Rekonstruksi Citra Radar Super Resolution Model Markov Network dengan Training Set Menggunakan PCA (Studi Kasus pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah 1 Medan)

(1)

REKONSTRUKSI CITRA RADAR SUPER RESOLUTION

MODEL MARKOV NETWORK DENGAN

TRAINING SET MENGGUNAKAN PCA

(Studi Kasus Pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah I Medan)

TESIS

Oleh LIDO FANTER

087034025 / TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

REKONSTRUKSI CITRA RADAR SUPER RESOLUTION

MODEL MARKOV NETWORK DENGAN

TRAINING SET MENGGUNAKAN PCA

(Studi Kasus Pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah I Medan)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister Teknik Elektro Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh LIDO FANTER

087034025/TE

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : REKONSTRUKSI CITRA RADAR SUPER

RESOLUTION MODEL MARKOV NETWORK

DENGAN TRAINING SET MENGGUNAKAN PCA (Studi Kasus pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah I Medan)

Nama Mahasiswa : Lido Fanter

Nomor Pokok : 087034025

Program Studi : Teknik Elektro

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof.Dr.Ir. Usman Baafai) (Prof.Drs. Tulus, M.Si.Ph.D)

Ketua Anggota

Sekretaris Program Studi Dekan,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Maret 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Ir. Usman Baafai Anggota : Prof.Drs. Tulus, M.Si.Ph.D

1.Prof.Dr. Muhammad Zarlis 2.Prof.Dr. Opim S.Sitompul, M.Sc


(5)

ABSTRAK

Peningkatan pembangunan sistem komunikasi dan pengembangan pembangunan tower yang relatif meningkat, sering kurang dibarengi dengan data-data lokasi potensi petir yang pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan semua sistem peralatan yang dipergunakan. Dalam tesis ini super resolution dipakai untuk memperoleh citra radar perbesaran dengan mengaplikasikan model Markov Network pada training set yang dibentuk dari citra awan serta dapat memperoleh intensitas kepadatan awan yang mengandung petir. Training set dibentuk dari patch dengan proses cuplikan citra awan, rekonstruksi citra radar super resolution merupakan salah satu cara dalam proses pengolahan citra radar guna meningkatkan kualitas citra awan yang mengandung petir serta dapat memperoleh data intensitas petir pada daerah tertentu dalam kawasan tangkapan radar cuaca.

Proses pemilihan patch terbaik dari training set dapat direduksi menggunakan metode PCA (Principle Component analysis) yang memacu prosess pada training set lebih cepat.


(6)

ABSTRACT

The increasing development of communication system and the relatively increasing development of tower construction are not usually followed by the data of potential lightning locations which actually need to save all equipment systems. In this thesis, super resolution was used to obtain magnifying radar image by applying Markov Network model in the training set formed by cloud image so that the intensity of cloud density which contains lightning can be obtained. Training set is formed by patch in the processes of cloud image footage. The reconstruction of the super resolution radar image is one of the techniques in the process of radar image in order to increase the quality of cloud image which contains lightning and to obtain the data of lightning intensity in certain areas within weather radar catchment areas. The process of selecting the best patch of training set can be reduced by using PCA (Principle Component Analysis) method which expedites the process in training set.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat kurikulum Program Studi Magister Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis ini berjudul “Rekonstruksi Citra Radar Super Resolution Model Markov Network dengan

Training Set Menggunakan PCA (Studi Kasus pada Radar Cuaca di BBMKG Wilayah 1 Medan)”.

Penulis terutama sekali mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta, istri, dan anak-anak tersayang atas doa dan dorongan batin yang tak ternilai harganya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir Usman Baafai & Bapak Prof. Drs. Tulus, M.Si.Ph.D, sebagai pembimbing atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya selama penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para penguji : Bapak Prof.Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Prof.Dr. Opim S.Sitompul, M.Sc yang banyak memberikan masukan atas penulisan tesis ini. Tidak lupa juga kepada staf pengajar selama menempuh perkuliahan khususnya staf administrasi pada program Studi Magister Teknik Elektro yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan tesis ini.


(8)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan cakrawala baru bagi para pembaca dan memotivasi untuk lebih mengembangkan ilmu pengetahuan yang dapat berguna untuk kedepannya.

Medan, Maret 2015 Penulis,


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Lido Fanter

Tempat/Tanggal Lahir : Belawan, 2 September 1975 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Bunga Terompet Perumahan Cipta Pesona Blok D-16, Medan Tuntungan

Menerangkan dengan sesungguhnya riwayat hidup sebagai berikut:

PENDIDIKAN

1. Tamatan SD HangTuah II, Kota Bangun : Tahun 1988 2. Tamatan SLTP HangTuah II, Kota Bangun : Tahun 1991 3. Tamatan SLTA Negeri Labuhan Deli : Tahun 1994 4. Tamatan S1 Institut Sains dan Teknologi T.D Pardede : Tahun 2003

PEKERJAAN

 BBMKG Wil I Medan

Medan, April 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK………..

ABSTRACT……….

KATA PENGANTAR………...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….

DAFTAR ISI………..

DAFTAR GAMBAR……….

DAFTAR TABEL………..

BAB 1 PENDAHULUAN………

1.1. Latar Belakang Masalah………..

1.2. Perumusan Masalah……….

1.3. Batasan Masalah………..

1.4. Tujuan Penelitian………. 1.5. Manfaat Penelitian………... 1.6. Sistematika Penelitian……….

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….

2.1. Pendahuluan………

2.1.1. Rekonstruksi super resolusi berdasarkan Interpolasi………. 2.1.2. Rekonstruksi super resolusi berdasarkan Training………. 2.2. Penelitian Yang Dilakukan……….. 2.3. Rancangan Penelitian……….. 2.4. Teori Markov Network……….………. 2.4.1. Defenisis Markov Networ…………..…………. 2.4.1.1.Sifat-sifat Markov Network……… 2.4.1.2. d-Separation……….... 2.4.1.3. Undirected Factorization……….

i ii iii v vi viii ix 1 1 3 4 4 5 5 8 8 12 13 16 17 21 21 21 24 25


(11)

2.4.1.4. Directed Markov Network……… 2.4.2. Menggunakan Markov Random Field………… 2.4.3. Pendekatan Nearest Neighborhood dalam MRF………... 2.4.4. Identifikasi dengan struktur induk nearest Neighbor………. 2.5. Metode Statistik PCA………... 2.5.1. Konsep dasar PCA……… 2.5.2. Parameter dan variabel PCA………. 2.5.3. Matriks karakteristik (Eigen)………. 2.5.4. Nilai karakteristik dan vektor karakteristik... 2.5.5. Penentuan nilai karakteristik dan vektor Karakteristik... 2.5.6. Transformasi kemiripan... 2.5.7. Standarisasi hasil PCA...

BAB 3 METODELOGI PENELITIAN……….

3.1. Metode Pengumpulan Data ... 3.2. Perangkat Lunak...

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian... 3.4. Rancangan Penelitian... 3.5. Data Uji Penelitian………. 3.5.1. Data real image radar cuaca……….. 3.5.2. Data real image petir………. 3.5.3. Prosedur pengolahan data real radar dan data Petir...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...

4.1. Hasil Analisa Image Radar Cuaca 15 Pebruari 2012… 4.2. Tahap Training pada Citra Radar……….. 4.3. Training Set Model Markov Network………... 4.4. Signal To Noise Ratio (SNR)………

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………

5.1. Kesimpulan……… 5.2. Saran………..

DAFTAR PUSTAKA………

27 29 31 33 34 36 37 38 39 39 40 41 44 44 44 45 45 47 47 48 49 50 50 52 57 58 60 60 60 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12. 2.13. 2.14. 2.15 2.16 2.17 2.18. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8.

Deteksi radar cuaca………..

Jenis gelombang dan frekuensi……… Hasil data radar (radar image)…….………. Dasar pemikiran super resolution..………

Sistem pemrosesan piksel……….

Model super resolution...

Undirected graph………

Graph dengan clique………..

Moralization Markov………..

Moralization dengan syarat bebas...

Ancestral set ………...

Aplikasi teorema Markov Network... Bentuk Spin Lattice MRF………. clique digambarkan oleh lingkaran dengan garis putus-putus clique adalah subset yang dihubungkan secara maksimal pada node dalam graph... Struktur Node MRF untuk Model Markov Network………... Identifikasi dan pengenalan citra pada proses training………….. Diagram dataspace... Skema mendapatkan eigenvector dan Eigenvalue... Gambaran rancangan penelitian... Konfigurasi sensor radar……….

Data radar………

Data petir ………

Gambaran umum proses sistem... Tahap proses pencuplikan image radar……… Proses PCA pengolahan data awan Jam 18.00 WIB………

Data petir………..

Proses PCA pengolahan data awan Jam 14.00 wib tanggal 15

Pebruari………

Data petir………..

Data image radar di reconstructe………..

Data SNR jam 18.00 wib………..

Data SNR jam 14.00 wib………..

8 9 10 18 19 20 25 26 27 28 28 28 29 31 31 33 35 42 45 46 47 48 49 50 53 54 55 56 57 58 59


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.1. Daftar nama peneliti menggunakan metode PCA (Principle Component Analysis)... 3


(14)

ABSTRAK

Peningkatan pembangunan sistem komunikasi dan pengembangan pembangunan tower yang relatif meningkat, sering kurang dibarengi dengan data-data lokasi potensi petir yang pada dasarnya sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan semua sistem peralatan yang dipergunakan. Dalam tesis ini super resolution dipakai untuk memperoleh citra radar perbesaran dengan mengaplikasikan model Markov Network pada training set yang dibentuk dari citra awan serta dapat memperoleh intensitas kepadatan awan yang mengandung petir. Training set dibentuk dari patch dengan proses cuplikan citra awan, rekonstruksi citra radar super resolution merupakan salah satu cara dalam proses pengolahan citra radar guna meningkatkan kualitas citra awan yang mengandung petir serta dapat memperoleh data intensitas petir pada daerah tertentu dalam kawasan tangkapan radar cuaca.

