BAB I BAB II new

(1)

BAB I

LANDASAN TEORI A. Pendahuluan

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dalam alam. Kayu sebagai sumber kekayaan alam masih berupa bahan mentah dan harus diolah terlebih dahulu untuk dapat digunakan sesuai kebutuhan manusia. Penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan, yaitu bahan olahan yang diproses dengan memproses kayu bulat (gelondong) menjadi kayu bentuk balok, papan dan bentuk-bentuk lain sesuai tujuan penggunaannya.

Kayu, mudah dalam pelaksanaan pekerjaannya. Ditinjau dari segi struktur, bangunan kayu lebih aman terhadap bahaya gempa, dan ditinjau dari segi arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Sebagai bahan bangunan yang dapat dibudidayakan (renewable) kayu menjadi bahan bangunan yang relatif ekonomis.

Kayu merupakan hasil hutan sebagai sumber kekayaan alam, dan juga bahan mentah yang mudah diproses untuk digunakan sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat yang tidak terdapat pada bahan-bahan lain, antara lain memiliki kekuatan tarik dan kekuatan desak yang hampir seimbang, kayu mudah dibentuk, dan dapat diperoleh di mana saja.

Menurut Tjokrodimuljo (1975), kayu di Indonesia dapat digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :

1). Pohon berdaun lebar (Breadleaf Trees), yaitu jenis kayu yang disebut sebagai kayu teras pada umumnya (hard woods). Pohon ini tumbuh di daerah tropik dan sub tropik, tumbuhnya lambat dan batangnya berbenjol-benjol, banyak terlihat pori-porinya dengan jelas bila diketam memanjang. 2). Pohon berdaun jarum (Conibearing Trees), yaitu kayu yang disebut

sebagai kayu lunak (soft woods). Pohon ini tumbuh di daerah dingin dan pertumbuhannya cepat, batangnya lurus dan gelangan tahun terlihat jelas.


(2)

3). Pohon sebangsa palm yaitu jenis-jenis kayu seperti pohon kelapa, lontar. Pohon ini tumbuh di daerah tropik, berhawa panas, pegunungan tinggi lebih dari 600 m dari muka laut.

4). Pohon sebangsa bambu (rumput-rumputan), yaitu semua jenis bambu yang biasa digunakan sebagai bangunan.

1. Struktur Kayu

Kayu tersusun oleh sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam, selama masih hidup, sel-sel ini akan berkembang biak menjadi banyak. Makin tua umur kayu, dinding sel makin tebal dan lambat laun membentuk serat-serat kayu. Di antara gabungan sel tersebut terdapat lubang-lubang kecil dikenal dengan nama pori-pori.

Jika dilakukan irisan penampang pada batang pohon, pada umumnya akan dijumpai tiga lapisan utama (Asroni, 1994), yaitu :

1). Kulit luar (outer bark) : kondisi kering, sel-selnya sudah mati, dan berfungsi sebagai pelindung bagian-bagian sebelah dalam.

2). Kulit dalam (inner bark / bast) : kondisi basah dan sel-selnya masih hidup dan berfungsi untuk mengangkut atau menghantar makanan yang dibuat di daun ke bagian-bagian bawah lainnya.

3). Hati (pitch) : letaknya paling dalam, dapat digunakan untuk menentukan jenis pohon (misal : dengan warnanya dan atau kekerasannya).

Pada kulit dalam, terdapat beberapa bagian tertentu, yaitu : 1) Kambium (Cambium)

Lapisan kambium ini sangat tipis, dan merupakan tempat proses pertumbuhan atau pembuatan sel-sel kulit dan sel-sel kayu. 2) Kayu gubal (sap wood)

Keadaan kayu gubal ini masih lunak (kayu muda), warnanya keputih-putihan, dan tebalnya kira-kira antara 1-20 cm, serta merupakan jalur pintas untuk mengangkut air dan zat-zat makanan dari akar ke daun ataupun dari daun ke tempat-tempat yang membutuhkan zat-zat makanan. Pada kayu


(3)

gubal ini terdapat jari-jari teras (rays) yang arah sel-selnya tegak lurus arah serat kayu, dan berfungsi untuk menyimpan bahan makanan serta mengangkut zat-zat makanan ke arah radial.

3) Kayu teras atau galih (heartwood)

Kayu teras ini merupakan kayu yang kuat/kokoh dan berwarna tua (kecoklat-coklatan). Pada kayu teras tidak terdapat zat-zat makanan, sehingga tidak mudah lapuk.

4) Gelang tahun (Annual rings)

Gelang tahun merupakan lapisan-lapisan melingkar seperti gelang/cincin dan dapat terjadi oleh karena pertumbuhan sel-sel baru di sekeliling kayu teras. Gelang tahun mempunyai ketebalan antara  0,5 mm sampai 12 mm, dan tergantung oleh jenis kayu, keadaan tanah, serta keadaan musim/iklim. Bentuk/struktur kayu tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar I.1

Gambar I.1. Tampang melintang pohon (Asroni, 1994)

Pada pertemuan antara batang pohon dan dahan, terdapat bagian yang berwarna merah tua yang disebut mata kayu. Mata kayu ini lebih keras daripada bagian sekelilingnya, dan daya hisap terhadap air/zat cair kurang, sehingga sulit untuk pekerjaan pengecatan. Di samping itu, mata kayu juga


(4)

akan mempengaruhi kekuatan kayu karena arah serat-seratnya berubah. Pada mata kayu yang masih sehat, mata kayu tersebut akan tetap melekat/bersatu dengan batangnya, tetapi pada mata kayu yang sudah mati, mata kayu ini tidak bersatu dengan batang dan dapat lepas dengan sendirinya apabila untuk pekerjaan konstruksi.

2. Gambaran Umum Kayu Jati

Kayu jati adalah salah satu kayu yang terbaik diseluruh dunia, berasal dari India dan Burma dan banyak dipelihara di hutan luas seperti di pulau jawa, yaitu di daerah Rembang, Madiun, Blora, dan kediri. Kayu ini cukup stabil karena kembang susutnya cukup kecil, sehingga banyak digunakan untuk kontruksi berat, seperti kontruksi jembatan, hanggar, rangka atap kuda-kuda dan lain sebagainya (Suwarno wiryomartono, 1976). Kayu jati yang terpenting dibedakan menjadi empat, diantaranya ialah:

1) Jati kembang, warna kayu jati coklat, serat

tidak begitu lurus.

