KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDAR LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

(1)

KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDAR

LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

Oleh ADI WAHYU

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Permasalahan yang dikaji oleh penulis adalah Bagaimanakah koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya dan Apa faktor penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

Metode pendekatan diterapkan dengan meliputi pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sedangkan pengolahan data yang diperoleh dengan cara seleksi, klasifikasi, dan sistematisasi data. Data hasil pengolahan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode induktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan bahwa Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya, yaitu: Koordinasi Formal meliputi Mengadakan inspeksi untuk memeriksa kondisi obat dan makanan yang beredar di lingkungan masyarakat, melakukan pemeriksaan sampel dan uji laboratorium. Hal ini diperlukan untuk meneliti lebih jauh obat dan makanan yang ditemukan di lingkungan masyarakat tersebut mengandung bahan yang berbahaya atau tidak, selain itu memastikan bahan yang terkandung di dalam obat dan makanan itu tidak melanggar ketentuan yang telah ada, dan menindaklanjuti pemberian sanksi,


(2)

penghambat yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu ada faktor undang-undangnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

Adapun saran yang diberikan adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepolisian Polda Lampung dapat lebih meningkatkan koordinasi untuk lebih mengawasi peredaran obat dan makanan berbahaya di lingkungan masyarakat. Dengan mengajak masyarakat lebih waspada dan melaporkan kepada instansi terkait ditemukan makanan dan obat yang berbahaya, hendaknya memberikan sanksi yang maksimum.


(3)

OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

Oleh

ADI WAHYU

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(4)

OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

(Skripsi)

Oleh ADI WAHYU

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koordinasi... 18

B.Tinjauan Umum tentang Kepolisian Republik Indonesia... 20

C.Tinjauan Umum tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)... 25

D. Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana... 36

E. Pengertian Obat dan Makanan... 41

F. Ketentuan Pidana Terhadap Obat dan Makanan Berbahaya ... 45

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 47

B. Sumber dan Jenis Data ... 48

C. Penentuan Responden... 51

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 51


(6)

B. Gambaran Umum Kasus Tindak Pidana Peredaran Obat dan

Makanan Berbahaya...……….. 55 C. Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung dalam berkoordinasi

untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya... 60 D. Faktor Penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung Dan Balai

Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung Untuk Memberantas Peredaran Obat Dan

Makanan Berbahaya.……….………...………... 70

V PENUTUP

A. Simpulan ... 78 B. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA


(7)

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”


(8)

(9)

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayahNYA, maka dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan, do’adan jerih payahku, aku persembahkan sebuah karya ini kepada :

Papa dan Mama

yang selalu kuhormati, kubanggakan, kusayangi, dan kucintai sebagai rasa baktiku kepada kalian

Terima kasih untuk setiap pengorbanan kesabaran, kasih sayang yang tulus serta

do’a demi keberhasilankuselama ini

Seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi dan dukungan dalam bentuk apapun


(10)

(11)

Nama lengkap dari penulis adalah Adi Wahyu, penulis dilahirkan di Natar 22 Agustus 1993. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan bapak Rusdi A.Z. dan ibu Hartati A.C. Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Pertiwi Bandar Lampung pada tahun 1998, Penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SDN 2 Rawa Laut Bandar Lampung pada tahun 1999 hingga tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Kartika Jaya II-2 Bandar Lampung pada tahun 2005 hingga tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Utama 2 Bandar Lampung pada tahun 2008 hingga tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2011.


(12)

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolongannya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang penulis alami dalam proses pengerjaan, namun penulis berhasil menyelesaikan dengan baik. Skripsi ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan judul : KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPPOM) BANDAR LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

Penulis menyadari selesainya skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(13)

membimbing dan mengarahkan penulis selama penyelesaian skripsi.

5. Bapak Dr. Maroni,S.H., M.H., selaku Pembahas Pertama dan Bapak Daman Huri, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua yang telah banyak memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam pemyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., selaku Dosen narasumber terimakasih banyak atas masukannya dan menerima saya dengan sangat baik dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa serta seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dalam proses akademik dan kemahasiswaan atas bantuan selama penyusunan skripsi.

8. Bapak AKBP H.Azhari, S.H.,M.H., selaku Kabag BINOPSNAL terimakasih telah menerima saya dengan baik dan menjadi narasumber saya untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak Drs. Sumaryanta, Apt.,M.Si. selaku Kepala Balai Besar Pom, terimakasih telah menerima saya dengan baik untuk penyelesaian skripsi ini. 10. Bapak Drs. Zamroni, Apt. selaku KA. Sub. Bag. Tata Usaha dan staf

terimakasih telah menerima saya dengan baik..

11. Bapak Drs. Ramadhan, Apt. selaku KA. Bid. Pemeriksaan dan Penyidikan, terimakasih telah menerima saya dengan baik dan menjadi narasumber dalam penyelesaian skripsi ini.


(14)

pemikiran serta selalu mendukung tingkah laku dan tindakanku.

13. Sahabat-sahabat seperjuanganku: Tomy Hidayat, Fietra Albajuri, Aminullah, Akbar, Amir, Deny, Andrian Rizki Pratama, Harry Satya, Hendra Ari Saputra, Dery Greastyan, Afri Ishadi, M. Eka Prasetya, Yulio Caesar, Triadi Andani, Byu MJ, Tara, Izul. Rizki Andrean.

14. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah menghantarkanku menuju keberhasilan.

15. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan dalam penyusunan skrisi ini, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi agama, masyarakat, bangsa dan negara, para mahasiswa, akademisi, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Bandar Lampung, 29 Oktober 2015 Penulis,


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi danentry barrier (hal-hal yang menghalangi suatu perusahaan masuk ke bidang usaha tertentu)1 yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Tentu hal ini diperlukan pengawasan Kepolisian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam mencegah dan memberantas obat dan makanan berbahaya. Peran dan fungsi Polri dalam pencegahan peredaran obat dan makanan berbahaya tidak hanya dititik beratkan kepada penegakan hukum tetapi juga kepada pencegahan penyalahgunaan peredaran obat dan makanan berbahaya. Seperti tercantum dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri, Kamtibmas didefinisikan sebagai :

1

http://www.proweb.co.id/articles/manajemen/barrierentry.htmldiakses pada tanggal 14 Agustus 2015 Pukul 9.00 Wib.


(16)

“suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkanmasyarakat.”

