NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TAYSIR AL-KHALLAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD KHAKIM ASHARI

D01211021

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I) Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

Muhammad Khakim Ashari

NIM. D01211021

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

Muhammad Khakim Ashari (D01211021), Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Taysir Al-Khallaq Karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi Dan Relevansinya Dengan

Tujuan Pendidikan Islam, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Key Word:Nilai, Pendidikan Akhlak,Taysir Al-Khallaq,Tujuan Pendidikan Islam. Pembimbing: Drs. H. M. Nawawi, M. Ag.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Taysir Al-Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi serta relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian library research dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hal yang pertama dilakukan adalah mengumpulkan data-data yang terkait dengan penelitian, kemudian peneliti mengklasifikasikan sesuai permasalahan yang dibahas, setelah itu data disusun dan di analisis dengan menggunakan content analysis. Selain analisis konten, dalam penelitian ini juga menggunakan analisisstrukturalisme genetic.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung kitab Taysir Al-Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi mencakup tiga aspek. Pertama,nilai pendidikan akhlak yang berhubungan dengan Allah SWT, yang memuat tentang taqwa. Kedua, nilai pendidikan akhlak yang berhubungan dengan keluarga dan lingkungan (masyarakat) yang memuat tentang hak dan kewajiban kepada sanak famili, hak dan kewajiban kepada tetangga, adab dalam pergaulan, kerukunan, persaudaraan, adab dalam pertemuan, ketiga, nilai pendidikan akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri yang memuat tentang kebersihan, kejujuran, amanah,al-Iffah, al-Muru’ah,sabar, kedermawanan,Tawadlu’,serta Adil.

Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya adalah membentuk manusia yang mempunyai kepribadian Muslim yang salah satunya adalah mempunyai akhlak yang baik (mulia). Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Taysir Al-Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi

baik yang mencakup akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada diri sendiri pada hakikatnya mempunyai relevansi dengan tujuan pendidikan Islam. Dengan demikian, isi kandungan materi kitab tersebut sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai upaya dalam membentukinsan kamilyang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 10

E. Penelitian Terdahulu ... 11

F. Definisi Istilah... 12

G. Metode Penelitian ... 15

H. Sistematika Pembahasan... 19 BAB II : KAJIAN TEORI


(8)

1. Nilai... 21

2. Pendidikan... 23

3. Akhlak ... 26

B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak... 31

C. Dasar Pendidikan Akhlak ... 35

D. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 39

E. Metode Pendidikan Akhlak ... 42

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak... 51

G. Tujuan Pendidikan Islam ... 52

BAB III: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITABTAYSIR AL-KHALLAQKARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI A. Riwayat Hidup Hafidz Hasan Al-Mas’udi... 55

1. Biografi Hafidz Hasan Al-Ma’udi... 55

2. Karya-karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi... 56

B. Anatomi KitabTaysir Al-Khallaq... 59

C. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitabTaysir Al-Khallaq... 61

1. Akhlak kepada Allah ... 62

1.1 Takwa ... 62

2. Akhlak kepada keluarga dan lingkungan masyarakat... 63

2.1 Hak dan kewajiban kepada kedua orang tua ... 63

2.2 Hak dan kewajiban kepada sanak famili ... 65


(9)

2.4 Adab dalam pergaulan ... 67

2.5 Kerukunan ... 68

2.6 Persaudaraan ... 70

3. Akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri ... 71

3.1 Kebersihan ... 71

3.2 Jujur ... 72

3.3 Amanah... 72

3.4Al-‘Iffah... 73

3.5Al-Muru’ah... 74

3.6 Al-Hilmu (Sabar) ... 75

3.7 Kedermawanan ... 76

3.8 Tawadhu’ (rendah diri) ... 77

3.9 Adil ... 77

BAB IV : ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB TAYSIR AL-KHALLAQ KARYA HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Analisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitabTaysir Al-Khallaqkarya Hafidz Hasan Al-Mas’udi... 79

1. Akhlak kepada Allah ... 79

2. Akhlak kepada keluarga dan lingkungan masyarakat... 85

2.1 Hak dan kewajiban kepada kedua orang tua ... 85

2.2 Hak dan kewajiban kepada sanak famili ... 91


(10)

2.4 Adab dalam pergaulan ... 100

2.5 Kerukunan ... 103

2.6 Persaudaraan ... 106

3. Akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri ... 109

3.1 Kebersihan ... 109

3.2 Jujur ... 112

3.3 Amanah... 115

3.4Al-‘Iffah... 118

3.5Al-Muru’ah... 121

3.6Al-Hilmu(Sabar) ... 123

3.7 Kedermawanan ... 126

3.8 Tawadhu’ (rendah diri) ... 129

3.9 Adil ... 132

B. Relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Taysir Al-Khallaqkarya Hafidz Hasan Al-Mas’udi dengan tujuan pendidikan Islam ……….. 134

BAB V : KESIMPULAN ………. 155 DAFTAR PUSTAKA


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agamarahmatan li al-‘alaminmengajarkan kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Ajaran seperti itu dilatarbelakangi karena manusia diciptakan sebagai khalifah (pemimpin) dan tujuan dari penciptaan manusia adalah untuk patuh dan menyembah kepada Allah SWT. Oleh karena itu manusia hendaklah mengembangkan potensi yang baik agar mampu menjadi Insan kamil yang senantiasa mengamalkan perbuatan baik dan mampu meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, manusia juga harus bisa mampu mengendalikan dirinya agar tidak terjerumus ke dalam keburukan dan kesesatan dengan menuruti hawa nafsunya dan tidak ta’at terhadap perintah dan larangan Allah SWT yang akhirnya membawa dirinya ke dalam neraka yang sangat pedih siksaannya.

Era globalisasi sekarang ini yang serba modern, manusia tidak lagi disulitkan dengan menjalankan kehidupannya, karena perkembangan pada zaman saat ini sangatlah pesat. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya temuan teknologi canggih yang semakin marak sehingga mampu memudahkan sekaligus membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Teknologi informasi dan ilmu pengetahuan yang berkembang pesat pada saat ini memang membawa banyak dampak positif bagi manusia hampir di semua bidang kehidupan, akan tetapi hal tersebut juga menjadi dampak yang sangat


(12)

besar terhadap perilaku masyarakat yang semakin menjurus terhadap hal-hal yang lebih bersifat negatif. Pola-pola perilaku masyarakat memiliki kecenderungan melenceng dari koridor-koridor akhlak mulia. Hal ini terjadi terutama pada kalangan remaja, gejala-gejala penurunan akhlak tampak jelas sekali.1

Langkah tepat dalam menjawab tantangan hidup yang semakin berkembang pesat ini adalah membekali individu dengan akhlak, karakter, dan pola pikir yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal itu dimaksudkan agar manusia siap dalam menjalani hidup dan tidak sampai terjerumus ke jalan yang salah karena mempunyai kepribadian yang kuat dengan tuntunan ajaran Agama.

Upaya memperbaiki akhlak, moral, dan karakter manusia adalah hal yang wajib untuk dilakukan oleh setiap insan. Itu semua bertujuan agar manusia mencapai tujuan hidupnya, yakni mewujudkan Insan kamil (manusia yang sempurna). Akhlak menjadi hal yang pokok bagi manusia, karena itu Rasulullah menyuruh umatnya untuk senantiasa memperbaiki akhlak, seperti yang terkandung dalam hadits berikut;

.

.

.

.

1


(13)

:

)

(

-Menceritakan kepada al- ‘abbas bin al-walid al-damasyqiy. Menceritakan kepada kami ‘ali bin ‘iyasy. Menceritakan kepada kami sa’id bin ‘umarah. Menceritakan kepadaku al-harits bin an-nu’man. Aku mendengar Anas bin Malik berkata dari Rasulullah SAW berkata: Mulyakanlah anak-anakmu dan baguskanlah budi pekerti mereka.2

Hadits di atas mengingatkan kepada semua manusia agar mampu hidup mulia dengan akhlak yang baik. Nabi SAW sendiri adalah insan yang memiliki akhlak yang sangat mulia, oleh karena itu Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sebagai suri teladan bagi umat manusia, seperti yang terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 21;

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.3

Makna tersirat dari ayat di atas adalah bahwasanya umat manusia harus mampu menjadikan dirinya mempunyai akhlak yang baik seperti yang

2

Muhammad bin Yazid Abu Abdullah,Sunan Ibnu Majah Juz II, (Beirut: Dar Al-Fikr, tt), hal. 1211. lihat Maktabah Syamilah.