2) Jati doreng, warna coklat muda, serat tidak

lurus

3) Jati minyak, warna kayu coklat tua, serat

agak lurus

4) Jati kapur, warna coklat kayunya coklat

muda, serat tegak lurus dan pori-porinya mengandung kapur.

3. Sifat-sifat Kayu

Kayu yang berasal dari berbagai dari jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-beda. Bahkan kayu yang berasal dari satu pohon memiliki sifat agak berbeda pula, jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Oleh sebab itu ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui terlebih dulu sebelum kayu dipergunakan pada berbagai keperluan, baik sebagai bahan bangunan, industri kayu, maupun untuk pembuatan perabot rumah tangga. Menurut Asroni


(5)

(1994), sifat-sifat kayu dapat digolongkan menurut sifat umum, sifat fisik, sifat mekanik dan sifat kimia kayu

1. Sifat umum

Sifat umum dari kayu meliputi :

a). Kayu dianggap anisotropis, artinya kayu mempunyai sifat-sifat berlainan jika diuji menurut sumbu longitudinal (sejajar serat), sumbu tangensial (garis singgung gelan-gelang pertumbuhan) dan sumbu radial (tegak lurus gelang tahun).

b). Kayu dianggap higroskopis, artinya kadar air dalam kayu dapat bertambah atau berkurang sesuai dengan keadaan suhu sekitarnya. c). Kayu tersusun atas sel-sel yang mempunyai tipe bermacam-macam.

Sel-sel kayu yang dibentuk oleh kambium ini pada musim hujan akan membesar dan pada musim kemarau akan menyusut.

d). Pada jenis kayu tertentu akan mudah diserang oleh binatang serangga dan cendawan.

e). Kayu mudah terbakar oleh api.

f). Sifat akustik terhadap suara, yaitu kemampuan kayu dalam meneruskan/tidak meneruskan suara.

g). Sifat resonansi, yaitu sifat kayu dalam keikutsertaannya bergetar bersama dengan adanya gelombang suara.

2. Sifat fisik

Sifat-sifat fisik kayu antara lain meliputi :

a) Pengaruh temperatur. Kayu mempunyai angka muai, yaitu akan mengembang jika dipanaskan, dan akan menyusut jika didinginkan. Angka muai kayu pada arah sejajar dengan arah serat, jauh lebih besar dari pada angka muai pada arah tegak lurus serat. Tetapi pengaruh angka muai ini relatif kecil apabila dibandingkan dengan pengaruh kadar lengasnya, sehingga dapat diabaikan.


(6)

b) Daya hantar panas. Kayu merupakan bahan isolator yang baik, karena mempunyai daya hantar panas yang kecil seperti yang terlihat pada Tabel I.1

Tabel I.1. Daya hantar panas k dalam satuan kg.cal/jam.m.oC pada berbagai macam bahan (Asroni,1994)

Bahan Batu

merah Beton

Kayu

Besi Seng

// serat  serat

k 0,35 0,56 0,10 0,03 40-50 95

c) Daya hantar listrik. Kayu kering merupakan isolator yang baik terhadap aliran listrik. Tetapi sebaliknya, kayu yang mengandung air, daya hantar listriknya hampir sama dengan daya hantar air.

3. Sifat higroskopis

Sifat higroskopis kayu, meliputi :

a) Pengaruh kadar lengas kayu. Pengaruh kadar lengas terhadap kayu, dapat menyebabkan mengembang dan menyusutkan kayu tersebut. Jenis kadar lengas kayu pada umumnya dibagi menjadi 3 macam,yaitu : a.1). Kadar lengas kayu basah, berkisar antara 40 %  50 % bergantung

pada jenis kayu, misalnya kayu yang baru ditebang.

a.2). Kadar lengas kayu kering udara, antara 24 %  30 %, misalnya kayu-kayu pada perdagangan.

a.2). Kadar lengas kering mutlak (0 %), misalnya, kayu yang dikeringkan dengan oven.

Semakin kecil kadar lengas kayu, berarti kayu akan semakin kering dan kekuatan kayu menjadi semakin bertambah besar.

Kadar lengas kayu diperhitungkan sesuai dengan keadaan kontruksi yang menyebabkan perlemahan pada kekuatan kayu, yaitu sebagai berikut : 1) Untuk kontruksi terendam air dan kontruksi tidak terlindung dengan

kadar lengas selalu tinggi, kekuatan kayu harus digandakan dengan faktor ß = 2/3.


(7)

2) Untuk kontruksi yang tidak terlindung tetapi dapat mengering dengan cepat, kekuatan kayu digandakan dengan faktor ß = 5/6.

b) Kembang susut kayu. Kayu dapat mengembang/menyusut pada 3 arah, yaitu :

1). Arah aksial (sejajar dengan panjang batang), dengan penyusutan kecil antara 0,1 %  0,2 %.

2). Arah radial (menuju ke pusat), dengan penyusutan sedang antara 2 %  8%.

3). Arah tangensial (searah garis singgung), dengan penyusutan besar antara 4 % 14 %.

Karena besar kembang/susut pada tiga arah tersebut berlainan, maka akan menyebabkan cacat-cacat pada konstruksi kayu seperti pada Gambar I.2.

(a). Papan kayu sebelum susut (b). Papan kayu setelah susut Gambar I.2. Pengaruh susut pada papan kayu

4. Sifat mekanis

Sifat mekanis kayu, meliputi :

a) Pengaruh gaya aksial. Gaya aksial yang bekerja pada kayu dapat berupa gaya tarik, gaya tekan maupun gaya geser.

1). Gaya tarik adalah gaya yang bekerja pada arah yang berlawanan dan bersifat tarik. Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat-serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan-tegangan tarik yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat-serat kayu saling terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, tegangan tarik yang terjadi harus tidak menimbulkan perubahan pada kayu atau disebut tegangan tarik ijin ( σtr// dalam kg/cm2).


(8)

2). Gaya desak adalah gaya yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu yang sifatnya desak. Gaya desak yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut, sedang yang bekerja tegak lurus kayu akan menyebabkan kayu retak. Sebagai akibat adanya gaya desak, maka menyebabkan tegangan desak pada kayu. Tegangan desak terbesar yang tidak menimbulkan bahaya pada kayu disebut tegangan desak ijin ( σds// atau ds dalam kg/cm2).