Sangatlah jelas bahwa penegakan hukum merupakan salah satu bagian dari tugas tersebut. Penjelasan tersebut juga menegaskan kembali apa yang sebenarnya menjadi tugas kepolisian, yaitu tugas preventif atau melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dan kejahatan atau juga memelihara ketertiban (order maintenance) dan tugas represif yaitu melakukan penegakan hukum (law enforcement). Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan berdasarkan Keputusan Presiden RI No.103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, tugas, kewenangan, susunan Organisasi Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden RI No.64 Tahun 2005 mempunyai tugas dan fungsi yaitu Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan, Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan, koordinasi kegiatan fungsional dalam melaksanakan tugas BPOM, dan Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan.

Seiring konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus meningkat, Data Statistik Indonesia memperlihatkan bahwa dari tahun 2012 hingga tahun 2013 sampai 2014, rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dari sebesar Rp. 461.356,- per bulan pada


(17)

tahun 2012 meningkat sebesar 9,56 persen pada tahun 2013 dan 2014 menjadi Rp. 505.461,- per bulan.

Keberhasilan ekonomi Indonesia sebenarnya bisa juga dilihat dari pendapatan per kapita ini meskipun pendekatannya dari sisi pengeluaran, tetapi inilah salah satu ukuran riil mengenai besarnya pendapatan per kapita tersebut sekaligus menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan pembangunan pro-rakyat. Kemudian kalau dilihat menurut kelompok barang, pengeluaran per kapita yang meningkat tersebut memperbesar proporsi pengeluaran untuk barang makanan. Pada tahun 2012, besarnya rata-rata pengeluaran untuk barang non-makanan mencapai Rp 189.107,- atau sebesar 40,99 persen terhadap total pengeluaran per bulannya. Proporsi tersebut terlihat masih bertahan pada angka 40 persen di tahun 2013 kemarin dengan besar rata-rata pengeluaran per kapita untuk barang non-makanan mencapai Rp 206.349,- per bulan. Kondisi tersebut dapat kita lihat sekilas dalam keseharian masyarakat Indonesia, penjual makanan dimana-mana tetap laris, produk makanan pun semakin banyak, beragam, serta terbungkus rapi dan memikat pembeli.2

Dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada

2

http://www.kompasiana.com/jokoade/tanda-tanda-pergeseran-pola-konsumsi-masyarakat-indonesia_54f3fe057455137e2b6c85badiakses pada tanggal 14 Agustus 2015 Pukul 21.00 Wib


(18)

realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.3

Kasus-kasus peredaran obat dan makanan berbahaya saat ini sudah masuk taraf yang menghawatirkan bagi para konsumen yang membelinya maupun mengonsumsinya karena merugikan secara kesehatan pada tubuh dan membohongi kosumen tersebut. Seperti contoh kasus Makanan kadaluarsa beredar di swalayan. Setelah menemukan buah-buahan mengandung formalin, kali ini Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) Bandar Lampung kembali menemukan makanan kadaluarsa dan tanpa izin edar di Supermarket Giant Mall Kartini.4

Kepala Pemeriksaan dan Penyidikan Makanan BPOM Lampung Ramadhan mengatakan, hasil sidak kali ini BPOM kembali menemukan ada makanan yang kadaluarsa, makanan kemasan kaleng yang penyok-penyok diperjualbelikan di swalayan. “Tim satu menemukan beberapa produk tanpa izin edar dan ekspire yang ditemukan di supermarket Giant kita menemukan produk tanpa izin edar, BPOM meminta swalayan yang memperjualkan produk tanpa memenuhi syarat itu untuk segera memusnahkannya. Jika tidak akan memberi sanksi serius pada swalayan tersebut, ” jelasnya saat melakukan sidak di supermarket Giant Kartini.

3

http://www.pom.go.id/new/index.php/browse/artikel/04-08-2014/04-08-2015/1 diiakses pada tanggal 3 Agustus 2015 pukul 10.00 Wib

4


(19)

BPOM juga menghimbau pada masyarakat untuk jeli dalam membeli dan mengkonsumsi produk, perhatikan masa berlakunya dan kemasannya jika rusak, jelang hari Raya ini biasanya banyak pedagang yang nakal yang sengaja mengeluarkan produk-produk tidak layak kembali dijual, yang harus lebih hati-hati saat memesan parsel semua produk kaleng harus dilihat tanggal kadaluarsa dan bentuk kemasan makanannya. Sementara, Manager Giant, Hery Daryono, mengakui keteledorannya, dan dirinya benar-benar minta maaf atas keteledoran

tersebut.”Saya benar-benar tidak tahu kalau ada barang expired, dan itu murni bukan disengaja, kalau masih ada barang kadaluarsa,”tegasnya singkat.

Bandar Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki wilayah yang relatif luas dan menyimpan potensi kelautan, yang ditandai dengan banyaknya pelabuhan, baik pelabuhan besar seperti Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni, dll. Selain menguntungkan masyarakat, dengan potensi tersebut, Bandar Lampung menjadi sasaran peredaran Obat dan Makanan Ilegal. Untuk itu menurut Roy, dibutuhkan dukungan semua pemangku kepentingan dalam pemberantasan produk illegal yang beresiko bagi kesehatan.

Belum terwujudnya koordinasi yang maksimal antara Keopolisian dan BBPOM Bandar Lampung dalam memberantas obat dan makanan berbahaya menjadi problem tersendiri yang harus diperbaiki untuk kedepannya, disamping itu juga ditemuinya beberapa faktor penghambat dalam upaya pemberantasan obat dan makanan berbahaya, seperti kekurangan sarana dan prasarana dalam menjalankan tugas, sikap masyarakat yang acuh atau masih lebih mementingkan barang yang murah dan mudah didapat tanpa memperhatikan kualitas barang.


(20)

Penjualan dan peredaran makanan dan obat berbahaya melanggar hukum dan dapat dikenakan Pasal 386 KUHP (1) Barang siapa menjual menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahuinya bahwa itu dipalsukan, sedangkan hal itu disembunyikannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 501 ayat (1) KUHP diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah:

1. Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan membagikan atau menyimpan

untuk dijual atau dibagikan, barang makanan atau minuman yang dipalsukan atau

yang busuk, ataupun air susu dari ternak yang dapat mengganggu kesehatan; 2. Barang siapa menjual, menawarkan,menyerahkan, membagikan daging ternak

yang dipotong karena sakit atau mati dengan sendirinya tanpa izin kelola polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 41 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa harus ada pihak yang bertanggung jawab atas keamanan pangan (produk), jika ternyata menimbulkan kerugian kepada konsumen. Dengan kata lain, memberi pertanggungjawaban adalah kewajiban produsen. Dasar pertanggungjawaban produsen dapat juga dilihat dalam Pasal 41 ayat (4)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 yang mengatur bahwa: ”Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal badan usaha dan atau


(21)

orang dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahannya, maka badan usaha dan atau orang perorangan dalam

badan usaha tidak wajib mengganti kerugian”.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis berusaha untuk menuangkan kedalam skripsi yang berjudul : Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya ?