Proses pemilihan patch terbaik dari training set dapat direduksi menggunakan metode PCA (Principle Component analysis) yang memacu prosess pada training set lebih cepat.


(15)

ABSTRACT

The increasing development of communication system and the relatively increasing development of tower construction are not usually followed by the data of potential lightning locations which actually need to save all equipment systems. In this thesis, super resolution was used to obtain magnifying radar image by applying Markov Network model in the training set formed by cloud image so that the intensity of cloud density which contains lightning can be obtained. Training set is formed by patch in the processes of cloud image footage. The reconstruction of the super resolution radar image is one of the techniques in the process of radar image in order to increase the quality of cloud image which contains lightning and to obtain the data of lightning intensity in certain areas within weather radar catchment areas. The process of selecting the best patch of training set can be reduced by using PCA (Principle Component Analysis) method which expedites the process in training set.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi dan kebutuhan sistem modern yang pesat di Indonesia menjadikan kebutuhan mengikat yang sangat diperlukan bagi manusia di abad 21 ini, perkembangan teknologi ini diikuti oleh pembangunan sistem serta instalasi komunikasi yang sangat luas di Indonesia terutama di daerah Sumatera Utara. Dapat dilihat dari tingginya permintaan pasar akan peralatan radio komunikasi, serta sistem peralatan modern.

Sistem komunikasi peralatan modern yang dibangun sangat sedikit dengan dibarengi proteksi terhadap bencana alam (petir), hal ini sering diabaikan atau ditiadakan contohnya pada saat penentuan lokasi pembagunan tiang-tiang tower BTS (Base Transceiver Station) dan pembangunan tiang sutet (saluran udara tegangan ekstra tinggi). Untuk itu perlu data yang pasti guna penentuan lokasi ini, data yang dimaksud adalah data petir dan data awan yang mengandung petir. Dalam hal penentuan data tersebut dibutuhkan alat yaitu Radar (Radio Detecting And Ranging) serta lighting protector recorder.

Dari hasil data image yang diperoleh dari peralatan radar tersebut dapat dilakukan uji lokasi pertumbuhan awan yang mengandung petir serta dibandingan dengan hasil data yang diperoleh dari lighting protector recorder hal ini dapat dilakukan dengan analisa–analisa seperti pendekatan analisa interpolasi bilinier atau


(17)

cubic B-spline memiliki kemampuan dapat menghilangkan kabur pada tepi secara terperinci. Peningkatan pada frekuensi tinggi kurang sempurna untuk manusia sebagai operator dalam memutuskan tingkat perbaikan namun beberapa pendekatan statistik memberikan hasil yang baik. Robust dan fast algorithm dapat dijadikan sebagai ketajaman citra meskipun banyak yang mencoba untuk membuat dan meneliti seperti yang dilakukan oleh Kersten dan Later, sementara Hulbert dan Paggio menggunakan pendekatan linier tetapi masih terdapat kekurangan pada beberapa kasus selanjutnya Freesmann menggunakan Bayesian Propagation Algorithm dengan hasil yang lebih efisien, algoritma ini menggunakan data training dalam menentukan parameter propagasi. Pada pengujiannya menggunakan One Pass Algorithm tanpa menggunakan model Markov Network yang sebelumnya digunakan.

Training set yang dibangun dari model Markov Network masih lambat dan kurang efisien sehingga masih memerlukan penelitian lanjut untuk menyempurnakan proses perbaikan kualitas citra berbasis training ini. Salah satu metode yang akan diterapkan untuk peningkatan kualitas citra dan mendapatkan waktu proses yang lebih cepat adalah metode PCA (Principle Component Analysis).

Pada Tabel.1.1 terdapat nama–nama peneliti yang pernah mempergunakan metode PCA yaitu:


(18)

Tabel 1.1 Daftar nama peneliti menggunakan metode PCA (Principle Component Analysis)

Peneliti Tahun Objek Yang diteliti Data yang digunakan

Resmana Lim,

Raymond & Kartika Gunadi [1]

2002 Face Recognition menggunakan metoda Linear Discriminant Analysis (LDA)

Image Wajah

Agus Zainal Arifin dan Nova Hadi Lestriandoko [2]

2003 Kompresi Citra Inderaja Multispektral Berbasis Clustering dan Reduksi Spektral

Image Citra

Fitri

Damayanti, Agus Zainal [3]

2010 Pengenalan Wajah Berbasis Two-Dimensional Lenear Dicriminant Analysis

Image Citra

1.2. Perumusan Masalah

Perbesaran citra radar super resolution yang direkonstruksi dari sejumlah patch dari training set citra membutuhkan proses yang cukup rumit dan lama serta menganalisa awan berpotensi petir yang sangat rumit. Penerapan metode PCA pada training set dapat mengurangi dimensi citra sehingga diharapkan proses rekonstruksi citra perbesaran lebih cepat dengan kualitas yang lebih baik serta dapat menganalisa dampak petir.


(19)

1.3. Batasan Masalah

Dalam pembahasan tesis ini permasalahan dibatasi pada:

1. Daerah yang dipergunakan sebagai daerah sempel ialah daerah TUNTUNGAN sekitarnya.

2. Menerapkan algoritma PCA untuk proses training set.

3. Rekonstruksi citra menggunakan model Markov Network untuk memperoleh citra super resolution dengan interpolasi antara patch resolusi tinggi dan patch resolusi rendah.

4. Analisa dan Perhitungan MSE (Means Square Error) dan PSNR (Peak Signal to Noise Ratio) untuk mengetahui kualitas dan kecepatan citra super resolution yang dihasilkan.

5. Tipe citra memiliki format BMP dengan variasi citra sampel sebanyak data awan yang memiliki potensi petir serta ukuran ketebalan awan yang berbeda sebagai data training.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian tesis ini adalah melakukan analisa mengenai potensi petir dengan rekonstruksi citra super resolution model Markov Network dengan training set menggunakan PCA untuk memperbaiki kualitas citra dan mengetahui daerah dan jenis awan yang dapat berpotensi petir kuat.


(20)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan manfaat bagi provider telekomunikasi penentuan daerah pemasangan tower dan besaran potensi kualitas signal.

2. Penentuan ketebalan awan untuk dapat memprediksi jangka waktu lamanya hujan.

3. Memberikan konstribusi pada peningkatan kualitas citra radar yang merupakan parameter penting dalam signal processing untuk memperoleh citra radar yang secara rinci seperti citra aslinya pada saat diperbesar . 4. Mengurangi biaya yang mahal dalam proses pencetakan citra yang

menggunakan kamera LR CCD dalam perbesaran dan kualitas citra. 5. Memberikan pemahaman atau pengetahuan mengenai pemrosesan citra

khusunya berhubungan dengan perbaikan dan perbesaran citra (image enhancement and enlargement).

6. Dalam pengolahan potensi petir dengan rekonstruksi citra radar super resolution model Markov Network dengan training set PCA yang dilakukan penelitiannya pada daerah Tuntungan dapat juga diperluas pada daerah Medan sekitarnya.

1.6. Sistematika Penulisan


(21)

BAB 1. PENDAHULUAN

Bab 1 : Akan membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat, serta sistematika penulisan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan mengenai kajian pustaka yang dipakai pada tesis ini meliputi:

Penelitian super resolution dengan sub bab antara lain; Rekonstruksi super resolution berbasis interpolasi dan rekonstruksi super resolution berbasis training.

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN

Bab ini merupakan rangkaian yang lebih rinci menjelaskan teori-teori serta langkah-langkah penelitian yang dilakukan secara sistematis.

BAB 4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan desain program atau perancangan perangkat lunak sistem, serta melakukan implementasi dan analisa dari hasil ujicoba program ini dibagi atas:

1. Proses membangun citra dengan sub bab yaitu ; Proses pembacaan piksel citra asli, pembentukan patch, proses rekonstruksi citra (scene image). 2. Proses rekonstruksi citra pada training set yang meliputi rekonstruksi


(22)

Network, rekonstruksi pemilihan the best matching patches dari training set PCA.

3. Analisa hasil pengukuran MSE dan PSNR citra

Sub bab ini membahas hasil pengukuran MSE dan PSNR citra perbesaran, analisa hasil perbesaran citra, hasil pengukuan citra super resolution model Markov Network, PCA dan interpolasi New Edge Directed (NEDI).

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab penutup ini berisikan kesimpulan dari hasil pengujian dan analisa pembahasan ditambah dengan saran-saran yang bersifat perbaikan dari hasil penelitian tesis ini.


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Radar merupakan singkatan dari Radio Detecting And Ranging yaitu mencari posisi target dan menentukan jarak antara sasaran dan sumber dengan menggunakan frekuensi radio. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat pada tahun 1940 dan diadopsi secara universal pada tahun 1943 pada awalnya di Inggris bernama Radio Direction Finding (RDF). Dapat dikatakan bahwa untuk radar semuanya diawali dengan penemuan frekuensi radio dan penemuan dari beberapa sub komponen seperti perangkat elektronik menghasilkan penemuan dan pengembangan sistem radar. Sejarah radar mencakup berbagai praktis dan teoritis penemuan pada abad 18, abad 19 dan awal abad ke-20 membuka jalan bagi penggunaan radio sebagai alat komunikasi. Meskipun pembangunan radar sebagai teknologi yang berdiri sendiri memang tidak sampai pada Perang Dunia II, prinsip dasar deteksi radar hampir sama tuanya dengan subjek elektromagnetik itu sendiri terlihat pada Gambar 2.1. Deteksi radar cuaca.


(24)

Terdapat beberapa jenis radar dan data citra radar yang dipergunakan merupakan radar jenis Doppler [4], yaitu memiliki sifat:

1. Target yang diambil hanya objek yang bergerak dengan kecepatan minimum relatif terhadap radar atau terhadap latar belakang tetap.

2. Sistem pengolahan hamper (hambatan) seluruhnya menghilangkan klatter (sinyal yang tidak diiginkan dari latar belakang).