3


(14)

dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bukti shahih menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dengan keagungan akhlaknya bisa membuat orang disekitarnya yang asalnya membenci dan tidak menerima ajakan dan ajarannya berubah menjadi orang-orang yang berbuat baik dan setia pada Rasulullah SAW untuk berjuang bersama dalam mensyiarkan agama Islam. Dengan demikian umat manusia seluruhnya harus mengaplikasikan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari agar kehidupan di bumi ini senantiasa tentram, sejahtera, dan penuh dengan rahmat Allah SWT.

Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa bahwa manusia terlahir di dunia ini dalam keadaanfitrah (suci), dan amal individu itu sendiri yang akan menentukan, apakah akan masuk dalam surga Allah jika amal baik lebih banyak dari pada yang buruk dan sebaliknya jika amal buruk lebih banyak dari pada amal baik maka akan masuk dalam Neraka yang sangat pedih siksanya. Kehidupan di dunia ini seyogyanya manusia menjaga kefitrahan yang ada pada dirinya dengan senantiasa taat dan patuh dalam menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Proses yang dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki akhlak adalah dengan saling menasihati dan mengingatkan serta memberikan contoh yang baik (uswatun hasanah) agar mampu mempunyai keluhuran budi yang


(15)

tinggi dan sempurna, dan itu seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Seiring perkembangan jaman, praktik semacam itu berkembang dengan adanya lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan manusia ini sebagai sumber daya yang unggul dan mampu menghadapi tantangan hidup. Adapun pendidikan akhlak secara garis besar bertumpuh kepada tiga lingkungan yang ada dalam pendidikan, yakni lingkungan pendidikan keluarga, lingkungan pendidikan sekolah, dan lingkungan pendidikan masyarakat.

Keluarga adalah wadah yang sangat penting diantara individu dan kelompok sosial yang pertama dimana anak-anak menjadi anggotanya.Keluarga merupakan satu-satunya tempat pertama untuk mengadakan sosialisasi. Anak-anak, orangtua dan saudara-saudaranya yang lain adalah orang-orang yang pertama dimana anak-anak mengadakan kontrak belajar. Sebagaimana dia hidup dengan orang lain sampai memasuki sekolah, anak-anak menghabiskan seluruh waktunya dalam unit ini, hingga masa adolesent dapat ditaksir bahwa anak-anak menghabiskan setengah waktunya dalam keluarga.4

Lingkungan pendidikan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama. Peran orang tua dalam keluarga menjadi sangat urgen, yakni sebagai penanggung jawab keluarga dalam semua aspek yang

4


(16)

ada dalam keluarga. Oleh karena itu, orang tua hendaknya menjadikan anak-anaknya sebagai anak-anak yang shalih danshalihah yang patuh pada aturan agama. Hal itu memang tidak mudah diwujudkan selain dengan kerja keras dan berupaya secara maksimal dengan mendidik anak-anaknya yang sesuai dengan ajaran Islam, baik dengan perkataan yang berupa peringatan, perintah, larangan dan berupa contoh perbuatan yang baik. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Al-Qur’an telah menjelaskan agar supaya keluarga memperhatikan pendidikan bagi anaknya supaya terhindar dari kelemahan baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun psikis. Al-Qur’an memerintahkan agar menjaga keluarga dari api neraka,sebagaimana yang disebutkan dalam surat at-Tahrim ayat 6 yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang beriman, peliharalah diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu; Diatasnya malaikat-malaikat yang kasar-kasar, yang keras-keras, yang tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan”.5

5


(17)

Quraish Shihab berpendapat bahwa Ayat di atas menggambarkan bahwa pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat diatas tidak hanya tertuju pada ayah (laki-laki), melainkan juga pada peran ibu (perempuan). Maka kedua orangtua mempunyai tanggungjawab kepada anak-anaknya sebagaimana mereka memiliki tanggungjawab atas perbuatannya sendiri.6

Lembaga pendidikan (Sekolah / madrasah) merupakan lingkungan pendidikan kedua setelah keluarga, yaitu merupakan salah satu system yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Adanya kelembagaan dalam masyarakat, dalam rangka proses pembudayaan umat, merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang kultural dan edukatif terhadap peserta didik dan masyarakat tersebut. Tanggung jawab lembaga pendidikan tersebut dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah erat kaitannya dengan usaha mensukseskan misi sebagai seorang muslim.7

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri di dunia ini, karena manusia mempunyai sifat yang saling membutuhkan antara individu yang satu dengan yang lain. Dan manusia juga akan menjalani kehidupan secara berkelompok yakni hidup dalam lingkungan masyarakat yang merupakan kumpulan dari beberapa individu yang hidup bersama.

6

M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah, vol. 14 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 327.

7


(18)

Masyarakat merupakan lembaga pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah yang mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda-beda dan keanekaragaman bentuk kehidupan sosial yang berjenis-jenis budayanya.8

Pendidikan yang ada pada tiga lingkungan pendidikan tersebut harus senantiasa didasari dengan nilai-nilai pendidikan akhlak untuk membentuk manusia yang berbudi luhur dan mempunyai derajat mulia yang tidak hanya dari segi kognitif, namun yang lebih penting lagi adalah dari segi afektif, dan psikomotorik agar dapat mewujudkaninsan kamil.

Tokoh pendidikan Islam sangat banyak dengan berbagai pemikirannya yang mempunyai tujuan sama, yakni ingin mengembangkan pendidikan Islam lebih baik. Salah satu ulama atau tokoh tersebut adalah hafidz hasan mas’udi, nama lengkapnya adalah Abu Hasan Ali ibn Husayn ibn Ali al-Mas’udi salah seorang guru senior di darul ulum, Al-Azhar Mesir. Al- al-Mas’udi adalah seorang ahli sejarah, geografi, geologi, zoologi, ensiklopedi dalam bidang sains Islam, tokoh pendidikan, sekaligus pengembara. Berbagai karya telah dihasilkan darinya dan salah satunya adalah kitab Taysir Al-Khallaq.

Salah satu karya hafidz hasan al-mas’udi dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan adalah kitab Taysir al-khallaq adalah kitab yang berisi ringkasan ilmu akhlak untuk pelajar tingkat dasar. Ilmu akhlaq adalah kumpulan kaidah untuk mengetahui kebaikan hati dan semua alat perasa

8


(19)

lainnya. Objek pembahasan ilmu akhlak adalah tingkah laku baik atau jeleknya. Adapun buah ilmu akhlak adalah kebaikan hati dan semua anggota badan ketika di dunia dan keberhasilan mencapai derajat yang mulia di akhirat nanti.9 Didalam kitab itu berisi tentang konsep-konsep akhlak yang merupakan hasil pemikirannnya yang bertujuan untuk disyiarkan ke masyarakat luas dengan maksud sebagai bekal dalam kehidupan agar mampu mempunyai akhlak yang baik.

Konsep secara umum merumuskan, pada hakikatnya tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna.10 Oleh karena itu manusia tidak akan sempurna jika keberhasilan pendidikan hanya dilihat dengan tolak ukur kognitif, tapi yang lebih penting lagi adalah terbentuknya generasi yang mempunyai akhlak mulia. Ilmu akhlak akan menjadi sempurna, jika nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu akhlak tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata.

Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Taysir Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam”. Penulis ingin mendapatkan apa nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq dan bagaimana relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.

9

Hafidz Hasan Al-Mas’udi,Taysir Al-Khallaq, Terj. M. Fadlil Sa’id An-Nadwi,BekalBerhargauntuk menjadi anak mulia, lihat Bab Muqaddimah, Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H.

