PANDANGAN FILSAFAT NATURALISME DAN IMPLI

PANDANGAN FILSAFAT NATURALISME DAN IMPLIKASINYA
DALAM KURIKULUM PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh: Tantri Andaru Warih

Abstrak: Indonesia adalah negara yang terus memperbaharui kurikulumnya sesuai
dengan perkembangan teknolog. Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui
implikasi dari filsafat naturalisme kedalam kurikulum pendidikan yang terdapat di
Indonesia. Tulisan ini memakai pendekatan kualitatif yang bersumber pada studi
kepustakaan. Data tersebut dipilah dan diolah dengan metode heuristik. Hasil yang ingin
dicapai dari tulisan ini ialah supaya teori dapat dipertimbangkan penggunaannya di
Indonesia.
Kata Kunci: Naturalisme, Filsafat, Kurikulum, Indonesia
A. Pendahuluan
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup
bangsa, ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh
kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang. Pembaharuan kurikulum perlu
dilakukan sebab tidak ada satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang masa, kurikulum
harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang senantiasa cenderung
berubah.
Berbagai permasalahan muncul ketika sebuah kurikulum baru diaplikasikan

dalam dunia kependidikan kita. Bnyaknya perubahan kurikulum di negara ini membuat
peserta didik seakan-akan adalah kelinci percobaan dalam setiap program belajar baru
yang ditetapkan. Pelajar yang masih beradaptasi pun terkadang menjadi terombangambing dalam kegiatan belajar mengajar.
Naturalisme lahir pada abad ke-17 dan mengalami perkembangan pada abad ke18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia berpandangan bahwa
“Learned heavily on the knowledge reported by man’s sense” (pembelajaran yang hebat

dalam ilmu pengetahuan berasal dari akal pikiran manusia). Aliran ini dipelopori oleh J.J
Rosseau, filsuf Perancis yang hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa
semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan
menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa,
justru dapat merusak pembawaan baik anak itu, sehingga aliran ini sering disebut
negativisme.
Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah
dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi penganut
paham naturalis perlu dimulai jauh hari sebelum proses pendidikan dilaksanakan.
Sekolah merupakan dasar utama dalam keberadaan aliran filsafat naturalisme karena
belajar merupakan sesuatu yang natural. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar subjek, melainkan mengajar murid.
Permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana pandangan filsafat naturalisme?

2. Bagaimana kurikulum di Indonesia saat saat ini?
3. Bagaimana implikasi pandangan filsafat naturalism terhadap kurikulum di Indonesia?
B. Filsafat Naturalisme
Naturalisme sebagai istilah kefilsafatan, pada dasarnya merupakan sikap pandang
kefilsafatan monisme yang menganggap bahwa realitas atau alam semesta ini merupakan
satu-satunya fakta yang ada. Sebagai istilah kefilsafatan ini, naturalisme dapat
diungkapkan sebagai pandangan yang menolak suatu paham yang berpendirian tentang
adanya benda-benda atau peristiwa di luar batas-batas penjelasan akal atau ilmiah.
Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di
bidang pendidikan adalah pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Filsuf yang pertama kali memperhatikan dan memberikan konsidensi terhadap orientasi
pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme adalah Johan Amos Comenius (1592–1670).
Karakter khas yang terlihat dari aliran naturalisme ini adalah bagaimana anak
berkembang secara wajar. Menurut naturalisme, spontanitas merupakan sarana untuk
mendapat pengetahuan baik beruoa fisik maupun otak seperti yang tersebut pada poin
empat dan lima, Jadi jelaslah, bahwa naturalisme menghendaki bahwa pendidikan yang

berjalan secara wajar tanpa intervensi yang berlebihan sehingga membuat anak tersebut
justru merasa terancam. Hal ini dilakukan atas dasar, bahwa anak memiliki potensi
insaniyah yang memungkinkan untuk dapat berkembang secara alamiah.

C. Kurikulum pendidikan di Indonesia
Perubahan kurikulum di Indonesia telah terjadi sebanyak 10 kali, dari Kurikulum
1947 (Rencana Pelajaran 1947), Rencana Pelajaran Terurai 1952, Rencana Pendidikan
1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum
Berbasis Kompetensi 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, hingga
Kurikulum 2013.
Semua kurikulum yang pernah berlaku tersebut sebenarnya baik adanya, demi
menyempurnakan metode belajar dan juga memberikan konsep pembelajaran yang bukan
hanya secara kognitif melainkan juga dalam hal menanamkan rasa cinta terhadap bangsa
serta perilaku moral yang dididik agar berbudi pekerti luhur untuk menjadi generasi
harapan bangsa.
Dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, peran kurikulum dalam pendidikan
formal di sekolah sangatlah strategis. Bahkan kurikulum memiliki kedudukan dan posisi
yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, serta kurikulum merupakan
syarat mutlak dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri, karena peran
kurikulum sangat penting maka, menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam
proses pendidikan.
Akan tetapi, masih banyak hal yang seharusnya dipersiapkan dengan lebih matang
dan terkoordinasi. Masih terdapat pengajar yang belum memahami sistem kurikulum
terbaru ini dengan benar karena belum melalui pelatihan khusus. Pelajar, yang masih

