PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

NORMA INDAH PRATIWI

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan interaksi sosial dengan Layanan Konseling Kelompok pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar tahun pelajaran 2014/2015. Masalah dalam penelitian ini adalah interaksi sosial rendah. Permasalahan dalam penelitian adalah “apakah interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar tahun pelajaran 2014/2015.

Metode yang di gunakan adalah quasi eksperimen dengan desain one-group pretest-posttest. Subjek penelitian sebanyak 11 siswa kelas VIII E yang memiliki interaksi sosial rendah. Teknik pengumpulan data menggunakan pedoman observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok, hal ini ditunjukkan hasil analisis data menggunakan ujiwilcoxon, dari hasil pretestdan posttestyang diperoleh zhitung= -2.935 < z tabel= 0 maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya kemampuan interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan Konseling Kelompok.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah interaksi sosial dapat ditingkatkan dengan menggunakan Layanan Konseling Kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2014/2015.

Saran yang diberikan (1) Siswa hendaknya mengikuti kegiatan layanan konseling kelompok jika mengalami interaksi sosial yang rendah agar dapat merubah perilaku interaksi sosial nya. (2) Kepada guru bimbingan dan konseling hendaknya menjadikan konseling kelompok sebagai salah satu program unggulan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah (3) Siswa yang mengalami interaksi sosial yang rendah dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok dan kepada peneliti lain hendaknya dapat mendalami permasalahan yang terjadi hingga siswa dapat meningkatkan interaksi sosialnya untuk berkepanjangan .


(2)

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 NATAR

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

NORMA INDAH PRATIWI Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMPN 3 NATAR

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(SKRIPSI)

Oleh

NORMA INDAH PRATIWI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

Gambar 1.1 Skema kerangka pikir ... 11

Gambar 2.1 Tahap pembentukan dalam layanan konseling kelompok ... 44

Gambar 2.2 Tahap peralihan dalam layanan konseling kelompok ... 45

Gambar 2.3 Tahap kegiatan dalam layanan konseling kelompok ... 46

Gambar 2.4 Tahap pengakhiran dalam layanan konseling kelompok ... 47

Gambar 3.1one group pretest posttest design ... 53

Gambar 4.1 grafik perubahan interaksi sosial sebelum dan sesudah diberikan perlakuan 78 Gambar 4.2 grafik peningkatan Interaksi sosial Riski per indikator ... 80

Gambar 4.3 grafik peningkatan Interaksi sosial Riski ... 80

Gambar 4.4 grafik peningkatan Interaksi sosial Andrean per indikator ... 82

Gambar 4.5 grafik peningkatan Interaksi sosial Andrean... 83

Gambar 4.6 grafik peningkatan Interaksi sosial Ayu per indikator ... 85

Gambar 4.7 grafik peningkatan Interaksi sosial Ayu... 85

Gambar 4.8 grafik peningkatan Interaksi sosial Dina per indikator ... 88

Gambar 4.9 grafik peningkatan Interaksi sosial Dina... 88

Gambar 4.10 grafik peningkatan Interaksi sosial Delfia per indikator ... 90

Gambar 4.11 grafik peningkatan Interaksi sosial Delfia ... 91

Gambar 4.12 grafik peningkatan Interaksi sosial Muhidin per indikator ... 93

Gambar 4.13 grafik peningkatan Interaksi sosial Muhidin... 94

Gambar 4.14 grafik peningkatan Interaksi sosial Siska per indikator ... 96

Gambar 4.15 grafik peningkatan Interaksi sosial Siska ... 96

Gambar 4.16 grafik peningkatan Interaksi sosial Imam per indikator... 99

Gambar 4.17 grafik peningkatan Interaksi sosial Imam ... 99

Gambar 4.18 grafik peningkatan Interaksi sosial April per indikator ... 101

Gambar 4.19 grafik peningkatan Interaksi sosial April ... 102

Gambar 4.20 grafik peningkatan Interaksi sosial Subuh per indikator... 104

Gambar 4.21 grafik peningkatan Interaksi sosial Subuh ... 104

Gambar 4.22 grafik peningkatan Interaksi sosial Gian per indikator ... 107

Gambar 4.23 grafik peningkatan Interaksi sosial Gian... 107


(5)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Identifikasi Masalah... 5

3. Pembatasan Masalah... 6

4. Rumusan Masalah... 6

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

1. Tujuan penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

C. Ruang Lingkup penelitian... 7

D. Kerangka Pikir... 8

E. Hipotesis ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Sosial dan Bimbingan sosial ... 12

1. Pengertian Bidang Bimbingan sosial ... 12

2. Pengertian Interaksi Sosial... 15

3. Faktor yang Mendasari Berlangsungnya Interaksi Sosial ... 21

4. Syarat-syarat terjadinya Interaksi Sosial ... 23

5. Tahap-tahap Interaksi Sosial ... 24

6. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 26

B. Layanan Konseling Kelompok……….29

1. Pengertian Konseling Kelompok ... 29

2. Tujuan Konseling kelompok ... 31

3. Dinamika Konseling Kelompok... 33

4. Komponen Konseling kelompok ... 35

5. Teknik Dalam Kegiatan………. 39

6. Persiapan Dan pelaksanaan Konseling kelompok……….. 41

7. EvaluasiKegiatan………... 49

8. AnalisisTindakLanjut………... 49

C. Penggunaan Konseling Kelompok dalam Meningkatkan Interaksi Sosial ... 50


(6)

B. Metode Penelitian ... 52

C. Desain Penelitian ... 53

D. Subjek Penelitian ... 54

E. Variabel Penelitian... 55

F. Definisi Operasional... 56

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

G. Uji Validitas dan Reliabilitas... 58

H. Teknik Analisis Data ... 59

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ... 61

1. Gambaran Subjek Penelitian sebelum diberikan perlakuan dengan Layanan Konseling Kelompok...61

2. Deskripsi data... 62

3. Pelaksanaan kegiatan konseling kelompok...65

4. Data hasil penelitian...77

5. Analisis data hasil penelitian ...108

B. Pembahasan ...110

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...121

B. Saran ...121

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Lampiran

1. Kisi-kisi observasi penelitian ... 123

2. Lembar observasi ... 125

3. Hasil uji ahli (judgment expert) ... 126

4. Hasil uji coba reliabilitas... 129

5. Hasil Pretest dan posttest ... 134

6. Tahap pelaksanaan penelitian Hasil ... 141

7. Dasta Peningkatan Interaksi Sosial ... 142

8. Perhitungan Manual(UjiWilcoxon)... 147

9. Resume Kegiatan Konseling ... 150

10. Tabel harga kritis T ... 156

11. Tabel Distribusi Z ... 157


(8)

Tabel 2.1 Sistematika pelaksanaan kegiatan konseling kelompok ... 48

Tabel 3.1 Rentang koefisien reliabilitas observasi ... 59

Tabel 4.1 Data subjekp penelitian ... 62

Tabel 4.2 Kriteria interaksi sosial ... 63

Tabel 4.3 Datapretestsebelum pemberian konseling ... 64

Tabel 4.4 Jadwal pelaksanaan kegiataan konseling kelompok... 65


(9)

(10)

(11)

(12)

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal,

tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

( Muhammad Ali )

Kesuksesan bukanlah kunci untuk memperoleh kebahagiaan.

