PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

Kata kunci: bimbingan dan konseling, konseling kelompok, dan konsep diri PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN

2014/2015 Oleh EMILIA ROZA

Masalah penelitian ini adalah siswa yang memiliki konsep diri yang rendah di sekolah. Permasalahannya adalah “apakah konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong?. Tujuan penelitian untuk mengetahui penggunaan konseling kelompok dalam meningkatkan konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat.

Metode penelitian adalah metode pre eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest design. Subjek penelitian ini sebanyak 9 siswa kelas XI yang memiliki konsep diri rendah. Teknik pengumpulan data menggunakan skala konsep diri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep diri siswa di sekolah dapat ditingkatkan melalui layanan konseling kelompok, hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan secara keseluruhan sebesar 52,18% dan terbukti dari hasil analisis data konsep diri menggunakan uji Wilcoxon, dari hasil analisis data post-test diperoleh Zhitung = -2,666 dan Ztabel 0,05 = 1,645. Zhitung < Ztabel. Dengan demikian, Ha diterima, artinya bahwa konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat tahun pelajaran 2014/2015.

Kesimpulannya adalah konsep diri siswa kelas XI dapat ditingkatkan menggunakan layanan konseling kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat tahun pelajaran 2014/2015.

Saran yang diberikan adalah kepada (1) Siswa wajib mengikuti kegiatan konseling kelompok untuk meningkatkan konsep diri, (2) Guru bimbingan dan konseling hendaknya mengadakan kegiatan konseling kelompok secara rutin untuk meningkatkan konsep diri siswa (3) Peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang konsep diri dengan konseling kelompok hendaknya dapat menggunakan subjek berbeda dan meneliti variabel lain dengan mengontrol variabel yang sudah diteliti sebelumnya.


(2)

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK

UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT

TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Oleh

EMILIA ROZA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir tanggal 17 Januari 1992 di Bandar Lampung. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Salamudin dan Ibu Heryati.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari: TK Pertiwi Bukit Kemuning lulus tahun 1998; SD Negeri 01 Bukit Kemuning lulus tahun 2004; SMP Negeri 1 Bukit Kemuning lulus tahun 2007; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 1 Bukit Kemuning lulus tahun 2010. Selain itu penulis mengikuti pendidikan nonformal yaitu Lembaga Pendidikan Software Komputer tahun 2007.

Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selanjutnya, pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Pura laksana, Kecamatan Way Tenong, Kabupaten Lampung Barat, Lampung.


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas

terselesaikannya

penulisan skripsi ini, kupersembahkan

karya kecilku ini kepada :

Ayah Salamudin dan ibuku Heryati tercinta,

yang selalu menyertaiku dalam doa’nya.

Terimakasih atas kasih sayang dan cintanya

yang telah banyak memberikan semangat

untuk keberhasilan putra-putrinya.


(8)

MOTTO

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita

adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba

itulah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil.


(9)

SANWACANA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrabbil’aalamin, segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta kekuatan lahir dan batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan rintangan serta kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan dan motivasi serta bimbingan yang tidak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peningkatan Konsep Diri Siswa Kelas XI Menggunakan Layanan Konseling Kelompok di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat Tahun Pelajaran 2014/2015” ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk mengadakan penelitian.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

3. Bapak. Drs. Yusmansyah, M.Si selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 5. Ibu Ranni Rahmayanthi Z, S.Pd, M.A selaku Pembimbing Kedua yang telah

memberikan masukan dan mengarahkan demi terselesaikannya skripsi ini. 6. Ibu Diah Utaminingsih, S.Psi., M.A., Psi. selaku pembahas yang telah


(10)

berikan untukku selama perkuliahan.

8. Bapak Drs. Eko Suwando, M.M sebagai kepala SMK Negeri 1 Way Tenong yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Bapak Arif, S.Pd, Ibu Suci, dan Ibu Yuyun selaku guru bimbingan dan konseling, serta staf tata usaha, seluruh dewan guru dan siswa-siswi SMK Negeri 1 Way Tenong yang telah bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.

10. Yenni Marina, S.Kep dan Mas Heri, S.Kep kakakku tersayang, serta adikku tersayang Nia Cahyati juga seluruh keluarga besarku nenek ku tercinta, anti Fatmawati, paman Jekican, Yesi sepupuku, Tika, Keysa, Fatur, Ezi dan El terima kasih atas kasih sayang, doa, dan motivasi yang telah diberikan disetiap hariku.

11. Mahardika Bagus Pratama & Septian Hadi Putra Laga yang selalu ada saat senang maupun sedih bersamaku, terimakasih atas segala doa dan motivasinya yang memacu saya untuk menjadi orang yang sabar dan kuat melewati semua tantangan hidup.

12. Sahabat ku Filda Isnaini Riski, Ning Ayu, Diah Mutiara, Anton Roeri dan lain-lain terimakasih telah mengukir warna-warni pelangi indah dalam hidupku.

13. Teman-teman seperjuangan BK 2010 Nita, Noprita, Desti, Wella, Novita, Nces, Ayu, Mbak Dita, Dewi, Mei, Eva, Mbul Galuh, Dyah, Annisa, Dina, Efril, Bebby, Uni Erni, Aan Pur, Nailul, Amel, Lusi, Ivana, Ara, Ika, Mbak Lulu, Putri, Wiwit, Nanang, Kak boy, Irsan, Adit, dan semuanya terima kasih untuk kebersamaannya selama ini.

14. Ibu Dina S.Pd, terimakasih untuk kasih sayang dan motivasinya.

15. Sahabat-sahabat seperjuanganku di Desa Puralaksana, Iyek ku tersayang, Putra Mahardika, Yuni, Rini, Lianti, Yunita, Dea, Sevka, dan Ketua Revi dan semuanya terima kasih atas canda tawa kalian, kebersamaan itu membuat KKN dan PLBK begitu menyenangkan.


(11)

motivasi, serta semangatnya. 17. Almamater ku tercinta

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Hanya harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya dalam mengharapkan keridhaan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi penulis khususnya, anak dan keturunan penulis kelak. Aamiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Identifikasi Masalah ... 5

3. Pembatasan Masalah ... 5

4. Rumusan Masalah ... 6

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 6

C. Ruang Lingkup penelitian... ... 7

1. Subjek Penelitian. ... 7

2. Objek Penelitian ... 7

3. Tempat Penelitian... 7

4. Waktu Penelitian ... 7

D. Kerangka Pikir ... 7

E. Hipotesis Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri ... 12

1. Pengertian Konsep Diri ... 12

2. Dimensi-Dimensi Dalam Konsep Diri ... 14

a. Dimensi Internal ... 14

b. Dimensi Eksternal ... 15

3. Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri ... 16

4. Peranan Konsep Diri ... 19

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 23

6. Usaha Untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Remaja .. 24

B. Konseling Kelompok…... 26


(13)

5. Evaluasi Kegiatan Konseling ... 35

6. Analisis Tindak Lanjut ... 36

C. Keterkaitan Konseling Kelompok Terhadap Konsep Diri ... 37

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Metode Penelitian... 40

C. Subyek Penelitian ... 41

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

1. Variabel Penelitian. ... 42

2. Definisi Oprasional. ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data. ... 44

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 48

G. Teknik Analisis Data ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. ... 51

1. Gambaran Umum ... 51

2. Deskripsi Data Pretest ... 52

3. Hasil Pelaksanaan Kegiatan Layanan Konseling Kelompok 54

4. Deskripsi Data Posttest ... 62

5. Deskripsi Hasil ... 68

6. Teknik Analisis Data ... 81

7. Uji Hipotesis... ... 86

B. Pembahasan. ... 86

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. ... 93

1. Kesimpulan Statistik ... 93

2. Kesimpulan Penelitian... 93

B. Saran…… . ... 94 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kategori Jawaban Instrumen Penelitian ... 44

3.2 Kisi-kisi Skala Konsep Diri ... 45

4.1 Data Hasil Sebelum Pemberian Konseling Kelompok ... 53

4.2 Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian ... 54

4.3 Data Hasil Setelah Pemberian Konseling Kelompok ... 62

4.4 Data Hasil Pretest & Postest Konsep Diri Siswa ... 63

4.5 Hasil Perubahan Konsep DiriSubyek Setelah Diberikan Perlakuan ... 64

4.6 Analisis Hasil Penelitian Menggunakan Uji Wilcoxon ... 82


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Blue Print Kisi-Kisi Skala Konsep Diri ... 95

