Komponen Ilmu Pendidikan Islam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id bangsa di masa yang akan datang yakni dengan memberikan sejumlah norma kepada anak didik. 13 Dalam prespektif ilmu pendidikan Islam, keberadaan, peranan, dan fungsi guru merupakan keharusan yang tak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup. 14 Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif ilmu pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya baik sebagai khalifat Allah fi al-Ardl maupun „Abd Allah sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam . b. Peserta didik Murid Dilihat dari segi kedudukannya, peserta didik adalah seseorang individu yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal 13 Syaiful Bahri Djamaroh, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rieneka Cipta, 2000, 36. 14 Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan Mengurai Akar Tradisi dan Intregasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja grafindo Persada, 2004, 219. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kemampuan fitrahnya. Dalam pandangan yang lebih modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek didik. Hal ini antara lain dilakukan dengan melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. 15 Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk sebutan anak atau peserta didik, yaitu murid yang secara harfiyah berarti orang yang membutuhkan sesuatu, tilmidz bentuk plural dari talaamiidz yang berarti murid, dan thalib al- „Ilmi yang berarti penuntut ilmu atau pelajar. Ketiga istilah tersebut mengacu kepada seseorang yang sedang menempuh pendidikan . 16 Berdasarkan pengertian di atas, maka peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan, bimbingan, dan pengarahan. Dalam pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada pendidik. Agar proses tersebut berjalan lancar. Bagian inilah yang pada akhirnya membawa konsep tentang akhlak peserta didik terhadap pendidik serta konsekuensinya jika akhlak yang demikian tidak ditegakkan. maka harus ada etika yang dimiliki oleh pendidik maupun peserta didik. 15 H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan,144. 16 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, 79. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id c. Tujuan Ilmu Pendidikan Islam Secara umum, tujuan ilmu pendidikan Islam ialah untuk menumbuhkan kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak dan penalaran, perasaan dan indera. Tujuan pendidikan sendiri menurut Achmadi ialah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah-laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana individu itu hidup. Karenanya, pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya secara personal maupun kolektif. Pendidikan tersebut harus mendorong semua aspek ke arah keutamaan serta pencapaian kesempurnaan hidup. Tujuan akhir dari ilmu pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara personal, kolektif, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan. 17 Tujuan tersebut sama dan sebangun dengan tujuan yang akan dicapai oleh misi kerasulan yaitu membimbing manusia agar berakhlak mulai. Kemudian akhlak diharapkan tercermin dari sikap dan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri sesama manusia dan sesama makhluk Allah, serta lingkungannya. 17 Achmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Adtiya Media, 1992, 59. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Al-Ghazali dan dikutip oleh Zainuddin, bahwa akhlak merupakan aspek yang paling fundamental dalam kehidupan seseorang, masyarakat maupun suatu negara. Karenanya, tujuan ilmu pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada aspek ini. Menurut Al- Ghazali, pendidikan Islam juga menonjol dengan karakteristik reiligius moralisnya, yang tampak secara jelas dalam tujuan-tujuan dan metode- metodenya. 18 Menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah swt. Tujuan ini mungkin membuahkan tujuan-tujuan khusus. Mengingat bahwa Islam adalah risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh manusia, maka sudah seharusnya bila sasaran tujuan umum ilmu pendidikan Islam adalah seluruh manusia pula. 19 Idealnya tujuan umum ilmu pendidikan Islam harus dikaitkan ulang dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan itu dilaksanakan. Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Marasudin Siregar yakni tujuan pendidikan harus sesuai dengan falsafah pendidikan suatu bangsa. 20 18 Fathiyyah Hasan Sulaiman, Alam Pikiran Al-Ghazali Mengenai Pendidikan dan Ilmu, Bandung: CV. Diponegoro, 1986, 31. 19 Abdul Fattah Jalal, Azas-Azas Pendidikan Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1988, 119. 20 Marasudin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khaldun, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1999, 64. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Adapun tujuan pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan undang- undang dasar 1945, tercantum dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 bab II pasal 3 yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk perkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ilmu pendidikan Islam adalah menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur menurut ajaran Islam. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam dimaksudkan menyiapkan anak- anak supaya pada waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan pekerjaan dunia dan akhirat. 21 Dengan demikian, konsep dari tujuan pendidikan adalah perubahan yang diinginkan serta diupayakan oleh proses pendidikan pada diri individu dalam kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya. Dan apabila berbicara tentang tujuan pendidikan Islam berarti berbicara tentang nilai-nilai yang ideal berdasar Islam, yang pada dasarnya akan menuju tujuan akhir dari pendidikan Islam yakni perwujudan ketundukan kepada Allah baik secara 21 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, 48. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. Apalagi keragaman dimensi Islam dalam konteks duniawi tidak lepas dari unsur akhirat, sehingga dimungkinkan pandidikan ditujukan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan akhlak yang mulia. Jelaslah kiranya bahwa tujuan akhir dari ilmu pendidikan Islam adalah bermuara pada terbentuknya manusia yang ideal, sebab konsep dari pendidikan Islam adalah mewujudkan al-Insan al-Kamil baik sebagai „abd hamba maupun sebagai khalifah fil ardl wakil Tuhan di bumi. d. Alat-alat ilmu pendidikan Islam Alat adalah sesuatu yang dipakai untuk mencapai tujuan, alat bisa berupa sesuatu yang real hardware dan sesuatu yang unreal software Yang kemudian alat ini digunakan untuk mencapai tujuan. Alat yang real bersifat materi dan konkrit seperti alat-alat belajar, kurikulum, mata pelajaran, metode pengajaran dan lain-lain, sedangkan alat yang unreal sifatnya nonmateri, abstrak dan hanya dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik guru terhadap peserta didik murid seperti perhatian, keteladanan, nasihat, hukuman dan sebagainya. 22 Dengan demikian, alat-alat ilmu pendidikan Islam adalah sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam. Di antara alat-alat pendidikan dalam ilmu pendidikan Islam yang akan dijelaskan dalam pembahasan ini adalah kurikulum ilmu pendidikan Islam, 22 Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan, 211. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id isi atau materi kurikulum ilmu pendidikan Islam, dan metode ilmu pendidikan Islam. 1 Kurikulum Ilmu Pendidikan Islam Dalam ilmu pendidikan Islam, kurikulum merupakan komponen yang amat penting, karena kurikulum merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diproses di dalam sistem kependidikan Islam. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang mengandung fungsi sebagai alat pencapaian tujuan input instrumental pendidikan Islam. Menurut Oemar Hamalik kurikulum menurut pandangan lama atau tradisional adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini mempunyai implikasi bahwa mata pelajarannya pada hakekatnya pengalaman masa lampau, tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah. 23 Kurikulum secara sederhana diartikan oleh Ibn Sina sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, digunakan untuk menunjukkan sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. 