4 Lebih  lagi,  tindakan  ini  bahkan  dianggap  mengacuhkan  Undang-Undang
Tentang Pers Tahun 1999, yang menjamin tentang kebebasan pers
7
. Mendasarkan  pada  pemaknaan  dan  penerapan  masing-masing  peraturan
perundang-undangan  yang  saling  memihak  pada  masing-masing  pihak,  baik pada pihak pers maupun pada pihak yang diberitakan oleh pers inilah, penelitian
ini  dilaksanakan.  Artinya  pada  satu  sisi,  pers  diberikan  hak  untuk  secara  bebas mengeluarkan  pendapatnya,  namun,  pada  disi  lain,  pers  juga  terikat  dengan
peraturan bahwa kebebasannya tetap ditaruh dalam kaidah-kaidah menghormati hak-hak  orang  lain  yang  diberitakannya,  termasuk  pemberitaan  tentang
seseorang  yang  diduga  terlibat  dalam  kasus  korupsi.  Dalam  hal  ini,  maka pertanyaannya  adalah  apakah  pemberitaan  kasus  korupsi  melalui  media  pers
telah  diikuti  dengan  tanggungjawab  untuk  menghormati  hak-hak  orang  yang diberitakan,  sebagaimana  diatur  dalam  hukum  positif  Indonesia.  Dengan
demikian,  maka  judul  penelitian  ini  adalah:
“Peran Pers dalam Pemberitaan Tentang Korupsi dari Perspektif Hak Asasi Manusia”.
B. Latar Belakang Masalah
Mengabarkan  atau  memberikan  atau  menyampaikan  informasi  dari  satu pihak ke pihak lain, jika disampaikan ke pihak yang menerima informasi sesuai
dengan  informasi  dari  pihak  yang  memberikan  informasi  tersebut,  maka  itu
7
Emma  Walters  dan  Alex  Johnson  dalam  Christoper  Warren,  2005.  Dekriminalisasi  Pasal  Pidana Pencemaran Nama Baik: Sebuah Acuan Kampanye IFJ untuk Menghapuskan Pasal Pidana Pencemaran
Nama  Baik:  International  Federation  of  Journalists:  diterjemahkan  Chirstine  Tjandraningsih,  Aliansi Jurnalis Independen AJI. Diakses pada tanggal 4 November 2013 pk 23.30 WIB.
5 adalah  tugas  yang  patut  diapresiasi  dan  dihargai.  Dengan  kata  lain,  dalam
memberikan  informasi  apalagi  informasi  tersebut  terkait  dengan  fakta,  maka, opini  atau  interpretasi  terhadap  informasi  yang  hendak  disampaikan  itu
sepatutnya  dihindarkan.  Hal  ini  dilakukan  agar  tidak  menimbulkan  kekeliruan interpretasi kebenaran informasi yang diterima pihak yang menerima informasi.
Dalam  konteks  ini,  maka  peran  si  medium  atau  penyalur  informasi  menjadi sentral dan penting. Oleh karenanya, si penyalur informasi terikat dengan aturan-
aturan  yang  dapat  disebut  sebagai  kode  etik  ataupun  peraturan  perundang- undangan yang lain.
Kode  etik  atau  peraturan  perundang-undangan  yang  lain,  tidak dimaksudkan  untuk  membatasi  kebebasan  si  penyampai  informasi,  tetapi  itu
lebih  bersifat  agar  kebenaran  suatu  informasi  dapat  dipertanggungjawabkan ketepatan dan keakuratannya. Terkait dengan pemberitaan tentang korupsi, maka
sepatutnya  pers  sebagai  si  pemberi  informasi,  dalam  pemberitaannya  yang disampaikan kepada masyarakat luas, benar-benar mengacu dari sumber-sumber
yang  memiliki  wewenang  untuk  menetapkan  seseorang  terlibat  dalam  korupsi. Sudah  jelas,  sumber  tersebut  adalah  pengadilan  danatau  putusan  pengadilan.