Namun, kebahagian adalah kunci untuk meraih kesuksesan.

Jika anda menyukai apa yang anda lakukan, anda akan meraih kesuksesan.

( Albert Schweitzer )


(13)

Dengan penuh rasa syukur pada Allah SWT atas terselesaikannya penulisan

skripsi ini yang kupersembahkan karya kecilku ini pada :

Teruntuk Papaku Tersayang Drs.A.Wardani Hs dan Mamaku Dra.Roslili

Budiarti Tercinta, tak lebih, hanya sebuah karya sederhana ini yang bisa

kupersembahkan.

Khusus bagi mamaku, aku ingin engkau merasa bangga

telah melahirkanku kedunia ini.

Kakak-Kakak ku yang kusayang:

Dhian Afrida Muthia,S.Pd Dan Akbar Mandari Putra,S.STP.,MM.

Serta Keluarga Besarku.


(14)

-Norma Indah Pratiwi lahir di Kota Bandar Lampung tanggal 26 Desember 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. A.Wardani Hs dan Ibu Dra. Roslili Budiarti.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Unila, diselesaikan tahun 1996, Sekolah Dasar (SD) Al-Kautsar, diselesaikan tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Natar, diselesaikan tahun 2008, kemudian melanjutkan ke Sekolah Manengah Atas (SMA) Negeri 3 Bandar Lampung, diselesaikan tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selanjutnya, pada bulan Juli-September 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMP Negeri SATAP 2 Bangkunat Belimbing, Kecamatan Bangkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Sukamarga, Kecamatan Bangkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat.


(15)

Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala nikmat dan karunia-NYA sehingga dapat terselesainya skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan.

Skripsi yang berjudul “Peningkatan interaksi sosial dengan layanan konseling kelompok pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2014/2015”. Penulis menyadari dalam pennyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling sekaligus Pembimbing Utama yang telah banyak membimbing, memberikan saran, dan masukannya kepada penulis.

4. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi. selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Pembantu yang selalu membimbing dan membantu penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.


(16)

6. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling FKIP UNILA yang telah banyak memberikan pelajaran yang begitu berharga selama perkuliahan, terimakasih para pahlawanku, pahlawan tanpa tanda jasa.

7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi FKIP UNILA, terima kasih atas bantuannya selama ini dalam membantu menyelesaikan keperluan administrasi.

8. Ibu Dra.Roslili Budiarti., selaku kepala SMP Negeri 3 Natar, dan staff tata usaha SMP Negeri 3 Natar yang bersedia membantu penulis dalam mengadakan penelitian ini.

9. Sahabat”Terbaikku yang kini menjadi saudaraku, Neng yuyun, Pinem, Ayuk Ness, Ngah Nur, Mami Endah, Mba ndes, Ngah Firma, Bunda Arum, Icut, idjo yang selalu memberikanku semangat yang tiada henti, nasehat dan pelajaran-pelajaran terbaik dalam hidup ini yang selalu berada di sampingku untuk menuntun ku. Terima kasih untuk segalanya.

10. Agus Dwi Darmawan yang selama ini selalu bersedia meluangkan waktu, menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk mengajari, membimbing, dan menyemangati terimakasih karna tidak pernah lelah selalu ada di sampingku . 11. Wanita-Wanita terindahku yang kini pun telah menjadi saudaraku, Lisa, Ami,

Zady, Uli, Uyung yang tiada henti selalu menyemangati ku, terimakasih sudah hadir di hidupku dan memberikan warna-warni yang indah selama ini terimakasih sudah menjadi bagian dalam hidup ini.


(17)

Lili, Mba Lita, Astrid, Diah, Maria, Tiara, Mba Nana, Merry, Iman, Galla, Eko, Hendra, Adi , Irma,Mba Pipit, Agnes, Feni, Attu, Villa, Elsa, Putria. terima kasih untuk semuanya karna kalian sudah mengisi hari-hariku selama 4 tahun ini terimakasih sudah terlahir sebagai orang-orang baik yang membanggakan .

13. Kak Awan, Kak Ikhwan dan Kak Ijul yang senantiasa selalu tiada henti membimbing dan menyemangati ku, terimakasih sudah hadir ke hidup ini dan menjadi kakak-kakak terbaikku.

14. Keluarga KKN Bapak Nazrul Bengkunat Belimbing, Mas Yuyut, Ratna Ndut, Acil, Fitrah, Ruru, Ana, Lukman, Fauzan, dan Kak Danu. Terimakasih telah melengkapi warna di perjalanan hidupku.

15. Kakak-kakak tingkatku dan adik-adik tingkat Bimbingan dan Konseling. 16. Almamaterku tercinta

Terimakasih atas bantuan, dukungan, kerjasama, dan kebersamaan selama ini pernah terjalin. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kita kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin

Bandar Lampung,September 2015 Penulis


(18)

A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa tidak dapat hidup sendiri tanpa teman, guru ataupun warga sekolah lainnya. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam masa remaja (usia 12 sampai 15 tahun). Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks. Remaja dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, remaja telah memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya.

Harlock (2000:78) menyatakan bahwa proses yang sangat berarti dalam fase remaja yang juga akan mempengaruhi fase perkembangan berikutnya adalah terjadinya interaksi sosial dengan individu lain. Proses tersebut merupakan hal terpenting dari setiap tugas masa perkembangan, karena dengan melakukan interaksi sosial, individu akan belajar toleransi dan belajar mengenal dan memahami persamaan ataupun perbedaan yang ada


(19)

dalam kehidupan. Pencarian jati diri remaja dapat ditemukan remaja dalam proses interaksi sosial.