2. Laporan Hasil Uji Ahli Instrumen ... 96

3. Skala Konsep Diri ... 102

4. Uji Validitas & Reliabilitas. ... 104

5. Reliabilitas ... 109

6. Data Penelitian ... 110

7. Kesimpulan Penjaringan Subyek ... 113

8. Modul ... 115

9. Satlan ... 132

10.Pretes-Postes ... 149

11.Uji Wilcoxon Tabel ... 151

12.Harga Kritis dalam Tes Wilcoxon ... 152

13.Foto Kegiatan Konseling ... 154

14.Surat Izin Penelitian ... 156


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pemikiran penelitian ... 10

2.1 Tahap Pembentukan ... 32

2.2 Tahap Peralihan ... 33

2.3 Tahap Kegiatan ... 34

2.4 Tahap Pengakhiran ... 35

3.1 One-Group Pretest-Posttest Design ... 41

4.1 Grafik Peningkatan Konsep Diri ANS ... 70

4.2 Grafik Peningkatan Konsep Diri EW ... 71

4.3 Grafik Peningkatan Konsep Diri MM ... 73

4.4 Grafik Peningkatan Konsep Diri AGS ... 74

4.5 Grafik Peningkatan Konsep Diri AHS ... 75

4.6 Grafik Peningkatan Konsep Diri IS ... 76

4.7 Grafik Peningkatan Konsep Diri NA ... 78

4.8 Grafik Peningkatan Konsep Diri BK ... 79

4.9 Grafik Peningkatan Konsep Diri ER ... 81

4.10 Grafik Peningkatan Konsep Diri Siswa Kelas XI SMK N 1 Way Tenong Kabupaten Lampung Barat ... 84


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang

Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai individu yang ber-IQ (Intelligence Quotions) tinggi namun gagal dalam menempuh ujian. Tetapi sering kita dengar pula bahwa banyak individu yang memiliki IQ sedang-sedang saja ternayata mereka berhasil dalam menempuh ujian. Bila kita berpikir bahwa diri kita bisa, maka kita cenderung akan sukses, sebaliknya bila kita berpikir bahwa diri akan gagal, maka sebenarnya kita mempersiapkan untuk gagal.

Usia merupakan saat pengenalan/pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang pada masa anak-anak, makin menguat pada masa remaja. Hal ini seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup atas dasar kenyataan-kenyataan yang dialami. Semua itu membuat remaja bisa menilai dirinya sendiri baik dan juga sebaliknya, kurang


(18)

baik. Remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang membuat mereka berbeda dari orang lain. Berkembangnya pemikiran seorang remaja mengenai diri dan keunikan dirinya merupakan suatu kekuatan yang besar dalam hidup. Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam berbagai aspek kehidupan.

Remaja merupakan pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri dan kedewasan. Untuk itu remaja perlu membekali dirinya dengan pandangan yang benar tentang konsep dirinya. Dengan kata lain harapan terhadap diri sendiri merupakan prediksi untuk mempersiapkan diri sendiri. Perasaan individu bahwa ia tidak memiliki kemampuan menunjukan sikap yang kurang baik terhadap kualitas kemampuan yang dipunyainya. Pandangan dan sikap yang kurang baik terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan ia memandang seluruh tugasnya sebagai sesuatu yang sulit diselesaikan.

Pandangan individu terhadap dirinya sendiri sangat menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Pandangan dan sikap individu terhadap dirinya inilah yang dikenal dengan konsep diri.

Rogers (dalam Thalib, 2012:121) menyatakan konsep diri merupakan ide-ide, persepsi-persepsi, dan nilai-nilai yang mencakup kesadaran tentang diri sendiri, identitas diri berupa karakteristik personal, pengalaman, peran dan status sosial.

Konsep diri penting artinya sebagai suatu organisasi dinamis tentang diri sendiri serta bagaimana mengontrol dalam pengolahan informasi diri yang relevan (Greenwald dalam Thalib, 2012:121). Setiap individu pasti memiliki konsep diri, tetapi mereka tidak tahu konsep diri yang bagaimana yang mereka miliki. Individu


(19)

yang memiliki konsep diri yang tinggi maka ia kan memiliki dorongan mandiri lebih baik, ia dapat mengenal serta memahami dirinya sendiri sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi.

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensial. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Siswa yang memiliki konsep diri yang rendah biasanya akan bersikap pesimis, meragukan kemampuannya sendiri, menganggap orang tuanya tidak mencintai dirinya, dan akan mudah cemas.

Permasalahan konsep diri siswa, ketika tidak memperoleh penanganan dan upaya untuk membantu mengentaskan permasalahan secara tepat akan menjadikan siswa antisosial, tidak dapat berkembang, sulit untuk memperoleh prestasi belajar yang baik. Dengan demikian, guru bimbingan dan konseling memiliki peranan yang sangat besar untuk membantu siswa dalam mengentaskan permasalahan konsep diri siswa tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti di SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat, peneliti menemukan banyak permasalahan siswa yang berkaitan dengan konsep diri seperti terlihat dari sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh siswa adalah pendiam, pemalu, dan tidak berani tampil di depan kelas maupun di depan umum. Selain itu, terdapat pula siswa yang merasa rendah jika dibandingkan dengan


(20)

teman-teman yang lebih pintar, lebih kaya, lebih terkenal, dan lain sebagainya. Terlihat pula siswa yang sering mengeluh terhadap diri sendiri, merasa dirinya tidak bermanfaat terhadap orang lain, belum mengerti kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, dan merasa pesimis untuk berkompetisi dalam berprestasi.

Setelah mengetahui permasalahan konsep diri yang dialami siswa, maka penulis berkeinginan untuk meneliti mengenai upaya meningkatkan konsep diri siswa di SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat dengan melakukan proses konseling kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (2004: 27) di dalam konseling kelompok, individu dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan produktif, kemampuan bertingkah laku dan berinteraksi.

Melalui layanan konseling kelompok diharapkan para siswa di SMK N 1 Way Tenong mampu mengarahkan konsep dirinya. Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok, dan masalah terselesaikan dengan cepat melalui bantuan anggota lain, khususnya untuk mengarahkan siswa di SMK N 1 Way Tenong agar dapat meningkatkan konsep dirinya.

Serta manfaat konseling kelompok adalah dapat melatih siswa untuk dapat hidup secara berkelompok dan menumbuhkan kerjasama antar anggota dalam mengatasi masalah, melatih setiap anggota untuk mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain serta dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat menilai dirinya sendiri.


(21)

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitiannya pada siswa baik laki-laki maupun perempuan kelas XI di SMK N 1 Way Tenong Lampung Barat. Memperhatikan permasalahan sebagaimana diungkapkan tersebut, maka peneliti mencoba mengadakan penelitian melalui layanan konseling kelompok dengan judul “Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam meningkatkan konsep diri pada siswa kelas XI di SMK N 1 Way Tenong Tahun Ajaran 2014/2015”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasikan berbagai permasalahan sebagai berikut:

1. Terdapat siswa yang kurang percaya diri, merasa kurang mampu berbicara didepan kelas maupun di depan umum dengan baik.

2. Terdapat siswa yang tidak mampu menerima diri apa adanya.

3. Ditemukan siswa yang belum mengerti tentang kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya.

4. Ditemukan siswa yang sering mengeluh terhadap diri sendiri.

5. Terdapat siswa bersikap pesimis untuk berkompetisi dalam berprestasi. 6. Terdapat siswa yang merasa dirinya tidak bermanfaat terhadap orang lain.

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu “Meningkatkan Konsep Diri Siswa dengan Menggunakan Layanan Konseling Kelompok pada Siswa Kelas XI di SMK Negeri 1 Way Tenong tahun 2014/2015.”