3). Gaya geser adalah gaya yang bekerja sejajar arah serat, atau gaya yang menyebabkan bagian-bagian kayu tersebut bergeser dari bagian lain di dekatnya. Akibat dari gaya geser ini maka akan timbul tegangan geser pada kayu ( τ// dalam kg/cm2). Tegangan geser yang terbesar yang tidak menimbulkan adanya pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diijinkan ( τ// dalam kg/cm2).

Tegangan yaitu gaya aksial yang bekerja pada bahan per satuan luas. Dari berbagai percobaan, diperoleh hasil tegangan-tegangan sebagai berikut :

1) Tegangan tarik pada arah sejajar serat, lebih besar dari pada tegangan tarik pada arah tegak lurus serat, ditulis : σtr//>¿σtr⊥¿ . 2) Tegangan geser pada arah tegak lurus serat, lebih besar dari pada

tegangan geser pada arah sejajar serat, ditulis : τ¿>¿τ//⋅¿

3) Tegangan tarik pada arah sejajar serat, lebih besar dari pada tegangan desak pada arah sejajar serat (kira-kira 2 sampai 2,5 kali), ditulis :

σ

tr// = (2 2,5) σds// .

4) Tegangan desak pada arah sejajar serat, lebih besar dari pada tegangan desak pada arah tegak lurus serat (kira-kira 1,2 kali), ditulis : σds// =  1,2 ds .


(9)

b) Pengaruh beban momen. Apabila balok dengan tumpuan sederhana dibebani gaya vertikal P, maka balok tersebut akan menderita momen lentur, sehingga terjadi lendutan/melentur ke bawah. Jika beban momen lentur yang ditahan oleh balok adalah kecil, maka gambar diagram tegangannya berupa segitiga. Tetapi jika beban momen yang ditahan oleh balok adalah besar dan mendekati titik patah, maka gambar diagram tegangan berupa parabola.

Gambar I.3. Diagram tegangan pada tampang balok

c) Penyimpangan arah serat kayu. Arah serat kayu dinyatakan tan , seperti tampak pada Gambar I.4.

b tg α = b/a α

a

Gambar I.4. Arah serat membentuk sudut  terhadap sumbu batang Semakin besar nilai b/a, maka kekuatan balok kayu semakin berkurang. Sebaliknya jika semakin kecil nilai b/a, maka kekuatan balok kayu semakin bertambah. Di dalam buku Kontruksi Kayu oleh Wiryomartono (1976), menunjukkan bahwa pengaruh penyimpangan arah serat ini dapat diabaikan apabila nilai b/a  0,05 (= 1/20), seperti tercantum pada Tabel I.2.

Tabel I.2. Hasil penelitian penyimpangan arah serat kayu (Wiryomartono, 1976)

b/a 1/10 1/12 1/14 1/15 1/16 1/18 1/20

(a). Tampang balok (b). Diagram tegangan (c). Diagram tegangan pada kondisi elastis pada kondisi ultimit


(10)

tk// 74 82 87 100 - -

-%σ

lt 61 69 74 76 80 85 100

4. Penggolongan Kayu

Penggolongan kayu untuk keperluan bangunan dapat dilakukan menurut keawetan, kekuatannya dan pemakaiannya.

1. Tingkat keawetan kayu

Keawetan kayu dan klasifikasinya didasarkan atas percobaan-percobaan tanpa diadakan pengawetan terlebih dahulu. Keawetan kayu ditentukan oleh daya tahan kayu terhadap pengaruh dari tanah, panas matahari, hujan, serangga dan cendawan. Untuk keperluan ini, maka diadakan penelitian sebagai berikut :

a). Lamanya kayu bertahan sebagai tonggak yang ditanam di tanah dan dibiarkan kena hujan dan panas.

b). Lamanya kayu yang bertahan bila dibiarkan kena hujan dan panas tetapi tidak berhubungan dengan tanah basah.

c). Lamanya kayu bertahan sebagai konstruksi yang terlindung atau tertutup atap.

d). Kayu ditempatkan di tempat yang terlindung dan terpelihara. Selain daripada itu diselidiki pula daya tahan kayu terhadap serangga.

e). Kayu termakan rayap.

f). Kayu termakan oleh beberapa macam serangga, seperti kumbang dan bubuk kayu.

Dari keenam macam penelitian di atas, maka kayu dapat digolongkan dalam 5 tingkat/kelas (lihat Tabel I.3), dan angka-angka dalam Tabel I.3 ini menunjukkan jumlah tahun selama kayu itu masih dalam keadaan cukup baik.


(11)

Tabel I.3. Kelas awet kayu (Asroni, 1994)

Kelas awet I II III IV V

a. Selalu berhubungan dengan 8 tahun 5 tahun 3 tahun sangat sangat

Tanah lembab pendek pendek

b. Hanya terbuka terhadap angin 20 tahun 15 tahun 10 tahun beberapa sangat

dan iklim tetapi dilindungi ter- tahun pendek

Hadap pemasukan air dan Kelemasan

c. Di bawah atap tidak berhubung- tak tak sangat beberapa pendek

an dengan tanah lembab dan terbatas terbatas lama tahun

dilindungi terhadap kelemasan

d. Seperti di atas ( c ) tetapi di tak tak Tak 20 tahun 20 tahun

pelihara yang baik, selalu dicat, terbatas terbatas terbatas

dan sebagainya

e. Serangan oleh rayap tidak jarang agak sangat sangat

cepat cepat cepat

f. Serangan oleh bubuk kayu tidak tidak hampir tak sangat

Kering tidak seberapa cepat

2. Tingkat kekuatan kayu

Kekuatan atau keteguhan kayu adalah perlawanan yang dikerjakan oleh kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang disebabkan gaya-gaya luar. Faktor-faktor yang menentukan kekuatan kayu diantaranya adalah :

1. Arah gaya terhadap arah serat kayu

Kekuatan tarik dan desak pada arah aksial jauh lebih besar daripada arah radial.


(12)

Semakin tinggi kadar air kayu, maka kekuatan kayu akan menurun, dan sebaliknya, semakin rendah kadar air kayu, maka kekuatan kayu akan meningkat.

3. Berat jenis

Semakin tinggi berat jenis kayu, maka kekerasan dan kekuatannya akan bertambah, atau berat jenis kayu berbanding lurus dengan kekerasan dan kekuatan kayu. Akan tetapi kadang-kadang terjadi penyimpangan kekuatan kayu, karena keadaan susunan kayu sendiri bermacam-macam, misalnya cacat kayu (adanya mata kayu dan penyimpangan arah serat).