Proses interaksi sosial yang sering berlangsung atau dilakukan siswa adalah pada lingkungan tempat belajarnya atau sekolah. Sekolah merupakan tempat yang baik untuk siswa belajar berinteraksi. Pada lingkungan ini, siswa sebagai bagian dari remaja mulai mengenal norma dan nilai yang dianut, perbedaan kebudayaan, sikap toleransi, dan berbagai hal yang berkaitan dengan aspek sosialisasi kehidupan. Namun, sering kali disebabkan karena ketidaktahuan dan persiapan dalam melakukan interaksi sosial yang baik, siswa mengalami kesulitan dan permasalahan dalam melakukan interaksi sosial. Maka dari itu interaksi sosial sangat lah penting bagi siswa agar siswa dapat diterima di lingkungan mereka dan interaksi sosial dapat membantu siswa dalam bersosialisasi sedangkan jika siswa dapat bersosialisasi dengan baik siswa tersebut lebih diterima teman-teman nya dan itu juga dapat mempengaruhi prestasi akademiknya.

Menurut Hurlock (2000:80) salah satu tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan interaksi sosial adalah bagaimana siswa dapat mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Remaja dalam bergaul, maka individu telah membentuk suatu hubungan dengan orang lain. Interaksi sosial ini akan meningkat seiring dengan pertambahan usia manusia itu sendiri, seperti pada masa kanak-kanak awal, interaksi sosial yang terbentuk adalah interaksi sosial dengan keluarga, kemudian pada masa kanak-kanak menengah sampai akhir, interaksi sosial yang terbentuk


(20)

adalah pertemanan sesama gender, namun terdapat perubahan dramatik atas interaksi sosial dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

Ketidakmampuan atau permasalahan siswa melakukan interaksi sosial akan sangat berdampak besar terhadap kenyamanan, kondisi kejiwaan dan juga prestasi belajar siswa itu sendiri. Siswa yang mengalami kondisi seperti itu akan sulit diterima dalam lingkungannya dan dalam lingkungan pendidikan dan akan sulit diterima dalam kelompok belajarnya. Siswa yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial biasanya mengalami kesulitan untuk berkerja sama dalam kelompok, cenderung menyendiri dari pada berkelompok, sulit mengemukakan pendapat dan malu untuk tampil di depan kelas.

Nisryana (2007:56) dalam penelitiannya yang menjelaskan dengan berinteraksi siswa dapat membandingkan pemikiran dan pengetahuannya dengan orang lain. Siswa semakin tertantang untuk memperkembangkan pemikiran dan pengetahuannya sendiri. membandingkan pemikiran dan pengetahuannya dengan orang lain siswa dapat melakukannya dengan saling bekerja sama dalam menyelesaikan tugas, membentuk kelompok-kelompok belajar, menyampaikan pendapatnya saat diskusi, dan bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya sehingga siswa akan memperoleh prestasi yang lebih baik. siswa yang mampu berinteraksi sosial dengan baik, maka ia akan mendapatkan prestasi yang baik.

Permasalahan interaksi sosial siswa ketika tidak memperoleh penanganan dan upaya untuk membantu mengentaskan permasalahan secara tepat akan


(21)

menjadikan peserta, tidak dapat berkembang, sulit untuk memperoleh prestasi belajar yang baik.

Suatu interaksi sosial dikatakan berkualitas jika mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri dengan segala kemungkinan yang dimilikinya. interaksi sosial antar siswa yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Ada siswa yang mudah untuk melakukan interaksi dengan orang lain, namun ada juga siswa yang mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi dengan orang lain.

Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995:91) di dalam konseling kelompok individu dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta menerima dan menyampaikan pendapat secara logis, efektif dan produktif, kemampuan bertingkah laku dan berinteraksi sosial, juga berinteraksi dengan teman sebaya, sehingga itu semakin menguatkan bahwa penggunaan konseling kelompok dapat meningkatkan interaksi sosial siswa.

Guru Bimbingan dan Konseling yang berperan sebagai konselor sekolah memiliki kewajiban untuk membantu siswa dalam menangani setiap permasalahan yang dialami oleh siswa, begitu juga dengan permasalahan interaksi sosial. Oleh karena itu, upaya konselor dalam memberikan bantuan dalam meningkatkan interaksi sosial siswa dapat dilakukan dengan menggunakan konseling kelompok.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 3 Natar pada tanggal 2 Februari 2014, peneliti menemukan banyak permasalahan


(22)

siswa yang berkaitan dengan interaksi sosial seperti ketika jam pelajaran ada siswa yang suka membuat keributan dan sulit untuk bekerja sama dengan teman saat mengerjakan tugas kelompok, sulit mengungkapkan pendapat saat diskusi kelompok dan ada juga siswa yang terlihat sering menyendiri saat jam istirahat. Setelah mengetahui permasalahan interaksi sosial yang dialami siswa, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan konseling kelompok untuk meningkatkan interaksi sosial siswa. Oleh karena itu, penulis ingin mengadakan penelitian dan

mengangkat judul “ Peningkatan interaksi sosial siswa dengan layanan konseling kelompok pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2014/2015”.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan saat peneliti melakukan penelitian pendahuluan pada tanggal, masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Terdapat siswa yang gugup saat berbicara dengan guru. 2. Ada siswa yang di jauhi oleh teman-teman nya

3. Ada siswa yang terlihat menyendiri di kelas saat jam istirahat . 4. Ada siswa yang dikucilkan dari teman-teman sekelasnya

5. Terdapat siswa yang lebih memilih mengerjakan tugas kelompoknya secara individu dari pada mengerjakan tugas kelompoknya secara bersama-sama.

6. Terdapat siswa yang kesulitan mengemukakan pendapatnya saat diskusi maupun saat diberi pertanyaan oleh guru.


(23)

7. Ada siswa yang tidak berani tampil di depan kelas saat diberi tugas oleh guru.

3. Pembatasan Masalah

Bedasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah mengenai peningkatan kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar Tahun Ajaran 2014/2015.

4. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalahnya dapat dirumuskan kemampuan siswa dalam interaksi sosial rendah, adapun permasalahannya adalah “apakah kemampuan interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar tahun pelajaran 2014/2015?”