b. Apa faktor penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup masalah mengambarkan luasnya cakupan lingkup penelitian yang akan dilakukan. Ruang lingkup masalah dibuat untuk mengemukakan batas penelitian dan umumnya digunakan untuk mempersempit pembahasan. Karena


(22)

luasnya cakupan permasalahan yang akan dibahas, maka ruang Lingkup penelitian skripsi ini terbatas pada bidang hukum pidana formil yang termasuk bagian dari kajian Hukum Pidana yang ruang lingkupnya membahas Koordinasi Kepolisian Polda Lampung Dan Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar Lampung Untuk Memberantas Tindak Pidana Peredaran Obat Dan Makanan Berbahaya. Tempat penelitian skripsi ini adalah pada wilayah hukum Polda Lampung dan Badan Pengawas Obat dan Makanan Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka tujuan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui peran Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung dalam koordinasi untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

b. Untuk mengetahui dan memahami faktor penghambat koordinasi Kepolisian Polda

Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:


(23)

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka memberikan penjelasan mengenai Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai

Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya dan faktor penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi

rekan-rekan mahasiswa selama mengikuti program perkuliahan Hukum Pidana khususnya

pada Fakultas Hukum Universitas Lampung dan masyarakat umum mengenai Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya.

D. Kerangka Teoritis dan Koseptual


(24)

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis,kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.5 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.6Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Koordinasi

Koordinasi pada dasarnya adalah kegiatan menyesuaikan diri dari bagian satu sama lain dan gerakan serta pengerjaan bagian pada saat yang tepat, sehingga masing-masing apat memberikan sumbangan yang maksimal pada hasil secara keutuhan. Sedangkan tujuan dari koordinasi adalah mengupayakan agar kinerja setiap unit menjadi teratur, meminimalisir terjadinya kekacauan, sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai.7

Terdapat unsur penting untuk pengertian koordinasi, yakni pertama, suatu kelangsungan, keharmonisan, untuk mencapai tujuan, yang dapat dicapai melalui kepemimpinan, organisasi dan administrasi. Kedua, penyusunan usaha-usaha kelompok di dalam suatu kelangsungan dan keteraturan sikap sehingga menciptakan kesatuan tindakan dalam penguasaan tercapainya tujuan bersama.8

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Press, 1986, hlm. 125. 6

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 73.

7

Nugroho Eko Bintoro,Pengantar Manajemen Modern,Jakarta, Rajawali Pers, 2006, hlm. 23. 8


(25)

Koordinasi merupakan usaha mengadakan kerjasama yang erat dan efektif antara aparat penegak hukum. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan sesuai dengan lingkup dan arah sebagai berikut:

1) Koordinasi Menurut Lingkupnya

Koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari internal dan eksternal. Internal adalah koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam satu organisasi dan eksternal yaitu koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar organisasi.

2) Koordinasi Menurut Arahnya

Koordinasi menurut arahnya terdiri dari horizontal dan vertical. Horizontal yaitu koordinasi antar pejabatatau antar unit yang mempunyai tingkat hierarki yang sama

dalam suatu organisasi dan agar pejabat dari organisasi-organisasinya yang sederajat atau organisasi yang setingkat. Vertikal yaitu koordinasi antara pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat-pejabat atasannya atau unit tingkat atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi induknya.9

Koordinasi dengan konteks pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi koordinasi formal dan informal, sebagai berikut:

1) Koordinasi Formal

Koordinasi formal adalah koordinasi yang dilaksanakan seara formal atau resmi dan harus mengacu pada ketentuan atau peraturan yang menghubungkan relasi antar kedua organisasi atau lembaga tersebut.

9


(26)

2) Koordinasi Informal

Koordinasi Informal adalah koordinasi yang tidak dilaksanakan secara formal, tetapi bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi secara bersama-sama.10

b. Teori Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Hukum pada hakikatnya adalah perlindungan kepentingan manusia, yang merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. Akan tetapi hukum tidak sekedar merupakan pedoman belaka, perhiasan atau dekorasi. Hukum harus ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakkan. Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, mempunyai arti yang sangat penting, karena apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan hukum itu. Ketertiban dan ketentraman hanya dapat diwujudkan dalam kenyataan kalau hukum dilaksanakan.

Bekerjanya Kepolisian Polda Lampung Dan Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Bandar Lampung dalam Memberantas Tindak Pidana Peredaran Obat Dan Makanan Berbahaya tentunya akan menghadapi berbagai hambatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Soerjono Soekanto bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu, sebagai berikut:

10Ibid,


(27)

1. Faktor hukumnya itu sendiri.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hokum tersebut berlaku atau ditetapkan

5. Faktor kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor ini saling berkaitan satu dengan yang lain sebagai esensi dari penegakan hukum dan tolok ukur efektivitas penegakan hukum, yang dijelaskan di depan.11

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan, dan pedoman dalam penelitian atau penulisan.12 Sumber Konsep adalah undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus, dan fakta/peristiwa. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut:

a. Koordinasi

11

Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.8-10

12


(28)

Kordinasi adalah pengaturan tata hubungan dari usaha bersama untuk memperoleh

kesatuan tindakan dalam usaha pencapaian tujuan bersama pula.13 b. Kepolisian

Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2).

c. Badan Pengawas Obat dan Makanan

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah lembaga

pemerintah yang bertugas melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk

makanan dan obat yang mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan makanan, obat-obatan, kosmetik dan produk lainnya.

d. Tindak Pidana

Tindak Pidana adalah sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa Pidana.14

13

Sondang P. Siagian,Pengantar Studi Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Rajawali Pers,2003, hlm. 13.

14

Sudarto, Hukum Pidana, Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 1990, hlm. 23.


(29)

e. Obat dan Makanan

Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat

dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia Obat dan Makanan adalah obat, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, danpangan olahan.

Obat

adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan

dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulisan menyusun terdiri dari 5 (lima) BAB, yaitu:

I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah dan ruang lingkup, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan pemahaman kedalam pengertian-pengertian umum serta pokok bahasan. Dalam uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai bahan studi perbandingan antara teori yang berlaku dengan kenyataannya yang berlaku dalam praktek.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini merupakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang berisi metode penelitan, sumber dan jenis data, penentuan narasumber, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan uraian mengenai hasil penelitian yang merupakan paparan uraian atas permasalahan yang ada.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan secara singkat hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari peneliti sehubungan dengan masalah yang dibahas, memuat lampiran-lampiran, serta saran-saran yang berhubungan dengan penulisan dan permasalahan yang dibahas


(31)

A. Pengertian Koordinasi

Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi merupakan kegiatan untuk mengimbangi dan menggerakan tim dengan membeikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan ini dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.1

Koordinasi atau dalam bahasa Inggris coordination, berasal dari bahasa latin, yaknicum yang berarti berbeda-beda, dan ordinareyang berarti penyusunan atau penempatan sesuatu pada keharusannya.2 Dalam kamus besar Indonesia, koordinasi diartikan sebagai perihal mengatur suatu organisasi atau kegiatan sehingga peraturan dan tindakan yg akan dilaksanakan tidak saling bertentangan atau simpang siur.