(22)

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah “Konsep diri yang rendah pada beberapa siswa”.

Dan yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:“Apakah konsep diri siswa dapat ditingkatkan melalui layanan konseling kelompok pada siswa SMK N 1 Way Tenong tahun ajaran 2014/2015?”

B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan konsep diri pada siswa kelas XI SMK dengan menggunakan Layanan Konseling Kelompok.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoritis:

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya referensi tentang layanan konseling kelompok, khususnya penggunaannya untuk meningkatkan konsep diri siswa.

b. Secara praktis.

1. Dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling dalam memberikan bantuan yang tepat terhadap siswa-siswa yang kurang memiliki konsep diri dalam proses belajarnya.


(23)

2. Dapat dijadikan suatu sumbangan informasi, pemikiran bagi guru pembimbing, peneliti selanjutnya dan tenaga kependidikan lainnya dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa dengan menerapkan layanan konseling kelompok.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup subjek, objek, waktu, dan tempat penelitian.

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK N 1 Way Tenong. 2. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah penerapan layanan konseling kelompok untuk meningkatkan konsep diri siswa.

3. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015. 4. Tempat Penelitian

Penelitian ini di lakukan di SMK N 1 Way Tenong.

D. Kerangka Pemikiran

Salah satu bentuk pengalaman individu dan fakor yang dipelajari dalam hubungan dan interaksi dengan orang lain adalah konsep diri. Interaksi dengan orang lain tersebut menimbulkan tanggapan orang lain yang kemudian tanggapan tersebut dijadikan cermin bagi individu tersebut. Individu akan merasa bahwa diri mereka sesuai dengan tanggapan individu lain melalui hubungan interaksi.


(24)

Konsep diri yang dimaksud merupakan cara pandang seseorang atau individu dalam menilai dirinya sendiri berkaitan dengan pengetahuan, perasaan, perilaku yang ia miliki dan bagaimana hal-hal tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Cara pandang dan penilaian terhadap diri individu akan mempengaruhi tindakan dan pandagan hidup individu tersebut. Hal itu akan berpengaruh terhadap tindakan dan perilaku yang merupakan perwujudan adanya kemampuan dan ketidakmampuan dalam mencapai keberhasilan yang individu inginkan.

Konsep diri yang dimiliki seorang individu tidak langsung terbentuk ketika ia lahir di dunia, melainkan konsep diri itu terbentuk dan berkembang sepanjang rentang kehidupannya. Konsep diri tidak dapat terbentuk tanpa melalui proses belajar.

Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting, karena melalui belajar individu mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam proses belajar, maka proses belajar harus dilakukan dengan sadar, sengaja, bertahap dan berkesinambungan. Namun hambatan dalam proses belajar mengajar tentu dapat terjadi karena masih ada siswa yang belum meiliki kesadaran akan tujuan belajar. Hal ini dikarenakan rendahnya konsep diri dalam diri siswa, sehingga tujuan belajar tidak tercapai secara optimal.

Berdasarkan identifikasi masalah melalui observasi, siswa kelas XI di SMK N 1 Way Tenong memiliki konsep diri yang rendah. Mereka cenderung kurang mengenal kelebihan dan kekurangan mereka, merasa kurang percaya diri dan


(25)

kurang setara dengan teman-temannya, mengumpat dan mengeluh terhadap diri sendiri, merasa takut gagal, dan menolak jika diberi kesempatan. Upaya dalam meningkatan konsep diri tersebut adalah dengan melakukan kegiatan layanan bimbingan konseling. Salah satu dari kegiatan bimbingan konseling adalah melalui layanan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok merupakan kegiatan konseling yang dilakukan dalam suasana kelompok.

Layanan konseling kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk membahas dan mengentaskan permasalahan yang dialami siswa melalui dinamika kelompok.

Hurlock (2004: 214) menyatakan bahwa dengan adanya dinamika dan pengaruh dalam kelompok, remaja dapat merumuskan dan memperbaiki konsep diri, menguji dirinya sendiri dan orang lain melalui kelompok yang dimiliki dan dibentuk oleh remaja tersebut.

Dengan demikian konseling kelompok memiliki pengaruh yang sangat baik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa.

Dari penjelasan di atas, maka peneliti menggunakan layanan konseling kelompok dengan memberikan bimbingan pribadi kepada siswa yang dalam kegiatan konseling kelompok nantinya siswa diharapkan dapat membahas dan juga mengentaskan permasalahannya mengenai konsep diri, sehingga diharapkan siswa mampu mengenal diri sendiri secara pribadi dan dapat memanfaatkan dinamika kelompok serta membicarakan permasalahan yang dibahas bersama, sehingga konsep diri siswa yang rendah dapat meningkat menjadi tinggi.


(26)

Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul kerangka pikir untuk melihat apakah dengan menggunakan layanan konseling kelompok dapat meningkatkan konsep diri siswa. Untuk lebih memperjelas maka kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Alur kerangka pikir

Berdasarkan gambar kerangka pikir tersebut siswa yang memiliki konsep diri yang rendah akan diberikan perlakuan berupa layanan konseling kelompok dengan teknik pengembangan dinamika kelompok, maka diharapkan setelah diberikan perlakuan siswa akan memperoleh perubahan yaitu berupa peningkatan dalam menumbuhkan konsep dirinya.

E. Hipotesis

Hipotesa dalam sebuah penelitian merupakan pernyataan mengenai distribusi dari sebuah variabel atau hubungan antara dua variabel (atau lebih) yang akan diteliti. Jadi, hipotesa merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah konsep diri siswa dapat ditingkatkan

Konsep Diri Rendah

Konsep Diri Meningkat

Layanan Konseling Kelompok


(27)

dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1 Way Tenong tahun pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesa statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Konsep diri siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1 Way Tenong tahun pelajaran 2014/2015.

Ho : Konsep diri siswa tidak dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada siswa SMK Negeri 1 Way Tenong tahun pelajaran 2014/2015.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori yang akan dijelaskan adalah teori mengenai konsep diri yang meliputi: (a) pengertian konsep diri, dimensi-dimensi dalam konsep diri, pembentukan dan perkembangan konsep diri, pentingnya konsep diri, dan jenis-jenis konsep diri, (b) layanan konseling kelompok, tujuan konseling kelompok, komponen dalam layanan konseling kelompok, dan tahap-tahap konseling kelompok, dan (c) keterkaitan penggunaan layanan konseling kelompok dalam meningkatkan konsep diri siswa.

A. Konsep Diri

Setiap individu pasti mempunyai penilaian terhadap dirinya sendiri yang disebut dengan konsep diri. Konsep diri dapat di definisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan, atau penilaian seseorang terhadap dirinya.

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah cara pandang serta menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya. Konsep diri bukan hanya gambaran deskripsi, tetapi juga


(29)

penilaian kita. Sehingga konsep diri dalam istilah umum mengarah pada persepsi individu mengenai dirinya sendiri.

Pai (dalam Djaali, 2008: 23-25) mengemukakan yang dimaksud dengan konsep diri:

konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Jadi, konsep diri merupakan cara pandang individu terhadap dirinya sendiri. Pandangan tersebut berkaitan dengan apa yang diketahui, rasakan tentang perilakunya. Selain itu, konsep diri juga berkaitan dengan bagaimana perilaku individu tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Sedangkan Rogers (dalam Thalib, 2012:121) menyatakan bahwa konsep diri adalah konsep kepribadian yang paling utama, berisi ide-ide, persepsi, dan nilai-nilai yang mencakup tentang kesadaran dirinya.

Konsep diri yang dimaksud adalah kepribadian yang paling utama dan paling penting, dimana konsep diri tersebut terdiri dari ide persepsi, nilai, aturan yang mencakup atau berhubungan dengan diri sendiri. Artinya pandangan tersebut dapat berupa pandangan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar atau orang lain dan pandangan diri sendiri.

Greenwald (dalam Thalib, 2012:121) menjelaskan bahwa konsep diri merupakan suatu organisasi dinamis yang didefinisikan sebagai skema kogniti tentang diri sendiri yang mencakup sifat-sifat, nilai-nilai, peristiwa-peristiwa, serts kontrol terhadap pengolahan inormasi diri yang relevan.