3. Tingkat pemakaian kayu

Dalam menentukan tingkat pemakaian kayu didasarkan pada tingkat keawetan dan kekuatannya tanpa memperhatikan tentang cara mengerjakan kayu, serta mudah atau susahnya mengolah kayu tersebut. Untuk tujuan-tujuan tertentu, kayu dapay dibagi atas lima tingkat pemakaiannya seperti pada Tabel II.4.

Tabel I.4. Kelas kuat kayu dan kegunaan pada konstruksi (Asroni, 1994)

Kelas kuat Kegunaan pada konstruksi Contoh

I Konstruksi terlindung,terkena tanah lembab

Jati, Merbau, bengkirai II Konstruksi berat, tak terlindung,

terkena tanah lembab

Rasamala, Merawan III Konstruksi berat, terlindung Puspa, Kamfer, Keruing

IV Konstruksi ringan, terlidung Meranti

V Konstruksi/pekerjaan sementara Terentang

4. Kontruksi atap (kuda-kuda)

Pekerjaan kontruksi atap merupakan suatu pekerjaan bagian dari bangunan rumah, kontruksi atap pada umumnya dinamakan kontruksi kuda-kuda, disamping kuda-kuda juga ada penunjang lain yang termasuk bagian kontruksi atas bangunan rumah, baik itu berupa bangunan rumah tinggal ataupun bangunan yang dipakai untuk gudang sekalipun tidak bisa dipisahkan dengan apa yang disebut gording,


(13)

reng, kasau, penutup atap dan lain-lain. Menurut (Urip santoso, 1984) syarat kontruksi atap yang perlu dipakai dalam kontruksi bangunan rumah:

1. Untuk kasau paling tidak memiliki ukuran kurang lebih 4 m untuk ukuran panjang.

2. Ukuran reng-genteng harus memiliki standar penampang 3 x 5 cm, 4 x 6 cm, dengan ukuran panjang mulai 6 -7 m, jarak antar kuda-kuda diambil 2 -5 m.

3. untuk ukuran kaki kuda-kuda dipakai ukuran standar 6x12 cm, 8 x 12 cm, 8 x16 cm

B. Pembebanan ( Kombinasi )

1. Beban yang didukung gording

a) Beban gording dan alat sambug =

b.h.bj.110%...(III.1)

b) Beban atap

a) Asbes = 11

kg/m²...(III.2)

b) genteng = 50

kg/m²...(III.3)

c) Seng atau Sirap =

10kg/m²...(III.4)

c) Beban hidup gording = 100

kg...(III.5)

2. Beban yang bekerja pada kuda-kuda 1. Beban mati

1) Beban sendiri kuda-kuda dan alat sambung 2) Beban gording dan atap

3) Beban plafon

4) Beban peralatan

2. Beban hidup


(14)

3. Beban angin

Φ = c.P.A...(III.6)

Pembebanan struktur kuda-kuda

1. Gording

Penempatan gording yang akan digunakan pada atap kuda-kuda, pemasangan ditentukan berdasarkan dari jenis penutup atap yang digunakan. Jarak antar kuda-kuda disesuaikan dari dimensi panjang penutup atap yang ada, sedang jarak antar gording dibuat maksimal.

Pada perencanaan gording, penempatan gording yang akan digunakan pada atap kuda-kuda, pemasangan ditentukan berdasarkan dari jenis penutup atap yang akan digunakan. Jarak antar kuda-kuda disesuaikan dari dimensi panjang penutup atap yang ada dipasaran, sedang untuk penutup atap yang berupa genteng dan sirap, jarak antar gording dibuat maksimal.

1. Beban-beban pada gording yang diperhitungkan : a. Beban mati pada gording

1. Berat sendiri gording = b x h x Bj (kerapatan) dengan Bj = ρ...(III.7) 2. Beban atap pada gording = jarak antar gording x berat penutup atap

Beban mati gording (qD) = 1 + 2

(Biasanya besar → qD + 10 % qD dimana nilai 10% merupakan tambah untuk berat alat sambung). Beban hidup (P), untuk gording kuda-kuda rangka, beban hidup yang diperhitungkan hanya beban pekerja saja yang besarnya ditentukan sebesar 100 kg.

b. Beban hidup pada gording

Beban akibat pekerja dan peralatan (P) = 100 kg Analisa mekanika pada gording


(15)

Gambar II.1 Analisa mekanika pada beban mati

qx = q sin α...(III.8) qy = q cos α...(III.9)

Gambar II.2 Analisa mekanika pada beban hidup

Penguraian gaya bidang miring untuk beban titik / beban terpusat P (beban pekerja)

Px = P sin α...(III.10) py = P cos α...(III.11)

1. Menghitung momen pada balok

a. Momen pada balok gording untuk arah sumbu x 1. Beban mati

MDx= (1/8) qy L2...(III.12) 2. Beban hidup

Mlx= (1/4) py L...(III.13) b. Momen pada balok gording untuk arah sumbu y

1. Beban mati

MDy = (1/8) qx L2...(III.14) 2. Beban hidup

Mly = (1/4) px L...(III.15)

2. Kontrol dimensi gording

Untuk menegetahui stabilitas dari gording yang direncanakan perlu dilakukan kontrol stabilitasnya yang terdiri dari kuat lentur, kuat geser, puntir serta besarnya lendutan yang terjadi. Berdasarkan ukuran gording yang direncanakan serta dari kuat acuan rencana yang ditetapkan maka dapat ditentukan besarnya kuat lentur serta kuat geser rencana.


(16)

Suatu balok yang menderita momen lentur, akan terjadi lendutan. Besar lendutan maksimal yang terjadi pada suatu konstruksi (maks) tidak boleh melampaui lendutan yang diijinkan (ijin). Jadi perencanaan batang lentur, selain harus dipenuhi syarat lt ¿

σ

lt harus dipenuhi pula maks

¿ ijin.

Besar lendutan maksimum (maks ) balok untuk sesuatu konstruksi, dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :

Gambar I.3. Lendutan Balok

Besarnya lendutan maksimum akibat beban-beban titik dapat diuraikan sebagai berikut :

δmaks =

5 .q. L4 384 . EI+

P . L3

48. E . I . ……….………...…...…..

(III.16)

δx,mak =

5 384

qx.L4 E.Iy+

Px.L3

48 .E.Iy ...