3. Tingkat PRF (Pulse Repetition Frequncy) dengan satuan (Sec-1,1000sec

-1) yang jauh lebih tinggi dipergunakan untuk menghilangkan atau

mengurangi jumlah kecepatan yang tidak mampu dideteksi (blind speed). 4. Serta klasifikasi radar ini pada pita frekuensi C–band yang bekerja pada

gelombang 4-8 cm dan frekuensi 4- 8 GHz. Terlihat pada Gambar 2.2.


(25)

Dari informasi radar diperoleh data berupa sinyal gelombang dan direfleksikan kedalam bentuk image awan sehingga dapat kita lihat bentuknya seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Hasil data radar (radar image) [4]

Rekrontruksi citra awan yang akan dilakukan perlu digunakan super resolution yang telah banyak dipakai untuk perbaikan (enhancement) kualitas citra yang diaplikasikan berbagai kasus praktis seperti pencitraan pada kedokteran (medical image), pencitraan satelit, aplikasi video dan digital fotografi dan data yang dihasilkan akan kita kawinkan dengan hasil perhitungan alat lightning detektor. Sebagai contoh pencitraan dengan resolusi tinggi pada kedokteran sangat membantu para dokter membuat diagnosa yang benar, mudah mengenali obyek yang sama dengan memakai citra resolusi tinggi dan bentuk pengenalan pola pada computer vision yang dapat ditingkatkan menggunakan citra resolusi tinggi (high resolution image) dan untuk hasil lightning detektor dapat dipergunakan untuk data lokasi


(26)

pengolahan citra (image processing) dengan super resolution adalah transfer data yang lebih cepat, mengurangi biaya dan sistem citra resolusi rendah masih dipakai.

Super resolution merupakan sebuah algoritma yang diharapkan mampu memberikan solusi untuk pemecahan berbagai masalah secara luas dalam meningkatkan kualitas citra mulai dari menghilangkan kabur, mempertajam dan menghilangkan noise sampai dengan pengolahan citra resolusi tinggi yang dibentuk dari berbagai citra resolusi rendah (low resolution images) untuk meningkatkan resolusi atau jumlah piksel pada citra saat bersamaan ditambahkan informasi resolusi tinggi yang bersesuaian dengan citra tersebut.

Saat ini berbagai penelitian citra super resolution untuk meningkatkan kualitas citra hasil rekonstruksi. Rekonstruksi citra super resolution dapat diklasifikasikan sebagai berikut [5]:

1. Pendekatan Non Uniform Interpolation. 2. Pendekatan Domain Frekuensi.

3. Pendekatan Rekonstruksi Regularized Super Resolution: a. Pendekatan Deterministic.

b. Pendekatan Stokastik ( Metode Bayesian, MAP,ML, dan MRF). 4. Pendekatan POCS (Projection onto Convex set).

5. Pendekatan ML (Maximun Likelihood) – POCS Hybrid. 6. Pendekatan Rekonstruksi lainnya:

a. Pendekatan Iterative Back Projection. b. Pendekatan Adaptive Filter.


(27)

Dari beberapa klasifikasi rekonstruksi citra super resolution diatas dapat ditinjau dalam dua jenis rekonstruksi yaitu rekonstruksi berbasis interpolasi dan rekonstruksi berbasis training. Pada penelitian ini super resolution pertama kali digunakan pada kamera CCD untuk menangkap citra digital yang langsung meningkatkan resolusi ruang terhadap pengurangan ukuran piksel (peningkatan jumlah piksel perunit area). Pendekatan ini digunakan pula dalam teknik pemrosesan sinyal guna memperoleh citra resolusi tinggi dari berbagai citra resolusi rendah yang diamati.

2.1.1. Rekonstruksi super resolution berbasis interpolasi

Super resolution berdasarkan interpolasi non uniform [5], dalam penelitian terdapat permasalahan yang berhubungan dengan rekonstruksi super resolution yaitu interpolasi citra yang digunakan untuk meningkatkan ukuran dari citra tunggal. Proses interpolasi non uniform diperoleh dengan cara: Estimasi dari pergerakan atau relativitas perpindahan (diperlukan registrasi bila informasi pergerakan tersebut tidak diketahui), interpolasi non uniform untuk menghasilkan perbaikan resolusi citra dan proses pengkaburan dari model yang diamati.

Penelitian citra super resolution dengan pendekatan interpolasi telah lama dikembangkan melalui mechine learning misalnya pendekatan POCS [6] dengan mengestimasi parameter registrasi untuk permasalahan interpolasi citra super resolution menggunakan himpunan (convex set).


(28)

Kombinasi antara ML (atau MAP) dengan POCS juga dikembangkan untuk meminimalkan fungsi maksimum likelihood dalam kesesuaian frame resolusi tinggi dari urutan resolusi rendah. Gabungan stokastik dengan POCS ini diteliti oleh Elad dan Feuer pada tahun 1997 [7]. Selanjutnya Irani dan Peleg pada tahun 1991 [8] menggunakan pendekatan IBR (Iterative Back-Projection) dalam rekonstruksi citra super resolution yang dipakai dalam tomografi, resolusi tinggi diestimasi oleh perbedaan error oleh back projection antara citra resolusi rendah yang disimulasikan melalui citra kabur dan citra resolusi rendah yang diamati.

Interpolasi dengan cubic B. spline banyak dipakai pada pengolahan citra seperti pada adobe photoshop [9] dengan menggunakan fungsi interpolator gaussian untuk ketajaman citra dan kehalusan pada area tertentu dan kemudian menggunakan metode Bayesian untuk super resolution [10].

2.2.2. Rekonstruksi super resolution berbasis training

Exampled based-Approaches yang dikembangkan oleh WT.Freeman [11,12] mengemukakan bahwa 3 cara meningkatkan resolusi citra yaitu:

a. Mempertajam dengan menguatkan bagian–bagian kecil citra

Cara ini merubah spektrum amplitude frekuensi ruang pada citra yang berhubungan dengan ketajaman citra. Frekuensi yang tinggi pada citra diperkuat namun bagian noise tidak diperkuat.


(29)

b. Mengumpulkan dari frame ganda

Mengekstrak frame tunggal resolusi tinggi dari urutan video citra beresolusi rendah dan menambahkan nilai.

c. Super resolution untuk frame tunggal

Mengestimasi bagian citra resolusi tinggi yang tidak dipresentasikan dalam citra asli.

Pembahasan mengenai super resolution yang mampu memberikan pemecahan masalah perbesaran frame tunggal yang dipakai untuk merekonstruksi citra dipilih karena pada kesempurnaan citra dalam dunia nyata sulit untuk mengambil (capture) citra. Saat ini telah dikembangkan oleh Herzmann et al [13] metode pembelajaran bentuk super resolution dengan kontes analogi antara citra, seiring dengan itu memfokuskan perbesaran citra [14]. Ketajaman merupakan parameter penting dalam pengolahan sinyal, interprestasi citra adalah ditentukan oleh kemungkinan mengekstraksi kandungan informasi. Bila citra menjadi kabur akan sulit untuk diinterprestasikan sebab terbatas oleh nilai resolusi citra. Jika ingin memperbesar citra diluar resolusi ini, dibutuhkan interpolasi yang akan menghasilkan sebuah citra kabur. Kenyataannya bahwa mustahil untuk menciptakan kehilangan informasi dimana kita tidak bisa melihat secara jelas citra aslinya.

Bagaimanapun ini memberikan perenungan untuk memperkirakan data informasi yang hilang dengan meningkatkan resolusi citra yang disebut super


(30)

[16] sebelumnya dengan menggunakan sebuah referensi himpunan ketajaman citra (a set of sharp images). Himpunan ini mempelajari hubungan antara frekuensi rendah dan frekuensi tinggi pada band citra dan kemudian memperkirakan band frekuensi tinggi yang hilang pada citra kabur. Ketajaman gambar didefenisikan sebagai sebuah citra yang keliatannya nampak sebagai pemandangan yang alamiah dan asli (real scene). Tetapi penginderaan manusia tidak mudah untuk menghitung dan mengakui bahwa ketajaman citra memiliki semua band frekuensi, berlawanan dengan sebuah citra kabur yang mana menggambarkan hilangnya informasi frekuensi tinggi namun akuisisi citra seperti pengambilan citra oleh fotografi cenderung menghasilkan citra kabur saat menangkap citra dengan kamera digital. Selagi pengambilan citra bergerak, citra akan menjadi kabur saat diperbesar karena membutuhkan interpolasi yang menyebabkan kabur. Oleh karena itu ketajaman citra merupakan elemen penting pada gambar yang dipandang.

Ide utama dari super resolution adalah menggunakan beberapa citra sebagai referensi dengan tujuan training, bagaimana membentuk ketajaman dan perbesaran citra yang disebut training set. Ketajaman citra mengandung beberapa data yaitu frekuensi tinggi, menengah, dan rendah. Input citra adalah citra dengan skala yang dinaikkan (dengan faktor 2) yang menginterpolasikan kehilangan piksel. Kemudian diperoleh citra perbesaran namun data frekuensi tinggi hilang. Hal ini memungkinkan pemakaian training data yang sangat besar yang mampu menjangkau semua keanekaragaman dari kesempurnaan citra aslinya juga membutuhkan perhitungan komputer yang panjang sehingga diasumsikan beberapa properti dari citra asli dipakai


(31)

guna meningkatkan efisiensi dari sebuah ukuran yang masuk akal pada training data untuk super resolution.

Asumsi ini dilakukan dengan tiga band frekuensi (dekomposisi citra piramida). Frekuensi tinggi dikondisikan secara bebas dari band frekuensi yang paling rendah, berdasarkan korelasi ini maka kita bekerja pada dua band dan tidak mempertimbangkan keragaman (diversity) dari l band terendah, selanjutnya hubungan antara band frekuensi tinggi dan rendah adalah bebas pada citra lokal yang kontras. Lalu dengan normalisasi kontras setiap variabel citra akan dikurangi untuk meningkatkan efisiensi training set. Super resolution dapat ditinjau sebagai dua tahap yaitu: training set dan rekonstruksi band frekuensi tinggi yang hilang saat peningkatan ukuran skala citra input.

