Keterkaitan Rule 201 dengan penentuan Lex Causae Ruang lingkup skopa Rule 201 Pasal 2 poin a

hakim terkait perkara. Pada putusan jelas dikemukakan bahwa Rule 201 yang mana akan memberikan bimbingan pedoman guidance pada the applicable law dalam hal ganti-rugian restitusi bahwa akan menegaskan hukum yang tepat untuk diberlakukan terkait dengan perjanjian obligation. Dengan demikian, melihat betapa pentingnya kaedah dalam Rule 201 maka pada subjudul berikutnya akan dibahas mengenai keterhubungannya dengan bagaimana penentuan lex causae.

a. Keterkaitan Rule 201 dengan penentuan Lex Causae

Sebelumnya telah dibahas mengenai isi dari Rule 201 berkaitan dengan suatu justifikasi dalam penentuan lex causae pada perkara terkait. Di sini akan dijelaskan bagaimana keterkaitan Rule 201 sehingga digunakan sebagai acuan dalam menentukan hukum yang diberlakukan. Jelas perihal paling utama yaitu kaitannya dengan penentuan lex causae bahwa dalam Rule 201 terdapat kaedah yang berhubungan dengan ganti kerugian dalam hal akan menegaskan hukum yang tepat untuk digunakan lex causae dilihat dari perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud ialah mengenai isi dari Rule 201, apakah itu mengenai kewajiban yang timbul dari kontrak, mengenai benda tak bergerak, atau terkait perbuatan hukum yang timbul dalam situasi dan kondisi yang lain in any other circumstances.

b. Ruang lingkup skopa Rule 201 Pasal 2 poin a

Bahasan tentang ruang lingkup Rule 201 a yang bunyinya: “If the obligation arises in connection with a contract, its proper law is the proper law of the contract ”, merupakan salah satu hal pokok yang perlu dijelaskan. Penjelasan yang nantinya akan memberikan gambaran tepat tidaknya jika digunakan sebagai acuan dalam penentuan lex causae. Dalam hal ini akan digambarkan skopa kaedah pada Rule 201 2 a yang adalah batasan sehingga disandingkan dengan kesesuaian berkaitan dengan perkara khususnya perbuatan hukum di dalamnya. Pada putusan yang bersangkutan dinyatakan ruang lingkup skopa batasan Rule 201 2 a menurut Dicey Morris bahwa: Although the obligation to restore an unjust benefit does not arise from a contract, it may, and very frequently does, arise in connection with a contract. This is the case where a party seeks to recover money paid pursuant to an ineffective contract, eg by reason of a total failure of consideration or as a repayment of money paid under an illegal contract or where he claims a quantum meruit for work done or services rendered under a contract which turned out to be void. In all these and similar cases, it is submitted that the existence and the scope of the obligation to restore the benefit are governed by the law which governs the contract, or by what would have been the governing law of the contract, if it had been validly concluded. 4 Berangkat dari pernyataan tersebut, juga argumen dalam putusan, jelas tidak mungkin untuk mengatakan bahwa pengembalian hasil suap termasuk dalam kategori pengembalian uang yang terbayarkan 4 Putusan Kartika Ratna Thahir v PT Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara Pertamina, Suit No: CA 204 1992, poin. 33. menurut sebuah kontrak yang tidak efektif ineffective contract atau dalam hal ini menyangkut kasus bersangkutan.

2. Kasus-kasus Pendukung precedent yurisprudensi menentukan lex