(III.17)

δy,mak =

5 384

qy.L4 E.Ix +

Py.L3

48.E.Ix ...

(III.18)

δ maks

q

B A


(17)

δmak =

f

2x , mak

+f2y , mak ... (III.19)

Sedangkan besar lendutan ijin (ijin) balok untuk sesuatu konstruksi adalah sebagai berikut :

1). Untuk konstruksi kuda-kuda (gording, kasau, dan sebagainya ) : ijin = L/200 , dengan L = jarak bentang...(III.20) 2). Untuk konstruksi terlindung (balok lantai) :

ijin = L/300 , ...(III.21) 3). Untuk konstruksi tidak terlindung :

ijin = L/400 , ...(III.22) 4). Untuk konstruksi rangka batang (jembatan) :

ijin = L/700 , ...(III.23)

Pembeban kuda-kuda 1. beban mati pada buhul kuda-kuda

Gambar II.4 Pembebanan kuda-kuda a. Beban akibat beban sendiri dan alat sambung

P1 = P5 = ½(a1+b1) x b x h x 110%...(III.24)

a1 b1

v1

d1 b2

v2 a2

b3 b4

a4 a3

d2


(18)

P2 = P4 = ½(a1+a2+v1) x b x h x ρx 110%...(III.25) P3 = ½ (a2+a3+v2+d1+d2) x b x h x ρx 110% ...(III.26) P6 = P8 = ½(b1+b2+v1) x b x h x ρ x 110%...(III.27) P7 = ½(b2+b3+v2) x b x h x ρ x 110%...(III.28) b. Beban atap

P1 = P5 = ½a1 x L x berat atap...(III.29) P2 = P4 = ½(a1+a2) x L x berat atap...(III.30) P3 = ½ (a2+a3) x L x berat atap...(III.31) P6 = P7 = P8 = 0

c. Beban plafon

P1 = P5 = 18 x½b1 x L ...(III.32) P6 = P8 = 18 x ½ (b1+b2) x L...(III.33) P7 = 18 x ½(b2+b3) x L...(III.34) d. Beban akibat gording

P1 = P5= b x h x L x ρ + ½ (b x h x L x ρ)...(III.35) P2 = P4 = P3= b x h x L x ρ + ½ (b x h x L x ρ) + ½ (b x h x L x ρ) P6 = P7 = P8 = 0...(III.36) 2. beban hidup pada buhul kuda-kuda

Beban hidup akibat pekerja dan peralatan P = 100 kg

P1= P2= P3= P4= P5 = 100 kg...(III.37) 3. beban angin pada kuda-kuda

Gambar II.4 Pembebanan angin pada buhul kuda-kuda 1. angin tekan

a1

b1 v1

d1

b2 v2 a2

b3 b4

a4 a3

d2


(19)

a. koefisien angin tekan (Ct) = (0,02 x α – 0,4)... (III.38)

b. Beban angin tekan

P1 = Ct x(½ x a1)xLxW...(III.39) P2 = Ct x(½. a1+½. a2)xLxW...(III.40) P3 = Ct x(½. a2)xLxW...(III.41) 2. angin hisap

a. koefisien angin hisap (Ch) = -0,4

Wh = Ch x a x L...(III.42)

b. beban angin hisap

P3 = Ch x (½.a3) xL x W...(III.43) P4 = Ch x (½.a3 + ½.a4) x L x W...(III.44) P5 = Ch x (½.a4) x L x W...(III.45)

C. Tahanan lateral acuan

Tahanan lateral acuan pada bagian ini berlaku untuk sambungan dengan komponen utama yang terbuat dari kayu, baja, beton, atau pasangan batu, dan komponen sekunder yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi.

Tahanan lateral acuan ambungan ditentukan dengan mengambil nilai minimum dari persamaan Tabel 12.5-2(a) atau Tabel 12.5-2(b) (untuk pasak atau baut), atau Tabel 12.5-2(c) (untuk sekrup kunci), dikalikan jumlah alat pengrncang pada sambungan tersebut, nf.

Kuat tumpu pasak, Fe, untuk komponen utama yang terbuat dari beton atau pasangan batu diambil sama dengan kuat tumpu pasak untuk komponen sekunder yang terbuat dari kayu; tebal efektif komponen utama dari beton atau pasangan batu harus lebih besar daripada dua kali tebal komponen sekunder kayu.


(20)

Pengangkuran kedalam komponen utama dari beton atau pasangan batu harus direncanakan sesuai dengan metode baku.

Untuk sambungan dengan pelat baja sisi, persamaan untuk moda leleh Is pada Tabel 12.5-2 (a), (b), atau (c) tidak berlaku. Untuk sambungan dua irisan dengan komponen utama terbuat dari baja, persamaan untuk modus leleh Im pada Tabel 12.5-2(b) tidak berlaku. Perencanaan komponen utama dari baja dan kuat tumpu alat pengencang harus dilakukan sesuai dengan metode baku.

Tahanan tumpu pasak pada komponen kayu yang memikul gaya dengan sudut terhadap arah serat kayu, ditentukan sesuai dengan Butir 12.2.3.

 Tahanan lateral terkoreksi

Tahanan lateral terkoreksi, Z’, dihitung dengan mengalikan tahanan lateral acuan dengan faktor-faktor koreksi pada Butir 7.6 dan 12.1.3. Selain itu, hal-hal berikut ini harus dipenuhi.

 Geometri

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor geometri, C,

dimana C adalah nilai terkecil dari faktor-faktor geometri yang

dipersyaratkan untuk jarak ujung atau spasi dalam baris alat pengencang.  Jarak ujung

Bila jarak ujung yang diukur dari pusat alat pengencang, a, lebih besar atau sama dengan aopt pada Tabel 12.5-1, maka C = 1,0.

Bila aopt / 2 <a< aopt maka C = a / aopt (12.4-14)

 Spasi dalam baris alat pengencang

Bila spasi dalam baris alat pengencang, s, lebih besar atau sama dengan sopt pada Tabel 12.5-1, maka C= 1,0.

Bila 3D<s<sopt maka C = s / sopt (12.4-15)


(21)

Kedalaman penetrasi aktual dari batang sekrup kunci kedalam komponen pemegang dikurangi bagian ujung sekrup kunci, harus lebih besar atau sama dengan 4D. Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor kedalaman penetrasi, Cd, berikut ini.