2.2. Penelitian yang Dilakukan

Untuk rekonstruksi citra super resolution menggunakan Markov Network telah diteliti oleh Régis Destobbeleire dan W.T. Freesmann [15,16] . Pada penelitian yang diusulkan tetap mengaju pada hasil citra super resolution berdasarkan model Markov Network ini namun metode yang digunakan untuk perhitungan komputasi matrik yang menghasilkan 16 patch terbaik (the best matching patches) pada training set adalah menggunakan metode PCA. Proses ini digunakan dalam mengurangi dimensi variabel pada sejumlah training set yang sangat besar menjadi sebuah matrik 16x16 yang akan mempresentasikan komponen utama saja dari patch resolusi rendah yang


(32)

berukuran 7x7 piksel. Hasil yang akan diperoleh nantinya adalah sebuah pasangan patches resolusi rendah dan resolusi tinggi berukuran 5x5 piksel sebagai the best matching patches yang digunakan dalam proses identifikasi dan proses matching pada perhitungan frekuensi tinggi saat rekonstruksi citra diperbesar. Analisa yang digunakan adalah dengan mengukur jarak (Ecluidian distance) atau similaritas yang paling dekat dari patch yang cocok (sample matching) pada setiap patch, juga menghitung MSE dari setiap output dari patch yang dihasilkan dibandingkan dengan input patch, dan pengukuran PSNR yang dipakai untuk mengetahui kualitas citra hasil rekonstruksi.

2.3. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini super resolution pertama kali digunakan pada kamera CCD untuk menangkap citra digital yang langsung meningkatkan resolusi ruang terhadap pengurangan ukuran piksel (peningkatan jumlah piksel perunit area). Pendekatan ini digunakan pula dalam teknik pemrosesan sinyal guna memperoleh citra resolusi tinggi dari berbagai citra resolusi rendah yang diamati.

Konsep dasar pemikiran untuk meningkatkan resolusi ruang pada super resolution yang merepresentasikan ketersediaan citra resolusi rendah yang diambil dari beberapa obyek atau scene seperti terlihat pada Gambar 2.4.

Pada super resolution bentuk citra resolusi rendah nampak dipresentasikan berbeda pada scene yang sama. Ini berarti bahwa citra resolusi rendah adalah sub


(33)

sampel yang digeser dengan presisi sub piksel. Bila citra resolusi rendah digeser oleh unit integer maka setiap citra mengandung informasi yang sama dan tidak ada informasi baru yang digunakan untuk rekonstruksi citra resolusi tinggi. Jika citra resolusi rendah memiliki perbedaaan pergeseran sub piksel dari setiap yang lainnya dalam kasus ini beberapa informasi baru yang dikandung oleh setiap citra resolusi rendah dapat dimanfaatkan untuk memperoleh citra resolusi tinggi. Dalam memperoleh perbedaan yang nampak dari scene yang sama, beberapa hubungan pergerakan scene yang dilihat dari frame ke frame melalui berbagai obyek atau video

sequences. Scene dapat diperoleh dari satu kamera dengan beberapa pemotretan (capture) atau dari beberapa kamera dengan posisi lokasi yang berbeda

[17].


(34)

Pada kebanyakan aplikasi citra elektronik, citra dengan resolusi tinggi sangat diinginkan dan kadang-kadang juga sangat dibutuhkan. Citra resolusi tinggi memiliki arti sebagai tingkat kepadatan piksel dalam citra adalah tinggi, dan oleh karena itu citra resolusi tinggi dapat menawarkan tingkat detil yang lebih tinggi juga kadang-kadang merupakan suatu hal yang kritis dalam beberapa aplikasi, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Sebagai contoh, citra resolusi tinggi pada citra-citra medis akan sangat membantu dokter dalam melakukan diagnosa yang benar. Akan terasa lebih mudah untuk mencirikan sebuah obyek dari citra padanannya dengan menggunakan citra yang memiliki resolusi lebih tinggi dan juga performansi dari sistim pengenalan pola pada computer vision bisa ditingkatkan apabila citra resolusi tinggi tersedia.

Gambar 2.5. Sistem pemrosesan piksel [17]

Rekonstruksi dan restorasi citra, istilah super resolution awalnya dipergunakan dalam optik yang diartikan sebagai algoritma yang secara umum


(35)

beroperasi pada sebuah citra tunggal untuk menghitung data dari spektrum obyek diluar batas difraksi. Dua konsep super resolution ini (rekonstruksi super resolution dan restorasi super resolution) mempunyai fokus yang sama dalam aspek mengembalikan informasi frekuensi tinggi yang hilang atau tidak sempurna selama akuisisi citra. Bagaimanapun juga penyebab hilangnya informasi frekuensi tinggi berbeda dalam dua konsep tersebut. Super resolution restorasi dalam optik berfungsi untuk mengembalikan informasi diluar frekuensi cutoff difraksi sementara metode rekonstruksi super resolution dalam istilah teknik berupaya untuk mengembalikan komponen frekuensi tinggi yang rusak karena aliasing seperti terlihat pada Gambar 2.6.


(36)

2.4. Teori Markov Network

2.4.1. Defenisi Markov Network

Defenisi bahwa Markov Network merupakan sebuah kondisi dengan syarat bebas (conditional independent) [18], misalnya A adalah bebas terhadap B oleh C maka:

2.4.1.1.Sifat-sifat Markov Network

1. Dapat menentukan syarat bebas (conditional independent) dari arah distribusi l graph.

2. Diawali dengan mempertimbangkan 3 contoh sederhana. 3. Dapat diberikan pemisah (d- Separation).

A. Contoh pertama

Distribusi gabungan melalui 3 variabel oleh graph

P(AB ,C) = P(AC) ……….…….(2.1) Notasi Phil David:

A  BC ………..(2.2) Ekivalen dengan:

P(A,BC) = P(AB,C)P(BC)


(37)

1. NodeB adalah “Head to Tail” berkenaan dengan path A-B-C. 2. Distribusi gabungan

P(A,B,C) = P(A)P(BA)P(CB) ... (2.4)

3. Kondisi pada node B

P(A,CB)=P(AB)P(CB) ... (2.5) ACB ...……….……...….….. (2.6) Jika B bukan observasi maka:

AC  ………....………...….. (2.7) 4. Observasi pada B adalah path yang diblok dari A ke C.

B. Contoh kedua: 1. 3 node graph:

2. Distribusi gabungan


(38)

3. NodeB adalah “Tail to Tail” berkenaan dengan path A-B -C 4. Kondisi pada node B

P(A, CB ) = P(AB)P(CB) …………...…... (2.9)

ACB Jika B bukan observasi AC

5. Observasi pada B adalah path yang diblok dari A – C

C. Contoh Ketiga:

1. NodeC adalah “Head to Head” berkenaan dengan path A-C-B

2. Distribusi gabungan

P(A,B,C) = P(A)P(B)P(CA,B) ……….…. (2.10) 3. Bila C adalah bukan observasi

P(A,B) = P(A)P(B) ... (2.11) AC


(39)

P(A,BC)=P(AC)P(BC) ………. (2.12) ABC

Yang bukan observasi “Head to Headnode C adalah path yang diblok dari A ke B,tetapi C sekali lagi adalah path yang diobservasi tidak diblok.

2.4.1.2. d- Separation

Terdapat 3 kelompok dari node A,B,C untuk menentukan apakah syarat bebas dari pernyataan ABC adalah benar, pertimbangan semua kemungkinan path dari node pada A terhadap node pada B. Beberapa path diblok jika sebuah node dimana merupakan ”head to head” atau “tail totail” dengan aturan terhadap path dan  C.

Sebuah contoh node khusus dengan head to head pada satu path khusus dan head to head terhadap sebuah graph yang berlainan. Jika semua kemungkinan path diblok maka ACB.

Prosedur ini sebagai filter yang dipakai pada sebuah distribusi probabilitas. Distribusi yang seluruhnya bersifat syarat bebas (conditional independence properties) termasuk oleh d-separation pada graph yang dikatakan secara tidak


(40)

Teorema:

DF  DG ……….……. (2.13) Sebuah himpunan A dan B dari node yang dipisahkan oleh sebuah himpunan ketiga C, jika setiap path dari berbagai node pada A terhadap node pada B yang melewati path sepanjang node dalam C, seperti terlihat Pada Gambar 2.7.

Gambar.2.7. Undirected graph [17]

Dikatakan pemisahan ini bersifat undirected graph bila A dan B dipisahkan oleh C pada graph maka ABC .

2.4.1.3. Undirected Factorization Pengertian:

1. Sebuah himpunan node adalah lengkap bila terdapat sebuah hubungan dari setiap node terhadap setiap node yang lain dalam himpunan.

2. Sebuah clique kelompok terkecil merupakan maximal complete set dari sebuah node.

Contoh: Graph dengan cliques {A,B,C} dan {B,C,D} terdapat pada Gambar 2.8.


(41)

Gambar.2.8. Graph dengan clique [17]

Faktorisasi distribusi probabilitas dengan undirected graph jika dinyatakan sebagai perkalian dari fungsi positif atas clique pada graph.

………. (2.14) c(Xc)

adalah potensial

clique dan Z adalah konstanta normalisasi.

Untuk mempresentasikan lebih jelasnya secara umum adalah hasil dari potensi clique dibagi oleh potensi pemisah (Separator Potensial atau pemisah antara dua clique yang merupakan himpunan dari node yang dimiliki mereka secara umum).

………….………. (2.15)

Contoh sebelumnya clique adalah {A,B,C} dan {B,C,D}, dan himpunan pemisah (separator set) adalah {B,C}. Distribusi dengan faktorisasi berdasarkan graph istimewa dengan sifat undirected factorisation {F }.

P(X) = 1cc(Xc) Z ss(Xs)

P(X)=1/Zc(Xc)

c


(42)

Teorema:

Untuk beberapa graph dan distribusi F => g juga g =>F untuk distribusi jika dan hanya jika graph triangular.