10


(20)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang termuat dalam kitab Taysir Al-Khallaqkarya Hafidz Hasan Al-Mas’udi?

2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Taysir Al-Khallaqdengan tujuan pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai nilai-nilai pendidikan akhlak yang termuat dalam kitab taysir al-khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq dengan tujuan pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, diantaranya;

1. Meningkatkan wawasan pengetahuan dan keilmuan yang lebih luas tentang pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab taysir al-Khallaq. 2. Hasil dari penelitian ini juga bisa membantu usaha dalam pengamalan


(21)

3. Hasil penelitian ini juga bisa memberikan sumbangsih bagi literatur pendidikan akhlak untuk dijadikan sebagai bahan rujukan dalam kegiatan pendidikan maupun penelitian selanjutnya.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini pada dasarnya bukan termasuk penelitian baru, namun sebelum ini juga sudah ada beberapa hasil penelitian yang telah mengkaji objek penelitian tentang nilai-nilai pendidikan akhlak. Oleh karena itu, penulisan dan penekanan skripsi ini berbeda dengan skripsi yang telah dibuat sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu (prior research) adalah;

1. Azmil Umur dalam skripsinya, Korelasi pemahaman materi kitab taisirul-Kholaq dengan akhlak santri di Madrasah Diniyah Darul-hikmah Krian Sidoarjo. Kesimpulan dari skripsi tersebut adalah bahwa pemahaman tentang materi akhlak oleh santri Madrasah Diniyah Mojosantren Kemasan Sidoarjo adalah baik dengan prosentase 84,6 %. Selain itu, dijelaskan bahwa santri Madrasah Diniyah Mojosantren Kemasan Sidoarjo mengimplementasikan apa-apa yang terkandung dalam materi akhlak dalam tingkah laku sehari-hari dengan baik, hal itu dibuktikan dengan prosentase 83%. Kesimpulan dari skripsi tersebut bahwa ada


(22)

korelasi pemahaman materi Taisirul Kholaq dengan akhlak santri Madrasah Diniyah Darul-Hikmah.11

F. Definisi Istilah

Skripsi ini adalah tentang “Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq karya hafidz hasan al-mas’udi dan relevansinya

dengan tujuan pendidikan Islam” supaya tidak menyimpang dari alur pembahasannya, maka penulis akan mendefinisikan beberapa istilah dalam judul tersebut, diantaranya:

1. Nilai-nilai

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, nilai berarti Banyak sedikitnya isi; kadar ; mutu.12 Sedangkan Menurut Chabib Thoha yang mengutip pendapat dari Sidi Ghazalba, nilai adalah suatu yang bersifat abstrak, ideal. Nilai bukan benda kongkrit bukan fakta dan tidak hanya persoalan benar adalah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi maupun tidak disenangi.13 Definisi lain menyebutkan bahwa nilai adalah patokan

11

Azmil Umur, Korelasi Pemahaman Materi Kitab Taisirul-Kholaq dengan Akhlak Santri di Madrasah Diniyah Darul Hikmah Krian Sidoarjo,(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2008).

12

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hal.281.

13

Chabib Thoha, et al., Kapita Selekta Pendidikan Islam, cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 60-61.


(23)

normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.14

2. Pendidikan akhlak a) Pendidikan

Pendidikan dalam bahasa latin adalah education. Definisi pendidikan adalah sebagai pembentukan jiwa dan raga, tanpa membedakan antara pengajaran dan pendidikan.15 Definisi lain menjelaskan bahwa Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran dan latihan.16

b) Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa arab yang di indonesiakan; yang juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Sedangkan menurut istilah akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia; apakah itu perbuatan baik atau buruk.17

Dari beberapa uraian definisi tersebut, bisa disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia dalam rangka merubah sikap dan perilaku seseorang yang semula

14

Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 9.

15

Ali Abdul Halim Mahmud, At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk.

Akhlak Mulia,(Jakarta, Gema Insani, 2004), hal. 22.

16

Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990), hal. 365.

17


(24)

berkepribadian tidak baik menjadi baik, dan merubah kepribadian baik menjadi lebih baik melalui proses pendidikan dan pengajaran untuk mencapai derajatinsan kamilyang mempunyai kepribadian luhur. 3. KitabTaysir al-khallaq

KitabTasysir Khallaqadalah karya hafidz hasan al-Mas’udi dalam bidang ilmu akhlak. Dalam kitab tersebut terdapat tiga puluh satu Bab, baik itu mengenai akhlak terpuji (Akhlak Mahmudah) ataupun akhlak tercela (akhlak madzmumah). Penelitian ini hanya difokuskan pada nilai-nilai akhlak terpuji yang ada dalam kitabtaysir khallaq. Gambaran akhlak terpuji itu diantaranya adalah; ketaqwaan, hak dan kewajiban kepada orang tua, hak dan kewajiban kepada sanak famili, hak dan kewajiban kepada tetangga, kerukunan, persaudaraan, kebersihan, kejujuran, amanah, al-‘iffah, al-muru’ah, kesabaran, kedermawanan,tawadhu’,serta adil.

4. Tujuan Pendidikan Islam

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada pada kitab Taysir al-khallaq itu ada hubungannya dengan pendidikan Islam, terutama dengan tujuan pendidikan Islam. Secara umum tujuan pendidikan Islam, adalah membentuk insan kamil yang mempunyai kepribadian luhur (akhlak terpuji). Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam kitab tersebut harus


(25)

diimplementasikan dalam semua lini pendidikan dan dalam semua sendi kehidupan, agar tujuan pendidikan Islam akan tercapai.

Dengan definisi istilah diatas, maka judul; Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Taysir al-khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam adalah penelitian yang mengambil nilai-nilai pendidikan akhlak (mahmudah) yang termuat dalam kitab Taysir al-Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi yang kemudian dikaji dan dianalisis serta dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam.

G. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode yang relevan dalam proses pengumpulan dan penggalian data, serta analisis data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi. Berikut ini rinciannya;

1. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan fokus penelitian sebagai berikut; nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq karya hafidz hasan al-mas’udi dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam yakni pada aspek akhlak terpuji (akhlak mahmudah) yang terdapat dalam kitab tersebut.

Fokus penelitian ini adalah mengidentifikasi nilai-nilai pendidikan akhlak pada aspek akhlak terpuji mulai dari aspek ketaqwaan, hak dan


(26)

kewajiban kepada orang tua, hak dan kewajiban kepada sanak famili, hak dan kewajiban kepada tetangga, kerukunan, persaudaraan, kebersihan, kejujuran, amanah, al-‘iffah, al-muru’ah, kesabaran, kedermawanan,

tawadhu’, serta adil. Setelah itu nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam.

2. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu; penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.18

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research,

yaitu Penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan, seperti: buku-buku, majalah, dokumen, catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya. Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan ini dapat dijadikan landasan dasar dan alat

18


(27)

utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan. Penelitian ini dikatakan juga sebagai penelitian yang membahas data-data sekunder.19

3. Metode Pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian studi kepustakaan (library research), dan metode dokumentasi.

a. Studi Kepustakaan(Library research)

Studi kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data-data yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas, baik itu yang bersumber dari buku, atau sumber tertulis lainnya (makalah, artikel, atau laporan penelitian).20

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu cara pengumpulan data-data melalui benda-benda peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat-pendapat, teori-teori, dalil-dalil, atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.21

19

Mardalis,Metode Penelitian - Suatu Pendekatan Proposal(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 28.

20

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), cet. Ke-1, hal. 140-141.

21


(28)

4. Sumber Data

Dalam skripsi ini, peneliti mengklasifikasikan Sumber data menjadi dua macam, yaitu; sumber primer dan sumber sekunder.

a. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama atau sumber asli.22 Dalam skripsi ini sumber primernya adalah kitab taysir al-khallaq.

b. Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber pendukung untuk memperjelas data primer.23 Dalam skripsi ini, Sumber sekunder yang dimaksud adalah buku pendukung, atau sumber tertulis lainnya seperti makalah, jurnal, artikel, dan lain-lain.