Fits (dalam Agustiani, 2006: 139), mengatakan bahwa konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.


(30)

Pada umumnya tingkah laku individu berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya sendiri. Jika seseorang mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior dibandingkan dengan orang lain, walaupun hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang dipersepsikan oleh dirinya sendiri..

Dari berbagai pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan diri, penilaian diri, gambaran diri, pengalaman diri dari individu tentang nilai, aturan, persepsi dari berbagai hal mengenai dirinya sejak kecil, terutama berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadapnya, bagaimana individu memahami diri sendiri dan orang lain, bagaimana mengungkapkan perasaan, ide dan pendapat. Oleh karena itu konsep diri sangat penting dalam mengenal dan menilai diri individu sendiri, mengenal kelebihan dan kekurangan, karakter dan sikap individu dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan dan persepsi tersebut dapat bersifat psikologis, sosial, dan psikis. Konsep diri juga berisi tentang bagaimana perilaku dan pemikirannya berpengaruh terhadap orang lain.

2. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri

Fits (dalam Agustiani, 2006: 139-142) konsep diri terbagi dalam dua dimensi pokok ialah sebagai berikut:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal disebut juga sebagai kerangka acuan internal, yang merupakan penilaian yang dilakukan individu yakni terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya.

Dimensi internal terdiri dari 3 bentuk, yaitu: 1) Identitas Diri

Merupakan bagian yang mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya?”. Dalam pertanyaan tersebut tercakup


(31)

label-label dan symbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

Kemudian dengan bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungannya, pengetahuan individu tentang dirinya juga bertambah, sehingga ia dapat melengkapi keterangan tentang dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks.

2) Diri Pelaku

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini terkait erat dengan identitas diri.

Diri yang adekuat akan menunjukan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan dari keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.

3) Penerimaan/Penilaian Diri

Penilaian diri berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara antara identitas diri dan diri pelaku. Manusia cenderung memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karenanya, label-label yang dikenakan pada dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai.

Penilaian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Penilaian diri menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Yakni dengan kepuasan diri yang rendah akan menimbulkan harga diri yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya.

Sebaliknya bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan pada akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif.

b. Dimensi Eksternal

Dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berada diluar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya.


(32)

Dimensi eksternal dibedakan atas lima bentuk yaitu: 1) Fisik

Fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya, dan keadaan tubuhnya.

2) Etik-moral

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaan dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3) Pribadi

Pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 4) Keluarga

Keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukan seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga.

5) Sosial

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitanya.

3. Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri

Sebagaimana menurut Muntholiah (2002: 33) Konsep diri berperan penting dalam menentukan perilaku seseorang guna mengetahui diri kita sepenuhnya dalam mengatasi konflik yang ada pada dirinya, dan untuk menafsirkan pengalaman yang didapatnya. Oleh karena itu konsep diri diperlukan seseorang untuk dijadikan sebagai acuan hidup.

Konsep diri seseorang bukan merupakan pembawaan sejak lahir melainkan terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari masa kecil sampai dewasa. Selain itu konsep diri dihasilkan dari proses interaksi


(33)

individu dengan lingkungan secara terus menerus. Konsep diri pada masa kanak-kanak biasanya berbeda dengan konsep diri yang dimiliki ketika memasuki usia remaja. Konsep diri seorang anak bersifat tidak realistis, tetapi kemudian konsep diri yang tidak realistis itu berganti dengan konsep diri yang baru sejalan dengan penemuan tentang dirinya atau pengalaman pada usia selanjutnya.

Filberg (dalam Muntholiah 2002: 28) menjelaskan bahwa keluarga dan teman sebaya memberikan sifat-sifat dasar sosial dalam pembentukan dan perkembangan konsep diri seseorang. Konsep diri berkembang melalui proses, pada umumnya individu mengobservasi fungsi dirinya, selanjutnya individu menerima umpan balik tentang siapa dirinya dari orang lain. Individu juga dapat melihat siapa dirinya dengan melakukan perbandingan dengan orang lain (orang tuanya, teman sebaya, dan masyarakat). Diri berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari orang lain. Dari hal ini, tentunya dapat disimpulkan bahwa konsep diri tidak terbentuk dan berkembang dengan sendirinya melainkan didukung oleh adanya interaksi individu dengan orang lain serta lingkungannya.

Calhoun (2005: 77) mengemukakan ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri pada individu yaitu:

a) Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal kita alami dan yang paling kuat. Individu tergantung pada orang tuanya untuk makanannya, perlindungannya, dan kenyamanannya. Orang tua memberi kita informasi yang konstan tentang diri kita.

Coopersmith (dalam Calhoun, 2005:77) menyatakan perasaan nilai diri sebagai individu berasal dari nilai yang diberikan orang tua kepada individu tersebut. Konsep diri pada individu dapat tumbuh berdasarkan oleh orang tua individu tersebut.orang tua memberikan informasi kepada


(34)

kita mengenai diri kita sendiri, hal inilah yang membuat kita dapat mengenal diri kita sendiri. Selain itu individu juga dapat membuangkan interaksi dengan orang lain.

b) Teman sebaya

Kelompok teman sebaya anak menempati kedudukan kedua setelah orangtuanya. Untuk sementara mereka hanya cukup mendapatkan cinta dari orang tuanya, tetapi kemudian anak membutuhkan penerimaan anak-anak lain dikelompoknya. Jika penerimaan ini tidak datang, anak-anak digoda terus, dibentak atau dijauhi maka konsep diri ini akan terganggu. Disamping masalah penerimaan dan penolakan, peran yang diukir anak dalam kelompok sebayanya mungkin memiliki pengaruh pada pandangannya tentang dirinya sendiri.

c) Masyarakat

Anak-anak mulai terlalu mementingkan kelahiran mereka, kenyataan bahwa mereka hitam atau putih, orang Indonesia atau Belanda, anak direktur atau anak pemabuk. Tetapi masyarakat menganggap hal tersebut penting, fakta-fakta dan penilaian semacam itu akhirnya sampai kepada anak dan masuk kedalam konsep diri.

d) Belajar

Konsep diri dapat diperoleh dengan belajar. Dengan kata lain konsep diri merupakan hasil belajar dari individu tersebut. Belajar ini berlangsung secara terus setiap harinya, biasanya tanpa kita sadari.

Hilgart dan Bower (dalam Calhoun, 2005: 79) menyatakan bahwa konsep diri kita adalah hasil belajar. Belajar ini berlangsung setiap hari, biasanya tanpa disadari. Belajar didefinisikan sebagai perubahan psikologis yang relatif permanen yang terjadi dalam diri kita sebagai akibat dari pengalaman.

Dengan demikian konsep diri dapat diperoleh dari hasil belajar yang biasanya tanpa kita sadari, dan di dalam proses belajar tersebut terdapat pengalaman-pengalaman individu dari hasil interaksi dengan orang lain dan lingkungan yang lebih luas akan menyebabkan perubahan pada diri individu dalam menilai diri dan nantinya akan dapat merubah ke arah mana konsep dirinya akan dibawa.


(35)

4. Peranan Konsep Diri

Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin, penafsiran pengalaman dan menentukan harapan individu. Konsep diri mempunyai peranan dalam mempertahankan keselarasan batin karena apabila timbul perasaan atau persepsi yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, ia akan mengubah perilakunya sampai dirinya merasakan adanya keseimbangan kembali dan situasinya menjadi menyenangkan lagi.

Rakhmat (2005:104) memaparkan konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi dan interaksi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya.

Artinya individu akan berperilaku sesuai dengan konsep diri yang ia miliki. Misalnya bila seorang individu berpikir bahwa dia bodoh, individu tersebut benar-benar bodoh. Sebaliknya apabila individu tersebut merasa bahwa dia memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang dihadapinya pada akhirnya dapat diatasi. Oleh karenaitu, individu tersebut berusaha hidup dengan label yang diletakkan pada dirinya.

