Ibu dengan Anak Retardasi Mental

Syndrome memiliki sebuah kromosom kecil tambahan. Semenjak itu sejumlah penyimpangan kromosom lain menimbulkan retardasi mental telah teridentifikasi yaitu Down syndrome dan Fragile X syndrome.

5. Prevalansi Retardasi Mental

Retardasi mental yang diakibatkan oleh abnormalitas genetis, menyebabkan retardasi mental pada 1000-1500 pria dan hambatan mental pada setiap 2000-2500 perempuan. Perempuan biasanya memiliki dua kromosom X sementara laki-laki hanya satu. Pada perempuan, memiliki dua kromosom X tampaknya memberikan perlindungan dari gangguan ini, bila kerusakan terjadi pada salah satunya. Hal ini dapat menjelaskan mengapa gangguan ini umumnya akan berdampak akan lebih parah pada laki-laki dari pada perempuan Angier, 1991. Kira-kira 90 penyandang retardasi mental termasuk kategori retardasi mental ringan IQ 50-70, dan mempresentasikan 1 sampai 3 dari populasi secara umum. Prevalensi retardasi mental sekitar 1 dalam satu populasi. Di Indonesia 1-3 penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit diketahui karena retardasi mental kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

D. Ibu dengan Anak Retardasi Mental

Kehadiran anak yang menderita retardasi mental biasanya menimbulkan efek atau reaksi tertentu di lingkungan keluarga. Menurut Kenney Hutt, 1976 seorang ibu yang mempunyai anak yang retardasi mental cenderung kurang dewasa dan perkembangan egonya berada pada tingkat bawah, hal ini disebabkan karena mereka tidak mampu menerima kondisi anak mereka yang mengalami retardasi mental. Kondisi yang seperti ini yang dapat menyebabkan stres. Floyd Zmich 1991 dalam penelitiannya mengatakan ibu- ibu yang memiliki anak retardasi mental biasanya bersikap negatif pada diri dan pasangannya. Perasaan yang dirasakan ibu lebih pada menyalahkan diri sendiri dan pasangan sebagai penyebab kecacatan anaknya. Selain itu problem yang dihadapi ibu yang memiliki anak cacat mental adalah stres yang berkaitan dengan pengasuhan anak, keterbatasan kecerdasan anak dan masa depan anak itu sendiri. Menurut Smith 1997 ada enam perasaan yang biasanya dialami ibu-ibu yang memiliki anak dengan gangguan khusus yang salah satunya adalah anak retardasi mental yaitu : 1. Penyangkalan Biasanya ibu tidak mampu menghadapi apa yang terjadi pada anaknya. Seorang ibu selalu berfikir apa yang terbaik buat anaknya, tetapi kenyataan yang harus dihadapi tidak dapat dikuasai dengan baik. 2. Takut Ibu merasa sangat takut dengan kondisi anaknya yang tidak berkembang seperti anak seusianya. Bagaimana masa depan anak, penerimaan keluarganya atau kemandirian anak setelah beberapa tahun yang akan datang. Ketakutan ini terus berkembang, dan kadang disebabkan sulitnya penanganan anak dengan kebutuhan khusus. 3. Rasa bersalah Biasanya ibu diselimuti oleh perasaan bersalah dengan kehadiran anak tidak sesuai dengan harapan. Sebagian ibu ada yang merasa bahwa gangguan itu disebabkan oleh kesalahan dirinya, kekurang hati-hatiannya pada saat kehamilan. 4. Kebingungan Sebagai orangtua khususnya ibu merasa bahwa tugas yang dihadapi akan semakin berat dengan lahirnya anak yang tidak berkembang dengan normal. Pikiran negative yang muncul menyangkut pengasuhan dan pendidikan anak menjadikan seorang ibu bingung apa yang harus dikerjakan. 5. Putus asa Pada saat orangtua mengerti bahwa anak yang lahir tidak sesuai dengan yang diharapkan, mereka merasa putus asa, putus harapan atau bahkan tidak dapat berbuat apa-apa. 6. Kekecewaan Bagi sebagian orangtua kekecewaan yang mendalam dapat berubah kadang sampai pada taraf keinginan untuk membunuh anak atau menyingkirkan dari keluarganya. Jadi dapat disimpulkan bahwa kondisi yang dialami ibu-ibu pada umumnya ketika mempunyai anak yang mengalami retardasi mental adalah sedih, kecewa, menyangkal atau menolak mempunyai anak yang mengalami cacat mental bahkan berputus asa. Kondisi yang dialami ibu-ibu tersebut merupakan salah satu pemicu timbulnya stres.

B. Hubungan antara Religiusitas dengan Resiliensi Ibu yang

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-Being pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Psychological Well-Being pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri Ibu yang Mempunyai Anak Retardasi Mental

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Keluarga pada Anak dengan Retardasi Mental Ringan dan Sedang (Sebuah Studi Fenomenologi) T1 462009038 BAB II

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental T1 802007090 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental T1 802007090 BAB IV

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental T1 802007090 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Religiusitas dengan Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome

0 0 2