2.4.1.4. Directed Markov Network

Sebagai penyederhanaan formula Dg dengan bantuan dari pemisahan undirected graph. Pemberian tanda panah arah kebawah akan nampak lebih sederhana dan penggunaan pemisahan undirected graph lebih jelas kesalahannya karena alasan tersendiri. Untuk pemecahan ini dengan menambahkan jalur yang menghubungkan semua parent untuk setiap node yang disebut moralization. Contoh seperti pada Gambar 2.9.

Gambar. 2.9. Moralization Markov [17]

Bagaimanapun moralization sendiri akan menekan beberapa syarat bebas misalnya ABC pada graph. Permasalahan yang muncul adalah pada node W saat node ini bukan bagian himpunan yang disyaratkan. Terlihat seperti pada Gambar 2.10


(43)

Gambar.2.10. Moralization dengan syarat bebas [17] Teorema:

Jika probabilitas faktorisasai distribusi menurut directed acyclic graph, maka ABC dimana A dan B yang dipisahkan oleh C dalam graph terkecil ancestral set yang terdiri atas AU B U C, seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Ancestral set [13]

Gambar 2.12. Aplikasi teorema [13]

Contoh aplikasi pada Markov Random Field untuk citra super resolution seperti pada Gambar 2.12.


(44)

2.4.2. Menggunakan Markov Random Field

Markov Random Field adalah sebuah model graph komplemen yang dapat menangkap ketergantungan interaksi secara simetri dan dapat dilihat pada Gambar 2.13. misalnya, sebuah spin lattice dimana tergantung dari nearest neighbor [19].

Gambar 2.13. Bentuk Spin Lattice MRF [19]

dimana sebelumnya harus mempertimbangkan graph semantic dan probabilitas distribusi yang berkorelasi.

Untuk graph semantic dapat dijelaskan sebagai berikut:

x dan y adalah graph dengan syarat bebas yang diberikan oleh z jika semua path antara x dan y melintasi sepanjang z.


(45)

………….………..

Untuk Markov Network:

Teorema faktorisasi Hammersley-Clifford:

Distribusi konsisten oleh faktor undirected graph seharusnya mengikuti clique dalam graph.

Z adalah konstanta normalisasi dan xc adalah variabel himpunan (node) yang

dihubungkan dengan clique.Faktor non negatif c(xc) tergantung hanya pada variabel

dalam setiap clique disebut sebagai potensial function, dapat dilihat pada Gambar 2.14.

(2.16)

...(2.17)

P(X)= 1/Z c(Xc)


(46)

Gambar 2.14. clique digambarkan oleh lingkaran dengan garis putus-putus clique adalah subset yang dihubungkan secara maksimal pada node dalam graph [20]

2.4.3. Pendekatan Nearest Neigborhood dalam MRF

Untuk setiap piksel dalam citra adalah merupakan satu node dalam MRF [20], dan dapat dilihat Pada Gambar 2.15.

Gambar.2.15. Struktur Node MRF untuk Model Markov Network [16]

Piksel adalah node-node yang saling berpasangan pada Markov Random Field. Lingkaran putih xi adalah hidden node yang mempresentasikan sebuah piksel

dan lingkaran hitam yi adalah node nyata yang muncul sebagai citra piksel. Pada

Belief Propagation Algorithm akan ditentukan kompabilitas atau fungsi potensial antara neigbhboring hidden nodes, dan antara hidden node dan korespondensi node observasi . Secara umum neighboring pixel memiliki warna yang sama dengan


(47)

asumsi bahwa dikodekan kedalam fungsi kompabilitasnya. Sebagai contoh, himpunan sebuah kompabilitas tinggi antara neighboring pixel yang berwarna sama dan kompabilitas rendah antara neighboring pixel dengan warna yang berbeda. Potensi ini dipakai sebagai pesan bahwa propagasi antara piksel terhadap indikasi warna apa pada setiap scene piksel seharusnya dimiliki. Persamaan (2.19) untuk menentukan probailitas distribusi bersama untuk semua node adalah:

Untuk memaksimalkan P({x}) dengan menemukan state yang paling mirip untuk semua hidden node xi yang diberikan oleh semua node nyata yi. Pada belief

propagation menggunakan belief untuk aproksimasi probabilitas ini. Belief bi (xi)

dari sebuah node adalah:

mki adalah pesan (message) dimana node i diterima dari neighbor tersebut. Pesan di

update menggunakan aturan sebagai berikut:

pada Persamaan (2.21) perkalian pesan informasi (message) tidak termasuk satu dari node j, node-node ini melewati message. Kedua message mij(xj) dan lokal potensial

………….. (2.19)

………….……... (2.20)


(48)

jumlah state pada node xi yang dipakai. Neighbouring potential ij(xi,xj) adalah

matrik N x M dimana N jumlah state dimana xj dapat diperoleh, dan M adalah jumlah

state untuk node xi .

2.4.4. Identifikasi dengan struktur induk Nearest Neighbor

Pada pembahasan mengenai pengenalan sebagai penentuan struktur induk nearest neighbor dengan mengira sebuah training set resolusi tinggi(Tj) sebagai

bentuk piramida F0(Tj)…….FN(Tj). Juga mengira bahwa yang diberikan adalah

input citra resolusi rendah (L0i) yang diperoleh., selanjutnya mengira bahwa citra ini

merupakan sebuah resolusi dimana M=2k kali lebih kecil daripada sampel training. Citra diinterpolasikan dengan rasio faktor 2, citra interpolasi merupakan down-sample untuk menciptakan piramida tersebut pada level yang paling rendah dari bentuk-bentuk piramida yang dibuat oleh interpolasi. Untuk menghitung bentuk-bentuk piramida bagi input citra dari level k dan kenaikan Fk(Loi)…….FN(Loi) [21].


(49)

Pada Gambar 2.16 mengilustrasikan identifikasi dan pengenalan citra

dengan level k=2. Perhitungan bentuk piramida F0(Tj)…….FN(Tj) untuk citra Tj dan

bentuk piramida Fk(Loi)…….FN(Loi) bagi input citra resolusi rendah Loi. Untuk

setiap piksel dalam citra resolusi rendah akan ditemukan the closest matching parent structure pada data resolusi tinggi. Mencatat dan menghasilkan output the best matching image BIi dan lokasi piksel pada the best matching parent structure BPi.

Struktur data ini keduanya bebas untuk setia piksel (m,n) pada citra Loi dan

membandingkannya dengan parent structure vector PSk(Loi)(m,n) terhadap semua

vektor struktur induk training pada level k yang sama. Misalnya membandingkan PSk(Tj)(p,q) bagi semua j dan semua (p,q). The best matching image BIi(m,n) = j dan

the best matching pixel BPi(m,n) = (p,q) keduanya disimpan sebagai output keputusan

dari pengenalan, dengan bebas untuk setiap piksel (m,n) pada Loi.

Pengenalan dengan vektor struktur induk ini untuk menemukan the closest matching pixel pada training set dengan struktur induk untuk dua piksel adalah hampir sama. Pencarian ini secara umum berlaku pada semua bentuk piksel pada semua citra dalam training set .

2.5. Metode Statistik PCA

PCA (Principle Component Analysis) merupakan metode yang digunakan untuk menjalankan struktrur keragaman yaitu melalui suatu kombinasi linier dari variabel-variabel. Metode ini dapat juga digunakan untuk mengurangi dimensi dari


(50)

sebuah ruang. Dengan adanya pengurangan dimensi maka akan dihasilkan dimensi basis baru yang lebih baik dalam menggambarkan berbagai kumpulan model. Model disini adalah sekumpulan citra resolusi tinggi dan citra resolusi rendah dalam tahap training kemudian oleh kombinasi linier maka basis baru tersebut dilakukan konstruksi.

Sering sumbu pertama dari sebuah dataset menjelaskan variasi dari sumber ukuran rata-rata untuk data allometric. Sebuah indikasi yang baik adalah sumbu utama (principle axis) sebesar % varian yang digambarkan. Hal ini bertujuan meningkatkan jumlah variabel sama dengan jumlah sumbu dalam peningkatan dataspace, terlihat pada Gambar 2.17.

Untuk setengah data yang layak dengan 10-20 variabel diharapkan 30% dari variasi pada sumbu utama pertama. Dalam memperoleh satu sumbu utama yang

Gambar 2.17. Diagram dataspace . [21]


(51)

cocok, dapat menggunakan sumbu kedua dengan varian yang lebih sedikit daripada sumbu pertama. Sumbu kedua mengcitrakan kemungkinan variasi maksimum yakni:

A. Orthogonal (sudut 90 o) pada sumbu utama pertama.

B. Dapat dihitung melalui rata-rata dari dataset (mean of dataset).

2.5.1. Konsep dasar PCA

Teori PCApertama kali di kembangkan oleh para ahli statistika. Metode PCA ini merupakan suatu teknik multivariate untuk menentukan korelasi antara sejumlah variabel kuatitatif. Teknik ini pertama kali dikembang pada tahun 1901 oleh K.Pearsong kemudian pada tahun 1933 dikembangkan oleh Hotteling aplikasi analisa PCA adalah menggunakan teknik pencarian kombinasi linier baku dari variabel data asli yang memiliki variasi yang maksimum. Secara umum teknik ini bertujuan untuk mencari kombinasi linier yang digunakan untuk meminimalkan data tanpa kehilangan informasi. Komponen utama pertama merupakan proyeksi kombinasi dari titik–titik pengamatan yang memiliki variansi terbesar diantara semua linier yang mungkin dan komponen utama kedua memiliki variansi terbesar kedua yang orthogonal dengan komponen utama pertama dan seterusnya. Setiap komponen utama merupakan kombinasi linier dari variabel–variabel aslinya dengan koefisien yang sama dangan vektor–vektor karakteristik (eigenvector) dari matrik korelasi atau matrik kovariansi. Variabel–variabel aslinya mempunyai nilai rata–rata 0 dan variasinya 1 sehingga dapat menghindari kemungkinan suatu variabel memiliki kemungkinan yang tidak


(52)

karakteristik (eigenvalues) yang urutannya menurun dan sama untuk variansinya dari semua komponen tersebut. Sehingga dari nilai komponen utama pertama, kedua, ketiga dan seterusnya nilainya akan menurun dan jumlahnya adalah 100%. Komponen utama juga merupakan teknik representasi data. Representasi data yang diperoleh memenuhi suatu kriteria optimal. Dengan menggunakan komponen utama akan diperoleh kolom dan representasi baris pada ruang berdimensi satu (garis), dua (bidang), atau tiga (ruang). Metode PCA diaplikasikan untuk menentukan aspek-aspek dari obyek yang mana merupakan tahap penting untuk proses identifikasi. Vektor–vektor karakteristik (eigenvector) dihitung dari sekumpulan data obyek. Setelah karakteristik didapatkan dan diwakili oleh sejumlah bobot maka bobot–bobot tersebut dapat digunakan sebagai identifikasi [22].