5. Metode Analisa Data

Setelah memperoleh data-data dari perpustakaan peneliti mengklasifikasikan atau mengelompokkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas, setelah itu data-data disusun, dikelaskan kemudian dengan menggunakan metode berikut yaitu content analysis.

Dalam content analysis peneliti akan mengungkapkan bahwa content analysis adalah isi dari tema yang peneliti bahas, kemudian perlu

22

Nasution,Metode Research Penelitian Ilmiah, Edisi I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001). Cet. IV, hal. 150.

23


(29)

diproses dengan aturan dan prosedur yang telah direncanakan.24 Dalam hal ini peneliti akan mengungkapkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq karya hafidz hasan al-mas’udi dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam.

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dimaksudkan sebagai gambaran atau kerangka isi penelitian dari mulai proses awal hingga akhir sebagai media untuk memudahkan dalam memahami masalah-masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini. Berikut ini sistematikanya;

Bab Pertama tentang pendahuluan yang memuat; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua, tentang Kajian teori yang memuat; pengertian nilai pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, dasar pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak, faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan akhlak, dan tujuan pendidikan Islam.

Bab ketiga tentang biografi hafidz hasan al-mas’udi, anatomi kitab Taysir Al-Khallaq, nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq karya hafidz hasan al-mas’udi,

24


(30)

Bab keempat tentang analisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq dan relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab taysir al-khallaq dengan tujuan pendidikan Islam.

Bab kelima penutup yang berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Mahmud, Ali, At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah, Terj. Abdul Hayyie Al-Kattani, et al.,Akhlak Mulia,Jakarta, Gema Insani, 2004.

Abu Abdullah, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah Juz II, Beirut: Dar Al-Fikr, tt.

Afifuddin dan Ahmad Saebani, Beni, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2009.

Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991.

Ali, Muhammad, Penelitian Pendidikan; Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa, 1987.

Arifin, M.,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

Darajat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kerjasama Departemen Agama RI,1982.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Pustaka Amani, 2005.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.

Hafidz Hasan Al-Mas’udi, Taysir Al-Khallaq, Terj. M. Fadlil Sa’id An-Nadwi, Bekal Berharga untuk menjadi anak mulia, Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H.


(32)

Kartono, Kartini, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, Jakarta: CV. Rajawali, 1995.

Mahjuddin,Kuliah Akhlaq-Tasawuf,Jakarta: Kalam Mulia, 1994.

Mardalis, Metode Penelitian - Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Muhadjir, Noeng,Metode Penelitian Kualitatif,Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991. Nasution,MetodeResearchPenelitian Ilmiah,Edisi I, Jakarta: Bumi Aksara, 2001. Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press,

1987.

Rahmat, Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004. Shihab, M. Quraish,Tafsir al-Misbah, vol. 14, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Thoha, Chabib, et al.,Kapita Selekta Pendidikan Islam, cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Umur, Azmil, Korelasi Pemahaman Materi Kitab Taisirul-Kholaq dengan Akhlak Santri di Madrasah Diniyah Darul Hikmah Krian Sidoarjo, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2008.


(33)

BAB II KAJIAN TEORI A. Nilai Pendidikan Akhlak

1. Nilai

1.1 Pengertian Nilai

Nilai mempunyai banyak makna, diantaranya: 1. Harga. 2. Harga sesuatu jika diukur atau ditukarkan dengan yang lain. 3. Angka kepandaian. 4. Kadar; mutu; banyak sedikitnya isi. 5. Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, misalnya: nilai-nilai agama yang perlu diindahkan.26

Menurut Noor Syam seperti yang dikutip Muhaimin, nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat.27

Menurut Chabib Thoha Nilai merupakan sesuatu yang abstrak sehingga sulit untuk dirumuskan ke dalam suatu pengetian yang memuaskan. Menurutnya nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).28

26

WJS. Poerwodarminto,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hal. 677.

27

Muhaimin, Abdul Mudjib,Pemikiran Pendidikan Islam,(Bandung: Trigenda Karya, 1983), hal. 109.

28


(34)

1.2 Sumber Nilai

Muhaimin membagi sumber nilai menjadi dua macam, yakni:29 a) Nilai Ilahi

Nilai yang dititahkan Tuhan melalui para Rasul-Nya, yang berbentuk takwa, iman, adil, yang diabadikan dalam wahyu Ilahi. Seperti contoh bentuk ibadah shalat, zakat, puasa, dan haji.

b) Nilai Insani

Nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai Insani itu yang kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Seperti contoh bentuk kegiatan peringatan hari besar Negara, penggunaan bahasa di suatu daerah tertentu, dan lain sebagainya.

1.3 Bentuk Dan Tingkatan Nilai

Menurut Mohammad Tholchah hasan seperti yang dikutip muhaimin, jika nilai dilihat dari orientasinya dapat dikategorikan menjadi empat, diantaranya:30

a. Nilai etis, yang mendasari orientasinya pada ukuran baik dan buruk. b. Nilai Pragmatis, yang mendasari pada berhasil dan gagalnya.

29


(35)

hal.111-c. Nilai afek konsorik, yang mendasari orientasinya pada menyenangkan atau menyedihkan.

d. Nilai Religius, yang mendasari orientasinya pada dosa dan pahala, halal dan haramnya.

Dari paparan diatas, bisa disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang digunakan sebagai patokan dalam menentukan kualitas objek tertentu. Nilai yang dimaksud adalah Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, misalnya: nilai-nilai agama yang perlu diindahkan.

2. Pendidikan

Pendidikan dalam wacana keislaman lebih popoler dengan istilah At-tarbiyah, At-Ta’dib, At-Ta’lim, serta Ar-Riyadhah. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika salah satu atau semuanya disebutkan secara bersamaan.

Tarbiyah menurut Al-Abrasyi seperti yang dikutip Ramayulis pengertiannya adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan. Sedangkan


(36)

segala sesuatu yang didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. Kata Ta’lim dalam istilah pendidikan Islam adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Itu berarti bahwa at-ta’lim hanya mencakup aspek kognitif, belum mencakup aspek lainnya. Al-Ghazali menawarkan istilahAr-Riyadhah, baginyaAr-riyadhah adalah proses pelatihan individu pada masa kanak-kanak. Berdasarkan pengertian itu, Al-Ghazali hanya mengkhususkan penggunaan riyadhah untuk fase kanak-kanak.31

Beberapa istilah yang dipakai untuk pendidikan seperti tersebut diatas yang paling populer digunakan adalah kata At-tarbiyah, karena istilah lain (ta’lim, ta’dib, riyadhah) merupakan bagian dari kegiatan tarbiyah. Dalam

mu’jam bahasa Arab, kataAt-tarbiyahmemiliki tiga akar kebahasaan, yaitu:32 1. Rabba, Yarbu, Tarbiyah: yang memiliki makna tambah (Zad) dan

berkembang (nama). Artinya pendidikan (At-tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.

2. Rabba, Yurbi, Tarbiyah: yang memilik makna tumbuh (nasya’a) dan menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Artinya, pendidikan (Tarbiyah)


(37)

merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, social, maupun spiritual.

3. Rabba, Yarubbu, Tarbiyah: yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memlihara dan merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memilik, mengatur dan menjaga kelestarian eksistensinya. Artinya pendidikan (Tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapatsurvivelebih baik dalam kehidupannya.

Secara bahasa Pendidikan berarti proses, cara perbuatan mendidik. Perbuatan mendidik adalah memelihara dan memberi pelatihan (pelajaran) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.33

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 dinyatkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.34

33

Meity Taqdir Qadratillah, et. al., Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), hal. 97.