Kesimpulannya adalah konsep diri sangat berperan dalam mempertahankan dan menentukan harapan individu, menyeimbangkan perasaan dan persepsi yang bertentangan. Individu akan melakukan perilaku sesuai konsep dirinya. Jika konsep dirinya rendah maka ia akan berperilaku kurang sesuai dan sebaliknya jika individu memiliki konsep diri yang tinggi maka individu tersebut akan berperilaku baik dan sesuai dengan penilaian diri dan orang lain terhadap dirinya.


(36)

Individu tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan memiliki serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan dengan baik sehingga akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Tugas perkembangan seorang remaja menurut Havighurst (Sarwono, 2011 : 41) adalah :

Menerima kondisi fisiknya dan mampu memanfaatkan tubuhnya secara efektif. Penilaian yang baik terhadap keadaan fisik seseorang, baik dari diri sendiri maupun orang lain, akan membangun konsep diri kearah yang baik. Penilaian yang baik akan menumbuhkan rasa puas terhadap diri, sebaliknya penilaian yang buruk terhadap kondisi fisik baik dari diri sendiri maupun orang lain akan membuat seseorang merasa ada kekurangan dari tubuhnya, sehingga merasa tidak puas terhadap kondisi fisiknya dan menjadi bersikap buruk terhadap diri sendiri.

Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya yang sesama jenis kelaminnya ataupun yang berbeda.

Menerima jenis kelaminnya sebagai laki-laki dan perempuan.

Berusaha mencapai kemandirian emosi dari orang tua dan orang dewasa lain. Menurut Richmond dan Sklansky ( Sarwono, 2011 : 74), inti tugas perkembangan periode awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan (the strike for autonomy)

Mempersiapkan karir ekonomi. Remaja yang duduk di bangku sekolah menengah atas memberi perhatian yang besar pada tugas perkembangan ini karena karir ekonomi akan menentukan kebahagiaan remaja dimasa yang akan datang yaitu dalam perkawinan dan keluarga (Hurlock,2004:10).

Mempersiapkan diri untuk membina perkawinan dan kehidupan keluarga.

Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

Memiliki sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman bertingkah laku.

Menurut Hurlock (2004: 237), Setiap tugas perkembangan akan mempengaruhi perkembangan konsep diri, karena pada dasarnya tugas-tugas perkembangan remaja tersebut adalah penyesuaian terhadap berbagai aspek kepribadian. Konsep diri adalah inti pola kepribadian. Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan dapat menimbulkan konflik dan ketegangan. Konflik utama yang dialami remaja adalah pembentukan identitas versus kebingungan peran (identity


(37)

versus role confusion). Pencarian identitas menjadi penting selama masa remaja karena dihadapkan pada sejumlah perubahan psikologis, fisiologis, seksual, kognitif/intelektual, dan sosial yang baru dan beragam.

Sebagaimana menurut Hurlock (2004: 239), Remaja harus mampu menghubungkan peran dan keterampilan yang telah dicapai dengan tuntutan di masa mendatang. Pembentukan konsep diri pada remaja sangat penting karena akan mempengaruhi kepribadian, tingkah laku, dan pemahaman terhadap dirinya sendiri. Remaja memiliki konsep diri yang cenderung menetap dan stabil, yang telah terbentuk ketika masa kanak-kanak. Pada perkembangannya konsep diri akan ditinjau kembali dengan adanya pengalaman sosial dan pribadi yang baru. Peninjauan kembali terhadap konsep diri didasarkan pada penilaian lingkungan terhadap keadaan diri individu yang dapat bersifat kualitatif, yaitu mengubah sifat yang tidak diinginkan dengan suatu sifat yang dikagumi masyarakat, maupun bersifat kuantitatif, yaitu memperkuat sifat yang diinginkan dan memperlemah sifat yang tidak diinginkan. Peninjauan kembali yang lebih umum terjadi adalah yang bersifat kuantitatif. Sedangkan menurut Sarwono (2011:74), Proses perubahan dalam peninjauan kembali tersebut merupakan hal yang harus terjadi pada remaja karena dalam proses pematangan kepribadiannya, remaja akan memunculkan sifat-sifat yang sesungguhnya.

Menurut Hurlock (2004: 237) konsep diri merupakan komponen inti kepribadian yang berkembang selama rentang kehidupan manusia sesuai dengan pengalaman masing-masing. Tahap-tahap perkembangan konsep diri pada individu yaitu :


(38)

Pada usia 18 tahun, untuk mengenali wajah mereka sendiri dan menunjuk pada gambar diri mereka ketika namanya disebutkan. Pada masa kanak-kanak, anak mengembangkan pemahaman mengenai dirinya sendiri dan tempatnya di masyarakat. Sampai usia tujuh tahun anak mendefinisikan diri dalam pengertian fisik. Mereka menyebut ciri-ciri diri mereka yang konkret dan dapat dilihat seperti warna rambut, Positif badan, dan lain sebagainya. Pada pertengahan masa kanak-kanak pemahaman diri secara bertahap berubah menjadi fakta yang lebih abstrak dan psikologis. Anak membedakan pikiran dan tubuh, diri subjektif dan kejadian eksternal, serta karakteristik mental dan motivasional. Anak juga mulai berfikir mengenai diri mereka sendiri, menyadari bahwa mereka dapat memantau pikirannya sendiri dan merasa bahwa dirinya berbeda dengan orang lain Pada masa remaja sistem diri bersifat lebih abstrak, kompleks, dan koheren. Remaja lebih menekankan karakteristik psikologis internal, stabil, dan terintegrasi. Remaja juga menunjukkan pengertian kontinuitas yang riil, memudahkan gagasan mereka mengenai diri saat ini dan yang akan datang pada pemahaman dirinya.

Ketika anak-anak memasuki masa remaja, konsep diri mereka mengalami perkembangan yang sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka.

Remaja yang memiliki konsep diri tinggi akan menyukai dan menerima keadaan diirnya sehingga akan mengembangkan rasa percaya diri, harga diri, dan mampu melihat dirinya secara realistis (Hurlock, 2004: 238). Remaja dengan konsep diri


(39)

realistis akan lebih mampu menentukan tujuan yang sesuai dengan kemampuannya sehingga akan lebih mudah mencapai tujuannya tersebut. Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri yang rendah, ia akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan perasaan yang buruk terhadap dirinya, sehingga selalu merasa ragu dan kurang percaya diri

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri remaja dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan dan bagaimana konsep diri yang telah terbentuk pada masa kanak-kanak.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sudeen (dalam Hutagalung, 2007) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:

a. Teori Perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan dengan bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.


(40)

b. Significant Other (orang yang terpenting atau terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri yang merupakan interprestasi diri dengan pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.

c. Self Perception (Persepsi diri)

Persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang baik. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang tinggi dapat berfungsilebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual, dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang rendah dapat dilihat dari hubungan individu dan sosialnya yang terganggu.

6. Usaha-Usaha Untuk Mengembangkan Konsep Diri Pada Remaja

Remaja adalah pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri, dan kedewasaan. Untuk itu, remaja perlu membekali diri dengan pandangan yang benar tentang konsep diri. Remaja perlu menjadi diri yang memiliki konsep diri yang tinggi. Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat mempengaruhi orang lain untuk memiliki konsep diri yang tinggi. Remaja perlu menjadi diri


(41)

yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling terbuka, saling memperhatikan kebutuhan, dan saling mendukung.

Pada remaja konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya. Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa kehidupan.

Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang yang lebih baik atau lebih buruk. Hurlock (2004) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri.

Menurut Hurlock (2004) terdapat 8 kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mampu mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Sedangkan remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

b. Penampilan diri

Penampilan yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik


(42)

merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan dan menambah dukungan sosial.

c. Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diridan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

d. Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

f. Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep tean-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

h. Cita-cita

Bagi remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak realistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.

B. Layanan Konseling Kelompok

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan layanan konseling kelompok dikarenakan dalam layanan konseling kelompok adanya kesempatan memberi dan menerima dalam kelompok yang menimbulkan rasa saling menolong, menerima, dan berempati dengan tulus.