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai peneliti dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar tahun pelajaran 2014/2015.


(24)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat antara lain : 1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pendidikan terutama hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan dibidang bimbingan dan konseling khususnya mengenai kemampuan berinteraksi sosial siswa menggunakan konseling kelompok.

2. Manfaat secara Praktis

(a) Sebagai kontribusi pemikiran bagi sekolah, guna meningkatkan kualitas unit lembaga bimbingan dan konseling disekolah,

(b) Sebagai kontribusi bagi guru pembimbing untuk lebih meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling, khususnya dalam meningkatan interaksi sosial peserta didik melalui konseling kelompok.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah : a. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup penelitian ini adalah konsep keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya pada mata kuliah BK Sosial.

b. Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah meningkatkan Ineraksi Sosial Siswa dengan menggunakan konseling kelompok.


(25)

c. Ruang lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Lampung Selatan.

d. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Natar Kabupaten Lampung Sealatan pada tahun pelajaran 2014/2015.

D. Kerangka Pikir

Proses interaksi sosial akan terjadi apabila antara individu yang satu dengan yang lainnya melakukan kontak sosial dan komunikasi sosial. Di mana kontak sosial dilakukan individu dengan cara memberikan sentuhan fisik kepada individu lain, dengan begitu terjadilah interaksi sosial. Selain melakukan kontak sosial, individu juga melakukan komunikasi sosial. Komunikasi ini lakukan individu untuk menyampaikan informasi atau pendapat yang akan individu berikan kepada individu lain, dengan begitu terjadilah interaksi sosial antara individu yang satu dan yang lainnya.

Menurut Bonner (Gerungan,2004: 65) terjadinya interaksi sosial dipengaruhi oleh faktor adanya keinginan individu meniru orang lain (imitasi), keinginan untuk mempengaruhi orang lain (sugesti), keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain (identifikasi), dan perasaan tertarik kepada orang lain (simpati). Faktor-faktor tersebut adalah pendorong individu untuk melakukan interaksi sosial.


(26)

Suatu interaksi sosial dikatakan berkualitas jika mampu memberikan kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan segala kemungkinan yang dimilikinya. Dalam hal ini, interaksi sosial antar individu yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Ada individu yang mudah untuk melakukan interaksi dengan orang lain, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan dalam melakukan interaksi dengan orang lain.

Permasalahan interaksi sosial remaja akan menghambat terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Remaja yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial atau yang memiliki interaksi sosial rendah akan sulit untuk bekerja sama saat bekerja kelompok, cenderung diam dan pasif, sulit untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan pendapat saat diskusi, sehingga dalam hal ini menggangu tercapainya tugas perkembangan siswa terutama perkembangan aspek sosial dan interaksi sosialnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ridwan (Sunarto, 2008:38), interaksi sosial yang rendah pada siswa dapat berdampak: (1) Ingin menyendiri; remaja biasanya mulai menarik diri dari berbagai kegiatan keluarga dan sering bertengkar dengan teman-teman. Sering melamunkan, betapa seringnya ia tidak dimengerti. (2) Antagonisme Sosial; remaja sering sekali tidak mau bekerja sama, sering membantah dan menentang. (3) Emosi yang meninggi; kemurungan, ledakan amarah dan cenderung menangis karena hasutan yang sangat kecil. (4) Hilangnya kepercayaan diri. anak yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut pada kegagalan karena daya tarik menurun dengan orang tuanya.


(27)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki interaksi sosial yang rendah akan sulit untuk memiliki teman dekat, kurang percaya diri, antagoisme sosial dan emosi tinggi. Hal ini dikarenakan remaja yang memiliki interaksi sosial rendah cenderung tidak memperdulikan keadaan disekitarnya, lebih senang menyendiri dibandingkan bergabung dengan yang lainnya, kurang percaya diri terhadap potensi yang dimilikinya sehingga membuatnya merasa minder, dan merasa dirinya lebih baik diantara teman-teman lainnya sehingga membuatnya kurang disukai oleh lingkungan disekitarnya.

Guru bimbingan dan konseling yang berperan sebagai konselor sekolah memiliki kewajiban untuk membantu siswa dalam menangani setiap permasalahan yang dialami oleh siswa, begitu juga dengan permasalahan interaksi sosial. Oleh karena itu, upaya konselor dalam memberikan bantuan dalam meningkatkan interaksi sosial siswa dapat dilakukan dengan menggunakan konseling kelompok.

Menurut Menurut, Warner & Smith (Wibowo, 2005:82) menyatakan bahwa: konseling kelompok merupakan cara yang baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka.

Adapun alur Kerangka berfikir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kemampuan Interaksi Sosial

Rendah

Kemampuan Interaksi Sosial

Meningkat


(28)

Gambar 1.2. Skema Kerangka Berfikir

Peningkatan kemampuan interaksi sosial siswa dapat ditunjukkan dengan perubahan perilaku yang terjadi, seperti jika sebelumnya siswa sulit menjalin hubungan dengan teman atau sering terlihat menyendiri di kelas, maka setelah mengikuti kegiatan konseling kelompok maka ia akan mudah berbaur dengan teman yang lain, tidak malu menyampaikan pendapatnya, lebih memahami perasaan orang lain dan tidak memaksakan pendapatnya.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Kemampuan interaksi sosial dapat ditingkatkan dengan

layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2014/2015.

Ho : Kemampuan interaksi sosial tidak dapat ditingkatkan dengan layanan konseling kelompok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2014/2015.


(29)

A. Interaksi Sosial dan Bimbingan Sosial 1. Bidang Layanan Bimbingan Sosial

Bidang bimbingan sosial adalah bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengungkapkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas (PPPPTK Penjas dan BK, 2009 ).

Sedangkan Rahman (2003:45) mengatakan bahwa bidang bimbingan sosial adalah bidang bimbingan yang diberikan kepada siswa untuk mengenal lingkungannya sehingga mampu bersosialisasi dengan baik, menjadi pribadi yang bertanggungjawab.

Materi pokok dalam bidang bimbingan antara lain ;

1) Pengembangan kemampuan komunikasi, baik lisan maupun tulisan 2) Kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat

3) Pengembangan kemampuan bersosialisasi, baik di rumah, di sekolah dan di masyarakat

4) Pengembangan kemampuan menjalin hubungan secara harmonis dengan teman sebaya


(30)

5) Pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara konsisten dan tanggung jawab

6) Pemahaman tentang hubungan antar lawan jenis, dan akibat yang ditimbulkannya

7) Pemahaman tentang hidup berkeluarga

Fungsi dalam bimbingan sosial yaitu ; 1) Berubah menuju pertumbuhan.