(38)

Ramayulis mendeskripsikan bahwa, istilah pendidikan berasal dari

bahasa yunani, yaitu “Paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.35

Menurut M. Suyudi pendidikan adalah seluruh atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik aspek jasmani maupun aspek rohani, secara formal, informal, maupun non-formal yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi, baik nilai insaniyah maupun ilahiyah.36

3. Akhlak

Secara Etimologis, Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab

(

)

dalam bentuk jama’, sedangkan Mufradnya adalah khuluq

( )

.37 Dengan demikian kata akhlak atau khuluq secara bahasa berarti budi pekerti, adat

35

Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), hal. 1.

36


(39)

kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi

tabi’at.38

Secara Terminologis, Para Ilmuwan Muslim memberikan definisi tentang akhlak diantaranya:

a. Ibnu Maskawaih mengatakan;

=

.

39

Artinya: Akhlak ialah keadaan jiwa yang selalu mendorong manusia berbuat, tanpa memikirkannya dan mempertimbangkan.

b. Muhammad bin ‘Ilan As-Shadiqiy mengatakan;

=

40

.

Artinya: Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain).

c. Al-Qurthuby mengatakan:

,

.

41 38

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), cet. 1, hal. 3.

39

Muhammad Yusuf Musa, Falsafah Al-akhlaq fi al-Islam wa shilatuha bi Al-Falsafatil Ighriqiyah,

(Kairo: Muasssat Al-Khanjiy, 1963), hal. 81.

40


(40)

Artinya: Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab-kesopanannnya disebut akhlaq, karena perbuatan itu termasuk dari kejadiannya.

d. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mengatakan:

.

42

Artinya: Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.

e. Al-Ghazali mengatakan:

.

43

Artinya: akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa melalui maksud memikirkan dan mempertimbangkan.

Selain kata akhlak, ada istilah moral dan etika yang digunakan dalam masalah tingkah laku manusia. Moral secara bahasa berasal dari bahasa latin,

mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan.44 Dalam kamus

42

Abu Bakar Jabir Al-Jazairy, Minhaj Al-Muslim,(Madinah: Dar Umar ibn Al-Khattab, 1976), hal. 154.


(41)

umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.45

Secara istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan seseorang itu bermoral, maka yang dimakasud adalah orang tersebut tingkah lakunya baik.46

Etika berasal dari bahasa yunani ethos. Secara etimologis, etika bermakna watak, susila, adat. Sedangkan sscara terminologis, dapat diartikan: (1) menjelaskan arti baik atau buruk, (2) menerangkan apa yang seharusnya dilakukan, (3) menunjukkan tujuan dan jalan yang harus dituju, (4) menunjukkan apa yang harus dilakukan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa etika adalah seperangkat nilai yang merupakan hasil gagasan manusia mengenai tata aturan yang berkaitan dengan prilaku manusia dan menjadi layak, wajar, sehingga bias diterima suatu komunitas pada ruang dan waktu tertentu.47

Ada beberapa persamaan antara akhlak, moral, dan etika adalah:

Pertama, akhlak, etika dan moral mengacu pada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik. Kedua, akhlak, moral

45

W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, hal. 654.

46


(42)

dan etika merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk mengukur martabat dan harkat kemanusiaannya. Ketiga, akhlak, moral dan etika seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, statis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang.

Perbedaan antara akhlak, moral dan etika adalah: akhlak tolak ukurnya dengan menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah. Etika tolak ukurnya adalah dengan menggunakan pikiran atau akal. Sedangkan moral tolak ukurnya dengan menggunakan norma hidup yang ada dalam masyarakat.48

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan akhlak adalah suatu proses pembinaan, penanaman, dan pengajaran, pada manusia dengan tujuan menciptakan dan mensukseskan tujuan tertinggi agama Islam, yaitu kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa masyarakat, mendapat keridlaan, keamanan, rahmat, dan mendapat kenikmatan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT yang berlaku pada orang-orang yang baik dan bertaqwa.49

Jadi maksud nilai pendidikan akhlak dalam penelitian ini adalah patokan dalam menentukan kualitas objek tertentu mengenai sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan tentang budi pekerti, tingkah laku, atau perilaku seseorang. Inti dari penelitian ini adalah penelitian

48


(43)

yang mengambil nilai-nilai pendidikan akhlak (mahmudah) yang termuat dalam kitab Taysir al-Khallaq karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi yang kemudian

dikaji dan dianalisis serta dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam. B. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Menurut Abuddin Nata mendeskripsikan ruang lingkup akhlak menjadi tiga, diantaranya:

1. Akhlak terhadap Allah

Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai Khalik.50 Menurut Quraish Shihab, akhlak manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT yang memiliki segala sifat terpuji dan sempurna.51 Bentuk akhlak terhadap Allah SWT adalah dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Jika manusia ingin dapat hidup bahagia, baik di dunia maupun akhirat, maka ia harus dapat menjalin hubungan baik dengan Allah SWT.52Firman Allah SWT dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56:

50

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 149.

51

M. Quraish Shihab,Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,


(44)

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.53

Ahli Tafsir berpendapat maksud Ayat tersebut ialah bahwa Allah tidak menjadikan jin dan manusia kecuali tunduk kepada-Nya dan untuk merendahkan diri. Maka, setiap makhluk, baik jin atau manusia wajib tunduk kepada peraturan Allah. Ayat tersebut juga menguatkan perintah mengingat Allah SWT dan memerintahkan manusia agar senantiasa melakukan ibadah kepada Allah SWT.54

2. Akhlak terhadap sesama manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Qur’an yang berkaitan

dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif, akan tetapi

Al-Qur’an juga menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara

wajar, berucap yang baik, tidak mengucilkan seseorang atau kelompok, pemaaf, dan mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi.55

Hubungan baik antar sesama manusia menjadi penting karena manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah makhluk

53


(45)

sosial, yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Manusia harus hidup bermasyarakat untuk dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Agar kehidupan menjadi harmonis, maka seseorang harus menjaga sikapnya dalam menjalin hubungan dengan yang lainnya.56 Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 1:

Bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."57

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar kaum muslimin bertakwa, sesudah itu Allah juga memerintahkan agar kaum Muslimin memperbaiki hubungan sesama muslim, yaitu menjalin cinta kasih dan memperkokoh kesatuan pendapat. Selain itu Allah juga memerintahkan agar manusia menjauhi perselisihan dan persengketaan yang menimbulkan kesusahan dan menjerumuskan mereka kepada kemurkaan Allah.58

3. Akhlak terhadap Lingkungan

Maksud dari lingkungan disini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda yang

56


(46)

tidak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap

lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.59 Bentuk akhlak kepada lingkungan (alam) adalah dengan menjaga kelestarian alam, karena alam juga makhluk Allah SWT yang berhak hidup seperti manusia. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menyadari bahwa diri manusia diciptakan dari unsur alam, yaitu tanah. Dengan demikian alam harus dilindungi karena alam atau lingkungan hidup yang ditempati manusia telah memberi banyak manfaat kepada manusia, sehingga bisa dikatakan alam adalah bagian dari diri manusia.60 Allah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 56 yang berbunyi:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.61

Ayat tersebut menegaskan bahwa Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan di muka bumi. Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti merusak pergaulan, jasmani dan rohani

59


(47)

orang lain, kehidupan dan sumber-sumber penghidupan, merusak lingkungan dan lain sebagainya.62

C. Dasar Pendidikan Akhlak

Al-Qur’an dan al- Hadits merupakan sumber pokok dalam Agama Islam, termasuk juga pendidikan akhlak tentunya juga berdasarkan dari Al-Qur’an dan Hadits. Ada beberapa ayat maupun hadits yang menjelaskan tentang akhlak, diantaranya;

1. QS. Al-Qalam ayat 4

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.63

Ayat ini menjelaskan tentang Pernyataan bahwa Nabi SAW mempunyai akhlak yang agung merupakan pujian Allah kepadanya, yang jarang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang lain. Ayat ini juga menggambarkan tugas Rasulullah SAW untuk menyampaikan agama Allah kepada manusia agar dengan menganut agama itu mereka mempunyai Akhlak yang mulia pula.64

62

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), Jilid III, hal. 364.