2.5.2. Parameter dan variabel PCA

PCA merupakan upaya untuk mengelompokkan variabel–variabel yang berkorelasi linier sejalan menjadi komponen utama. Sehingga dari “p” variabel akan didapat “q” komponen utama yang dapat mewakili seluruh persoalan. Atau dapat dikatakan bahwa PCA adalah suatu metode untuk menyederhanakan atau mereduksi variabel–variabel yang diamati dengan cara mengurangi dimensinya agar mempermudah analisis selanjutnya. Jadi di sini terjadi transformasi variabel asal menjadi variabel baru yang lebih sederhana. Transformasi yang dimaksud adalah


(53)

bersifat menghilangkan korelasi antar varaibel sehingga variabel baru yang di hasilkan akan saling bebas [23].

Meskipun pada PCA terjadi pengurangan dimensi tetapi informasi yang diberikan mengenai permasalahannya tidak akan berbeda atau sama. Dalam penerapannya, PCA tidak mutlak sebagai ukuran kepentingan suatu komponen karena mungkin diperoleh suatu komponen utama yang memberikan keragaman yang tidak terlalu besar tetapi penaksirannya mudah, jelas dan bermanfaat. Metode ini pula dapat digunakan untuk mereduksi sejumlah patch total variasi dalam training set yang dimasukkan, kemudian akan berusaha menjelaskan variasi tersebut kedalam suatu nilai karakteristik. Walaupun dari sejumlah X variabel yang diamati maka dapat diturunkan menjadi beberapa buah Y komponen utama tetapi tidak semua nilai dari Y digunakan untuk menjelaskan keragaman seluruh sistem, cukup beberapa Y saja. Ini sudah dapat menjelaskan secara memuaskan. Metode PCA dapat juga digunakan sebagai tahap awal dari sistem pemrosesan data yang besar misalnya digunakan untuk membangun masukan data membentuk analisa regresi demikian juga dalam analisa clustering dimana PCA digunakan sebagai input untuk menjelaskan pengelompokan. Jika dilakukan penelitian terhadap N individu, dan setiap individu diselidiki p buah variabel karakteristik maka organisasi data pengamatan dapat ditulis dalam notasi vektor sebagai berikut:


(54)

Sistem karakteristik (eigen sistem) adalah inti dari metode PCA yang berusaha merepresentasikan kemungkinan sebuah solusi yang dapat digunakan dalam sistem pengenalan (sample matching) pada sistem eigen akan dihitung nilai karakteristik (eigenvalue) yang bersesuaian dengan vektor karakteristik (eigenvector).

2.5.4. Nilai karakteristik dan vektor karakteristik

Teorema:

Misalkan A adalah sebuah matrik nxn, sebuah matrik bukan nol (P) yang berukuran nx1 sedemikian rupa sehingga AP = P dinamakan vektor karakteristik bagi A, sedangkan skalar  dinamakan nilai karakteristik bagi A yang bersesuaian dengan Persamaan (2.23) pendefinisian yaitu:

AP = P ekivalen dengan IP = AP atau (I – A)P = 0 ... (2.23) Persamaan (2.24) terakhir akan mempunyai solusi bukan nol jika dan hanya jika det (I - A) = 0 ... (2.24) Hal ini memberi petunjuk tentang bagaimana cara memperoleh nilai karakteristik dan vektor karakteristik.

2.5.5 Penentuan nilai karakteristik dan vektor karakteristik

Untuk mendapatkan nilai karakteristik dan vektor karakteristik sekaligus digunakan metode reduksi Householder. Metode ini hanya bisa dikerjakan untuk matrik simetris. Untuk memudahkan pencarian vektor karaktritik P yang bersesuaian


(55)

dengan nilai karakteristik  pada matriks berukuran besar, maka diperlukan pemahaman mengenai metode reduksi Householder, dan perlu mengetahui defenisi– definisi matematika dasar dan aljabar linier. Sebab tanpa dasar ini maka kita akan kesulitan untuk mendapatkan pengertian vektor karakteristik yang bersesuaian dengan nilai karakteristik dalam metode reduksi Householder.

2.5.6. Transformasi kemiripan

Transformasi kemiripan (Similarity Transform) adalah untuk mentransformasikan matrik A ke matrik B yang similar dengan matrik A yang telah dinormalisasi, dimana B adalah matrik diagonal yang dikomposisikan dari nilai karakteristik 1 , 2 , 3 ….  n. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa nilai karakteristik dari matrik diagonal B adalah nilai karakteristik dari A, dimana A dan B adalah dua matriks n x n dikatakan similar bila B = P-1AP. Dalam implementasi program untuk mendapatkan nilai karakteristik dan vektor karakteristik dengan menggunakan matriks P invers, P-1 akan mendapatkan kesulitan sebab nilai karakteristik di sini harus tidak boleh nol sehingga harus diusahakan agar p adalah matrik orthogonal. Agar P orthogonal maka A harus simetris. Oleh karena A matrik nxn adalah matrik simetris maka matriks AT = A. Dari uraian diatas maka terbukti bahwa P adalah matrik yang dapat didiagonalkan secara orthogonal. Oleh karena P adalah matrik orthogonal, maka matriks P-1 = PT. Akibatnya, matrik diagonal B pada uraian sebelumnya yang semula ditulis B = P-1AP ekivalen dengan B = PTAP


(56)

persamaan yang ditulis terakhir ini adalah persamaan untuk mendapatkan kemudahan dalam menentukan nilai karakteristik dan vektor karakteristik dengan menggunakan reduksi matrik householder [24].

2.5.7. Standarisasi hasil PCA

a. Memperoleh matrik dari semua koefisien korelasi–korelasi matrik. Dimulai dengan n kolom data kemudian mengambil [n x n] matrik yang menginformasikan mengenai hubungan antara setiap pasangan dari kolom.

b. Mendapatkan eigenvector dan eigenvalue dari matrik yang diperoleh dengan teknik multivariabel mencakup analisa eigenvector.

Contoh: Analisa eigenvector serta dapat juga terlihat pada Gambar 2.18.[21] a. Menghubungkan dengan baik perkalian matrik.

b. Ambil [n x n] matrik m dan digunakan untuk mengalikan sebuah vektor [1 x n] pada baris 1.

c. Vektor [1 x n] baru yang dihasilkan dari angka berbeda disebut V1.

d. Kalikan V1 dengan m untuk mendapatkan V2.

e. Kalikan V2 dengan m untuk mendapatka V3 dan seterusnya.

f. Setelah pengulangan dari elemen V dengan pola menurun yang tetap maka diperoleh dominan eigenvector dari matrik m yaitu 1.


(57)

g. Setiap waktu 1 dikalikan dengan m (a constant multiple) untuk

memperoleh harga eigenvalue pertama dari m.e1.

*

11

1

V1

*

V2 V3

*

V1 V2

After a while, each successive multiplication

preserves the shape (the eigenvector) while increasing values by a constant amount (the eigenvalue

Secara umum standart deviasi, matrik kovarian dan matrik karakeristik dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Persamaan linier (2.25) secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

2. Standar deviasi (variance)

Y = Ax

Y1 = a11x1 + a21x2+……ap1xp

Y2 = a12x1 + a22x2 +……ap2xp .. . . . ) 1 ( ) ( 1 2 2   

n X X s n i i

………..…… (2.26) Gambar.2.18. Skema mendapatkan eigenvector dan

Eigenvalue [21]


(58)

3. Matrik kovarian (covariance)

Untuk menentukan matrik-matrik antara 2 variabel maka:

Dimana:

cov(X,Y)>0: Dimensi naik bersama cov(X,Y)<0: Satu Naik,Satu turun cov(X,Y)=0: Dimensi bebas

Harga covariance antara semua kemungkinan dimensi:

4. Matrik karakteristik

Perhitungan nilai karakteristik (eigenvalues) dilakukan pada matrik karakteristik yang bersesuaian dengan vektor karakteristik (eigenvector):

Vektor x dituliskan sebagai A x disebut eigenvectors dari A (A = n x n matrik).

Persamaan Ax = x, adalah eigenvalue dari A. Ax = x  (A-I) x = 0

Bagaimana menghitung x dan :

1. Hitung det (A- Ibidang polynomial (derajat n).

2. Determinan rata-rata det (A- Iakar adalah eigenvalues 

3. (A- Isetiap  terdiri dari eigenvector x. ) 1 ( ) )( ( ) , cov(1    

n Y Y X X Y X n i i i )) , cov( |

(ijij i j

nxn

Dim Dim c

c

C 

... (2.27)


(59)

BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

3.1.

Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui hasil pembacaan image awan dan image petir secara real time dari radar cuaca serta lightning protector. Analisis image dipakai model Markov Network dengan training set menggunakan metode PCA (Principle Component Analysis) akan dihasilkan citra perbesaran dengan kualitas kontur yang lebih halus.

3.2.