Untuk 4D<p< 8D Cd = p/8D (12.4-16)

Untuk p> 8D Cd = 1,0

 Serat ujung

Tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor serat ujung, Ceg = 0,67, untuk sekrup kunci yang dipasang pada serat ujung kayu.

D. Perencanaan Batang Tekan.

Kuat tekan kayu adalah besarnya tegangan tekan yang menyebabkan rusaknya sebatang kayu.

Nilai faktor tekuk (ω), akan dipengaruhi oleh besarnya angka kelangsingan batang (λ), untuk batang langsing (batang dengan angka kelangsingan tinggi), kemungkinan terjadi tertekuknya batang adalah lebih besar daripada batang gemuk ( batang dengan kelangsingan rendah ). Sedangkan besarnya nilai faktor tekuk (ω) dapat diambil dari Daftar III PKKI,1961. Angka kelang;singan batang (λ), dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

=

Lk imin

……... ( III.46)

imin=

Imin

Fbr

……....………...………..………..… (III.47)

Panjang tekuk (Lk) tergantung dari jenis hambatan atau perletakan pada


(22)

Gambar 9.2-1 Nilai Ke untuk kolom-kolom dengan beberapa jenis kekangan ujung.

E. Perencanaan Batang Tarik

Suatu batang yang menerima gaya aksial, maka pada batang tersebut akan terjadi suatu tegangan tertentu, yang disebut tegangan tarik. Besar nilai tegangan ( σ

tr// ) ini berbanding lurus dengan besar gaya P yang bekerja dan berbanding terbalik dengan luas penampang batang Fnt, yang dinyatakan dengan rumus :

σ

tr//=

P

Fnt ……...………...………...

(III.58)

σ¿tr// = tegangan ijin tarik sejajar serat (kg/cm2) P = gaya yang bekerja (kg)

Fnt = luas penampang netto (cm2)

tegangan tarik yang terjadi pada batang tidak boleh melebihi tegangan tarik ijinnya ( σtr//≤σ


(23)

Perencanaan sambungan kayu

Karena alasan geometrik, kontruksi kayu sering kali memerlukna sambungan perpanjangan untuk memperpanjang kayu dan sambungan buhul untuk menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul atau joint. secara umum, sambunga pada kontruksi kayu dianggap sebagai bagian terlemah karena beberapa hal.

1. Terjadi pengurangan luas tampang

Pemasangan alat sambung seperti baut, pasak, dan gigi akan mengurangi luas efektif penampang kayu yang disambung sehigga kuat dukung batangnya akan lebih rendah bila dibandingkan denga batang yang berpenampang penuh.

2. Terjadi penyimpangan arah serat

Pada suatau buhul sering kali terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang, tetapi tidak sejajar serat dengan batang yang lain. karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil dari pada yang sejajar serat, maka kekuatan sanbungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudaah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. oleh karena itu beberapa jenis alat sambung mensyaratkan jarak antar alat sambung minimal agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah, dengan adanya ketentuan jarak anatar alat sambung maka luas efektif sambungan (luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung) kan berkurang dengan sendirinya.

F. Perencanaan Sambungan Tarik

Keuntungan yang didapat dari alat sambung baut adalah: kuat dukung alat sambung baut untuk gaya tarik maupun gaya desak tidak berbeda dan alat sambung baut dapat berfungsi dengan baik walaupun pada sambungan


(24)

tampang banyak (sambungan dengan jumlah tampang lebih dari satu). Didalam pemasangannya, pembuatan lubang baut dengan bor tangan sehigga dapat lebih cepat.

Berdasarkan jumlah dan susunan kayu yang sambung, jenis sambungan kayu dapat dibedakan atas ; sambungan tampang satu, tampang dua, dan tampang empat.

Tabel II.1. Rumus perhitungan kekuatan satu baut (BJ-37)

Golonga

n jenis sambungan

kayu tampang atu Tampang dua

I

P = 50. d. b.(1-0,6 sinα) P = 125.d.b1.(1-0,6.sin α)

P = 240.d².(1-0,35.sin α) P = 250.d.b2.(1-0,6.sin α)

P = 480.d².(1-0,35.sin α)

II

P = 40. d. b.(1-0,6 sinα) P = 100.d.b1.(1-0,6.sin α)

P = 215. d². b.(1-0,35 sinα) P = 200.d.b2.(1-0,6.sin α)

P = 430.d².(1-0,35.sin α)

III

P = 25. d. b.(1-0,6 sinα) P = 600.d.b1.(1-0,6.sin α)

P = 170. d². b.(1-0,35 sinα) P = 120.d.b2.(1-0,6.sin α)

P = 340.d².(1-0,35.sin α)

Kekuatan baut (P) yang terpakai nilai P yaitu paling kecil. P memiliki satuan kg, α memiliki satuan derjad, sedangkan lebar kayu samping (b2), lebar kayu utama (b1), dan diameter baut (d) memiliki satuan cm.

Diameter baut yang sering digunakan biasanya antara 3/8 inchi sanpai dengan satu inchi. Konversi satuan untuk berbagai macam diameter baut yang ada diperdagangkan dapat dilihat pada tabel

Tabel.II.2. Diameter baut perdangan

Inci centimeter

3/8 0,95

1/2 1,27

5/8 1,59

3/4 1,91

7/8 2,22

1/1 2,54

PKKI (1961) mensyaratkan hal-hal sebagai berikut didalam penggunaan sambungan baut :


(25)

1) Alat penyambung harus dibuat dari baa dengan BJ 37 atau dari baja yang memiliki kekuatan paling sedikit seperti Bj 37.

2) Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dengan kelonggaran ≤ 1,3 mm 3) Diameter baut minimal ≥ 10 mm (3/8) inchi. Dan jika tebal kayu pada

sambungan tampang satu atau tampang dua ≥ 8 cm, maka diameter baut yang harus dipakai dipakai ≥ 12,7 mm (1/2 inchi)

4) Baut harus disertai cincin-tutup yang tebalnya ≥ 0,3d dan ≤ 5mm dengan diameter cincin adalah 3d, atau jika berbentuk persegi empat maka lebarnya ≥ 3d, dimana d adlah diameter baut.

5) Jika baut digunakan pada kontruksi yang tidak terlindung, maka hitungan kekuatan dikalikan dengan angka 5/6 . jika digunakan pada kontruksi yang selalu basah, maka kekuatannya dikalikan dengan angka 2/3.