24 Dari definisi kurikulum secara tradisional di atas, masih tampak adanya kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata pelajaran yang masih mengandung kebudayaan 23 Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan sistem dan Prosedur, Bandung: Trigenda Karya, 1993, cet. 1, 18. 24 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, 69. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id nenek moyang dan pengertian tersebut masih mengacu pada masa lampau. Dan kurikulum diartikan secara sempit hanya pada penyampaian mata pelajaran kepada anak didik. Dewasa ini menurut pandangan modern, kurikulum hanya sebatas sebagai segala hal yang berhubungan dengan pendidikan, hendaknya kurikulum bisa lebih mengacu pada kemajuan teknologi dan pengetahuan. Jelaslah bahwa kurikulum bukan sekedar seperangkat mata pelajaran atau bidang studi, tetapi sudah menjadi ajang politik, dan sudah menjadi bekal para lulusan untuk dapat menjawab tuntutan masyarakat. Menurut Menurut Winarno, sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, mendefinisikan kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. 25 Dari beberapa definisi kurikulum yang telah disebutkan di atas bisa ditarik kesimpulan, bahwa kurikulum merupakan pengalaman peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah di bawah bimbingan sekolah. Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik, dan yang bisa dijadikan suatu yang menentukan arah atau mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi. Dengan kata lain kurikulum 25 Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta: BPFE, 1998, 5. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id haruslah menunjukkan kepada apa yang sebenarnya harus dipelajari oleh peserta didik. 2 Materi Ilmu Pendidikan Islam Komponen isi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi bidang-bidang studi. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanya telah dicantumkan atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah. 26 Isi atau materi dalam kurikulum pendidikan Islam yang dirumuskan dalam hasil konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama di Mekah tahun 1977, membagi ilmu pengetahuan menjadi dua kategori sebagaimana dikutip Achmadi yaitu: Pertama, pengetahuan abadi perennial knowledge yang bersumber pada dan berdasarkan wahyu Ilahi yang diturunkan dalam Al- Qur‟an dan Sunnah, dan semua yang dapat ditarik dari keduanya dengan tekanan pada bahasa Arab sebagai kunci untuk memahaminya. Kedua, pengetahuan yang diperoleh acquired knowledge termasuk ilmu-ilmu sosial, alam dan terapan yang rentan terhadap pertumbuhan kuantitatif dan pelipat gandaan. Variasi terbatas dan pinjaman lintas 26 Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik Jakarta: Gaya Media Pratama,1999, cet. 1, 15. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id budaya dipertahankan sejauh sesuai dengan syari‟ah sebagai sumber nilai. 27 Dari ilmu pengetahuan yang telah dirumuskan di atas diharapkan peserta didik bisa menyesuaikan diri, baik pada waktu peserta didik memperoleh pengetahuan dan pengalaman belajar, maupun dalam menjawab kebutuhan dan tuntutan masyarakat ketika telah menyelesaikan studinya yang telah dirancang sesuai dengan kriteria-kriteria yang dapat membantu perancang dalam menentukan isi kurikulum. R.W. Tyler mengajukan empat pertanyaan pokok yang harus dijawab dan dikemas dalam penyusunan kurikulum. a Tujuan apa yang harus dicapai sekolah, b Bagaimana memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu, c Bagaimana bahan disajikan agar efektif diajarkan, dan d Bagaimana efektifitas belajar dapat dinilai. Berdasarkan pertanyaan di atas dapat diperoleh keempat komponen kurikulum, yakni: tujuan, bahan pelajar, proses belajar mengajar, dan evaluasi. 28 Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa komponen kurikulum ada empat, yaitu : tujuan, bahan ajar, proses belajar mengajar metode dan evaluasi. Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian erat dengan ketiga komponen lainnya. 27 Achmadi, Islam Paradigma, 78. 28 Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, 7. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ringkasnya konsep kurikulum yang penulis maksud adalah kurikulum sebagai sistem, 29 artinya kurikulum dipandang sebagai rencana dan pengaturan program pendidikan yang didalamnya terdapat beberapa komponen atau bagian-bagian yang saling mempengaruhi dan mendukung serta membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Ibnu khaldun menyatakan ilmu pengetahuan yang harus dijadikan materi kurikulum lembaga pendidikan Islam mencakup 3 hal yaitu : 30 a Ilmu lisan bahasa yang terdiri dari ilmu lugah, nahwu, saraf, balagah, bayan atau syair-syair. b Ilmu naqli yaitu ilmu-ilmu yang dinukil dari Al-Qur‟an dan hadist. Ilmu ini terdiri dari ilmu membaca Al- Qur‟an dan ilmu tafsir, sanad- sanad hadist. Dari ilmu-ilmu tersebut, pserta didik dapat mengetahui hukum-hukum Allah yang diwajibkan atas manusia. Dari ilmu-ilmu itu dapat dipakai untuk menganalisa ajaran-ajaran Islam. c Ilmu aqli adalah ilmu yang dapat menunjukan manusia melalui daya berfikirnya kepada ilmu filsafat, mantiq, ilmu alam, ilmu teologi, ilmu teknik dan ilmu lainnya. Kemudian Al-Ghazaly membagi ilmu pengetahuan menjadi 2 kelompok ilmu dilihat dari kepentingannya yaitu: 31 29 Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar, 9. 30 Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu pendidikan, 172. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id a Ilmu yang fardhu wajib untuk diketahui semua orang muslim yaitu ilmu agama, ilmu yang bersumber dari kitab suci Allah. b Ilmu yang merupakan fardhu kifayah untuk dipelajari setiap muslim. Ilmu ini adalah ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya ilmu hitung, ilmu kedokteran, ilmu teknik dan lainnya. 3 Metode Ilmu Pendidikan Islam Di atas telah dijelaskan tentang ilmu pendidikan Islam berkenaan dengan tujuan, kurikulum pendidikan Islam. Namun, itu tidaklah cukup apabila tidak dibarengi dengan metode yang sesuai dan efektif. Untuk itu pendidikan yang sadar, ia akan selalu menacari berbagai metode yang lebih efektif, dalam mempersiapkan anak didik secara mental dan moral, saintikal, spritual dan sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna. Metode yang digunakan dalam ilmu pendidikan Islam yaitu: a Metode pendidikan dengan keteladanan Anak didik, bagaimanapun besarnya usaha yang dipersiapkan untuk kebaikan, bagaimanapun suci beningnya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan selama ia tidak melihat sang pendididik sebagai teladan nilai-nilai 31 Ramayulis, Ilmu pendidikan,71. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id moral yang tinggi. 32 Allah juga menggunakan metode keteladanan ini, metode itu diwujudkan dengan mengutus Nabi Muhammad saw sebagai teladan yang baik bagi umat Muslim di sepanjang sejarah, dan bagi umat manusia di setiap tempat sebagai pelita yang menerangi, sebagai purnama yang memberi petunjuk. Sehingga keteladanan yang telah diberikan oleh rasulullah saw perihal ibadah dan akhlak, hal tersebut berada dalam puncak keluhuran. Manusia menemukan ibadah dan akhlak rasulullah saw yang universal sebagai contoh yang paripurna dan pelita yang menerangi. Dengan demikian, diketahui oleh para pendidik bahwa pendidikan dengan memberikan teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan kebengkokan anak. Bahkan merupakan dasar dalam meningkatkan pada keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji. Tanpa memberikan teladan yang baik ini, pendidikan terhadap anak tidak akan berhasil, dan nasehat tidak akan membekas dalam dirinya. Karenanya, mendidik dengan keteladan adalah hal yang sangat penting untuk mendapatkan suatu hasil pendidikan akhlak yang baik untuk anak didik. 33 32 Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Bandung: Asy Syifa‟, 1988, jil. 2, 2-3. 33 Ibid., 4. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id b Pendidikan dengan kebiasaan Sehubungan dengan hal itu Muhmmad Quthb berpendapat bahwa pembiasaan kebiasaan digunakan sebagai salah satu teknik pendidikan, juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena ia dapat menghemat waktu dan mudah dalam mengerjakannya. 