63


(48)

2. QS. Al-Ahzab ayat 21

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.65

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi SAW. Rasulullah SAW adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah dalam menghadapi segala cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya.66 Karena Rasulullah SAW merupakan teladan yang sempurna dan utama bagi umat manusia.

65


(49)

3. HR. At-Turmudzi

:

:

67

Menceritakan kepada kami ahmad ibn mani’ al Baghdadi, menceritakan kepada kami Isma’il ibn ‘ilyah, menceritakan kepada kami khalid al-Haddza’ dari abi Qulabah dari ‘Aisyah RA berkata; Rasululllah SAW bersabda; sesungguhnya orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. (HR. At-Turmudzi).

Hadits di atas menggambarkan tentang betapa pentingnya akhlak bagi umat manusia.68 Karena dalam hadits tersebut manusia dapat dikatakan sempurna imannya apabila akhlaknya baik, sebaliknya jika seseorang itu buruk atau jelek akhlaknya, maka belum sempurna iman seseorang itu.

4. HR. Ahmad ibn Hanbal

.

69

Menceritakan kepada kami sa’id ibn manshur berkata menceritakan kepada kami ‘abdul aziz ibn muhammad dari muhammad ibn ‘ajlan dari qa’qa’ ibn hakim dari abi shalih dari abi hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda; 67

Muhammad Ibn Isa Abu Isa At-Turmudzi, Sunan At-Turmudzi, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘araby, tt.), juz V, hal. 9.

68


(50)

sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang shalih. (HR. Ahmad)

Hadits Nabi di atas menyiratkan arti bahwa persoalan akhlak sebenarnya telah menjadi pusat perhatian para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW diutus. Buktinya, Al-Qur’an juga memberikan informasi

keteladanan tentang perilaku terpuji yang juga datang dari Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan para Nabi yang lain. Intinya, Nabi Muhammad merupakan pelanjut risalah yang telah diajarkan oleh para Nabi sebelumnya, yang semuanya merupakan pembimbing dan pemberi petunjuk kepada umat manusia dalam memandang hidup, bersikap, serta bertingkah laku yang sesuai dengan tata aturan Allah SWT. Nabi Muhammad ketika membimbing umat manusia tidak hanya melalui lisan, akan tetapi juga memberikan contoh nyata melalui teladan yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.70

71

.

Menceritakan kepada kami yunus dan Abu an Nadhri, mereka berdua berkata, menceritakan kepada kami al-layts dari zaid ibn abdillah ibn 70

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), hal. 10.


(51)

usamah dari amru ibn abi amru dari al-muthallib dari aisyah berkata; aku mendengar rasulullah SAW berkata: sesungguhnya seorang mu’min akan bisa mencapai derajat shalat malam dan orang yang puasa dengan akhlak yang mulia. (HR. Ahmad).

Hadits tersebut menjelaskan tentang balasan yang akan diberikan oleh Allah SWT kepada orang yang mempunyai akhlak mulia, yakni berupa derajat yang tinggi disisi Allah. Apabila seseorang mampu memiliki akhlak yang baik maka ia akan mendapatkan derajat sama dengan orang yang shalat malam dan orang yang berpuasa.

D. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan akhlak ialah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedang pelajaran akhlak atau ilmu akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik maupun yang jahat, agar manusia dapat memegang teguh perangai-perangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai-perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat. Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir, akan tetapi oleh karena tindakan lahir itu tidak dapat terjadi bila tidak didahului oleh gerak batin dan gerak-gerik hati, termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak. Oleh karena itu setiap manusia diwajibkan dapat menguasai batinnya atau mengendalikan hawa


(52)

nafsunya karena itu merupakan motor dari segala tindakan lahir.72 Apabila seseorang telah mengetahui semua seluk beluk yang terkait dengan akhlak, maka manusia akan menggapai kehidupan bahagia, baik di dunia maupun akhirat kelak. Kebahagiaan hidup ini pasti tercapai manakala akhlak baik terpancar dalam jiwanya, inilah yang menjadi tujuan manusia dalam mempelajari ilmu akhlak.73

Tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Inilah yang mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok dalam pendidikan akhlak Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an, Al -Hadits.74 Tujuan pendidikan akhlak intinya adalah membentuk pribadi manusia agar mempunyai akhlak mulia, hal itu juga termasuk bagian dari meneruskan misi Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Seperti yang tersebut dalam haditsnya sebagai berikut:

72

Anwar Masy’ari,Akhlak Al-Qur’an,(Surabaya: Bina Ilmu, 1990), hal. 4.

73

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), hal. 6.


(53)

.

75

Menceritakan kepada kami sa’id ibn manshur berkata menceritakan kepada kami ‘abdul aziz ibn muhammad dari muhammad ibn ‘ajlan dari qa’qa’ ibn hakim dari abi shalih dari abi hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda; sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang shalih. (HR. Ahmad)

Selain itu, tujuan lain pendidikan akhlak dapat disebutkan sebagai berikut;76

1. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal shalih. 2. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang menjalani kehidupannya

sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

3. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang bisa berinteraksi secara baik dengan sesamanya, baik dengan orang muslim maupun non-muslim.

4. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang mampu dan mau mengajak orang lain ke jalan Allah.

75

Ahmad ibnu Hanbal,Musnad Ahmad ibn Hanbal,(Muassasah Ar-Risalah: 1999), Juz 14, hal. 512, lihat aplikasi Maktabah Syamilah.


(54)

5. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang mau merasa bangga dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak persaudaraan tersebut.

6. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang merasa bahwa dia adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai daerah, suku dan bahasa serta siap melaksanakan kewajiban yang harus ia penuhi sebatas kemampuannya.

7. Mempersiapkan insan beriman dan shalih yang merasa bangga dengan loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi tegaknya panji-panji Islam di muka bumi ini.

Jadi, tujuan pendidikan akhlak adalah membentuk generasi (individu) agar mempunyai kepribadian yang baik sebagai bekal dalam menjalani kehidupan agar menjadiinsan kamilyang mempunyai akhlak yang mulia (akhlak karimah). E. Metode Pendidikan Akhlak

Muhammad Atiyah Al-Abrosyi mendeskripisikan, ada beberapa metode pendidikan akhlak dalam Islam diantaranya;

1. Pendidikan secara Langsung, yaitu dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahayanya sesuatu; dimana pada anak didik dijelaskan hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntun


(55)

kepada amal baik, mendorong mereka berbudi pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.77

2. Pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan jalan sugesti seperti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat kepada anak-anak, memberikan nasihat-nasihat dan berita-berita berharga, mencegah mereka membaca sajak-sajak yang kosong termasuk yang mengunggah soal-soal cinta dan pelakonnya.78

Dari penjelasan Muhammad Atiyah Al-Abrosyi di atas tentang metode pendidikan akhlak masih secara umum, jika diperinci lagi maka metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut;

1. Metode KisahQur’ani dan Nabawi

Metode kisah Qur’ani dan nabawi adalah penyajian bahan

pembelajaran yang menampilkan cerita-cerita yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.79Metode Kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Kisah edukatif juga melahirkan kehangatan perasaan dan vitalitas serta aktivitas dalam jiwa, yang selanjutnya memotivasi manusia untuk mengubah perilakunya dan memperbaharui tekadnya sesuai dengan tuntunan, pengarahan, dan akhir kisah

77

Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami, et.al., (Jakarta: Bulan Bintang: 1993), hal. 106

78


(56)

itu, serta pengambilan pelajaran darinya.80 Contoh dari kisah kisah Qur’ani adalah kisah Nabi Yusuf AS dengan ayahnya Nabi Ya’qub AS dan kisah Rasul lainnya.

