. (2002) Effects of

Thymoquinone on Antioxidant Enzyme Activities, Lipid Peroxidation and DT-Diaphorase in Different Tissues of Mice: A Possible Mechanism of Action. Cell Biochem Funct 2002 20: 143-151.

Mardiana dan Djarismawati. (2008) Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 7(2): 769-774.

Miyazaki, Ichiro. (1991) An Illustrated Book of Helminthic Zoonoses, Tokyo, International Medical Foundation of Japan, pp: 296-305.

Moretti, A., D’Antuono, L.F., and Elementi, S. (2004) Essential Oils of Nigella sativa L. and Nigella damascene L. Seed. Journal of Essential Oil Research.

Roberts, L.S. and Janovy, J.Jr. (2005) Gerald D. Schmidt and Larry S. Roberts’ Foundations of Parasitology 7th edition, New York, McGraw-Hill Companies, pp: 431-435.

Seltzer,E. (1993) Tropical Infectious Disease: Principles, Pathogens, and Practice, Philadelphia, Churchill Livingstone.

Situmeang dan Ridwanto (2004) Efikasi Gabungan Pyrantel Pamoate dan Mebendazole pada Nematoda Usus. Universitas Sumatera Utara.


(6)

Suharjo, B. (2008) Analisis Regresi Terapan dengan SPSS, Yogyakarta, Graha Ilmu, pp: 53-70.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006, Pedoman Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen Kesehatan.

Zaman, V., Ah Keong, L., Rukmono, B., Oemijati, S., dan Pribadi, W. (1988) Buku Penuntun Parasitologi Kedokteran, Bandung, Binacipta, pp: 119-121.