(43)

1. Pengertian Konseling Kelompok

Sukardi (2008) mengartikan bahwa Konseling kelompok yaitu layanan bimbingan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.

Klien adalah orang pada dasarnya tergolong orang normal, yang menghadap berbagai masalah yang tidak memerlukan perubahan struktur kepribadian yang untuk diatasi. Para klien dapat memanfaatkan suasana komunikasi antar pribadi dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan tujuan tujuan hidup serta untuk belajar dan menghilangkan sikap-sikap perilaku tertentu.

Konseling kelompok berorientasi pada masalah-masalah yang dihadapi anggotanya. Isi dan pokok pembicaraan dalam konseling kelompok sebagian besar ditentukan oleh anggotnya yang terdiri dari individu yang dapat berfungsi dengan baik dan tidak membutuhkan rekonstruksi kepribadian lebih lanjut. Kegiatan konseling kelompok banyak berkaitan dengan penyelesaian tugas tugas perkembangan hidup selama hidupnya. “

Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan upaya untuk membantu individu agar dapat menjalani perkembanganya dengan lebih lancar, upaya itu bersifat preventif dan perbaikan. Dengan kata lain, konseling kelompok merupakan usaha bantuan yang diberikan kepada individu dalam suatu kelompok yang bersifat pencegahan serta perbaikan


(44)

agar individu yang bersangkutan dapat menjalani perkembanganya dengan lebih mudah.

2. Tujuan Konseling Layanan Kelompok

Konseling kelompok ditujukan untuk memecahkan masalah klien serta mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Prayitno (Tohirin, 2007:67) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:

“Terkembangnya perasaan, pikiran, wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku khususnya dan bersosialisasi dan berkomunikasi; terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu- individu lain yang menjadi peserta layanan”.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa adanya pencapaian tujuan yang jelas dalam suatu kegiatan layanan konseling menjadi suatu keharusan agar kegiatan dapat terarah dan dapat dilaksanakan secara optimal.

3. Komponen dalam Layanan Konseling Kelompok

Menurut Prayitno (2004:4-12) Dalam layanan konseling kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok dan peserta atau anggota kelompok.

1. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional.

a. Karakteristik Pemimpin Kelompok

Untuk menjalankan tugas dan kewajiban profesionalnya pemimpin kelompok adalah seorang yang:

1) Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi

dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan


(45)

meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, menggembirakan, dan membahagiakan; serta mencapai tujuan bersama kelompok.

2) Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani,

meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang

tumbuh dalam aktifitas kelompok.

3) Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan

nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan tidak antagonistik dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.

Keseluruhan karakteristik di atas membentuk Pemimpin Kelompok yang berwibawa di hadapan dan di tengah-tengah kelompoknya. Kewibawaan ini harus dapat dirasakan secara langsung oleh para anggota kelompok.

Dengan kewibawaan itu Pemimpin Kelompok, menjadi panutan bertingkah laku dalam kelompok, menjadi pengembang dan pensinergian konten bahasan, serta berkualitas yang mendorong pengembangan dan pemecahan masalah yang dialami para peserta kelompok.

b. Peran Pemimpin Kelompok

Dalam mengarahkan suasana kelompok melaui dinamika kelompok, pemimpin kelompok berperan dalam pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu:


(46)

1) Terjadinya hubungan antara-anggota kelompok, menuju keakraban di antara mereka

2) Tumbuhnya tujuan bersama di antara anggota kelompok, dalam suasana keakraban

3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok

4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak menjadi yes-mam 5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha

dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain.

2. Anggota Kelompok

Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok (jumlah anggota kelompok), dan homogenitas/heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok.

a. Besarnya Kelompok

Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi efektifitas konseling kelompok. Kedalaman dan variasi pembahasan menjadi terbatas, karena sumbernya (yaitu para anggota kelompok) memang terbatas. Disamping itu dampak layanan juga terbatas, karena hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi seperti itu mengurangi makna keuntungan ekonomis konseling kelompok. Hal ini tidak berarti bahwa konseling kelompok yang beranggotakan 2-3 orang saja; dapat, tetapi


(47)

kurang efektif. Sebaliknya kelompok yang terlalu besar juga kurang efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif; kesempatan berbicara, dan memberikan/menerima “sentuhan” dalam kelompok kurang, padahal melalui sentuhan-sentuhan dengan frekuensi tinggi itulah individu memperoleh manfaat langsung dalam layanan konseling kelompok.

b. Peranan Anggota Kelompok

Peran anggota kelompok (AK) dalam layanan konseling kelompok bersifat dari, oleh, dan untuk para anggota kelompok itu sendiri. Masing-masing anggota kelompok beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk:

1) Mendengar, memahami, dan merespon dengan tepat dan positif 2) Berpikir dan berpendapat

3) Menganalisis, mengkritisi, dan beragumentasi 4) Merasa, berempati dan bertindak

5) Berpartisipasi dalam kegiatan bersama

4. Tahap penyelenggaraan layanan konseling kelompok

Ada empat (4) tahap yang harus dilaksanakan dalam layanan konseling kelompok, yaitu:

a. Tahap Pembentukan

Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah seperti pengenalan dan pengungkapan tujuan, terbangunnya kebersamaan, keaktifan pemimpin kelompok, penglibatan diri dan pemasukan diri .


(48)

Pola keseluruhan tahap pertama ini dapat disimpulkan ke dalam bagan 2.1 di bawah ini:

Bagan 2.1

Tahap I: Pembentukan

b. Tahap Peralihan

Tahap ini merupakan tahap untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke dalam kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.

TAHAP I PEMBENTUKAN

Tema :- Pengenalan diri

- Pelibatan diri

- Pemasukan diri

Kegiatan :

1. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok.

2. Menjelaskan (a) cara-cara, dan (b) asas-asas kegiatan kelompok. 3. Saling memperkenalkan dan

mengungkapkan diri. 4. Teknik khusus. 5. Permainan

penghangatan/pengakraban.

Tujuan:

1. Angggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok.

2. Tumbuhnya suasana kelompok. 3. Tumbuhnya minat anggota mengikuti

kegiatan kelompok.

4. Tumbuhnya saling mengenal, percaya, menerima, dan membantu diantara para anggota.

5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka. 6. Dimulainya pembahasan tentang tingkah

laku dan perasaan dalam kelompok.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Menampilkan doa untuk mengawali kegiatan.

2. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka.

3. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati.

4. Sebagai contoh.


(49)

Pola keseluruhan tahap kedua ini dapat disimpulkan ke dalam bagan 2.2 dibawah ini:

Bagan 2.2 Tahap II: Peralihan

Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok

c. Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan pencapaian tujuan atau penyelesaian tugas.

Pola keseluruhan tahap ketiga ini dapat disimpulkan kedalam bagan 2.3 dibawah ini:

TAHAP II PERALIHAN

Tema : Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga

Tujuan:

1. Terbebaskannya anggota dari

perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya.

2. Makin mantapnya suasana

kelompok dan kebersamaan.

3. Makin mantapnya minat untuk ikut

serta dalam kegiatan kelompok.

Kegiatan :

1. Menjelaskan kegiatan yang akan

ditempuh pada tahap berikutnya.

2. Menawarkan sambil mengamati

apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga).

3. Membahas suasana yang terjadi.

4. Meningkatkan kemampuan

keikutsertaan anggota.

5. Kalau perlu kembali ke beberapa

aspek tahap pertama (tahap pembentukan).

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK:

1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih

kekuasaan atau permasalahan.

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.


(50)

Bagan 2.3 Tahap III: Kegiatan

Gambar 2.3 Tahap Kegiataan dalam Layanan Konseling Kelompok d. Tahap Penutup

Tahap ini merupakan tahap penilaian untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.

TAHAP III KEGIATAN

Tema : Kegiatan pencapaian tujuan, yaitu pembahasan masalah klien

Tujuan:

1. Terbahasnya dan

terentaskannya masalah klien (yang menjadi anggota kelompok). 2. Ikutsertanya seluruh anggota kelompok dalam menganalisis masalah klien serta mencari jalan keluar dan pengentasannya.