Pada bimbingan sosial konselor secara berkesinambungan memfasilitasi individu agar mampu menjadi agen perubahan bagi diri dan lingkungannya. Konselor juga berusaha membantu individu sedemikian rupa, sehingga individu mampu menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya untuk berubah.

2) Pemahaman diri secara penuh dan utuh

Individu memahami kelemahan dan kekuatan yang ada dalam dirinya serta kesempatan dan tantangan yang ada diluar dirinya. Pada dasarnya melalui bimbingan sosial diharapkan individu mampu mencapai tingkat kedewasaan dan kepribadian yang utuh dan penuh seperti yang diharapkan, sehingga individu tidak memiliki kepribadian yang terpecah lagi dan mampu mengintegrasi diri dalam segala aspek kehidupan secara utuh, selaras, serasi dan seimbang.


(31)

3) Belajar berkomunikasi yang lebih sehat

Bimbingan sosial dapat berfungsi sebagai media pelatihan bagi individu untuk berkomunikasi secara lebih sehat dengan lingkungannya.

4) Berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat

Bimbingan sosial digunakan sebagai media untuk menciptakan dan berlatih perilaku baru yang lebih sehat.

5) Belajar untuk mengungkapkan diri secara penuh dan utuh

Melalui bimbingan sosial diharapkan individu dapat dengan spontan, kreatif, dan efektif dalam mengungkapkan perasaan, keinginan dan inspirasinya.

6) Individu mampu bertahan

Melalui bimbingan sosial diharapkan individu dapat bertahan dengan kehidupan masa kini, dapat menerima keadaan dengan lapang dada, dan mengatur kembali kehidupannya dengan kondisi yang baru.

7) Menghilangkan gejala-gejala yang disfungsional Konselor membantu individu dalam menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang mengganggu sebagai akibat dari krisis.

Maka dari itu interaksi sosial termasuk dalam bidang bimbingan sosial karna dapat kita ketahui di dalam bidang bimbingan sosial itu di berikan kepada siswa untuk mengenal lingkungan nya sehingga siswa mampu bersosialisasi dengan baik dan dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan ataupun di sekolah.


(32)

2. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk saling mengadakan hubungan dengan individu lain dalam kehidupannya, sejak ia membentuk pribadinya. Karena itu individu tidak dapat hidup tanpa individu lain di tengah kehidupan masyarakat. Hal itulah yang menyebabkan individu perlu berinteraksi dengan individu lain. Interaksi tersebut dapat diartikan sebagai interaksi sosial. Menurut Bonner (Gerungan, 2004:81) interaksi sosial diartikan suatu interaksi antara dua atau lebih individu, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya.

Interaksi sosial ditinjau dari sudut psikologis menurut Newcomb (Santoso, 2010:38) mendefinisikan, interaksi sosial adalah peristiwa yang kompleks, termasuk tingkah laku yang berupa rangsangan dan reaksi keduanya, dan yang mungkin mempunyai satu arti sebagai rangsangan dan yang lain sebagai reaksi. Interaksi sosial ditinjau dari sudut psikologi sosial menurut Warren dan Roucech (Santoso, 2010:40) yang mendefinisikan yang mengartikan interaksi sosial adalah suatu proses penyampaian kenyataan, keyakinan, sikap, reaksi emosional, dan kesadaran lain dari sesamanya di antara kehidupan yang ada.

Individu melakukan interaksi sosial dengan individu lain tidak hanya dikarenakan individu sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain melainkan interaksi sosial merupakan salah satu kebutuhan dasar.


(33)

Menurut Schutz (Sarwono, 2004:121) yang menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap orang mengorientasikan dirinya kepada orang lain dengan cara tertentu dan cara ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilakunya dalam hubungan dengan orang lain. Dalam berinteraksi antara individu dengan individu lain, ada tiga yaitu, inklusi, kontrol dan afeksi.

a) Inklusi, yaitu keterlibatan untuk terlibat dan termasuk dalam kelompok. b) Kontrol, yaitu arahan dan pedoman dalam berperilaku

c) Afeksi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dalam kelompok.

Inklusi merupakan kebutuhan individu untuk terlibat dan masuk dalam kelompok. Maksud individu terlibat dalam kelompok adalah dalam tahap ini, individu mulai berpartisipasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Remaja yang dalam pemenuhan kebutuhan inklusinya terpenuhi akan mudah untuk menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan dan kondisi dimana ia berada dan individu mampu bekerja sama dengan orang lain. Namun individu yang tidak terpenuhi kebutuhan inklusinya maka individu cenderung berperilaku malu,menarik diri, sulit menyesuiakan diri dan sulit bekerja sama dengan orang lain .

Kontrol merupakan arahan dan pedoman dalam berperilaku. Tidak semua individu memiliki kemandirian dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya karena itu individu juga masih membutuhkan dorongan dan arahan


(34)

dari orang lain. Dengan adanya arahan dan dorongan orang lain dapat dijadikan sebagai pertimbangan individu dalam memutuskan suatu persoalan.

Afeksi merupakan kebutuhan dasar yang bermula dari kondisi kanak-kanak, anak diterima atau ditolak oleh orang tuanya. Kondisi ini yang kemudian akan menjadi pengalihan ketika anak menjadi remaja. Kebutuhan afeksi merupakan kebutuhan dimana seseorang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain agar dapat diterima di dalam kelompok. Pada remaja kebutuhan afeksi ini tercermin dengan timbulnya perasaan suka atau tidak suka dengan orang lain. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk memenuhi kebutuhan sosialnya individu harus dapat memenuhi ke tiga kebutuhan tersebut. Kebutuahan tersebut akan terus ada dan terjadi berulang-ulang.

Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya dimana interaksi tersebut dinyatakan dalam bentuk tingkah laku. Interaksi sosial merupakan interaksi dimana individu membutuhkan individu lainnya sekalipun interaksi antara individu terhadap lingkungan sekitarnya. Interaksi sosial dimulai dari tingkat yang sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi semakin kompleks dan tingkat interaksi sosial juga berkembang menjadi amat kompleks.