Menurut Ndraha dalam bukunya yang berjudul Kybernology, Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai

1

Malayu SP Hasibuan,Organisasi dan Manajemen,Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hlm. 86. 2

E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung , PT. Remaja Rosdakarya, Tahun. 2011, hlm.131


(32)

kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yangsatu semua kegiatan atau unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yangtelah ditetapkan dan di sisi lain keberhasilan yang satu tidakmerusak keberhasilan yang lain.3

Koordinasi merupakan usaha mengadakan kerjasama yang erat dan efektif antara aparat penegak hukum. Pelaksanaan koordinasi dapat dilakukan sesuai dengan lingkup dan arah sebagai berikut:

1) Koordinasi Menurut Lingkupnya

Koordinasi menurut lingkupnya terdiri dari internal dan eksternal. Internal adalah koordinasi antar pejabat atau antar unit dalam satu organisasi dan eksternal yaitu koordinasi antar pejabat dari bagian organisasi atau antar organisasi.

2) Koordinasi Menurut Arahnya

Koordinasi menurut arahnya terdiri dari horizontal dan vertical. Horizontal yaitu koordinasi antar pejabatatau antar unit yang mempunyai tingkat hierarki yang sama

dalam suatu organisasi dan agar pejabat dari organisasi-organisasinya yang sederajat atau organisasi yang setingkat. Vertikal yaitu koordinasi antara pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh pejabat-pejabat atasannya atau unit tingkat atasannya langsung, juga cabang-cabang suatu organisasi oleh organisasi induknya.4

Koordinasi dengan konteks pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi koordinasi formal dan informal, sebagai berikut:

3

Taliziduhu Ndraha,Kybernologi Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta, PT Rineka Cipta, Tahun 2003, hlm. 291.

4


(33)

1) Koordinasi Formal

Koordinasi formal adalah koordinasi yang dilaksanakan seara formal atau resmi dan harus mengacu pada ketentuan atau peraturan yang menghubungkan relasi antar kedua organisasi atau lembaga tersebut.

2) Koordinasi Informal

Koordinasi Informal adalah koordinasi yang tidak dilaksanakan secara formal, tetapi bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi secara bersama-sama.5

B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Republik Indonesia

1. Definisi Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

2. Fungsi dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

5Ibid,


(34)

Berdasarkan Pasal 3 disebutkan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:

a. Kepolisian khusus;

Kepolisian khusus adalah instansi dan/atau badan Pemerintah yang oleh atau atas kuasa undang-undang (peraturan perundang-undangan) diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian dibidang teknisnya masing-masing. Wewenang bersifat khusus dan terbatas dalam "lingkungan kuasa soal-soal" (zaken gebied) yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya. Contoh "kepolisian khusus" yaitu Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM Depkes), Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil; c. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan. Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri. Pengemban fungsi kepolisian tersebut melaksanakan


(35)

fungsi kepolisian sesuai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Menurut Pasal 5 disebutkan bahwa kepolisian merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa


(36)

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut bertugas sebagai berikut:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan

masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium

forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup

dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam

lingkup tugas kepolisian;


(37)

Menurut Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, wewenang Kepolisian adalah:

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu

ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan

narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat,

dan pungutan liar.

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan

dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau paham yang dapat

menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara

lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik

Indonesia.

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam

rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka

pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian dan kegiatan lainnya; b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;


(38)

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badanusaha di

bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas

pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang

berada di

wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional;

k. Melaksanakan kewenangan lain termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

C. Tinjauan Umum tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

1. Lembaga Negara Non-Departemen

Lembaga negara secara terminologis bukanlah konsep yang memiliki istilah tunggal dan seragam, dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara digunakan istilahPolitical Institution,sedangkan dalam terminologi dalam bahasa Belanda terdapat istilah Staat Oranen, sementara itu dalam bahasa Indonesia menggunakan istilah Lembaga Negara, Badan Negara atau Organ Negara.6

Menurut Kamus Hukum Fockema Andreae yang diterjemahkan oleh Saleh Dinata dkk, kata organ negara di artikan sebagai berikut7:

Organ adalah perlengkapan. Alat Perlengkapan adalah orang atau majelis terdiri dari orang-orang yang berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar yang

6

Hasil diskusi “ EksistensiSistem Kelembagaan Negara Pasca Amendemen UUD1945” KRHN, Jakarta 9 September 2004

7

Rafi Harun dkk , Menjaga Denyut Konstitusi : Refleksi satu tahun MahkamahKonstitusi: Konstitusi Press hlm. 60-61.


(39)

berwenang melakukan dan merealisasikan kehendak badan hukum. selanjutnya negara dan badan pemerintahan rendah memiliki perlengkapan mulai dari raja (presiden) sampai pegawai yang rendah, para pejabat tersebut dapat dianggap sebagai alat perlengkapan. Akan tetapi perkataan ini lebih banyak dipakai untuk badan pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang yang diwakilkan secara teratur dan pasti.

Dengan demikian maka secara difinitif dapat dikatakan alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut lembaga negara adalah institusi institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Selanjutnya berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif) dan fungsi mengadili atau yudikatif.8

Alat kelengkapan negara berdasarkan teoriteori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja, kekuasaanlegislatifdalam hal ini disebut parlemen atau dengan nama lain disebut dewan perwakilan rakyat dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau suprame court, setiap organ- organ tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu melaksanakan fungsinya, seperti eksekutif dibantu oleh menteri-menteri yang bisa mempimpin departemen tertentu.