2. Metode Perumpamaan (Amtsal) Qur’ani

Perumpamaan sesuatu adalah sifat sesuatu itu yang menjelaskannya dan menyingkap hakikatnya, atau apa yang dimaksudnya untuk dijelaskannya. Metode amtsal Qur’ani sendiri adalah penyajian bahan pembelajaran dengan mengangkat perumpamaan yang ada dalam Al-Qur’an.81 Kadang-kadang perumpamaan sesuatu, yakni penggambarannnya dan penyingkapan hakikatnya dengan jalan Majaz (Ibarat) atau Haqiqah (keadaan yang sungguh), dilakukan dengan mentasybihkannya (penggambarannya yang serupa) kadangkala pengumpamaan yang palingbaligh(mencapai sasarannya) adalah pengumpamaan makna-makna rasional dengan gambaran indrawi dan sebaliknya.82

Sebagai contoh metode amtsal Qur’ani adalah perumpamaan-perumpamaan yang telah dibuat oleh Allah seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 26:

80

Abdurrahman An-Nahlawi,Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha,Terj. Herry Noer Ali,

Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam,(Bandung: Darul Fikr Pustaka, 1989), Hal. 331-332.

81


(57)

Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.83

Sayyid Ridla menjelaskan ayat di atas seperti yang dikutip oleh Abdurrahman An-Nahlawi bahwa penggunaan kata Dharb dalam hal ini dimaksudkan untuk mempengaruhi dan menyentuhkan kesan, seakan-akan yang membuat perumpamaan mengetuk telinga pendengar dengannya, sehingga pengaruhnya akan menembus qalbunya sampai ke dalam lubuk jiwanya.84

3. Metode Teladan

Metode keteladanan adalah memberikan teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.85 Metode teladan merupakan suatu sistem pendidikan yang sempurna, menggariskan tahapan-tahapan yang serasi bagi perkembangan manusia, menata kecenderungan dan kehidupan psikis, emosional maupun cara-cara penuangannya dalam bentuk perilaku, serta strategi pemanfaatan potensinya sesempurna mungkin.86

Menurut Pupuh Faturrohman metode suri tauladan dapat diartikan

sebagai “keteladanan yang baik”.Dengan adanya teladan yang baik itu, maka akan menubuhkan hasrat bagi orang lain untuk meniru atau menngikutinya, karena memang pada dasarnya dengan adanya contoh ucapan, perbuatan, dan

83

Departemen Agama RI,Al-Qur’an Dan Terjemahannya,op.cit., hal. 40.

84

Abdurrahman An-Nahlawi,Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha,Terj. Herry Noer Ali,

Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Op. Cit., Hal. 351.

85


(58)

contoh tingkah laku yang baik dalam hal apapun maka hal itu merupakan suatu amaliah yang paling penting dan paling berkesan, baik bagi pendidikan anak, maupun dalam kehidupan dan pergaulan manusia sehari-hari.87

Dalam Al-Quran kata teladan diibaratkan dengan kata-kata uswah

yang kemudian dilekatkan dengan kata hasanah, sehingga menjadi padanan kata uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik. Dalam Al-Quran kata

uswah juga selain dilekatkan kepada Rasulullah SAW juga sering kali dilekatkan kepada Nabi Ibrahim a.s. Untuk mempertegas keteladanan Rasulullah SAW Al-Quran selanjutnya menjelaskan akhlak Rasulullah SAW yang tersebar dalam berbagai ayat dalam Al-Quran.88Keteladanan Rasulullah SAW telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Ahzab ayat 21:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.89

Makna tersirat dari ayat di atas adalah bahwasanya umat manusia harus mampu menjadikan dirinya mempunyai akhlak yang baik seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

87

Pupuh Fathurrohman, dan Sabri Sutikno.,Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman,(Bandung : PT. Refika Aditama, 2009), cet. III, hal. 62.


(59)

4. Metode Latihan dan Pengamalan

Islam adalah agama yang menuntut supaya penganutnya mengerjakan amal shalih yang diridlai Allah, menuntut kita supaya mengarahkan segala tingkah laku, naluri, dan kehidupan kita, sehingga dapat merealisasikan adab-adab dan perundang-undangan secara riil. Hal itu disebabkan makhluk insani terdiri atas jasad dan ruh, sedangkan Islam menegakkan kesimbangan antara ruh dan jasad, antara realita sosial insani, dengan tujuan-tujuan dan perundang-undangan Ilahi yang ideal.90 Penggunaan metode latihan dan pengamalan ini dapat menggugah akhlak yang baik pada jiwa anak didik sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih iqtiqamah dan bahagia, karena merasakan dirinya sukses dalam perbuatan dan pekerjaannya. Hal ini selanjutnya dapat melahirkan masyarakat yang terpadu.91

Latihan dan pengamalan juga disebut dengan metode pembiasaan, Zakiah Daradjat mengatakan, bahwa dengan pembiasaan dan latihan akan terbentuk sikap tertentu pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyah lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.92

90

Abdurrahman An-Nahlawi,Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha,Terj. Herry Noer Ali,

Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Op. Cit., Hal. 374.

91


(60)

5. MetodeIbrah dan Mauidhah

Ibrah adalah kondisi yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan yang abstrak, maksudnya adalah perenungan dan tafakkur. Dengan ibrah ini mampu menanamkan akhlak islamiyah dan perasaan

Rabbaniyah kepada anak didik. Oleh karena Ibrah hanya akan diraih oleh seseorang yang berakal sehat. Maka hendaknya pendidik menggugah para anak didik untuk mau merenung di dalam jiwa para pelajar dan membiasakan mereka supaya berpikir sehat.93 Contoh penerapan metode ibrah adalah seperti pengambilan ibrah dari kisah Nabi Yusuf yang terdapat dalam surat Yusuf ayat 111:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.94 Mauidhah adalah pemberian nasihat dan pengingatan akan kebaikan dan kebenaran dengan cara menyentuh qalbu dan menggugah untuk

93


(61)

mengamalkannya.95 Pengaruh yang paling penting dari metode mauidhah

adalah penyucian dan pembersihan jiwa yang merupakan tujuan utama dari pendidikan Islam. Dengan terealisasinya tujuan tersebut, maka masyarakat akan berperilaku luhur dan menjauhi segala kemunkaran serta kekejian, sehingga tidak ada seorang pun yang berbuat aniaya terhadap orang lain, dan seluruh anggota masyarakat akan sama-sama menjalankan perintah Allah.96 Metodema’uidhahsudah dicontohkan oleh Nabi Hud ketika memberi nasihat

kepada kaum ‘ad, seperti yang tercantum dalam surat Al-A’raf ayat 68 yang

berbunyi:

Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu".97

6. MetodeTarghibdanTarhib

Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatumaslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudia diteruskan dengan melakukan amal shalih dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan buruk. Sedangkan Tarhib ialah ancaman dengan ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau

95

Abdurrahman An-Nahlawi,Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha,Terj. Herry Noer Ali,

Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Op. Cit.,Hal. 403.

96


(62)

kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah; dengan kata lain ancaman Allah itu untuk menumbuhkan rasa takut para hambaNya agar selalu berhati-hati dalam bertindak serta tidak melakukan kesalahan dan kedurhakaan.98 Hal itu seperti firman Allah SWT dalam Surat Az Zumar ayat 15-16:

…..

.

Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku.99

Targhib mengandung anjuran untuk menanamkan keimanan dan aqidah yang benar di dalam jiwa anak didik, agar kita dapat menjanjikan surga kepada mereka dan mengancam mereka dengan adzab Allah (Tarhib). Sehingga Targhib dan tarhib ini mengundang anak didik untuk merealisasikannya dalam amal dan perbuatan.100 Seperti janji Allah memberikan balasan surga kepada orang yang beriman dan yang berbuat baik

98

Abdurrahman An-Nahlawi,Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha,Terj. Herry Noer Ali,

Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Op. Cit., Hal. 412.

99


(63)

seperti yang tercantum dalam FirmanNya surat Al-Baqarah ayat 82 yang berbunyi:

Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.101

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah sangat populer. Pertama, aliran nativisme. Kedua, aliran empirisme, dan ketiga aliran konvergensi.