34 Dengan metode pembiasaan ini, pendidik harus mengisinya dengan pembiasaan tentang keutamaan-keutamaan jiwa, akhlak dan etika sosial. Sehingga, dengan ini anak didik akan menjadi manusia mulia, berimbang dan lurus, yang disenangi, dihormati dan disegani. Maka dengan demikian, pendidikan dengan mengajarkan dan pembiasaan adalah pilar terkuat untuk pendidikan, dan metode paling efektif dalam membentuk akidah dan akhlak anak didik. 35 Menurut Ahmad D. Marimba dalam pendidikan Islam khususnya pembentukan dan pembinaan akhlak, metode pembiasaan ternyata mempunyai implikasi yang lebih mendalam daripada sekedar penanaman cara berbuat dan cara mengucapkan. 36 Ada dua faktor penting yang melahirkan adat kebiasaan yaitu : 1 kecenderungan hati kepada suatu perbuatan atau tertarik oleh sikap dan perbuatan tertentu. 34 M. Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Bandung: Al- Ma‟arif, 1988, 363. 35 Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan, 64. 36 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Al- Ma‟arif, 1989, 82. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 2 praktek yang diulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan . 37 c Pendidikan dengan nasihat Nasehat yaitu sajian bahasan tentang kebenaran dengan maksud mengajak orang dinasehati untuk mengamalkannya. 38 Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka kesadaran akan hakekat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam metode pendidikan dengan nasehat ini mempunyai beberapa ciri tersendiri yaitu : 1 Seruan yang menyenangkan, seraya dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan. 2 Metode cerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasehat. 3 Metode wasiat dan nasehat . 39 4 Metode pendidikan dengan perhatian Menurut pendapat Nasih Ulwan ada beberapa contoh perhatian dan pengawasan : 40 37 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami Akhlak Mulia, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992, 48. 38 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-kaidah Dasar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992, 209. 39 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986, 374. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id a Perhatian dalam pendidikan sosial. b Perhatian dalam memperingatkan yang haram. c Perhatian dalam pendidikan moral. d Perhatian dalam pendidikan spiritual. 5 Metode pendidikan dengan hukuman Sanksi Dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqih menggaris bawahi pada lima perkara tentang hukuman. Mereka menanamkannya sebagai lima keharusan yakni menjaga agama, jiwa, kehormatan, akal dan harta benda. Mereka berkata, sesungguhnya semua yang disampaikan dalam undang-undang Islam, berupa hukum, prinsip-prinsip dan syari‟at semuanya bertujuan untuk menjaga dan memelihara lima keharusan tersebut. Untuk memelihara masalah tersebut syari‟at telah meletakkan berbagai hukuman yang mencegah, bahkan bagi setiap pelanggar dan perusak. 41 Di bawah ini metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman yaitu : 42 a Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak. b Dalam upaya pembenahan hendaknya dilakukan secara bertahap, dari paling ringan hingga yang paling keras. 40 Sri Harini dan Aba Firdaus Halwani, Mendidik Anak Sejak Dini, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003, 6. 41 Nashi Ulwan, Pendidikan Anak, 303. 42 Ibid., 312. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id e. Lingkungan pendidikan dalam ilmu pendidikan Islam Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan meliputi keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan iklimnya, flora dan faunanya. 43 Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada dikeliling individu. 44 Menurut Zuhairini, bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. 45 Pendidikan merupakan sesuatu proses yang berlanjut secara terus menerus dan berlangsung dalam bermacam-macam situasi dan lingkungan. Lingkungan belajar di sini menunjuk kepada situasi dan kondisi yang mengelilingi dan mempunyai peranan terhadap perkembangan pribadi anak yang berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga rumah tangga, sekolah dan masyarakat. 46 Komponen-komponen lingkungan pendidikan murid meliputi : 43 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2004, 105. 44 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: Andi Offset, 1987, 40. 