8

Moh. Kusnardi dan Bintan saragih, 2000,Ilmu Negara, Edisi revisi, Jakarta, Gaya Media Pratama, hlm. 241


(40)

Secara Konseptual tujuan diadakannya lembaga-lembaga kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara juga melaksanakan fungsi pemerintahan secara aktual, dengan kata lain lembaga-lembaga negara ini harus membentuk satu kesatuan proses yang satu dengan lainnya harus saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof Sri Soemantri adalahactual governmentalprocces.9

Dengan Kenyataan bahwa secara konstitusional negara Indonesia menganut

prinsip ”Negara hukum yang dinamis” atauwelfare State, maka dengan sendirinya tugas pemerintah Indonesia menjadi begitu luas.10 Pemerintah wajib berusaha memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam segala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun pangan, dan untuk itulah pemerintah memiliki kewenangan ( freis Hermansen) untuk turut campur dalam berbagai bidang kegiatan dalam masyarakat, guna terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat seperti melakukan pengaturan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dengan memberikan izin, lisensi, dispensasi dan lain-lain bahkan melakukan pencabutan hak-hak tertentu dari warga negara karena diperlukan oleh umum

Dengan demikian berarti walaupun lembaga-lembaga negara tersebut beda termasuk pula dalam prakteknya diadopsi oleh negara di dunia ini berbeda- berbeda-beda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi-relasi sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan yang merelisasikan secara praktis fungsi negara untuk mewujudkan tujuan negara.

9

Sri Soemantri.1986,Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD1945, Alumni, Bandung hlm. 59

10

ST Marbun dan Mahfud Md, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,Cetakan IV, Liberty Yogyakarta. hlm.52


(41)

Berdasarkan alas hukum bentuknya maka lembaga negara tersebut dapat digolongkan menjadi tiga:11

a. Pembentukan Lembaga Negara Melalui UUD 1945. b. Pembentukan Lembaga Negara Melalui Undang-undang. c. Pembentukan Lembaga Negara melalui Keputusan Presiden.

2. Sejarah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Sebagai institusi pengawas obat dan makanan di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan atau yang biasa disingkat menjadi Badan POM berupaya untuk meningkatkan kinerjanya dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat. Ekspektasi masyarakat untuk mendapat perlindungan yang semakin baik merupakan salah satu determinan utama mengapa Badan POM harus meningkatkan pelayanannya. Salah satu pelayanan publik yang diberikan Badan POM adalah pemberian persetujuan impor obat dan makanan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan Obat dan Makanan yang merupakan bagian integral dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Peredaran produk obat dan makanan illegal dan palsu kian marak di Indonesia baik yang datang dari dalam maupun luar negeri dan belum ada kesadaran penuh dari masyarakat bahwa menjaga kesehatan adalah sesuatu yang wajib dilakukan oleh diri sendiri, sedangkan institusi terkait yang mengawasi

11

Firmansyah DKK, 2005,Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan antara LembagaNegara,

Konsorsiun Reformasi Hukum Nasional ( KRHN) bekerjasama dengan MahkamahKonstitusi Republik Indonesia ( MKRI), jakarta, Cetakan I, hal. 66


(42)

peredaran obat dan makanan belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan efektif selain itu juga lebih menonjolkan upaya penindakannya dibandingkan upaya-upaya preventif.

Badan POM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. Badan POM didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 tahun 2000 yang kemudian diubah dengan Keppres No. 103 tahun 2002. Pada tahun 2002, 16 laboratorium dari 26 laboratorium pengujian Balai POM telah terakreditasi ISO 17025:2005 oleh Komisi Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standarisasi Nasional (BSN). Di tahun 2003 Badan POM mendapat penghargaan Indonesia Information Communication Technology (ICT) Award 2002 sebagai juara III atas pengelolaan situs kategori

Lembaga Non Departemen. Pada tahun 2004, Badan POM

mengoperasionalisasikan 12 pos POM untuk perpanjangan tangan Balai Besar atau Balai POM di daerah tertentu termasuk wilayah administratif propinsi baru, bandar udara, pelabuhan dan daerah perbatasan. Di tahun 2005, Badan POM meluncurkan Pusat Informasi Obat Nasional (PIONas) yang berfungsi sebagai penapis informasi produk terapetik atau obat. Badan POM menyelenggarakan Sidang Asean Consultative Committee for Standard and Quality Pharmaceutical Product Working Group (ACCSQ P-PWG) ke-12 di tahun 2006, ACCSQ merupakan upaya harmonisasi peraturan untuk menghilangkan hambatan teknis


(43)

perdagangan antar negara ASEAN. Indonesia ditunjuk sebagai “lead country”

untuk Pharmaceutical Quality dan Product Information. Di tahun 2007 Badan POM dan beberapa stakeholdersterkait melakukan tahap uji coba awalIndonesia National Single Window (INSW). Kemudian di tahun 2008 sebagai usaha memberantas obat palsu, Badan POM bekerjasama dengan sekretariat ASEAN, WHO dan Interpol, dengan mengadakan 1st Asean-China Conference on Combating Counterfelt Medical Products di Jakarta pada tanggal 13-15 November 2007. Di tahun 2008 diadakan pertemuan bilateral Indonesia dengan United States Trade Representative melalui Digital Video Conference/DVC pada tanggal 10 Desember 2008 membahas mengenai WG on Trade in Agricultural and Industrial Goods.

Pada tahun 2009 mengadakan peresmian pusat layanan publik satu atap Badan POM, peluncuran program laboratorium keliling dan Badan POM mengembangkan e-BPOM yang terkoneksi dengan INSW. Di tahun 2010 Badan POM mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas kinerja tahun 2010, BPOM terhubung dengan portal INSW pada tahap implementasi nasional, Unit penilaian kemanan pangan Badan POM mendapatkan peringkat ke-6 dari 353 unit pelayanan publik tingkat pusat dan daerah pada survey yang dilakukan KPK terkait integritas pelayanan publik, kemudian mendapatkan penghargaan Madya Citra Pelayanan Prima dan Kemenpan untuk pelayanan publik. Lalu di tahun 2011 Badan POM meresmikan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada 26 Januari 2011 serta menerapkan Quality Management


(44)

System (QMS) di Badan POM dan 20 Balai Besar atau Balai POM seluruh Indonesia pada Oktober 2011.12

3. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Gambar 3.3 Struktur Organisasi Badan POM RI

12

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/tugasdiakses pada tanggal 3 agustus 2015 pukul 8.00 Wib.


(45)

Adapun gambaran dari Struktur Organisasi Humas yang ada di Badan POM, Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara pengisian Jabatan Pimpinan tinggi madya dan pratama di lingkungan badan pengawas obat dan makanan adalah sebagai berikut :

Gambar 3.4 Struktur Organisasi Humas Badan POM

4. Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Visi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) :

Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan Daya Saing Bangsa.

Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) :

1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi masyarakat

2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.

Kepala Bagian Humas

Kasubbag Pemberitaan Kasubbag Media Massa Kasubbag Publikasi dan Dokumentasi Pengelola Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pengelola Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pengelola Komunikasi, Informasi dan Edukasi


(46)

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.

5. Tugas, Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

a. Tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Secara umum tugas BPOM berdasarkan pada Pasal 67 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-Undangan yang berlaku.

