HUKUM ADAT DAN NATURALISME

Alam adalah titipan Allah kepada kita manusia yang dapat kita gunakan untuk menunjang kebutuhan
hidup kita. Walaupun begitu kita juga harus menjaga agar alam kita tetap lestari. Allah mempercayakan
kepada manusia untuk mengolah, memanfaatkan, melipatgandakan dan mengoptimalkan yang ada di alam
agar dapat digunakan untuk kelangsungan dan kesejahteraan hidup manusia serta dapat dinikmati oleh anak
cucu kita. Maka dari itu haruslah kita sebagai manusia menjaga dan tidak menggunakan sumber daya alam
kita secara berlebih dan harus melakukan pemanfaatan sumber daya alam dengan bertanggung jawab. Allah
juga berfirman bahwa manusia adalah gambaran Allah yang diberikan kebebasan untuk menguasai segala
sesuatu yang ada di bumi ini serta dapat melakukan segala aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek
fisik (kebutuhan lahiriah seperti makan minum, prokreasi) dan aspek eksistensial (kebutuhan manusia
sebagai makhluk social yang bersifat asosiatif kooperatif berdasarkan cinta kasih dan sikap kebersamaan).
Namun dalam penggunaan alam untuk kebutuhan hidup tentu saja terdapat batasan-batasan berupa hak
manusia lain yang memiliki kepentingan yang sama di dunia ini yaitu melangsungkan kehidupan serta
menjaga eksistensial sebagai manusia.
Di dalam kasus ini diketahui pada tahun 2013, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
memberikan ijin pengelolaan tambang. Tanah yang dijanjikan untuk menjadi tempat pertambangan adalah
tanah milik masyarakat adat yang terletak di Indonesia Timur. Dalam membuat keputusan atau pun
penetapan yang berdampak pada banyak orang seorang eksekutif yang berwenang memberikan ijin haruslah
membuat berbagai pertimbangan yang tentu pertimbangan-pertimbangan tersebut didasarkan pada nilai-nilai
moral yang bertujuan agar terjaganya keadaan yang damai dan harmonis dimana akan terciptanya ketertiban
sosial. Berdasarkan filsafat hukum naturalis, Christian Thomdsius mengatakan bahwa hukum mengatur
tingkah laku lahir manusia sedangkan moral mengatur sikap batin seseorang. Pemberian ijin pengelolaan

tambang ini tentu saja tidak berdasarkan pada moral dimana seharusnya dengan adanya moral maka dapat
menjaga keselarasan hidup bermasyarakat antara satu dengan yang lainnya. Tentu saja pemberian ijin
tersebut tidak memikirkan nasib dari masyarakat adat yang telah lama tinggal di tanah tersebut. seharusnya
dengan adanya moral dari Menteri tersebut pasti akan ia pikirkan juga masyarakat adat yang tinggal di tanah
tersebut karena moral berfungsi sebagai pembatas keinginan dan tindakan seseorang dari tindakan
keserakahan yang bersifat duniawi saja tanpa memikirkan keberadaan orang lain yang memiliki hak-hak
dasar yang sama dengannya. Seharusnya jika ia adalah orang yang bermoral, maka ia akan melakukan
tugasnya dengan penuh cinta kasih dan sifat kebersamaan yang juga mementingkan kepentingan orang lain
daripada kepentingannya sendiri. Selain itu dalam pemberian ijin seharusnya juga kembali melihat kasus
Freeport yang juga melakukan penambangan di Indonesia Timur. Apakah hal ini tidak cukup
menggambarkan keserakahan daripada elite pemerintah dan juga pihak asing? Allah meminta agar kita selau
menjaga alam yang dititipkan olehnya bukan menggunakannya untuk kepentingan duniawi saja yang tidak
akan bertahan lama. Tindakan daripada Menteri dan DPRD jelas telah menunjukkan tindakan yang tidak
bermoral.
Tindakan dari Kepala Daerah pun sebenarnya tindakan yang cukup mementingkan kepentingan
masyarakat adat dimana masyarakat adat yang menjadi tidak memiliki tempat tinggal dan juga tidak
terjamin kelangsungan hidupnya. Namun apakah 3% ini akan disalurkan kepada masyarakat adat untuk
menjamin keberlangsungan hidup mereka? Lebih baik kita sebagai WNI yang memiliki sumber daya alam
yang melimpah terus melakukan pemeliharaan atas apa yang ada di Indonesia ini.
Masyarakat adat ini adalah suatu komunitas yang merasa memiliki keterikatan batin dengan tanah

kelahiran mereka dengan tanah yang dianalogikan sebagai ibu pertiwi. Mereka dapat bertahan hidup
dikarenakan sumber daya alam yang ada di tanah yang mereka tinggali dengan melakukan pengolahan tanah
dengan baik untuk mempertahankan hidup mereka. Jika memang pada akhirnya ijin yang dipegang oleh para
investor dapat terlaksana maka tentu saja masyarakat adat ini menjadi tidak memiliki tempat tinggal dan
tentu saja tidak jelas mereka harus berpindah kemana. Di tanah yang mereka tinggali selama puuhan tahun
membuat mereka dapat melakukan kegiatan seperti bercocok tanam dan lain sebagainya untuk menunjang
kehidupan mereka. Namun jika tanah tersebut dirampas dari mereka tentu saja mereka menjadi tidak
memiliki sumber pangan. Walaupun mereka mendapatkan uang dari investor, masyarakat adat yang tidka
mengenal dunia modern pasti akan sulit untuk beradaptasi dengan gaya hidup dan cara bertahan hidup yang
berbeda pula. Hal ini tentu saja ini sama dengan melakukan pembunuhan secara perlahan-perlahan bagi
masyarakat adat dan tentunya hal ini bertentangan dengan kehendak Allah.

Maka berdasar dari filsafat hukum, tindakan pemberian ijin dari Menteri ESDM sebagai sebagai cikal
bakal terjadinya konflik dan tindakan DPRD adalah tindakan yang tidak sesuai dengan moral yang
berdasarkan pada cinta kasih kepada sesama serta keserakahan pada hal duniawi. Tindakan Kepala Daerah
yang tetap memperbolehkan pembangunan pertambangan dengan adanya pemberian bagi hasil pun juga
membuktikan tindakan yang kurang bermoral. Tindakan-tindakan tersebut adalah hal yang bertentangan
dengan kehendak Allah yang menginginkan kita untuk menjaga alam yang dititipkan olehnya bukan dengan
melakukan eksploitasi secara tidka bertanggung jawab seperti itu.