Meskipun  seringnya  dalam  proses  penyidikan,  atau  dalam  temuan-temuan  lain, ada  bukti-bukti  yang  dapat  mengarah  pada  pembentukaan  dugaan  tentang
seseorang melakukan korupsi, namun sepatutnya bukti yang sepotong-sepotong tidak  diinterpretasi  sebagai  hasil  akhir  bahwa  benar  seseorang  melakukan
tindakan  korupsi.  Atau,  dugaan-dugaan  yang  diperlakukan  seolah  kesimpulan,
6 sepatutnya  dihindari.  Sebab,  jika  hal  ini  dipahami  demikian,  dan  disampaikan
kepada  masyarakat,  maka  masyarakat  akan  membuat  kesimpulan  sebagai  fakta yang sesungguhnya benar
8
. Akibatnya, kerugian materiil maupun imateriil pada seseorang  yang  terberitakan  dengan  cara  seperti  demikian,  tidak  dapat
dihindarkan. Sudah  beragam  kasus  yang  dilakukan  oleh  pers  yang  dalam
pemberitaannya,  sering  mencampur  adukan  antara  kebenaran  faktual  dan interpretasi sepotong pada fakta dan membangun dugaan sendiri terhadap fakta
itu,  namun  memperlakukannya  layaknya  sebuah  kebenaran  faktual.  Dalam pemberitaan  yang  dilakukan  majalah  Times  terhadap  mantan  Presiden  Repulik
Indonesia,  Soeharto  misalnya,  hanya  karena  berpegang  pada  sepotong  fakta bahwa  beliau  pernah  memimpin  Indonesia  dalam  kurun  waktu  tertentu,  pada
sampul  depa n  Majalah  Time  dimuat:  “SUHARTO  INC.  How  Indonesia’s
longtime boss built a family fortune terjemahan bebas: Perusahaan SUHARTO “Bagaimana pimpinan Indonesia sekian lama membangun kekayaan keluarga”
9
. Memang, kegiatan-kegiatan melakukan pemberitaan merupakan hak-hak
setiap  warga  negara,  termasuk  juga  hak  para  jurnalis,  dimana  hak  tersebut dijamin  dalam  Pasal  28E  ayat  2  dan  ayat  3  UUD  1945  yang  berbunyi:  2
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan  sikap,  sesuai  dengan  hati  nuraninya,  dan  3  Setiap  orang  berhak  atas
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
8
Harahap.  M.  Yahya,  S.H.  Pembahasan  Permasalahan  dan  Penerapan  KUHP.  Pemeriksaan  Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Sinar Grafika. Jakarta. 2009.
9
Putusan Pengadilan MA Nomor: 3215 KPDT2001.
7 Selain  itu,  hak  warga  negara  termasuk  pers  yang  perlu  dilindungi,  juga
diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu dalam Pasal 14  ayat 1 dan 2, yaitu: 1 “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi  yang  diperlukan  untuk  mengembangkan  pribadi  dan  lingkungan sosialnya; dan 2 “Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan  dan  menyampaikan  informasi  dengan  menggunakan  sejenis  sarana yang  tersedia
10
”.  Namun,  hak-hak  itu  juga  dibatasi,  sebagaimana  tercantum dalam Pasal 28J ayat 2 UUD 1945  yang berbunyi: “Dalam menjalankan hak
dan  kebebasannya,  setiap  orang  wajib  tunduk  kepada  pembatasan  yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan  serta  kehormatan  dan  kebebasan  orang  lain  dan  untuk  memenuhi tuntutan  yang  adil  sesuai  dengan  pertimbangan  moral  nilai-nilai  agama
keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masayarakat demokratis”. Dengan
demikian,  pembatasan  itu  semata-mata  dilakukan,  karena  empat  bertimbangan berikut:  1  dilakukan  semata-mata  untuk  menjamin  pengakuan  serta
penghormatan  atas  hak  dan  kebebasan  orang  lain;  2  dilakukan  untuk memenuhi  tuntutan  yang adil;  3 dilakukan dengan pertimbangan moral,  nilai-
nilai  agama,  keamanan  dan  ketertiban  umum;  4  dilakukan  untuk  membentuk suatu  masyarakat  yang  demokratis
11
.  Berdasarkan  peraturan  perundang-
10
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Pers
11
Prof.  Dr.  Jimly  Asshiddiqie,  S.H.  Meningkatkan  Perlindungan  Terhadap  Semua  Simbol  dan  Pejabat Negara  di  Era  Keterbukaan  dan  Demokrasi:  Naskah  Pengantar  dalam  Roundtable  Disucssion  RTD
Kajian  Aktual  dengan  tema  “Konsistensi  Penegakan  Supremasi  Hukum  untuk  Melindungi  Semua Simbol  dan  Pejabat  Negara  Guna  Meningkatkan  Kewibawaan  Lembaga-
Lembaga  Negara”  yang
8 undangan,  pembatasan  tentang  hak  dan  kebebasan  berbicara  pada  pers  diatur
dalam  Pasal  5  Undang- Undang  No  40  Tahun  1999  Tentang  Pers  yaitu  “Pers
nasional  wajib  memberitakan  peristiwa  dan  opini  dengan  menghormati  norma- norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.