Secara khusus dalam Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 , maka Tugas harian BPOM dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.

b. Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Badan BPOM mempunyai fungsi Utama :

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan.

2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan Makanan. 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.

4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.


(47)

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.13

Sesuai Pasal 3 Peraturan Kepala Badan POM No. 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM mempunyai fungsi :

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

3. Pelaksanaan pemeriksaanlaboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.

4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10.Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.

C. Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan

13

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/fungsidiakses pada tanggal 3 Agustus 2015 pada pukul 20.16 Wib


(48)

Sesuai Pasal 69 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM memiliki kewenangan :

1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya,

2. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro.

3. Penetapan sistem informasi di bidangnya.

4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman peredaran Obat dan Makanan.

5. Pemberi izin dan pengawasan peredaran Obat serta pengawasan industri farmasi.

6. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman Obat.

D. Tinjauan Umum Tentang Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

1. Istilah Tindak Pidana

Pada dasarnya semua istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa

Belanda : ‘Strafbaar Feit’, sebagai berikut:14 1. Delik (delict).

2. Peristiwa pidana. 3. Perbuatan pidana.

4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum. 5. Hal yang diancam dengan hukum.

6. Perbuatan yang diancam dengan hukum

7. Tindak Pidana (Sudarto dan diikuti oleh pembentuk undang-undang sampai sekarang).

14

Tri Andrisman,Hukum Pidana Asas- Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2011, hlm. 69.


(49)

Jadi, Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari “Strafbaar feit” merupakan

perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan pidana.15

2. Pengertian Tindak Pidana

Perlu dikemukakan di sini bahwa pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang dapat diartikan juga sebagai "hukuman". Seperti dikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman yang berasal dari kata "straf" ini dan istilah "dihukum" yang berasal dari perkataan "wordt gestraft", adalah merupakan istilah-istilah konvensional.16 Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-istilah yang inkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata "straf" dan “diancam dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft". Jika "straf" diartikan "hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan dengan hukuman-hukuman.17

Bassar, mempergunakan istilah “tindak pidana” sebagai istilah yang paling tepat untuk menterjemahkan “strafbaar feit”, dengan mengemukakan alasan “istilah

tersebut selain mengandung pengertian yang tepat dan jelas sebagai istilah hukum, juga sangat praktis diucapkan. Di samping itu pemerintah didalam kebanyakan peraturan perundang-undangan memakai istilah tindak pidana, umpamanya didalam peraturan-peraturan pidana khusus.18

15

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun, hlm. 74.

16

Moeljatno,Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Bima Aksara, 1993, hlm. 35. 17Ibid.

18


(50)

Mengenai beberapa pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut :

a. Pompe

Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu: 1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan kesejahteraan umum.

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feityang oleh peraturan undang- undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Dapatlah disimpulkan pengertian tindak pidana menurut Pompe adalah sebagai berikut:

a) Suatu kelakuan yang bertentangan dengan (melawan hukum) (onrechtmatigatauwederrechtelijk);

b) Suatu kelakuan yang diadakan karena pelanggar bersalah (aan schuld (van de overtreder)te wijten);

c) Suatu kelakuan yang dapat dihukum (stafbaar).19 b. Utrecht

Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan atau suatu melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalah akibat yang diatur oleh hukum.20

19

Utrecht,Hukum Pidana, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986, hlm. 252. 20Ibid


(51)

c. Wirjono Prodjodikoro

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2 (dua) bagian, yaitu:21

1) Tindak pidana materiil.

Pengertian tindak pidana materil adalah apabila tindak pidana yang dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu.

2) Tindak pidana formil.

Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Simons, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan pengertian tindak pidana, ia memberikan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:22

1.Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuatatau membiarkan);

2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum;

4. Dilakukan dengan kesalahan;

5.Orang yang mampu bertanggungjawab.

Menurut aliran monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana, maka sudah dapat dipidana. Sedangkan menurut aliran dualistis, belum tentu karena harus dilihat dan dibuktikan dulu pelaku/orangnya itu, dapat dipidana atau tidak. Aliran dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara

21

Wiryono Prodjodikoro, Tindakan-Tindakan pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Erosco, hlm. 55-57.

22


(52)

perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana. Penganut pandangan/aliran dualistis adalah H.B vos, WPJ. Pompe, dan Moeljatno.23

Sudarto merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana/tindak pidana sebagai berikut: 1. Perbuatan (manusia);

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan syarat formil); dan

3. Bersifat melawan hukum ( ini merupakan syarat materiil).24

Sedangkan untuk dapat dipidana, maka orang yang melakukan tindak pidana(yang memenuhi unsur-unsur tersebut di atas) harus dapat dipertanggungjawaban pidana ini melekat pada orang/pelaku tindak pidana, menurut Moeljatno unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi:

1. Kesalahan.

2. Kemampuan bertanggungjawaab. 3. Tidak ada alasan pemaaf.25

Menurut Soedarto, sebenarnya antara kedua aliran/pandangan tersebut tidak terdapat perbedaan yang mendasar/prinsipil. Yang perlu diperhatikan adalah bagi mereka yang menganut aliran yang satu, hendaknya memegang pendirian itu secara konsekuen,agar supaya tidak ada kekacauan pengertian. Dengan demikian

dalam mempergunakan istilah ”tindak pidana” haruslah pasti bagi orang lain.

Apakah istilah yang dianut menurut aliran/pandangan monistis ataukah dualistis.

23

Tri Andrisman,Op. Cit., hlm. 72. 24

Sudarto,Op. Cit., hlm. 43. 25Ibid


(53)

Dalam konsep KUHP 2008 pengertian tindak pidana telah dirumuskan dalam Pasal 11 Ayat (1) sebagai berikut :

“Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana”. Rumusan tindak pidana menurut Pasal 11 Ayat (1)

konsep KUHP 2008 ini hampir sama dengan perumusan “perbuatan pidana”

menurut Moeljatno.

E. Pengertian Obat dan makanan

1. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia:

a. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 Obat dan Makanan adalah obat, obat tradisional, obat kuasi, kosmetika, suplemen kesehatan, danpangan olahan.

Obat adalah obat jadi termasuk produk biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

b. Pasal 1 Ayat 5 dikatakan Produk Biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau


(54)

keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.

c. Pasal 1 Ayat 10 dikatakan, Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

Adapun beberapa definisi tentang obat yaitu:

a. Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993 Obat (jadi) adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.

b. Menurut Ansel (1985) Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.

c. Departement Kesehatanmerupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).

Menurut DR. Dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik.