(35)

Proses perkembangan interaksi sosial berlangsung dari tahap yang sangat sederhana antara anak dan ibu. Hal ini terlihat sejak anak masih bayi hingga anak memasuki dunia sekolah dimana anak mulai berinteraksi dengan lingkungan sebayanya. Bentuk interaksi yang tampak seperti menaati peraturan yang berlaku agar individu tetap diterima oleh lingkungannya. Hal ini dilakukan karena setiap individu memiliki kebutuhan akan pentingnya pergaulan.

Individu sebagai makhluk sosial, secara kodrati telah memiliki kemampuan untuk berinteraksi sosial. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berinteraksi sosial yang efektif, bimbingan dan konseling mengambil peran yang sangat besar dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan berinteraksi sosial. Dalam lingkup pendidikan, kemampuan interaksi sosial siswa lebih diarahkan kepada interaksi teman sebaya, kemampuan berinteraksi dengan warga sekolah, adaptasi terhadap norma dan nilai yang berlaku di sekolah, kemampuan bekerja sama dalam kelompok.

Interaksi sosial yang terjadi dalam diri remaja lebih banyak menekankan pada interaksi terhadap kelompok sebaya. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompoknya. Sebagaimana dijelaskan oleh Horrocks dan Benimoff (Hurlock 2000:143) menjelaskan pengaruh teman sebaya sebagai berikut:

“Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, di sinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa


(36)

yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana di mana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa remaja lebih mudah melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya. Karena di dalam kelompok tersebut remaja merasa tidak dikendalikan oleh nilai-nilai yang dibuat oleh orang dewasa. Nilai-nilai yang berada di dalam kelompok tersebut adalah nilai-nilai yang sesuai dengan kondisinya. Dengan begitu remaja lebih mudah melakukan interaksi sosial dengan kelompok sebanyanya.

Lebih lanjut Hurlock (1988:56) merumuskan orang yang berciri-ciri memiliki interaksi sosial yang tinggi adalah sebagai berikut: mampu dan bersedia menerima tanggung jawab; berpartisipasi dalam kegiatan yang sesuai dengan tiap tingkatan usia; segera menyelesaikam masalah yang menuntut penyelesaian; senang menyelesaikan dan mengatasi berbagai hambatan yang mengancam kebahagiaan; tetap pada pilihannya sampai diyakini bahwa pilihan itu tepat; mengambil keputusan dengan senang tanpa konflik dan tanpa banyak menerima nasihat; lebih baik memperoleh kepuasan dan prestasi yang nyata ketimbang dari prestasi yang imajiner; dapat menggunakan pikiran sebagai alat untuk menciptakan suatu tindakan bukan sebagai akal untuk menunda atau menghindari suatu tindakan; belajar dari kegagalan tidak mencari-cari alasan untuk menjelaskan kegagalan; tidak membesar-besarkan keberhasilan atau mengharapkan pada bidang yang tidak berkaitan;


(37)

mengetahui bekerja bila saatnya bekerja, dan mengetahui bermain bila saatnya

bermain; dapat mengatakan “tidak” dalam situasi yang membahayakan kepentingan sendiri; dapat mengatakan “ya” dalam situasi yang akhirnya menguntungkan; dapat menunjukkan amarah secara langsung bila bersinggung atau bila haknya dilanggar; dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan takaran yang sesuai; dapat menahan sakit atau emosional bila perlu; dapat berkompromi bila menghadapi kesulitan; dapat memusatkan energi pada tujuan yang penting dan menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak kunjung berakhir. Sedangkan individu yang memiliki interaksi sosial rendah adalah individu yang tidak memiliki hal-hal tersebut atau sebaliknya.

Melihat pernyataan Hurlock tersebut, maka individu yang memiliki interaksi sosial yang tinggi adalah individu yang mampu menyeimbangankan perilaku yang dilakukannya dengan tuntutan atau pedoman yang berlaku di linggkungannya. Namun dalam hal ini, tidak semua individu mampu berinteraksi sosial dengan lingkungannya. Tinggi dan rendahnya individu dapat berinteraksi sosial sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya.

Hal ini senada dengan pendapat Tohirin (Ali dan Asrori, 2006:89) masalah siswa yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, diantaranya:

a. Kesulitan dalam persahabatan, b. Kesulitan mencari teman,


(38)

c. Merasa terasing dalam aktifitas kelompok,

d. Kesulitan dalam memperoleh penyesuain dalam kegiatan kelompok, e. Kesulitan mewujudkan interaksi yang harmonis dalam keluarga, f. Kesulitan dalam menghadapi situasi sosial yang baru.

Dengan demikian dapat dimaknai bahwa kemampuan sosial siswa sangat penting dalam membantu siswa bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan.

3. Faktor-faktor yang Mendasari Berlangsungnya Interaksi Sosial

Interaksi sosial akan dapat terjadi dan terbina dengan baik apabila faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial baik secara tunggal maupun kelompok terpenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Bonner (Gerungan, 2004 : 65) faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial adalah:

a. Faktor imitasi. b. Faktor sugesti. c. Faktor identifikasi. d. Faktor simpati.

Faktor imitasi menurut Sargent (Santoso, 2010:52) merupakan suatu percontohan atau menghasilkan tindakan dari yang lain. Dalam hal ini, individu melakukan interaksi sosial dengan cara mencontoh tindakan atau perilaku orang lain sehingga menghasilkan tindakan atau perilaku yang nampak pada dirinya. Faktor imitasi ini memiliki sisi positif dan negatifnya.


(39)

Dikatakan positif apabila hal-hal yang diimitasikan itu dapat diterima secara moral seperti anak kecil menyatakan terimakasihnya, hal tersebut dilakukan karena anak tersebut melihat orang tuanya selalu mengucapkan perkataan terima kasih ketika menerima sesuatu. Sebaliknya dikatakan negatif apabila hal-hal yang diimitasi itu mengkinlah secara moral harus ditolak.

Faktor sugesti diartikan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari dirinya sendiri maupun dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu (Ahmadi, 2002:78). Dalam hal ini, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang lalu diterima oleh dirinya. Seseorang memberikan penilaian mengenai dirinya kepada orang lain, sehingga orang tersebut menerima penilaian tersebut tanpa memberikan kritikan. Dapat juga seseorang memberikan penilaian kepada dirinya sendiri dan meyakini bahwa penilaian itu baik dan tidak memberikan kritikan.