Kegiatan :

1. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah

pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.

2. Kelompok memilih masalah mana yang hendak

dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.

3. Klien (anggota kelompok yang masalahnya

dibahas) memberikan gambaran yang lebih rinci masalah yang dialaminya.

4. Seluruh anggota kelompok ikut serta membahas

masalah klien melalui berbagai cara, seperti bertanya, menjelaskan, mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan.

5. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon

apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan kelompok.

6. Kegiatan selingan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka.

2. Aktif tetapi tidak banyak bicara.

3. Mendorong, menjelaskan, memberi penguatanm menjembatani dan

mensikronisasi, memberi contoh, (serta, jika perlu melatih klien) dalam rangka mendalami permasalahan klien dan mengentaskannya.


(51)

Pola keseluruhan tahap keempat ini dapat disimpulkan kedalam bagan 2.4 dibawah ini:

Bagan 2.4

Tahap III: Pengakhiran

Gambar 2.4 Tahap Pengakhiran dalam Layanan Konseling Kelompok

5. Evaluasi Kegiatan Konseling Kelompok

Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil belajar” yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang diperoleh para

TAHAP IV PENGAKHIRAN

Tema : Penilaian dan Tindak Lanjut

Tujuan:

1. Terungkapnya kesan-kesan

anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan.

2. Terungkapnya hasil kegiatan

kelompok yang telah dicapai.

3. Terumuskannya rencana kegiatan

lebih lanjut.

4. Tetap dirasakannya hubungan

kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

Kegiatan :

1. Pemimpin kelompok

mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

2. Peminpin kelompok dan anggota

mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

3. Membahas kegiatan lanjutan.

4. Mengemukakan pesan dan

harapan.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK:

1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka.

2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan

anggota.

3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut.

4. Penuh rasa persahabatan dan empati.


(52)

peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan pribadi klien dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna.

Dalam konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas. Peserta tersebut diminta mengungkapkan sampai seberapa jauh kegiatan kelompok telah membantunya memecahkan masalah yang dialaminya.

6. Analisis Tindak Lanjut

Analisis dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggara layanan. Dari sini akan dikaji apakah hasil pembahasan/pemecahan masalah sudah tuntas atau masih ada aspek yang belum dijangkau dalam pembahasan tersebut.

Dalam analisis, konselor sebagai pemimpin kelompok perlu meninjau kembali secara cermat hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan seperti: penumbuhan dan jalannya dinamika kelompok, peranan dan aktivitas sebagai peserta, homogenitas/heterogenitas anggota kelompok, kedalaman dan keluasan pembahasan, kemungkinan keterlaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimunculkan dalam kelompok, dampak pemakaian teknik tertentu oleh pemimpin kelompok, dan keyakinan penerapan teknik-teknik baru, masalah waktu, tempat, dan bahan acuan, perlu narasumber lain dan sebagainya. Dengan demikian, analisis tersebut dapat tolehan kebelakang dapat pula tinjauan kedepan.


(53)

C. Keterkaitan Penggunaan Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Konsep Diri Siswa

Konsep diri adalah citra total diri kita, apa yang kita yakini tentang diri kita sebenarnya dan gambaran keseluruhan dari kemampuan dan sifat kita (Papalia, 2008:366). Gambaran tentang diri menjadi fokus pada remaja seiring anak mengembangkan kesadaran akan diri mereka (Papalia, 2008:366). Individu dapat mengenal tentang dirinya sendiri menyangkut perasaan, perilaku, dan pikiran bagaimana nantinya hal-hal tersebut berpengaruh terhadap interaksi dengan orang lain. Oleh karena itu konsep diri terjadi pada individu yang terbentuk dari pengalaman dan proses interaksinya dengan orang lain.

Konsep diri terbentuk dan berubah karena hubungan dan interaksinya dengan orang lain dimana mereka dapat berlatih tentang bagaimana harusnya berperilaku, berperasaan dan berpikir, belajar mendengarkan pendapat dan informasi dari orang lain, belajar memberi dan menerima, belajar memecahkan masukan berdasarkan masukan dan saran dari orang lain.

Vasta (dalam Dariyo. 2007:208) menyatakan bahwa konsep diri seorang individu dipengaruhi oleh kematangan dan kemampuan menerima dan memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan hidupnya. Salah satu lingkungan yang dapat membantu dalam perkembangan individu adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat individu berlatih, belajar, berinteraksi dan menemukan pengalaman baru individu dapat membentuk dan mengembangkan konsep dirimereka menyangkut hal-hal dalam penerimaan diri, mengenal kelebihan dan


(54)

kekurangan diri, mampu mengevaluasi diri, merasa setara dengan orang lain, bersikap optimis, dan mampu memecahkan masalah.

Dalam pembentukan konsep diri tersebut individu dibantu oleh wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling serta orang tua diajak bekerja sama dalam pembentukan konsep diri mereka.

Dariyo (2007: 202) menyatakan lingkungan sosial meliputi orang tua, teman pergaulan, tetangga, lingkungan sekolah, teman sekolah, guru pembimbing, guru mata pelajaran, kepala sekolah, aturan-aturan sekolah mempengaruhi konsep diri individu dalam hidupnya. Adanya hubungan menuntut individu untuk dapat memiliki kemampuan berinteraksi sosial.

Sekolah telah menyusun dan membuat suatu layanan atau kegiatan yang dapat membantu individu dalam pembentukan dan pengembangan diri mereka selain perolehan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di kelas oleh guru mata pelajaran. Layanan tersebut dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling yang terdapat dalam pola 17 yang terdiri dari empat bidang bimbingan, tujuh layanan, lima layanan pendukung. Salah satu layanan yang diberikan adalah konseling kelompok. Dimana layanan konseling kelompok diberikan kepada beberapa individu dengan memberikan bantuan yang mereka butuhkan.

Konseling kelompok mempunyai tujuan membantu anggota kelompok agar dapat mengurangi pandangan diri yang berpusat pada kerusakan diri dan bersama-sama mencapai pandangan realistis dan berpandangan toleran satu sama lain, dan berlatih bersama guna perubahan perilaku sebagai perwujudan pemikiran rasional dan emosi pantas, serta menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri.


(55)

Konseling kelompok dapat menumbuhkan perasaan berarti terhadap diri sendiri yang kemudian dapat berperilaku positif yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu Konseling Kelompok merupakan pelayanan yang membantu seseorang dalam memahami dirinya sendiri dan dapat menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

Dengan konseling kelompok remaja bisa saling memberikan penilaian terhadap para anggota lainnya sehingga bisa menilai konsep diri yang dimiliki masing-masing remaja. Konseling kelompok pada dasarnya berpengaruh terhadap konsep diri seseorang, baik dalam mempertahankan keselarasan batin, mengatasi konflik yang ada pada dirinya dan untuk menafsirkan pengalaman yang didapatkan. Oleh karena itu, konsep diri diperlukan seseorang untuk dijadikan sebagai acuan dan pegangan hidup dan tuntunan kebutuhan seseorang. Dengan demikian, konsep diri seseorang bukan merupakan pembawaan sejak lahir, melainkan terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari masa kecil sampai dewasa. Konsep diri juga dihasilkan dari proses interaksi individu dengan lingkungan secara terus menerus.

Dari uraian di atas terdapat keterkaitan antara penggunaan dari layanan konseling kelompok dalam meningkatkan konsep diri individu. Sehingga diperkirakan layanan konseling kelompok dapat meningkatkan konsep diri pada siswa.