(55)

1. Obat Paten atau obat inovator adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan pemilik paten.

2. Obat Generik Setelah obat paten habis masa patennya, obat itu kemudian boleh ditiru, diproduksi dan dipasarkan oleh perusaahan lain. Obat tiruan itu dinamakan obat generik atau obat copy. Secara otomatis, obat paten yang habis masa patennya (eks paten) juga berubah status menjadi obat generik (generik= nama zat berkhasiatnya).26

2. Macam-macam zat berbahaya dan dampaknya

Zat berbahaya umum juga disebut dengan zat adiktif, yaitu obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organism hidup dapat menyebabkan kerja biologi terhambat. Dalam hal iini, penggunaan zat tambahan dalam produk pangan pun menimbulkan beberapa dampak yang mengganggu system kerja organ tubuh dalam proses metabolisme sehingga zat tambahan tersebut termasuk adiktif.27

1. Formalin

Formalin adalah larutan 37%Formaldehidadalam air yang biasanya mengandung 10 15% methanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin banyak digunaan

26

https://restirosmayanti.wordpress.com/tentang-obat/diakses pada tanggal 3 Agustus 2015 pada pukul 10.00 Wib.

27


(56)

sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian, sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan Sayuran , serta sebagai pembasmi lalat dan serangga lainnya. Menurut BPOM penggunaan formalin pada produk pangan sangat membahayakan kesehatan karena dapat menyebabkan efek jangka pendek dan panjang tergantung dari besarnya paparan pada tubuh. Dampak formalin pada tubuh manusia dapat bersifat Akut : Efek pada kesehatan manusia langsung terlihat, Seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing.

2. Boraks

Boraks adalah senyawa berbentuk Kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekana normal. Dalam air borak berubah menjadi Natrium Hidroksida dan Asam Borat. Boraks umumnya digunakan untuk memantri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa.Asam Borat maupun Boraks adalah racun bagi sel sel tubuh, berbahaya bagi susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Jangan mengunakan Boraks dalam pembuatan bakso, kerupuk, mie dan sejenisnya.

3. RhodaminB

Rhodamin B adalah zat pewarna sintetis berbentuk serbuk Kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan berwarna merah terang berflourenses. Rhodamin B ummnya digunakan sebagai pewarna kertas dan tekstil. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa zat ini diserap lebih banyak pada saluran pencernaan. Kerusakan pada hati tikus terjadi sebagai akibat pakannya mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi yang tinggi.


(57)

Mengkonsumsi zat ini dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi hati dan bias menngakibatkan kanker hati.

4. Metanil Yellow

Metanil Yellow adalah zat pewarna sintesis berbentuk serbuk bewarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Metanil Yelow umumnya dugunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asambasa. Zat ini adalah senyawa kimia dari Azo Aromatik yang dapat menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung lemih, saluran pencernaan atau jaingan kulit.28

F. Ketentuan Pidana Terhadap Obat dan Makanan Berbahaya

Ketentuan mengenai pidana terhadap penyalahgunaan obat daan makanan berbahaya dapat dilihat pada berberapa peraturan perundang-undangan yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).


(58)

2. Pasal 55 Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan dimana ancaman pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun atau didenda maksimal enam ratus juta rupiah.

3. Pasal 62 Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sebagai berikut : 1) dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah) sebagaimana dimaksud (Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 8 ayat 2 dan Pasal 18 ayat 1 huruf b), 2) dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi/menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha periklanan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang dana jasa.

4. Pasal 501 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah:

a. Barang siapa menjual, menawarkan,menyerahkan membagikan atau meyimpan untuk dijual atau dibagikan, barang makanan atau minuman yang dipalsukan atau yang busuk, ataupun air susu dari ternak yang dapat mengganggu kesehatan;

b. Barang siapa menjual, menawarkan,menyerahkan, membagikan daging ternak yang dipotong karena sakit atau mati dengan sendirinya tanpa izin kelola polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.


(59)

Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.1 Dengan menggunakan metode maka akan menemukan jalan yang baik untuk memecahkan suatu masalah. Setelah masalah diketahui maka perlu diadakan pendekatan masalah tersebut dan langkah selanjutnya adalah menentukan metode yang akan diterapkan, dalam hal ini mencakup teknik mencari, mengumpulkan dan menelaah, serta mengolah data tersebut.

A. Pendekatan Masalah

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.2

a. Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Pendekatan normatif atau pendekatan

1

Suharsimi Arikunto, 2002,Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, Hlm. 126.

2


(60)

kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.3 Norma hukum yang berlaku itu berupa norma hukum positif tertulis bentukan lembaga perundang-undangan, kodifikasi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan seterusnya dan norma hukum tertulis buatan pihakpihak yang berkepentingan (kontrak, dokumen hukum, laporan hukum, catatan hukum dan Rancangan Undang-Undang).

b. Pendekatan Yuridis Empiris yaitu pendekatan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior), sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Pendekatan Empiris tidak bertolak belakang dari hukum positif tertulis (perundang-undangan) sebagai data sekunder, tetapi dari perilaku nyata sebagai data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian lapangan (field research).4

B. Sumber dan Jenis Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.5 Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini, adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

3

Soerjono Soekanto,Op. Cit., hlm. 13–14.

4

Abdulkadir Muhammad,Op.Cit,hlm 54 5


(61)

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari masyarakat. Dengan demikian, data primer merupakan data yang diperoleh dari studi lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penulisan. Peneliti akan mengkaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil penelitian pada Pimpinan Penyidik Unit Reskrim Polda Lampung, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum, dan dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Bahan hukum primer yaitu data yang diambil dari sumber aslinya yang berupa undang-undang yang memiliki otoritas tinggi yang bersifat mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat.6 Dalam penelitian ini bahan hukum primer terdiri dari:

1. Undang- Undang No. 1 Tahun 1946 juncto Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

6


(62)

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer yang terdiri dari :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. PP Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan Muti dan Gizi Pangan

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misal kamus hukum, indeks majalah hukum, jurnal penelitian hukum dan


(63)

penelitian yang berwujud laporan dan buku-buku hukum.7 Serta bahan-bahan hasil pencarian dan melalui internet yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.