Contoh tindakan ini seperti, seorang remaja yang memberikan keyakinan kepada temannya bahwa apa yang ia katakana itu adalah benar, sehingga temannya percaya dan tanpa memberikan kritikan ataupun sanggahan mengenai pernyataannya tersebut.

Faktor identifikasi menurut Freud (Santoso, 2010:56) merupakan suatu proses untuk melayani sebagai penunjuk sesuatu model. Atau dapat diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah


(40)

maupun secara batiniah (Ahmadi, 2002:80). Proses identifikasi ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar (secara dengan sendirinya) kemudian irrasionil, yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasionil. Misalnya identifikasi seorang remaja mengikuti gaya model idolanya mulai dari berpakaian sampai model rambut. Remaja tersebut mengidentifikasikannya sama dengan model tersebut.

Selanjutnya, faktor simpati merupakan perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Proses simpati ini dapat timbul secara tiba-tiba kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku menarik baginya. Misalnya, seseorang tertarik untuk bekerja sama dengan orang lain, hal ini dikarenakan seseorang tertarik pada sikap dan tingkah laku yang nampak pada orang tersebut. Hal ini didasari karena adanya simpati kepada orang tersebut.

4. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Menurut Soekanto (2007:27) suatu interaksi sosial tidak mungkin akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:

a. Adanya kontak sosial b. Adanya komunikasi.

Kontak sosial merupakan salah satu syarat terjadinya interaksi sosial. Kata kontak berasal dari kata con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyentuh.


(41)

Jadi kontak sosial dapat diartikan bersama-sama menyentuh. Dengan kata lain kontak sosial terjadi karena adanya stimulus yang diberikan seseorang dan menghasilkan respon dari orang lain. Kontak sosial dapat dikatakan sebagai tahap awal pada terjadinya interaksi sosial.

Selain adanya kontak sosial syarat terpenting terjadinya interaksi sosial adalah adanya komunikasi. Komunikasi merupakan situasi dimana seseorang memberikan arti pada perilaku orang lain, perasaan-perasaan yang ingin disampaikan orang tersebut kemudian orang tersebut memberikan respon terhadap terasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan demikian, dengan adanya komunikasi maka sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lain.

5. Tahap-tahap Interaksi Sosial

Menurut Santoso (2010:42) dalam proses interaksi sosial, terdapat tahap-tahap sebagai berikut:

a. Ada kontak/interaksi,

Pada tahap ini, individu-individu saling mendahului kontak atau interaksi, baik langsung maupun tidak langsung dan tiap-tiap individu ada kesiapan untuk saling mengadakan kontak.


(42)

b. Ada bahan dan waktu

Pada tahap ini, individu perlu memiliki bahan-bahan untuk berinteraksi sosial seperti informasi penting, pemecahan masalah, dan bahan-bahan dari aspek kehidupan lain.

c. Timbul problema

Walaupun proses interaksi sosial telah direncanakan dengan baik, namun bahan-bahan interaksi sosial seringkali menimbulkan problema bagi individu-individu yang ada.

d. Timbul ketegangan

Pada tahap ini, masing-masing memiliki rasa tegang yang tinggi karena masing-masing individu dituntut mencari penyelesaian terhadap problem yang ada.

e. Ada integrasi

Pada proses intekrasi sosial, permasalahan atau problem yang timbul dapat dipecahkan secara bersama-sama walaupun proses interaksi itu berlangsung berulang-ulang.

Berdasarkan pendapat Santoso (2010:58) diatas dapat disimpulkan bahwa setiap individu melakukan interaksi sosial akan mengalami tahap-tahap tersebut. Dimana dalam proses interaksi sosial tersebut dibutuhkan interaksi antara individu yang satu dengan yang lainnya, dibutuhkan bahan dan waktu untuk terjadinya interaksi dengan orang lain, timbulnya masalah ketika individu melakukan interaksi sosial dengan orang lain, dan individu dituntut untuk dapat


(43)

menyelesaikan masalah itu, namun dalam penyelesaian masalah, individu dapat bekerja sama dengan orang lain untuk meyelesaikan masalah.

6. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 2007:58) membagi menjadi dua bentuk, yakni:

a. Proses Asosiatif 1) Kerja sama 2) Akomodasi 3) Asimilasi b. Proses Disosiatif 1) Persaingan 2) Pertentangan

Proses Asosiatif merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat positif dan sebaliknya proses Disosiatif merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat negatif. Dalam proses asosiatif bentuk interaksi sosial terdiri dari kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Sedangkan proses disosiatif bentuk interaksi sosial terdiri dari persaingan dan pertentangan.

Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu tujuan. Dalam kegiatan kerja sama, individu melakukan interaksi dengan orang lain. Dimana individu memberikan stimulus kepada individu lain kemudian individu lain memberikan reaksi


(44)

terhadap stimulus yang diterimanya ataupun sebaliknya. Kerja sama ini dapat dilihat dari turut sertanya individu dalam kegiatan kelompok. Bentuk-bentuk kerjasama adalah kerukunan (gotong royong), Barganing (perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa), kooptasi (proses penerimaan unsure-insur baru untuk menghindari terjadinya kegoncangan pada suatu organisasi), koalisi (kombinasi dua orang atau lebih yang memiliki tujuan yang sama), join venture (kerja sama dalam pengusahaan proyek tertentu).

Kerja sama dilakukan individu karena individu membutuhkan bantuan dari individu lain. Dengan adanya kerja sama tersebut, diharapkan bahwa tujuan bersama dapat tercapai secara optimal. Cooley (Soekanto,2007:213) menggambarkan pentingnya kerja sama yakni:

“kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka menyadari mereka memiliki kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna”

Akomodasi merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara individu atau kelompok seinteraksi dengan norma-norma sosia atau nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Dengan adanya akomodasi maka individu belajar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan disekitarnya. Selain hal itu akomodasi juga dilakukan untuk mengurangi pertentangan agar tercipta kerja sama dalam suatu kelompok.


(45)

Bentuk proses asosiatif yang ke tiga adalah asimilasi. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Dalam asimilasi, individu tidak lagi memikirkan kepentingan dirinya sendiri, melainkan individu memikirkan kepentingan kelompok. Bentuk asimilasi ini ditandai adanya pengembangan sikap yang sama dengan kelompok dalam mencapai suatu tujuan.