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011). Penggunaan metode dimaksudkan agar kebenaran yang diungkapkan benar-benar dibentengi dengan bukti ilmiah yang kuat.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah lokasi tertentu yang digunakan untuk objek dan subjek yang akan diteliti dalam penelitian. Sesuai dengan judul penelitian ini, maka peneliti akan mengadakan penelitian dengan mengambil lokasi penelitian di SMK Negeri 1 Way Tenong kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian ini adalah tahun pelajaran 2014/2015.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang secara sistematis, direncanakan oleh para peneliti untuk memecahkan permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat, maupun bagi peneliti itu sendiri (Sukardi, 2008: 17). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre experiment. Menurut Sugiyono (2011: 109) penelitian pre experiment dapat diartikan sebagai penelitian


(57)

yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Jenis desain yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design, yaitu suatu teknik untuk mengetahui efek sebelum dan sesudah pemberian perlakuan (Sugiyono, 2011: 109-111). Pada desain ini dilakukan dua kali pengukuran, pengukuran pertama dilakukan dengan menggunakan skala konsep diri sebelum diberi konseling kelompok dan pengukuran kedua dilakukan dengan menggunakan skala konsep diri setelah diberi konseling kelompok. Pendekatan ini diberikan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding.

Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut :

O1 X O2

Pretest Treatment Posttest Gambar 3.1 Desain Kelompok Tunggal dengan Pretest-Posttest

Keterangan :

O1 : pemberian pretest untuk mengetahui konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong, sebelum mendapat perlakuan. Pretest yang dilakukan adalah pengisian skala konsep diri oleh siswa.

X : pemberian perlakuan dengan memberikan konseling kelompok kepada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong yang memiliki konsep diri rendah. O2 : pemberian posttest untuk mengukur konsep diri siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong setelah diberikan perlakuan (X). Posttest yang dilakukan adalah pengisian skala konsep dirioleh siswa.

C. Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti tidak menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian. Hal ini dikarenakan tidak seluruh siswa memiliki konsep diri rendah sehingga tidak akan digeneralisasikan kepada semua siswa karena setiap


(58)

individu berbeda. Selain itu peneliti menggunakan subjek penelitian agar pelaksanaan konseling kelompok dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat tahun pelajaran 2014/2015. Subjek sebanyak 9 siswa yang memiliki konsep diri dalam kategori rendah yang diperoleh berdasarkan hasil pretest dengan skala konsep diri.

D. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011) variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen), yaitu:

a. Variabel bebas (independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas pada penelitian ini yaitu konseling kelompok.

b. Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah konsep diri.

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah menjelaskan tentang operasional variabel penelitian dengan indikator variabelnya.


(59)

a) Konsep Diri

Konsep diri adalah cara pandang atau persepsi individu terhadap dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaanya, serta bagaimana perilaku tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Tolak ukur yang akan dipakai adalah dengan menggunakan indikator dimensi-dimensi konsep diri, yaitu (a) dimensi internal yang meliputi diri identitas, diri pelaku, diri penerimaan/ penilaian, dan (b) dimensi eksternal meliputi fisik, etika-moral, pribadi, keluarga, sosial. Dengan diungkapnya indikator-indikator ini, maka akan diketahui konsep diri siswa disekolah. Dalam penelitian ini konsep diri yang akan ditingkatkan adalah konsep diri yang rendah dari siswa kelas XI.

b) Konseling Kelompok

Definisi operasional konseling kelompok dalam penelitian ini adalah upaya pemberian bantuan kepada individu atau peserta didik dalam proses interpersonal yang dinamis yang akan membantu individu dalam dinamika kelompok untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dan bisa berfungsi secara efektif sehingga dapat individu tersebut menemukan kepuasan dalam kehidupannya. Kegiatan konseling kelompok terdiri dari empat tahapan, yaitu pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran.


(1)

G. Teknik Analisis Data

Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan penelitian, dengan adanya peningkatan konsep diri siswa di sekolah setelah pemberian layanan konseling kelompok dapat dihitung menggunakan rumus uji Wilcoxon.

Alasan peneliti menggunakan uji Wilcoxon karena subjek penelitian kurang dari 25, distribusi datanya dianggap tidak normal (Sudjana, 2002), maka statistik yang digunakan adalah nonparametrik dengan menggunakan Wilcoxon Matched Pairs Test. Penelitian ini akan menguji Pretest dan posttest kelompok eksperimen, dengan demikian peneliti dapat melihat perbedaan nilai antara pretest dan posttest

melalui uji Wilcoxon ini. Pelaksanaan uji Wilcoxon untuk menganalisis data tersebut, dilakukan dengan menggunakan analisis uji melalui program SPSS

(Statistical Package for Social Science)17.

Adapun rumus uji Wilcoxon ini adalah sebagai berikut (Sudjana, 2002):

Z=

Keterangan :

Z : Uji Wilcoxon

T : Total Jenjang (selisih) terkecil antara nilai pretest dan posttest

N : Jumlah data sampel

Kaidah keputusan:

Jika statistik hitung (angka z output) > statistik tabel (tabel z), maka H0 diterima (dengan taraf signifikansi 5%)


(2)

50

Jika statistik hitung (angka z output) < statsitik tabel (tabel z), maka H0 ditolak (dengan taraf signifikansi 5%).

Pada output didapat nilai z hitung adalah -2,666. Harga ini selanjutnya dibandingkan dengan harga Ztabel dengan taraf signifikansi 0,05 dan n = 9 maka Ztabel =1,645. Karena Zoutput < Ztable (-2,666 < 1,645) maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan konsep diri siswa, sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan dengan konseling kelompok.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMK Negeri 1 Way Tenong, maka dapat diambil kesimpulan yaitu;

1. Kesimpulan Statistik

Secara statistik, konseling kelompok dapat meningkatkan konsep diri pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dari hasil analisis data dengan menggunakan uji wilcoxon yaitu zhitung < ztabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

2. Kesimpulan Penelitian

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu konseling kelompok dapat meningkatkan konsep diri pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Way Tenong. Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata peningkatan secara keseluruhan adalah sebesar 52,18%. Hal ini ditunjukkan dari perubahan perilaku siswa dalam setiap pertemuan pada kegiatan konseling kelompok, juga perilaku siswa dalam kegiatan sekolah sehari-hari yang semakin berperilaku adaptif dan semakin berkembang menjadi lebih baik.


(4)

94

B. Saran

Saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMK Negeri 1 Way Tenong Lampung Barat adalah:

1. Kepada siswa

Siswa yang memiliki masalah khususnya konsep diri yang rendah, hendaknya mengikuti kegiatan konseling kelompok yang diberikan oleh guru bimbingan dan konseling.

2. Kepada guru bimbingan dan konseling

Guru pembimbing dapat meningkatkan frekuensi dalam menggunakan konseling kelompok untuk membantu konsep diri siswa.

3. Kepada Guru

Guru bidang studi hendaknya mendekatkan diri dengan siswa agar terjalin hubungan yang baik dan akrab sehingga akan timbul keterbukaan siswa.

4. Para peneliti lain

Para peneliti hendaknya mempersiapkan diri dengan baik untuk melakukan berbagai bentuk layanan bimbingan dan konseling khususnya konseling kelompok.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. 2006. Psikologi Perkembangan-Pendekatan Ekologi Kaitannya

dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: PT

Refika Aditama.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Calhoun, JF. 2005. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. IKIP Semarang Press: Semarang.

Dariyo, Agus. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. PT Refika Aditama: Bandung.

Djaali, H. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.

Hurlock, E. B. 2004. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Hutagalung, Inge. 2007. Pengembangan kepribadian (Tinjauan Praktis Menuju PribadiPositif). Indeks: Jakarta.

Muntholiah. 2002. Konsep Diri Positif Prestasi PAI. Gunung Jati Press dan Yayasan: Semarang.

Papalia, Diane E. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Kencana Prenada Media Grup: Jakarta.

Prayitno. 2004. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghalia Indonesia..


(6)

Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Sarwono, Sarlito W. 2011. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Thalib, SB. 2012. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif. Kencana Prenada Media Grup: Jakarta.

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dan Madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: Rajagrafindo Persada.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN TIPE TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI LINGKUNGAN HIDUP KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT 2 TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 19 59

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 77

PENURUNAN TINGKAH LAKU MENYIMPANG DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 METRO TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

0 11 63

JUDUL INDONESIA: MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 PUNGGUR LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 78

MENINGKATKAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 PUNGGUR LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 69

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 73

PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI DI SMK NEGERI 1 WAY TENONG LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 8 70

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 01 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

1 5 93

PENGGUNAAN TEKNIK MODELING DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 METRO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3 18 71

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 18 81