Perangkat Lunak

Perangkat lunak yang digunakan dalam pembuatan aplikasi pengolahan citra ini adalah perangkat lunak berupa Matlab 7.10.0.499 (R2010a) yang berfungsi sebagai pengolahan image dalam sub sample blur dan normalisasi serta Perangkat PC berupa notebook dengan spesifikasi:

1. COMPAQ

2. Sistem Model COMPAQ Presario V3000

3. Processor Genuine Intel (R) Solo Core CPUT1350@ 1.86GH , 1,9GH 4. Memory 2 GB


(60)

Perbaikan Aplikasi

SELESAI Analisa Uji Aplikasi Membangun Aplikasi CITRA data RADAR

Pengumpulan Data RADAR Sampel Data

PETIR

MULAI

Proses Uji Aplikasi

3.3.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada daerah Tuntungan sekitarnya dan waktu penelitian dilakukan pengambilan data pada tahun 2012 dengan image yang diteliti adalah image yang mengandung awan banyak serta sebagai perbandingan dengan data petir.

3.4. Rancangan Penelitian

Rancangan pada penelitian ini dilakukan proses pengamatan serta pengambilan data pada radar cuaca lalu di citrakan dan dilakukan perbandingan pada data petir sehingga di dapat suatu sampel perbandingan pengaruh ketebalan awan terhadap petir, seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Gambaran rancangan penelitian Tidak


(61)

Gambar 3.2 merupakan alur radar sensor sampai dengan menghasilkan image yang akan di analisa. Pada Gambar 3.2 dapat dilihat bahwa transmitter (TX) menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan melalui antena sistem lalu antena sistem akan menangkap signal dan dikirim ke receiver (RX) lalu diproses dan menghasilkan image.

Gambar 3.2. Konfigurasi sensor radar (sumber : EEC Alabama USA) Antenna System

Doppler Weather Radar

Receiver *

RF Front End Matched Filter STALO / COHO Freq / Phase Agility Log/Lin Channel IAGC

I/Q Demodulator Receiver BITE

Antenna Control Unit

AZ/EL Servo Amp. AZ/EL Rate Loop AZ/EL Position Loop

Antenna PLC Antenna BITE Transmitter Klystron Klystron Periph. Preamplifier Modulator HV Power Supply

Transmitter PLC Transmitter BITE Angle Tag TX Pulse TX RF Signal Log/Lin I/Q

TX + RX Motor Drive Signal

Loop Signale Angle Tags. BITE

RX Signal Signal Processor A/D Conversion Clutter Filtering Range Averaging Time Averaging System Trigger Reflectivity Est. Velocity Est. Spec. Width Est. Range Unfolding Velocity Unfold. Receiver BITE

Control Setup BITE

Radar Control Processor

Transmitter Supervision Receiver Supervision ACU Supervision Raw Data Control Setup BITE Control Setup BITE

Control, Setup BITE Raw Data

Local Control Terminal

The Radar Sensor Configuration Some phases moved to signal


(62)

3.5.

Data Uji Penelitian

Dalam uji penelitian ini data yang dipakai mempergunakan 2 jenis data yaitu data radar dan data petir. Data radar yang mengandung awan extrem (cuaca extrem) pada tahun 2012 tepatnya tanggal 15 Pebruari untuk data sebelum terbentuknya awan mengandung hujan sampai dengan terbentuknya awan hujan.

3.5.1. Data real image radar cuaca

Data yang dihasilkan oleh radar cuaca dapat dilihat pada Gambar 3.3 dimana dalam gambar berikut dapat dilihat ketebalan awan yang extrem sehingga dapat diolah dengan menggunakan matlab agar diketahui pengaruh ketebalan awan dengan banyaknya petir yang ditimbulkan.

Gambar 3.3. Data radar (Sumber Data BBMKG Wilayah I Medan) Daerah Lokasi


(63)

3.5.2. Data real image petir

Data Petir yang dihasilkan dari alat lightning detector yang dihasilkan oleh dapat dilihat pada Gambar 3.4 dimana dalam gambar dapat dilihat seberapa banyak petir yang terjadi sehingga dapat diolah dengan menggunakan matlab

3.5 Prosedur Pengolahan Data Real Radar dan Data Petir

Prosedur uji aplikasi interaktif data real radar dan data petir dapat dilihat


(64)

3.5.3. Prosedur pengolahan data real radar dan data petir

Prosedur uji aplikasi interaktif data real radar dan data petir dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Gambaran umum proses sistem

Output Perbandingan

HASIL

Output Citra

Image Petir

YA

TIDAK

IDENTIFICATION

Parent Structure NN

TRAINING

Training Set

DATABASE

Markov Network

PCA

PRAPROCESSING

Interpolating

Filtering Blurring


(65)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Image Radar Cuaca 15 Pebruari 2012

Pada bab ini membahas tentang analisa image radar cuaca. Penekanan pembahasan adalah pada Markov Network sebagai model utama training set. Pembahasan ini akan dimulai dengan permasalahan dimana ketebalan image awan yang dihasilkan melalui radar berpengaruh terhadap pertumbuhan petir.

Pada tahap ini yang terdapat pada Gambar 4.1 dilakukan adalah bagaimana mempersiapkan proses pengolahan citra radar sebelum masuk ke bagian training yaitu dengan mencuplik citra radar menentukan ukuran piksel yang akan dipakai sebagai bahan uji image pada matlab serta membuat kabur citra radar, men-filter citra dengan frekuensi tinggi dan frekuensi rendah, dan normalisasi citra.

Gambar 4.1. Tahap proses pencuplikan image radar

BLUR Sub Sampel

Normalisasi

High Frequency Band


(66)

Frekuensi citra yang membentuk training set sebelumnya telah diproses dengan asumsi citra radar dikaburkan, skala diturunkan dan pada akhirnya skalanya dinaikkan kembali menggunakan interpolasi, membuat citra menjadi resolusi rendah dari citra asli. Membedakan kelompok band fekuensi tinggi. Citra yang diinterpolasi merupakan turunan pangkat dari citra resolusi tinggi dengan cara interpolasi pada input citra radar.

1. Citra Input

Sampel citra radar adalah sebuah citra radar digital dengan format BMP (bitmap). Jumlah sampel citra radar sebanyak 2 image yang akan di training dengan masing-masing tema terdiri atas daerah meliputi awan mengandung petir.

2. Pengkaburan (Blurring)

Pada proses pengkaburan akan menggunakan filter terdapat pada Gambar 4.1. Hasil yang diharapkan dari proses ini adalah membuat citra lebih halus dengan resolusi rendah. Proses pengkaburan ini juga bisa menggunakan filter frekuensi rendah.

3. Pengskalaan (sub-sample dan up-sample)

Tahap ini membuat citra asli dengan ukuran 8,47 cm x 14,47 cm maupun citra radar yang akan diolah diturunkan nilai pixelnya menjadi 7,47 cm x 9,96 cm hal ini difungsikan agar image radar dapat kelihatan apabila di normalisasi.


(67)

4.1. Tahap Training pada Citra Radar

Untuk rekonstruksi citra radar super resolution menggunakan model Markov Network sebagai proses training set. Proses ini selain menggunakan Markov Network Algorithm juga dipakai sebuah metode statistik yaitu metode PCA yang mampu mereduksi jumlah piksel pada setiap patch citra dengan perhitungan komputasi matrik ini akan menghasilkan 16 the best matching patches.. Patches terbaik ini nantinya akan disimpan kedalam database untuk digunakan dalam memperbesar citra radar lainnya pada saat rekonstruksi. Untuk tahap ini prosesnya dibuat secara bertahap. Untuk proses training set awalnya menggunakan model Markov Network kemudian proses rekonstruksi citra perbesaran digunakan metode PCA untuk mereduksi piksel pada training set yang dibuat baru, masing-masing hasil training set yang berupa patches keduanya disimpan sebagai data untuk proses training. Terdapat pada Gambar 4.2 image citra radar cuaca pada jam 18.00 wib dan sebagai pembanding jam 14.00 wib. Untuk rekonstruksi citra radar super resolution menggunakan model Markov Network sebagai proses training set. Proses ini selain menggunakan Markov Network Algorithm juga dipakai sebuah metode statistik yaitu metode PCA yang mampu mereduksi jumlah piksel pada setiap patch citra dengan perhitungan komputasi matrik ini akan menghasilkan 16 the best matching patches. Patches terbaik ini nantinya akan disimpan kedalam database untuk digunakan dalam memperbesar citra radar lainnya pada saat rekonstruksi.


(68)

Gambar 4.2. Proses PCA pengolahan data awan Jam 18.00 WIB

Image Radar Real Di olah sehingga

menghasilkan image radar Normalisasi

Image awan tidak tampil pada daerah tersebut


(69)

Gambar 4.3. Data petir (Sumber: Stasiun Geofisika Tuntungan)

Pada Gambar 4.3 merupakan data petir yang diperoleh dari image data record lightning protector dan peralatan tersebut telah terintalasi di kantor Stasiun Geofisika Tuntungan serta diperoleh 64 kejadian. Data tersebut diambil lalu diolah serta dijadikan sampel data perkejadian untuk meneliti apakah pertumbuhan awan berpengaruh dengan jumlah petir pada daerah pantauan tersebut.

Data Petir pada tanggal 15 Pebruari jam 18.00 wib terjadi 64 kali petir kuat


(70)

Gambar 4.4. Proses PCA pengolahan data awan Jam 14.00 wib tanggal 15 Februari 2012

Image awan tampil pada daerah tersebut


(71)

Image radar pada Gambar 4.4 disimpulkan terdapat pertumbuhan awan yang banyak, tetapi dengan teknik pengolahan PCA dapat dilihat pertumbuhan awan dengan perbandingan antara jam 18.00 WIB dan jam 14.00 WIB hampir tidak terlihat perbedaan sehingga potensi peningkatan jumlah petir hampir tidak ada sama sekali pada jam 14.00 WIB, untuk memastikan hasil data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.5 hasil recordlightning protector jam 14.00 wib tanggal 15 Februari 2012 terdapat 2 kejadian petir.