Aturan  lain  yang  mengikat  kebebasan  berpendapat  pers  diatur  dalam  kode  etik jurnalistik  pasal  3  tentang  kode  etik  jurnalistik  yaitu:  “Wartawan  Indonesia
selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta mener
apkan asas praduga tak bersalah”. Sebenarnya,  dalam  konteks  membuka  serta  menyebarluaskan  kasus-
kasus kejahatan, termasuk kasus korupsi agar diketahui oleh setiap orang  secara individual  maupun  lembaga  yang  memiliki  hak  atas  informasi,  yang  kemudian
menjadi  pelajaran  bagi  mereka,  kehadiran  pers  dengan  pemberitaannya  sangat dibutuhkan.  Hal ini disebut demikian karena beberapa hal: 1 pembuatan secara
teratur tentang berita-berita kejahatan akan mendapatkan ganjaran hukuman dan merupakan  pendidikan  bagi  masyarakat,  bahwa  kejahatan  tidak  dapat  ditutupi
dan suatu saat akan terbongkar; 2 berita kejahatan sering menjadi bahan untuk mengejar si pelaku. Dalam kasus pembunuhan atau penculikan misalnya, pelaku
pembunuhan  atau  penculik  yang  melarikan  diri  banyak  membantu  polisi menangkap  si  penjahat  atas  bantuan  masyarakat  yang  mengenalinya,  karena
mengetahui  informasinya  lewat  berita;  3  dalam  konteks  pemeriksaan persidangan,  dari  sisi  pelaku  dengan  dilakukannya  pemberitaan,  banyak
diselenggarakan oleh Lembaga Pertahanan Nasionala Lemhanas pada Kamis, 8 April 2010 di Jakarta. Diakses pada tanggal 5 November 2013. Pkl 20.18 WIB.
9 membantu  melindungi  pelaku  sekiranya  terjadi  penyalahgunaan  kekuasan  oleh
penegak hukum
12
. Kebutuhan  akan  informasi  oleh  masyarakat,  mendapat  ruangnya  karena
didukung  dengan  hak  tentang  kebebasan  berbicara  dan  berpendapat  yang diberikan kepada semua warga negara, termasuk para insan pers. Namun begitu,
ruang  kebebasan  berbicara  dan  berpendapat  dikurangi  oleh  penghormatan terhadap  hak-hak  orang  lain.  Disinilah  pers  memainkan  peranan  krusial.  Pada
satu sisi, pers adalah lembaga yang diberikan kebebasan menyuarakan informasi fakta  tentang  kejadian-kejadian,  termasuk  korupsi,  ataupun  memberikan
tanggapan-tanggapan  opini  pada  kejadian-kejadian  tersebut,  bahkan  dapat melakukan  penelusuran  investigasi  untuk  membuktikan  kebenaran  kejadian-
kejadian  itu,  namun  pada  sisi  lain,  dalam  memberitakannya  pers  diharuskan menghormati  hak  setiap  orang  yang  terlibat  dalam  kejadian-kejadian  itu;
diantaranya adalah hak untuk menghormati dan menjaga nama baik setiap orang itu.
C. Rumusan Masalah