45 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, 173. 46 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, 40. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1 Keluarga Menurut A. Muri Yusuf, keluarga adalah merupakan kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang paling kecil sebagai kesatuan ikatan yang didasarkan atas perkawinan demi untuk mencapai tujuan bersama. Jadi keluarga adalah persekutuan hidup dari masyarakat terkecil yang terbentuk melalui perkawinan demi mencapai tujuan bersama. 47 Keluarga sering kali disebut lingkungan pertama, sebab dalam keluarga anak pertama kali mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan dan juga bukan tempat anak dipelihara dan dibesarkan tetapi juga tempat anak hidup dan dididik dengan ditanamkannya dasar-dasar pendidikan. 48 Jadi, Keluarga inilah pertama kali tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak karena pada usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh orang tua dan anggota yang lainnya. Ayah dan ibu dalam keluarga sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik, mereka adalah dua nahkoda dalam mengarahkan bahtera kehidupan keluarga serta bertanggung jawab demi masa depan anaknya baik keselamatan dunia dan akhirat. 2 Sekolah Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung 47 A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Balai Aksara, 1992, 25. 48 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003, 6. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah tidak mengambil sepenuhnya peranan dan fungsi orang tua tetapi sekolah memberikan pendidikan mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dalam keluarga. 49 Di dalam rumah anak hanya mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan batas kemampuan orang tua. Oleh karena itu orang tua menyerahkan sebagian wewenang dan tanggung jawabnya kepada sekolah, kepada guru yang telah mempunyai tugas khusus untuk itu sesuai dengan kemampuan masing-masing. 50 Faktor yang paling besar pengaruhnya dalam proses pendidikan yang ada di sekolah adalah seorang guru, sehingga guru mempunyai andil yang sangat besar. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menjadi panutan bagi anak didiknya. 51 3 Masyarakat Lingkungan masyarakat adalah merupakan lingkungan ketiga setelah lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah dalam proses perkembangan kepribadian anak sesuai keberadaannya. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat ini boleh dikatakan tidak langsung yang dilaksanakan dengan sadar atau tidak sadar. Anak dengan sendirinya akan mencari 49 Kartini Kartono, Ilmu Pendidik, 179. 50 Ibid., 180. 51 Abdurrahman Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, di Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 1995, 170. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id pengetahuan, pengalaman, mempertebal keimanan, serta keyakinan akan nilai-nilai kesusilaan dan keagamaan dalam masyarakat, 52 Secara fungsional masyarakat menerima semua anggotanya yang baik untuk tercapainya kesejahteraan sosial yakni kesejahteraan mental spiritual dan kesejahteraan lahir batin. 53 Pendidikan dalam masyarakat mempunyai 3 fungsi, antara lain : pelengkap complement, pengganti substituse, dan tambahan suplement. 54 Setelah mengetahui pengertian lingkungan pendidikan dan komponen lingkungan pendidikan, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan dalam ilmu pendidikan Islam adalah semua yang tampak di sekeliling siswa dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah lakunya dalam menjalankan aktifitas mereka, yakni usaha untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan kognitif, sikap afektif dan keterampilan psikomotorik yang berdasarkan nilai- nilai ajaran Islam. Dalam hal ini lingkungan belajar yang baik diharapkan untuk menggugah emosi siswa agar termotivasi untuk belajar.

3. Aspek-Aspek Materi Ilmu Pendidikan Islam