6) Jika pada sambungan tampang satu , salah satu batangnya adalah besi atau baja, atau pada sanbungan tampang dua plat-plat penyambungnya terbuat dari besi atau baja maka kekuatan sambunagan dapat ditingkatkan 25% 7) Jika gaya yang didukung oleh sanbungan adalh gaya sementara, maka

kekuatan sambungan baut dapat ditingkatkan 25%

8) Jumlah baut dalam dalam sebuah sambungan minimal adalah 2 buah. Karena beban yang didukung cukup besar, maka biasanya diperluan lebih dari pada satu baut. Oleh karena itu perlu direncanakan susunan pemasangan baut, penentuan jaara anatar baut sehingga kayu yang disambung tidak pecah akibat terlalu rapatnya jarak baut.

Syarat-syarat jarak anaatr baut berdasarkan Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia (1961) adalh sebagai berikut:

Arah gaya sejajar dengan arah serat kayu G. Perencanaan Sambungan Tekan

1. Sambungan Gigi tunggal


(26)

tv=P. Cos α

b.σds// (berdasarkan batang H)……...………...

(III.59)

 

ds v

b. Cos P. t 

(berdasarkan batang D)……...………...(III.60)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.61)

a.2). Sambungan gigi tegak lurus batang horisontal

tv=P. Cos α

b.σds α (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.62)

tv=P. Cos α

b.σdsα (berdasarkan batang D) ……...………...

(III.63)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.64)

a.3). Sambungan gigi tegak membagi dua sudut luar tv=

P. Cos2α 2

b.σds α (berdasarkan batang H dan D) ……...…... (III.65)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.66)

Agar sambungan gigi dapat berfungsi dengan baik maka beberapa persyaratan nilai tm dan lm harus terpenuhi.

Syarat nilai tm:


(27)

untuk α > 60°, maka nilai tm ≤ h/6……...…...……...(III.68) dimana h adalah tinggi batang horisontal dan α adalah sudut pertemuan batang H dan batang D. Syarat nilai Lm, Nilai Lm tidak boleh kurang dari 15 cm. tegangan geser ijin τ bergantung dari jenis kayu yang digunakan. sedangkan tegangan

ijin σ

¿

dsa yang terjadi akibat penyimpangan arah beban desak terhadap serat kayu sebesar α diperoleh dari persamaan

σ¿dsa=σ ¿

//−(σ ¿

// - σ ¿

dsa⊥¿)sinα

¿ ……...……...…...

(III.69)

H. Perencanaan Sambungan Takikan

Apabila beban desak yang bekerja sudah cukup besar (> 3 ton), maka sambungan gigi tunggal sudah tidak cocok lagi untuk dipergunakan. alternatif perancangannya adalah dengan menggunakan sambungan gigi rangkap seperti Gambar

Agar sambungan gigi dapat berfungsi dengan baik maka beberapa persyaratan nilai tm dan Lm harus terpenuhi (PKKI 1961)

a) tm2≤ 1/4 h → untuk α ≤ 50°……...……...…...(III.70) tm2≤ 1/6 h → untuk α ≤ 60°……...………...(III.71) tm2≤ 1/6 h → untuk 50°≤ α ≤ 60°……...………...(III.72)

t

m2

=

s

2

cos

α

b

.

σ

¿α ……...……...…...(III.73)

t

m2

=

s

2

cos

2

.0,5

α

b

.

σ

¿0,5α ……...……...…...(III.74)


(28)

c) Lm2 =

S.cosα

τ¿//.b ……...………... (III.76)

d) Lm2 =

S1. cosα

τ¿//.b dan L

m1 harus ≥ 15 cm……...…..……... (III.77)

Pada sambungan gigi rangkap diusahakan agar kedua gigi dibebani gaya yang sama besar atau hanya berbeda sedikit.Bentuk gigi pertama dibuat menurut garis bagi sudut luar β sedangkan gigi kedua dibuat tegak lurus terhadap batang diagonalnya.


(1)

Perencanaan sambungan kayu

Karena alasan geometrik, kontruksi kayu sering kali memerlukna sambungan perpanjangan untuk memperpanjang kayu dan sambungan buhul untuk menggabungkan beberapa batang kayu pada satu buhul atau joint. secara umum, sambunga pada kontruksi kayu dianggap sebagai bagian terlemah karena beberapa hal.

1. Terjadi pengurangan luas tampang

Pemasangan alat sambung seperti baut, pasak, dan gigi akan mengurangi luas efektif penampang kayu yang disambung sehigga kuat dukung batangnya akan lebih rendah bila dibandingkan denga batang yang berpenampang penuh.

2. Terjadi penyimpangan arah serat

Pada suatau buhul sering kali terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang, tetapi tidak sejajar serat dengan batang yang lain. karena kekuatan kayu yang tidak sejajar serat lebih kecil dari pada yang sejajar serat, maka kekuatan sanbungan harus didasarkan pada kekuatan kayu yang tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil sehingga mudaah pecah apabila beberapa alat sambung dipasang berdekatan. oleh karena itu beberapa jenis alat sambung mensyaratkan jarak antar alat sambung minimal agar kayu terhindar dari kemungkinan pecah, dengan adanya ketentuan jarak anatar alat sambung maka luas efektif sambungan (luas yang dapat digunakan untuk penempatan alat sambung) kan berkurang dengan sendirinya.

F. Perencanaan Sambungan Tarik

Keuntungan yang didapat dari alat sambung baut adalah: kuat dukung alat sambung baut untuk gaya tarik maupun gaya desak tidak berbeda dan alat sambung baut dapat berfungsi dengan baik walaupun pada sambungan


(2)

tampang banyak (sambungan dengan jumlah tampang lebih dari satu). Didalam pemasangannya, pembuatan lubang baut dengan bor tangan sehigga dapat lebih cepat.

Berdasarkan jumlah dan susunan kayu yang sambung, jenis sambungan kayu dapat dibedakan atas ; sambungan tampang satu, tampang dua, dan tampang empat.

