B. Religiusitas
1. Definisi Religiusitas
Menurut Hardjana 1993, religiusitas adalah kata kerja yang berasal dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata re
dan ligare artinya meghubungkan kembali yang telah putus, yaitu menghubungkan kembali hubungan antara Tuhan dan manusia yang
telah terputus oleh dosa-dosanya. Mangunwijaya
Indrastuti, 2005
mengatakan bahwa
religiusitas diartikan sebagai keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya dan juga pengalaman dan penghayatan di dalam
membangun hubungan dengan Tuhan yang melibatkan perasaan pasrah, sukarela, ikhlas, dan juga hormat serta takjub yang pada
akhirnya diteruskan dalam sikap hidup dan perilakunya. Djarir 2004 mengatakan religiusitas merupakan suatu
kesatuan unsur-unsur yang komprehensif yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama being religious dan bukan sekedar
mengaku mempunyai agama having religion. Religiusitas itu sendiri meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman
ritual agama. Perilaku moralitas agama, dan sikap social keagamaan.
Glock and Stark 1965 mendeskripsikan religiusitas sebagai suatu simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku
terlembaga, yang kesemuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengertian religiusitas menurut Glock dan Stark 1965 yaitu religiusitas sebagai
simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembaga, yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai hal paling maknawi .
Dan pengertian ini akan dikaitkan dengan religiusitas pada ibu yang memiliki anak retardasi
mental.
2. Aspek Religiusitas
Dari pengertian tersebut, penulis menurunkannya menjadi 5 aspek religiusitas menurut Glock dan Stark 1965 yaitu :
a. Ritual Involment
Sering juga disebut aspek praktek agama. Penganut agama tertentu melaksanakan aktivitas-aktivitas yang diwajibkan dan
dianjurkan oleh agamanya, seperti berdoa, puasa, kebaktian, korban, sedekah, sholat, haji, misa kudus, dan sebagainya. Aspek
ini dibagi menjadi, yaitu : 1.
Ritual Practice Mengacu pada kumpulan tata cara, aktivitas suci, dan tinjauan
religius dan mengambil perjamuan suci, wudu selama sholat. 2.
Devotion Practice Lebih bersifat informal, spontan, dan cenderung lebih tertutup
dan dilakukan secara pribadi oleh individu. b.
Ideological Involvement. Adanya pengharapan-pengharapan dimana orang-orang religius
berpegang teguh pada suatu teologis atau ajaran tertentu yang mengakui
kebenaran-kebenaran doktrin-doktrin
tersebut, misalnya apakah seseorang mempercayai adanya setan, malaikat,
surga, neraka, karma, mukjizat dan sebagainya. c.
Intellectual Involvement Merupakan harapan-harapan di mana orang-orang beragama
paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan mengenai dasar-
dasar keyakinan serta pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan.
d. Experiental Involvement
Pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dialami dan dirasakan oleh seseorang yang beragama sebagai suatu keajaiban
yang datang dari Tuhan. Hal-hal ini dapat diwujudkan dengan perasaan syukur kepada Tuhan, perasaan mendapatkan teguran
dari Tuhan, perasaan bahwa doa-doanya sering terkabul, serta perasaan bahwa dirinya dekat dengan Tuhan saat berdoa. Aspek
ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1.
Confirming Experience Merupakan bentuk kontak terlihat antara manusia dengan
Tuhan, kesadaran khusus mengenai kehadiran sesuatu yang bersifat ke-Tuhanan sehingga seseorang dapat merasakan
kehadiran Tuhan didekatnya. 2.
Savational Experience Gambaran dari sesuatu peristiwa selama sesorang merasakan
kehadiran Tuhan yang hendak menyampaikan perintah dan kebijaksanaan-Nya sehingga orang tersebut merasakan bahwa
Tuhan telah memberinya berkat khusus dan menganugerahkan kedudukan istimewa.
e. Consequential Involvement
Seberapa tingkatan seseorang dalam berperilaku dan dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Perilaku ini lebih dalam hal
perilaku didunia yaitu bagaimana seorang individu berelasi dengan dunianya terutama dengan sesamanya. Misalnya apakah
ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya.
Sementara itu Jalaludin 2010 mengungkapkan beberapa aspek religiusitas, diantaranya:
a. Bersifat edukatif yaitu membimbing untuk menjadi lebih baik
dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agamanya masing- masing.
b. Berfungsi penyelamat, keselamatan yang diberikan oleh agama
kepada penganutnya dalam keselamatan dunia dan akhirat serta keselamatan ini dicapai melalui keimanan kepada Tuhan.
c. Berfungsi sebagai perdamaian, melalui agama seseorang yang
bersalah, berdosa, dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntutan agama.
d. Berfungsi sebagai control sosial,dianggap sebagai norma sebagai
agama dapat berfungsi sebgai pengawas social baik secara individu maupun kelompok.
e. Berfungsi transformasi, mengubah kehidupan pribadi seseorang
atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Untuk mengukur tingkat religiusitas, dalam penelitian ini penulis menggunakan lima aspek dari Glock dan Stark
1965, yaitu Ritual Involvement Praktek Agama, Ideological Involvement Keyakinan,
Intelectual Involvement Pengetahuan Beragama, Experential Involvement
Pengalaman Beragama,
dan Consequential
Involvement Pengamalan. Penelitian ini menggunakan kelima aspek diatas karena memiliki definisi lebih yang jelas dan lengkap
mencakup berbagai segi kehidupan beragama.
3. Faktor yang Memengaruhi Religiusitas