Menurut aliran nativisme, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecederungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada anak yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut akan menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, dan kurang memperhatikan peranan pembinaan dan pendidikan.102


(64)

Aliran empirisme berpendapat bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak didik itu baik, maka baiklah juga anak itu, dan sebaliknya. Aliran ini tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.103

Aliran Konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah dan kecenderungan ke arah yang baik yang ada dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.104

G. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.105

103


(65)

Abdul Mudjib merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan kamil yang didalamnya memiliki wawasankaffahagar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan, dan pewaris Nabi.106

Menurut Zakiah daradjat, tujuan pendidikan Islam secara umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan pandangan, serta yang paling penting adalah bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik. Tujuan pendidikan Islam pula harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.107

M. Suyudi mengemukakan bahwa tujuan pendidikan islam pada hakikatnya adalah terbentuknya kepribadian yang utama berdasarkan pada nilai-nilai dan ukuran ajaran Islam dan di nilai bahwa setiap upaya yang menuju kepada proses pencarian ilmu dikategorikan sebagai upaya perjuangan di jalan Allah.108

106


(1)

156

2. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Taysir Al-Khallaq pada hakikatnya

ada relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam. Penulis menyimpulkan

seperti itu karena mempunyai landasan, bahwa tujuan pendidikan Islam pada

hakikatnya adalah membentuk Insan kamil, dan salah satu dimensi Insan

kamil adalah mempunyai akhlak yang baik, hal itu selaras dengan kandungan

kitabTaysir Al-Khallaqyang secara umum mengajarkan bagaimana mendidik

akhlak manusia, baik itu yang berkenaan dengan akhlak kepada Allah, kepada

keluarga dan masyarakat, maupun akhlak kepada diri sendiri. Dengan

demikian, untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam yakni membentuk

insan kamil yang berkepribadian luhur, maka harus mengimplementasikan

nilai-nilai akhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari baik itu kepada diri

sendiri, keluarga, masyarakat, dan yang terpenting kepada Allah SWT seperti


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdullah, Muhammad bin Yazid,Sunan Ibnu Majah Juz II, Beirut: Dar Al-Fikr,

tt.

Abu al-Husain muslim bin al-Hajjaj bin Muslim,Shahih Muslim,juz I, juz III, juz VI,

juz VIII, Beirut: Dar al-Jayl, tt.

Abu Isa At-Turmudzi, Muhammad Ibn Isa, Sunan At-Turmudzi, juz V, Beirut: Dar

Ihya’ at-Turats al-‘araby, tt.

Afifuddin, Saebani, Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:

Pustaka Setia, 2009.

Ahmadi, Abu,Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991.

,Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Al-Abrasyi, Moh. Athiyah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami,

et.al., Jakarta: Bulan Bintang: 1993.

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail abu Abdullah Shahih Bukhari, juz 5, Beirut: Dar

Ibnu Katsir, 1987.

Al-Ghazali,Ihya’ Ulumiddin, Juz III, Semarang: Usaha Keluarga, tt.

Ali, Muhammad, Penelitian Pendidikan; Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa,

1987.

Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir,Minhaj Al-Muslim,Madinah: Dar Umar ibn Al-Khattab,

1976.

Al-Maraghi, Ahmad-Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, juz 26, Terj. Bahrun Abu Bakar,

et.al., Semarang: Thoha Putera, 1993.

Al-Qurthuby,Tafsir Al-Qurthuby,Juz VIII, Kairo: Dar As-Sya’biy, 1913.

Al-Syaibany, Omar al-Thaumy Falsafah Pendidikan Islam, terj. Jakarta: Bulan


(3)

An-Nahlawi, Abdurrahman, Ushul At-Tarbiyyah Al-Islamiyyah wa Asalibiha, Terj.

Herry Noer Ali, Prinsip-Prinsip Dan Metode Pendidikan Islam, Bandung:

Darul Fikr Pustaka, 1989.

An-Naisabury, Abu Al-Qasim Al-Qusyairy, Ar-Risalatul Qusyairiyyah fi ‘ilmi at

-Tashawwufi,Terj. Ma’ruf Zariq,et.al.,Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Anwar Masy’ari,Akhlak Al-Qur’an,Surabaya: Bina Ilmu, 1990.

Anwar, Rosihon,Akhlak Tasawuf,Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Arifin, M., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.

,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

As, Asmaran,Pengantar Studi Akhlak,Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

As-Shadiqiy, Muhammad bin ‘Ilan, Dalil al-Falihin, juz III, Mesir: Musthafa

Al-Babiy Al-Halabiy, 1971.

At-Tirmidzi Imam Al Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin

Ad-Dahhak as-Sulami,Sunan Turmudzi Juz IV, Beirut : Dar el Fikr, 1993.

Daradjat, Zakiah,Ilmu Jiwa Agama,Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993.

,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Jakarta: Pustaka Amani,

2005.

Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.

Fathurrohman, Pupuh., Sutikno, Sabri., Strategi Belajar Mengajar Melalui

Penanaman,cet. III, Bandung : PT. Refika Aditama, 2009.

Ghafur, Waryono Abdul, Hidup Bersama Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Rihlah,

2006.

Ibnu Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz 1, Juz 14, juz 40, Muassasah

Ar-Risalah: 1999.

Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Fida Isma’il,Tafsir Ibnu Katsir, juz 14, juz


(4)

Kartono, Kartini, Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja, Jakarta: CV. Rajawali,

1995.

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Tafsirnya, jilid I, jilid II, jilid III, jilid V,

jilid VII, jilid IX, jilid X,Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

Kumaidi. Aqidah Akhlak,Cirebon: Akik Pusaka, 2009.

Mahjuddin,Kuliah Akhlaq-Tasawuf,Jakarta: Kalam Mulia, 1994.

Mahmud, Ali Abdul Halim, At-Tarbiyah Al-Khuluqiyah, Terj. Abdul Hayyie

Al-Kattani, dkk.Akhlak Mulia,Jakarta, Gema Insani, 2004.

Mardalis, Metode Penelitian - Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara,

2007.

Minarti, Sri,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Amzah, 2013.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2010.

Mudjib, Abdul, et.al.,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006.

Muhadjir, Noeng,Metode Penelitian Kualitatif,Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991.

Muhaimin., Mudjib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya,

1983.

Mulyana, Rahmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004.

Ramayulis,Ilmu Pendidikan Islam, cet. I, cet. XI, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.

Musa, Muhammad Yusuf, Falsafah akhlaq fi al-Islam wa shilatuha bi

Al-Falsafatil Ighriqiyah,Kairo: Muasssat Al-Khanjiy, 1963.

Nasution,Metode Research Penelitian Ilmiah,Edisi I, Cet. IV, Jakarta: Bumi Aksara,

2001.

Nata, Abuddin,Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.


(5)

Nawawi, Hadari, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press,

1987.

Hafidz Hasan Al-Mas’udi,Taysir Al-Khallaq, Terj. M. Fadlil Sa’id An-Nadwi,Bekal

berharga untuk menjadi anak mulia, Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. XII, Jakarta: Balai

Pustaka, 1991.

Qadratillah, Meity Taqdir, et. al., Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Jakarta:

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.

Quthb, Sayyid, Tafsir Fi dzilalil Qur’an, jilid 10, Terj. As’ad Yasin, et.al., Jakarta:

Gema Insani Press, 2004.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al mishbah (Pesan, Kesan dan keserasian Al-Qur’an)

volume II, volume V, volume VII, volume X, volume XIV, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,Cet. 11, Bandung: Mizan Media Utama, 2000.

Suyudi, M.,Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an,Yogyakarta: Mikraj, 2005.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam,Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Thoha, M. Chabib, et al., Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,Akhlak Tasawuf, Surabaya: IAIN

SA Press, 2011.

, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN SA Press, 2011.

Tono, Sidik, et al., Ibadah Dan Akhlak Dalam Islam, Yogyakarta: UII Press


(6)

Uhbiyati, Nur,Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Umur, Azmil Korelasi Pemahaman Materi Kitab Taisirul-Kholaq dengan Akhlak

Santri di Madrasah Diniyah Darul Hikmah Krian Sidoarjo, Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2008.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Mas’udi.

http://ogetto.mywapblog.com/al-masudi-sejarawan-pengembara.xhtml.