C. Penentuan Responden

Responden merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada

sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sampel yang bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu. Adapun Responden dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) orang, yaitu :

Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak 3 orang, yaitu :

1. Penyidik Unit Reskrim Polda Lampung : 1 Orang

2. Kepala BBPOM Bandar Lampung : 1 Orang

3. Dosen Bagian Hukum Pidana FH Unila : 1 Orang +

Jumlah : 3 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini ditempuh prosedur sebagai berikut:

7


(64)

a. Studi Lapangan

Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan metode wawancara (interview) secara langsung dengan responden yang harus direncanakan sebelumnya. Wawancara dilakukan secara langsung dan terbuka dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan keterangan dan jawaban yang bebas sehingga data yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.

b. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu dengan cara mempelajari atau membaca, mencatat dan mengutip buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Pengolahan Data

Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Editing

Editing yaitu data yang diperoleh diolah dengan cara pemilahan data dengan cermat dan selektif sehingga diperoleh data yang relevan dengan pokok masalah.

b. Evaluasi


(1)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Setelah melakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian, maka sebagaimana penutupan dari pembahasan atas permasalahan dalam skripsi ini, penulis menarik simpulan:

1. Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya, yaitu:

a. Koordinsai formal, Mengadakan inspeksi untuk memeriksa kondisi obat dan makanan yang beredar di lingkungan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memastikan obat dan makanan yang beredar di masyarakat tidak membahayakan

dan aman untuk dikonsumsi. melakukan pemeriksaan sampel dan uji laboratorium. Hal ini diperlukan untuk meneliti lebih jauh obat dan makanan yang

ditemukan di lingkungan masyarakat tersebut mengandung bahan yang berbahaya

atau tidak. Setelah dilakukan uji laboratorium, kemudian dapat dilakukan tindakan


(2)

✁6

Koordinasi antara Kepolisiam dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

untuk melakukan tindakan tegas jika ditemukan obat dan makanan yang melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Koordinasi informal, jika ada laporan dari masyarakat terkait adanya obat dan makanan yang beredar maka piha BBPOM dapat langsung terjun kelapangan.

2. Faktor Penghambat Koordinasi Kepolisian Polda Lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandar Lampung untuk memberantas peredaran obat dan makanan berbahaya :

a. Faktor hukumnya sendiri

Belum efektifnya beberapa peraturan perundang-undangan, sehingga kebijakan melalui non penal lebih banyak digunakan.

b. Faktor Penegak Hukum

Adanya saling tunggu atas hasil pemeriksaan hasil sampel terhadap sampel terhadap obat dan makanan atau minuman berbahaya atau melanggar Undang-Undang karena itu harus dibuat oleh PPNS Balai POM sebagai ahlinya yang apabila penyidik Balai POM sudah memberikan sanksi berupa pengawasan atau pembinaan maka penyidik tipiter tidak dapat memperoses sampai pada tahap pengadilan.


(3)

✂✂

c . Faktor Sarana dan Fasilitas

Kurangnya ketersediaan dan kesiapan : Peralatan laboratorium, Bahan baku pembanding, Reaglusia (Kimia dan Mikrobiologi) dan tenaga SDM, Metode analisa, Biaya operasional untuk tenaga kelapangan.Faktor Masyarakat

d. Masyarakat

Pengetahuan masyarakat masih tergolong rendah khususnya korban sebagai konsumen, masyarakat lebih mengedepankan pentingnya barang tersebut mudah didapat dan harganya murah tanpa memperhatikan kualitas atau kandungan di makanan tersebut dan dampaknya bagi kesehatan dan keselamatan.

e. Faktor Kebudayaan

Masyarakat yang malas berurusan dengan aparat pengak hukum dan kurang percaya dengan aparat penegak hukum sehingga kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha tidak dapat diproses atau ditindaklanjuti.


(4)

✄8

B. Saran

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepolisian dapat lebih meningkatkan koordinasi untuk lebih mengawasi peredaran obat dan makanan berbahaya di lingkungan masyarakat. Dengan mengajak masyarakat lebih waspada dan melaporkan kepada instansi terkait ditemukan makanan dan obat yang berbahaya.

2. Upaya penegakan hukum tentunya memperhatikan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku dan aparat penegak hukum harus memberikan sanksi dengan seadil

-adilnya sehingga masyarakat mendukung dan tentunya memiliki rasa percaya yang baik kepada para penegak hukum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur :

Andrisman, Tri. 2011. Hukum Pidana Asas- Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Arikunto, Suharsimi 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Bassar , 1999.Tindak-tindak Pidana Tertentu, Bandung: Ghalian.

Bintoro, Nugroho Eko, 2006, Pengantar Manajemen Moden, Jakarta, Rajawali Pers.

Firmansyah DKK, 2005, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan antara LembagaNegara, Konsorsiun Reformasi Hukum Nasional ( KRHN) bekerjasama dengan MahkamahKonstitusi Republik Indonesia ( MKRI), jakarta, Cetakan I,

Harun, Refly. dkk , Menjaga Denyut Konstitusi : Refleksi satu tahun Mahkamah Konstitusi: Konstitusi Press.

Hasibuan , Malayu SP, 2007,Organisasi dan Manajemen,Jakarta: Rineka Cipta. Kartanegara, Satochid.Tanpa Tahun. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian

Satu, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa.

Kusnardi, Moh dan Bintan saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi revisi, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Mahji, 2011, Makalah Penyalahgunaan Bahan Berbahaya Pada Makanan, Banten. Mahmud Marzuki,Peter. 2005 Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Group.

Marbun, ST dan Mahfud Md, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,Cetakan IV, Yogyakarta: Liberty.

Moeljatno, 1933.Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: PT. Bima Aksara.

Muhammad,Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Mulyasa. E, 2011, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Ndraha,Taliziduhu, 2003,Kybernologi Ilmu Pemerintahan Baru. Jakarta, PT Rineka Cipta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Jakarta:


(6)

Dokumen yang terkait

UPAYA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI PEREDARAN KOSMETIK TANPA IJIN EDAR

0 24 58

PERAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN LAMPUNG DALAM PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENJUALAN OBAT TRADISIONAL TANPA IZIN EDAR

0 12 57

PERAN DAN FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PEREDARAN OBAT TRADISIONAL TERDAFTAR DI BANDAR LAMPUNG

0 32 54

Kinerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Bandar Lampung Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Propinsi Lampung

1 19 73

PELAKSANAAN PENGAWASAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TERHADAP PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL PADA KLINIK KECANTIKAN DI BANDAR LAMPUNG

6 69 92

KOORDINASI KEPOLISIAN POLDA LAMPUNG DAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) BANDAR LAMPUNG UNTUK MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PEREDARAN OBAT DAN MAKANAN BERBAHAYA

0 10 56

PERANAN BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BBPOM) TERHADAP MARAKNYA PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DI KOTA PADANG.

0 1 7

PERAN BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK MAKANAN BERBAHAYA DI KOTA PALANGKA RAYA SKRIPSI

1 1 156

Analisis Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Peredaran Makanan Mengandung Bahan Tambahan Pangan Berbahaya (Studi Kasus Hasil Pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar Lampung Tahun 2017) - Raden Intan Repository

1 3 109

Implementasi pengawasan peredaran obat illegal dalam rangka perlindungan terhadap konsumen oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta - UNS Institutional Repository

0 0 13