beradaptasi pula pun terkadang menjadi terombang-ambing dalam kegiatan belajar
mengajar. Perubahan kurikulum serta besarnya anggaran yang dialokasikan oleh
Pemerintah untuk pendidikan tidak berbanding lurus dengan kualitas. Pendidikan
Indonesia sampai hari ini. Keplin-planan pemerintah menggonta-ganti
kurikulum

pendidikan

sebenarnya

tidak

masalah,

yang

dipermasalahkan hanya kualitas kurikulum tersebut apakah mampu
meningkatkan kualitas pembelajaran ataukah hanya akan membuat
kebingungan para siswa karena selalu berubah-ubah tiap tahunnya.


D. Implementasi Filsafat Naturalisme Dalam Kurikulum Pendidikan Indonesia
Dalam buku Quantum Learning Bobbi De Porter mengatakan "Dengan
mengendalikan lingkungan Anda, Anda melakukan langkah efektif pertama untuk
mengendalikan seluruh pengalaman belajar Anda". Bahkan sekiranya saya harus
menyebutkan salah satu alasan mengapa program kami berhasil membuat orang belajar
lebik baik, saya harus menyebutkan karena kami berusaha menciptakan lingkungan
optimal, baik secara fisik maupun emosional.
Bobbi De Porter juga yang pertama kali mengenalkan model pendidikan Quantum
secara terprogram dengan nama Super Camp. Ia menjadikan alam sebagai tempat
pembelajaran. Peserta didik dengan bebas "mengeksploirasi" apa yang mereka lihat,
dengar, dan rasakan di alam. Guru menempatkan dirinya sebagai mitra peserta didik
dalam berdiskusi menyelesaikan problem yang ditemukan di alam. Output dari model
pendidikan Quantum ini terbukti memiliki keunggulan kompetitif lebih baik
dibandingkan out put model pendidikan konvensional yang dilakukan di dalam kelas.
Melalui Super Camp peserta didik lebih leluasa memanifestasikan subyektifitasnya yang
sangat jarang ditemukan dalam praktik pendidikan konvensioal dalam kelas di sekolah.
Menyatunya para siswa dengan alam sebagai tempat belajar dapat memuaskan
keingintahuannya, sebab mereka secara langsung berhadapan dengan sumber dan materi
pembelajaran secara riil. Hal yang sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam
kelas. Di alam mereka akan melihat langsung bagaimana sapi merumput, mereka

mendengar kicau burung, mereka juga merasakan sejuknya air, mencium harum bunga,
memetik sayur dan buah yang semuanya merupakan pengalaman nyata tidak terlupakan.
Mereka belajar dengan nyaman, asyik dan berlangsung dalam suasana menyenangkan,
sehingga informasi terekam dengan lebih baik dalam otak para siswa.
Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru, maka di
alam, guru dan peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan yang lebih
akrab satu sama lain. Dari hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan
emosional yang mendalam antara guru dengan peserta didiknya. Dalam kondisi seperti
ini, subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir dalam diskusi dengan
guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif.

Melalui proses eksploratoris seperti di atas, para siswa telah melakukan apa yang
dikenal dengan istilah global learning, sebuah cara belajar yang begitu efektif dan
alamiah bagi manusia tanpa harus merasakan adanya tekanan seperti belajar di dalam
kelas.
E. Penutup
Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini adalah lahirnya berbagai model
pendidikan yang menjadikan alam sebagai tempat dan pusat kegiatan pembelajarannya.
Pembelajaran dilakukan di dalam kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi lebih
fokus pada pemanfaatan alam sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan

alam yang telah menyediakan beragam fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan
sangat menyenangkan. Tinggal kemampuan kita bagaimana "mengekploirasi" sumber
daya alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang sangat berguna.
Naturalisme dalam penerapan aliran pembelajaran atau pendidikan mengajarkan
bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Dimensi utama
dan pertama dari pemikiran aliran Naturalisme di bidang pendidikan adalah pentingnya
pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.
Pendidikan tidak hanya sebatas untuk menjadikan seseorang mau belajar,
melainkan juga untuk menjadikan seseorang lebih arif dan bijaksana. Sekolah merupakan
dasar utama keberadaan aliran naturalisme dalam pembelajaran karena belajar merupakan
sesuatu yang natural,oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga
merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak
mengajar sebuah subjek, melainkan mengajar seorang murid. Hal inilah yang sekiranya
saat ini dibutuhkan oleh sistem pengajaran di Indonesia saat ini.

DAFTAR PUSTAKA
Louis O. Kattsoff, 1987 Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Barnadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan, Sistem, dan Metode. Yogyakarta :Andi
Offest.


Bertens. K. Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia.2003 Yogyakarta, Kanisius.
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra.
Bandung: Rosda.
http://faridanuraida02.blogspot.co.id/2016/12/aliran-pendidikan-naturalisme.html
https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20170523112430-445-216635/rumitnyakurikulum-pendidikan-kita/