Pandangan Aristoteles Tentang Etika
Dimensi kedua adalah masyarakat. Aristoteles begitu menekankan ciri sosial manusia. Manusia adalah
zoon politikon
, mahluk bermasyarakat. Manusia tidak mungkin mencapai kepuasan sendirian. Ia menjadi diri
dalam kebersamaan dengan manusia lain, dimana ia baik menerima maupun memberikan. Hanya dengan melibatkan diri dengan masyarakat-
keluarga, kampung, dan komunitas politik- manusia menjadi diri sendiri. Dalam memberi dan menerima, dalam membangun kehidupan bersama
itulah jalan ke kebahagiaan. Salah satu unsur utama ajaran Aristoteles adalah tekanan pada
keutamaan. Watak moral seseorang ditentukan oleh keutamaan yang dimilikinya. Memiliki keutamaan berarti mantap dengan dirinya sendiri
karena ia mantap dalam memilih apa yang betul-betul bernilai daripada apa yang sekedar merangsang. Dan keutamaan dapat kita usahakan.
Dengan tegas bertindak menurut apa yang kita sadari benar, kita menjadi semakin mampu untuk bertindak demikian, kita semakin gampang
bertindak etis; dan bertindak etis memberi rasa kuat dan bahagia. Wujud etika Aristoteles menjadi jelas dalam
Etika Nikomacheia
yang membahas persahabatan. Disini Aristoteles memberi pesan yang menentukan:
Manusia tidak
berkembang dengan
memusatkan perhatiannya pada dirinya sendiri, melainkan dengan membuka diri
terhadap orang lain. Manusia tidak mencapai kebahagiaan dan keluhurannya dengan mau memiliki sesuatu, melainkan dengan
mengerahkan diri pada usaha bersama: bagi sahabat, desa, dan
masyarakatnya. Adalah lebih luhur mati bagi sahabat dari pada hidup, tetapi meninggalkannya. Aristoteles mendekati kebijakan yang ada baik
pada Yesus maupun pada etika Jawa. Yesus mengatakan bahwa siapa kehilangan nyawanya demi yang paling luhur, akan memperolehnya, dan
pepatah Jawa mengatakan bahwa mati ditengah kehidupan menghasilkan hidup ditengah kematian.