Untuk dapat melaksanakan pendidikan Islam dengan hasil yang baik, maka dibutuhkan seorang pendidik yang mengetahui aspek-aspek dari pendidikan Islam tersebut. Aspek-aspek pendidikan Islam adalah aqidah, 52 Zuhairini, Ilmu Pendidikan, 34. 53 Fuad Ihsan, Dasar-dasar, 85. 54 A. Muri Yusuf, Pengantar Ilmu, 24. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id syari‟ah, akhlak, dan berbagai aspek ajaran-ajaran Islam. 55 Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu aspek-aspek dari pendidikan Islam tersebut: a. Akidah Para ahli sangat bervariasi dalam mendefinisikan aqidah yang beranjak dari pengertian yang terkesan terbuka sampai pada yang terperinci, bahkan sangat berhati-hati dalam mengungkapkannya. Aqidah berasal dari kata „aqid yang berarti pengikatan”. 56 Sedangkan secara terminologi, aqidah adalah suatu kesatuan keyakinan yang utuh dan murni dalam hati dan perbuatan yang tersusun mulai yakin akan Allah, Malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari pembalasan dan takdir baik dan buruk semuanya dari Allah. Dan semuanya ini merupakan syarat tercapainya penghambaan diri dan diterimanya semua amal manusia. Menurut Zuhairini, aqidah adalah i‟tikad batin, mengajarkan keesaan Allah SWT sebagai Tuhan yang mencipta, mengatur dan meniadakan. 57 Menurut Syamsuddin Yahya, bahwa dasar segala amal perbuatan yang dapat diterima Allah swt apabila dilandasi dengan iman dan Aqidah yang benar dan baik akan dapat mempengaruhi dalam hidup seseorang. Hal itu dapat dilihat dari cara berfikir, bicara, budi pekerti dan akhlaknya. 58 55 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet. 3, 133. 56 Sutrisna Sumadi dan Rafi‟udin, Pedoman pendidikan Aqidah Remaja, , Jakarta: Pustaka Quantum, 2002, 31. 57 Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983, cet. 8, 60. 58 Chabib Thoha, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999, 106. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Menurut Zaki Mubarok Latif yang mengutip pendapat dari Hasan Al Banna mengatakan bahwa aka‟id bentuk jamak dari aqidah artinya beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati. Sedang kutipan pendapat dari Abu Bakar Jabir Al Jazani mengatakan bahwa aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. 59 Berdasarkan pengertian diatas, setiap manusia memiliki fitrah tentang adanya Tuhan yang didukung oleh hidayah Allah SWT berupa indra, akal agama dan lain sebagainya, dan keyakinan sebagai sumber utama aqidah itu tidak boleh bercampur dengan keraguan. Tiap-tiap pribadi pasti memiliki kepercayaan, meskipun bentuk dan pengungkapannya berbeda-beda. Dan pada dasarnya manusia memang membutuhkan kepercayaan, karena kepercayaan itu akan membentuk sikap dan pandangan hidup seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian aqidah adalah sesuatu yang pertama dan utama untuk diimani oleh manusia, sehingga pendidikan akidah merupakan asas dari segala upaya pendidikan dan dasar penopang bagi kehidupan manusia. Sehingga pemahaman dan keyakinan tentang agama yang dimiliki oleh anak didik tidak hanya sedekar pengetahuan saja namun juga sebagai pedoman hidup sehari-hari baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial. 59 Zaki Mubarok Latif, dkk., Akidah Islam, Yogyakarta: UII Press, 2001, 29. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id b. Syari‟ah Makna asal dari kata syari‟ah adalah jalan ke sumber mata air. Perkataan syari‟at syari‟ah dalam bahasa arab berasal dari kata syari‟, secara harfiah adalah jalan yang harus dilalui oleh semua muslim. Dilihat dari segi ilmu hukum, syari‟ah adalah norma hukum dasar yang diwahyukan Allah, yang wajib diikuti oleh semua orang Islam, baik dalam berhubungan dengan Allah maupun dalam berhubungan dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. 60 Norma hukum dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Karena norma-norma hukum dasar yang di dalam al- Qur‟an itu masih ada yang bersifat umum, perlu dirumuskan lebih lanjut setelah Nabi Muhammad wafat. Ilmu sy ari‟ah inilah yang nantinya akan dipakai oleh masyarakat di dalam kehidupannya sehari- hari, namun selain hukum syari‟ah di dalam agama Islam masih ada yang dinamakan ilmu fiqih. Dalam memberikan pendidikan agama, ilmu syari‟ah pun harus diberikan dan diterangkan secara detail agar tidak menimbulkan ketidakfahaman. Karena ilmu ini nantinya sangat dibutuhkan di masyarakat untuk menentukan segala sesuatu yang menyangkut dengan hukum. 60 Daud Ali, Pendidikan Islam, 235-236.