1
BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Korupsi sesungguhnya bukan fenomena baru. Meskipun begitu, di Indonesia, korupsi menjadi topik yang menarik perhatian hampir semua
kalangan, karena hampir semua pelaku yang terjerat korupsi adalah para pejabat publik negara ini, atau orang-orang yang memiliki pengaruh di negara ini, dan
itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional. Di Indonesia, terungkapnya kasus-kasus korupsi, tidak lepas dari peran
berbagai pihak mulai dari lembaga negara seperti KPK, hingga pers. Melalui pers, pemberitaan tentang korupsi menjadi selalu up to date, bahkan diberitakan
hingga siapa pelaku korupsi itu sendiri. Namun demikian, dalam pemberitaannya, pers juga terikat dengan aturan hukum yaitu pada Pasal 5 ayat
1 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers yaitu: “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama
dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah
1
. Aturan hukum ini, kemudian dalam kalangan internal jurnalis diatur lagi dalam kode etik
jurnalistik, secara khusus pada pasal 3 tentang kode etik jurnalistik yaitu: wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
1
UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
2 tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah
2
. Karena korupsi adalah fakta, maka terkait dengan pemberitaan pada
kasus-kasus korupsi, itu berarti bahwa dalam memberitakannya, pers perlu membedakan secara tegas antara opini dan fakta-fakta. Hal ini dilakukan agar
dalam pemberitaannya, pers tetap pada jalur peraturan perundangan-undangan, juga kode etik jurnalistik yaitu menerapkan asas praduga tak bersalah pada
pihak-pihak yang menjadi pemberitaannya. Itu artinya, dalam pemberitaan tentang korupsi dan pelaku-pelakunya, pers perlu melakukan chek and rechek
kebenaran berita-berita tersebut, pada lembaga yang memiliki wewenang mengungkap danatau memutuskan kasus korupsi itu. Jika tidak demikian, itu
berarti pers telah melanggar tiga hukum sekaligus yaitu kode etik pers itu sendiri, Pasal 6 huruf b dan c UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, yaitu
menegakkan Hak Asasi Manusia dan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat dan akurat, serta Pasal 18 ayat 1 UU Nomor
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusi a, yaitu: “Setiap orang yang
ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara
sah dalam suatu pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang
2
Kode Etik Jurnalistik. Diakses pada tanggal 4 November 2013 pk 20.33 WIB.
3 diperlakukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan
3
”. Meskipun terikat dengan hukum dalam melakukan pemberitaan, tidak
jarang pers melakukan pelanggaran terhadap hukum yang mengikatnya. Pada tahun 2001, mantan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, melaporkan majalah
Times atas pemberitaannya yang isinya mencemarkan nama baik beliau dan keluarganya
4
. Pada tahun 2006, Tommy Winata melaporkan majalah harian Tempo, karena pemberitaannya yang merugikan dirinya
5
. Atas pelanggaran- pelanggaran ini, tidak jarang para jurnalis diajukan ke pengadilan, baik dijerat
dengan kasus perdata bahkan pidana. Di Indonesia, para jurnalis yang melanggar hukum-hukum yang berkaitan dengan kehormatan, nama baik serta dianggap
menuduh seseorang dapat disanksi dengan pidana Pasal 310 Ayat 1 KUHP
6
. Dari sudut pandang para jurnalis, pengaduan seseorang karena merasa
telah diberitakan tidak sesuai dengan fakta tentang dirinya, pada satu sisi dapat mendorong penyensoran diri dan berpotensi menimbulkan ketakutan di dalam
komunitas media secara menyeluruh. Disamping itu, menghukum para jurnalis karena pemberitaannya yang dianggap tidak berimbang, dengan ancaman
pidana, maka kebebasan, penghasilan serta karir sang wartawan akan terenggut.
3
UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak-hak Asasi Manusia
4
Putusan Pengadilan MA Nomor: 3215 KPDT2001.
5
Putusan Pengadilan MA Nomor : 2242KPDT2006.
6
Eriyanto dan Anggara, 2007. Kebebasan Pers dalam Rancangan KUHP: Aliansi Jurnalis Independen –
Aliansi Nasional Reformasi KHUP dan DRSP – USAID.
4 Lebih lagi, tindakan ini bahkan dianggap mengacuhkan Undang-Undang
Tentang Pers Tahun 1999, yang menjamin tentang kebebasan pers
7
. Mendasarkan pada pemaknaan dan penerapan masing-masing peraturan
perundang-undangan yang saling memihak pada masing-masing pihak, baik pada pihak pers maupun pada pihak yang diberitakan oleh pers inilah, penelitian
ini dilaksanakan. Artinya pada satu sisi, pers diberikan hak untuk secara bebas mengeluarkan pendapatnya, namun, pada disi lain, pers juga terikat dengan
peraturan bahwa kebebasannya tetap ditaruh dalam kaidah-kaidah menghormati hak-hak orang lain yang diberitakannya, termasuk pemberitaan tentang
seseorang yang diduga terlibat dalam kasus korupsi. Dalam hal ini, maka pertanyaannya adalah apakah pemberitaan kasus korupsi melalui media pers
telah diikuti dengan tanggungjawab untuk menghormati hak-hak orang yang diberitakan, sebagaimana diatur dalam hukum positif Indonesia. Dengan
demikian, maka judul penelitian ini adalah:
“Peran Pers dalam Pemberitaan Tentang Korupsi dari Perspektif Hak Asasi Manusia”.
B. Latar Belakang Masalah