Petir kuat terjadi pada jam 13.00 wib= 2, pada jam 14.00 wib = 0 pada


(72)

4.3. Training Set Model Markov Network

Untuk tahap training set ini telah dibuat dan dikembangkan oleh Freesmann menggunakan Markov Network algorithm. Cara membuat himpunan pelatihan ini dimulai dengan mengumpulkan citra radar dengan resolusi tinggi dan memperbaiki setiap citra yang berhubungan dengan peningkatan kualitas citra radar yang akan diproses seperti pada Gambar 4.6.


(73)

4.4. Signal To Noise Ratio (SNR)

Yang dimaksud SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo noise dalam image, noise ini berpengaruh oleh adanya medan magnet disekitarnya. Image radar yang mengandung banyak awan akan memiliki SNR yang berbeda dengan image radar yang mengandun sedikit awan, dapat terlihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8.

MaximumValue = 4.0337e+004 MinimumValue = 4.0337e+004


(74)

MaximumValue = 4.0967e+004 MinimumValue = 4.0967e+004


(75)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dalam pengolahan potensi petir dengan rekonstruksi citra radar super resolution model Markov Network dengan training set PCA yang dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Hasil pengujian dan training dengan metode super resolusi model Markov Network diperoleh citra perbandingan dimana awan yang terdeteksi merupakan awan mengandung hujan yang banyak dan awan hujan yang sedikit sehingga dapat di analisa dengan image petir.

2. Model Markov Network yang diterapkan pada training set mampu memberikan solusi untuk perbesaran citra super resolusi namun proses training sangat lama karena data training terlalu banyak (ribuan patches).

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini dapat diambil saran penggunaan data petir bagi provider telekomunikasi sangat memungkinkan dipakai untuk penentuan lokasi instalasi media komunikasi dan dalam penelitian ini juga perlu dilanjutkan kembali untuk dapat memberikan masukan lebih lanjut untuk tujuan proses pengembangan penelitian yang mempunyai kontribusi dalam bidang Markov.


(76)

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Resmana Lim, Raymond & Kartika Gunadi,” Face Recognition menggunakan metoda Linear Discriminant Analysis (LDA)”Proceeding Komputer dan Sistem Intelijen,Universitas Gundadarma, Jakarta,2002. [2]. Agus Zainal Arifin dan Nova Hadi Lestriandoko,”Kompresi Citra Inderaja

Multispektral Berbasis Clustering dan Reduksi Spektral”,Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2003.

[3]. Fitri Damayanti, Agus Zainal,” Pengenalan Wajah Berbasis Two-Dimensional Lenear Dicriminant Analysis,Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2010.

[4]. Rinehart,Ronald E, “You,too,scan be a Radar Meteorologist”, Part III, University of North Dakota, 1997.

[5]. H.Ur dan D.Gross,” Improve Resolution from Sub pixel Shifted Pictures,” CVGIP, Graphical Model and Image Processing, vol 54. pp. 181 – 186 Marc 1992.

[6]. H.Stark and P.Oskui,” High Resolution Image Recovery from image plane arrays,using convex projections”, S.opt.SOC.Am.A, vol 6 pp 1715–1726, 1989.

[7]. M.Elad dan A. Feur,” Restoration of a Single Superresolution Image from Several blurred, Noisy, and Undersampled Measured Images, “ IEEE

trans, image processing vol 6 no 12 pp 1646 – 1658 December 1997. [8]. M. Irani and Peleg, “ Improving Resolution by Image Registration,” CVGIP, Graphical Models and Image Proc, vol 53. pp 231 -239, May 1991

[9]. W.F. Schreiber, Fundamentals of Electronic Imaging Systems, Springer- Verlag,New York, 1986.

[10]. R.R. Schultz and R.L. Stevenson, “A Bayesian Approach to Image Expansion for Improved Definition,IEEE Trans. Image Processing, vol. 3, no. 3, May 1994,pp. 233-242.


(1)

MaximumValue = 4.0967e+004 MinimumValue = 4.0967e+004


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dalam pengolahan potensi petir dengan rekonstruksi citra radar super resolution model Markov Network dengan training set PCA yang dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Hasil pengujian dan training dengan metode super resolusi model Markov Network diperoleh citra perbandingan dimana awan yang terdeteksi merupakan awan mengandung hujan yang banyak dan awan hujan yang sedikit sehingga dapat di analisa dengan image petir.

2. Model Markov Network yang diterapkan pada training set mampu memberikan solusi untuk perbesaran citra super resolusi namun proses training sangat lama karena data training terlalu banyak (ribuan patches).

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini dapat diambil saran penggunaan data petir bagi provider telekomunikasi sangat memungkinkan dipakai untuk penentuan lokasi instalasi media komunikasi dan dalam penelitian ini juga perlu dilanjutkan kembali untuk dapat memberikan masukan lebih lanjut untuk tujuan proses pengembangan penelitian yang mempunyai kontribusi dalam bidang Markov.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Resmana Lim, Raymond & Kartika Gunadi,” Face Recognition menggunakan metoda Linear Discriminant Analysis (LDA)”Proceeding Komputer dan Sistem Intelijen,Universitas Gundadarma, Jakarta,2002. [2]. Agus Zainal Arifin dan Nova Hadi Lestriandoko,”Kompresi Citra Inderaja

Multispektral Berbasis Clustering dan Reduksi Spektral”,Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2003.

[3]. Fitri Damayanti, Agus Zainal,” Pengenalan Wajah Berbasis Two-Dimensional Lenear Dicriminant Analysis,Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2010.

[4]. Rinehart,Ronald E, “You,too,scan be a Radar Meteorologist”, Part III, University of North Dakota, 1997.

[5]. H.Ur dan D.Gross,” Improve Resolution from Sub pixel Shifted Pictures,” CVGIP, Graphical Model and Image Processing, vol 54. pp. 181 – 186 Marc 1992.

[6]. H.Stark and P.Oskui,” High Resolution Image Recovery from image plane arrays,using convex projections”, S.opt.SOC.Am.A, vol 6 pp 1715–1726, 1989.

[7]. M.Elad dan A. Feur,” Restoration of a Single Superresolution Image from Several blurred, Noisy, and Undersampled Measured Images, “ IEEE

trans, image processing vol 6 no 12 pp 1646 – 1658 December 1997. [8]. M. Irani and Peleg, “ Improving Resolution by Image Registration,” CVGIP, Graphical Models and Image Proc, vol 53. pp 231 -239, May 1991

[9]. W.F. Schreiber, Fundamentals of Electronic Imaging Systems, Springer- Verlag,New York, 1986.

[10]. R.R. Schultz and R.L. Stevenson, “A Bayesian Approach to Image Expansion for Improved Definition,IEEE Trans. Image Processing, vol. 3, no. 3, May 1994,pp. 233-242.


(4)

[11]. W.T. Freeman and E.C. Pas tor, “Learning to Estimate Scenes from Images,” Adv.Neural Information Processing Systems, M.S. Kearns, S.A. Solla, and D.A. Cohn, eds., vol. 11, MIT Press, Cambridge, Mass., 1999, pp. 775-781.

[12]. William T. Freeman, Thouis R. Jones, and Egon C. Pasztor , “Image-Based Modeling, Rendering, and Lighting- EXAMPLED BASED SUPER

RESOLUTION.,” Proc. 34th Ann. Conf. Information Sciences and system. Mitsubishi Electric Research Labs 2003

[13]. A. Hert mann et al., “Image Analogies,” Computer Graphics(Proc. Siggraph 2001),ACM Press, New York, 2001, pp. 327-340.

[14]. S. Baker and T. Kanade, “Limits on Super-Resolution and How to Break Them,”Proc. IEEE Conf. Computer Vision and Pattern Recognition (CVPR), vol. II, IEEE CS Press, Los Alamitos, Calif., 2000, pp. 372-379. [15]. Régis Destobbeleire Super-resolution, L. Velho (IMPA, Brazil) and S. Mallat (École polytechnique, France) May - June 2002.

[16]. W.T. Freeman and E.C. Pas tor, “Markov Networks for Super Resolution,” Proc.34th Ann. Conf. Information Sciences and system(CISS 2000), Dept. Electrical Eng.,Princeton Univ., 2000.

[17]. Sung Cheol Park, Min Kyu park, and Moon Gi kang ,”Super Resolution Image Reconstruction”. IEEE Citra processing SN 1053-5888/2003. [18]. Cristopher M.Bishop,”Probabilistic Graphical Model”.Graphs and Markov properties, Microsoft research, Cambridge, UK.July 2002

[19]. Tommi,Jaakkola.”Machine learning and neural networks”MIT AI Lab - tommi@ai.mit.edu.

[20]. Dana Sharon, “ Loopy Belief Propagation in Image-Based Rendering” Department of Computer Science University of British Columbia

[21]. Simon Baker and Takeo Kanade “Limits on Super-Resolution and How to Break Them” The Robotics Institute Carnegie Mellon University

Pittsburgh, PA 15213 IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence


(5)

[23]. Gnanadesikan R., “Methode for statiscal Data Analysis of Multivarite Observations”, John Wiley & Sons Inc, 1977.

[24]. Endang Setyawati, “Pengenalan Wajah dengan Menggunakan Analisa KomponenUtama”, Tesis Pasca Sarjana Teknik informatika, Fakultas Teknik Informatika, ITS, Surabaya, 2000.


(6)

Lampiran % Face recognition by Lido Fanter

clear all close all clc

% number of images on your training set. M=1;

%Chosen std and mean.

%It can be any number that it is close to the std and mean of most of the images. um=100;

ustd=80;

%read and show images(bmp); S=[]; %img matrix

figure(1); for i=1:M

str=strcat(int2str(i),'.bmp'); %concatenates two strings that form the name of the image

eval('img=imread(str);');

subplot(ceil(sqrt(M)),ceil(sqrt(M)),i) imshow(img)

if i==3

title('Training set','fontsize',18) end

drawnow;

[irow icol]=size(img); % get the number of rows (N1) and columns (N2) temp=reshape(img',irow*icol,1); %creates a (N1*N2)x1 matrix

S=[S temp]; %X is a N1*N2xM matrix after finishing the sequence %this is our S