Tabel II.1. Rumus perhitungan kekuatan satu baut (BJ-37)

Golonga

n jenis sambungan

kayu tampang atu Tampang dua

I

P = 50. d. b.(1-0,6 sinα) P = 125.d.b1.(1-0,6.sin α) P = 240.d².(1-0,35.sin α) P = 250.d.b2.(1-0,6.sin α) P = 480.d².(1-0,35.sin α)

II

P = 40. d. b.(1-0,6 sinα) P = 100.d.b1.(1-0,6.sin α) P = 215. d². b.(1-0,35 sinα) P = 200.d.b2.(1-0,6.sin α) P = 430.d².(1-0,35.sin α)

III

P = 25. d. b.(1-0,6 sinα) P = 600.d.b1.(1-0,6.sin α) P = 170. d². b.(1-0,35 sinα) P = 120.d.b2.(1-0,6.sin α) P = 340.d².(1-0,35.sin α)

Kekuatan baut (P) yang terpakai nilai P yaitu paling kecil. P memiliki satuan kg, α memiliki satuan derjad, sedangkan lebar kayu samping (b2), lebar kayu utama (b1), dan diameter baut (d) memiliki satuan cm.

Diameter baut yang sering digunakan biasanya antara 3/8 inchi sanpai dengan satu inchi. Konversi satuan untuk berbagai macam diameter baut yang ada diperdagangkan dapat dilihat pada tabel

Tabel.II.2. Diameter baut perdangan

Inci centimeter

3/8 0,95

1/2 1,27

5/8 1,59

3/4 1,91

7/8 2,22

1/1 2,54

PKKI (1961) mensyaratkan hal-hal sebagai berikut didalam penggunaan sambungan baut :


(3)

1) Alat penyambung harus dibuat dari baa dengan BJ 37 atau dari baja yang memiliki kekuatan paling sedikit seperti Bj 37.

2) Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dengan kelonggaran ≤ 1,3 mm 3) Diameter baut minimal ≥ 10 mm (3/8) inchi. Dan jika tebal kayu pada

sambungan tampang satu atau tampang dua ≥ 8 cm, maka diameter baut yang harus dipakai dipakai ≥ 12,7 mm (1/2 inchi)

4) Baut harus disertai cincin-tutup yang tebalnya ≥ 0,3d dan ≤ 5mm dengan diameter cincin adalah 3d, atau jika berbentuk persegi empat maka lebarnya ≥ 3d, dimana d adlah diameter baut.

5) Jika baut digunakan pada kontruksi yang tidak terlindung, maka hitungan kekuatan dikalikan dengan angka 5/6 . jika digunakan pada kontruksi yang selalu basah, maka kekuatannya dikalikan dengan angka 2/3.

6) Jika pada sambungan tampang satu , salah satu batangnya adalah besi atau baja, atau pada sanbungan tampang dua plat-plat penyambungnya terbuat dari besi atau baja maka kekuatan sambunagan dapat ditingkatkan 25% 7) Jika gaya yang didukung oleh sanbungan adalh gaya sementara, maka

kekuatan sambungan baut dapat ditingkatkan 25%

8) Jumlah baut dalam dalam sebuah sambungan minimal adalah 2 buah. Karena beban yang didukung cukup besar, maka biasanya diperluan lebih dari pada satu baut. Oleh karena itu perlu direncanakan susunan pemasangan baut, penentuan jaara anatar baut sehingga kayu yang disambung tidak pecah akibat terlalu rapatnya jarak baut.

Syarat-syarat jarak anaatr baut berdasarkan Peraturan Kontruksi Kayu Indonesia (1961) adalh sebagai berikut:

Arah gaya sejajar dengan arah serat kayu

G. Perencanaan Sambungan Tekan

1. Sambungan Gigi tunggal


(4)

tv=P. Cos α

b.σds// (berdasarkan batang H)……...………...

(III.59)

 

ds v

b. Cos P.

t 

(berdasarkan batang D)……...………...(III.60)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.61)

a.2). Sambungan gigi tegak lurus batang horisontal

tv=P. Cos α

b.σds α (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.62)

tv=P. Cos α

b.σdsα (berdasarkan batang D) ……...………...

(III.63)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.64)

a.3). Sambungan gigi tegak membagi dua sudut luar

tv=

P. Cos2α 2

b.σds α (berdasarkan batang H dan D) ……...…...

(III.65)

lm=P. Cos α

b.τ¿ (berdasarkan batang H) ……...………...

(III.66)

Agar sambungan gigi dapat berfungsi dengan baik maka beberapa persyaratan nilai tm dan lm harus terpenuhi.

Syarat nilai tm:


(5)

untuk α > 60°, maka nilai tm ≤ h/6……...…...……...(III.68) dimana h adalah tinggi batang horisontal dan α adalah sudut pertemuan batang H dan batang D. Syarat nilai Lm, Nilai Lm tidak boleh kurang dari 15 cm. tegangan geser ijin τ bergantung dari jenis kayu yang digunakan. sedangkan tegangan

ijin σ

¿

dsa yang terjadi akibat penyimpangan arah beban desak terhadap serat kayu sebesar α diperoleh dari persamaan

σ¿dsa=σ

¿

//−(σ

¿

// - σ

¿

dsa⊥¿)sinα

¿ ……...……...…...

(III.69)

H. Perencanaan Sambungan Takikan

Apabila beban desak yang bekerja sudah cukup besar (> 3 ton), maka sambungan gigi tunggal sudah tidak cocok lagi untuk dipergunakan. alternatif perancangannya adalah dengan menggunakan sambungan gigi rangkap seperti Gambar

Agar sambungan gigi dapat berfungsi dengan baik maka beberapa persyaratan nilai tm dan Lm harus terpenuhi (PKKI 1961)

a) tm2≤ 1/4 h → untuk α ≤ 50°……...……...…...(III.70)

tm2≤ 1/6 h → untuk α ≤ 60°……...………...(III.71)

tm2≤ 1/6 h → untuk 50°≤ α ≤ 60°……...………...(III.72)

t

m2

=

s

2

cos

α

b

.

σ

¿α ……...……...…...(III.73)

t

m2

=

s

2

cos

2

.0,5

α

b

.

σ

¿0,5α ……...……...…...(III.74)


(6)

c) Lm2 =

S.cosα

τ¿//.b ……...………...

(III.76)

d) Lm2 =

S1. cosα

τ¿//.b dan L

m1 harus ≥ 15 cm……...…..……...

(III.77)

Pada sambungan gigi rangkap diusahakan agar kedua gigi dibebani gaya yang sama besar atau hanya berbeda sedikit.Bentuk gigi pertama dibuat menurut garis bagi sudut luar β sedangkan gigi kedua dibuat tegak lurus terhadap batang diagonalnya.