Bentuk proses disosiatif adalah persaingan dan pertentangan. Persaingan diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman. Persaingan dilakukan oleh individu untuk mendapatkan sesuatu. Persaingan tidak selalu bersifat negatif. Misalnya, di dalam kelas seorang siswa untuk mendapatkan peringkat kelas siswa perlu bersaing dengan teman-teman yang lainnya. Untuk mendapatkan peringkat kelas itu siswa perlu melakukan suatu usaha. Dan usaha tersebut adalah belajar dengan giat. Contoh tersebut menjelaskan bahwa persaingan tidak selalu bernilai negatif.

Selanjutnya bentuk proses disosiatif yang kedua adalah pertentangan. Berbeda halnya dengan persaingan, dalam pertentangan individu telah melakukan kekerasan dalam mempertahankan pendapat dan keinginannya.


(46)

Pertentangan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok berusaha mempengaruhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan dengan ancaman dan kekerasan. Pertentangan ini diakatakan sebagai bentuk interaksi sosial dikarenakan dalam pertentangan ini individu atau kelompok mencoba untuk mempengaruhi pihak lain untuk memiliki pendapat yang sama dengan individu atau kelompok tersebut.

B. Layanan Konseling Kelompok 1. Pengertian Konseling kelompok

Konseling merupakan suatu proses intervensi yang bersifat membantu individu untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri dan interaksinya dengan orang lain. Blocher (Wibowo, 2005:35) mendefinisikan konseling adalah intervensi yang direncanakan sistematis yang ditunjukkan untuk membantu menjadi lebih sadar atas dirinya sendiri, memaksimalkan kebebasan dan efektivitas manusia. Natawidjaja (Wibowo, 2005:37) mengartikan konseling sebagai usaha bantuan untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam interaksinya dengan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini dan saat yang akan datang.

Menurut, Warner & Smith (Wibowo, 2005:32) menyatakan bahwa: konseling kelompok merupakan cara yang baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka. Pandangan tersebut dipertegas oleh Natawidjaja (Wibowo, 2005:144) menyatakan bahwa:


(47)

“Konseling kelompok merupakan upayabantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya”.

Menurut Corey (Wibowo, 2005:121) menyatakan bahwa: masalah-masalah yang dibahas dalam konseling kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi.

Dalam konseling kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini. Jadi anggota akan belajar tentang dirinya dalam interaksinya dengan anggota yang lain ataupun dengan orang lain. Selain itu, di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain.

Menurut Blocher (Wibowo, 2005:121) menyatakan bahwa:

“Kepribadian seseorang berkembang secara optimal melalui interaksi yang sehat antara organisme yang sedang dalam perkembangan dengan lingkungan atau budayanya. Lebih lanjut mengatakan bahwa kekuatan sosial dan budaya berpengaruh sangat kuat terhadap individu dan perkembangannya.”

Kegiatan konseling kelompok mendorong terjadinya interaksi yang dinamis. Suasana dalam konseling kelompok dapat menimbulkan interaksi yang akrab, terbuka dan bergairah sehingga memungkinkan terjadinya saling memberi dan menerima, memperluas wawasan dan pengalaman, harga menghargai dan berbagai rasa antara anggota kelompok. Suasana dalam konseling kelompok mampu memenuhi kebutuhan psikologis individu dalam kelompok, yaitu kebutuhan untuk dimiliki dan diterima orang lain, serta kebutuhan untuk


(48)

melepaskan atau menyalurkan emosi-emosi negatif dan menjelajahi diri sendiri secara psikologis.

Menurut Mahler, Dinkmeyer & Munro (Wibowo, 2005:85) menyatakan bahwa:

Kemampuan yang dikembangkan melalui konseling kelompok yaitu: a. pemahaman tentang diri sendiri yang mendorong penerimaan diri dan

perasaan diri berharga,

b. interaksi sosial, khususnya interaksi antarpribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial,

c. pengambilan keputusan dan pengarahan diri,

d. sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan empati, e. perumusan komitmen dan upaya mewujudkannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok adalah upaya pemberian bantuan kepada siswa melalui kelompok untuk mendapatkan informasi yang berguna agar mampu menyusun rencana, membuat keputusan yang tepat, serta untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya dalam menunjang terbentuknya perilaku yang lebih efektif.

2. Tujuan Konseling kelompok

Prayitno (1995:125) menjelaskan tujuan konseling kelompok, adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Umum b. Tujuan Khusus

Tujuan umum kegiatan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta


(49)

layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak objekstif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif.

Secara khusus, konseling kelompok bertujuan untuk membahas topik-topik tertentu yang mengandung permasalahan aktual (hangat) dan menjadi perhatian peserta. Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, sikap yang menunjang diwujudkanya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal juga ditingkatkan.

Sedangkan menurut Bennett (Romlah, 2006:56) tujuan konseling kelompok yaitu:

1) memberikan kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.

2) memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan:

a) mempelajari masalah-masalah manusia pada umumnya.

b) menghilangkan ketegangan emosi, menambah pengertian mengenai dinamika kepribadian, dan mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah tersebut dalam suasana yang pemisif.

c) untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

d) untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.


(50)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa hal yang paling penting dalam kegiatan konseling kelompok merupakan proses belajar baik bagi petugas bimbingan maupun bagi individu yang dibimbing. Konseling kelompok juga bertujuan untuk membantu individu menemukan dirinya sendiri, mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3. Dinamika Kelompok

Dinamika kelompok adalah kekuatan yang mendorong kehidupan kelompok. Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengarahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dari kelompok itu. Dengan demikian, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.

Peranan dinamika kelompok dalam bimbingan dan konseling merupakan usaha pemberian bantuan kepada orang-orang yang memerlukan. Suasana kelompok yaitu hubungan antara semua orang yang terlibat dalam kelompok dapat dijadikan wahana dimana masing-masing anggota kelompok itu (secara perorangan) dapat memanfaatkan semua informasi, tanggapan dan berbagai reaksi dari anggota kelompok lainnya untuk kepentingan dirinya yang berhubungan dengan pengembangan diri anggota kelompok yang bersangkutan. Kesempatan timbal balik inilah yang merupakan dinamika dari kehidupan kelompok (dinamika kelompok) yang akan membawa manfaat bagi anggotanya.


(51)

Melalui dinamika kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan dirinya dalam hubungannya dengan orang lain. Hal ini tidak berarti bahwa diri seseorang lebih ditonjolkan daripada kehidupan kelompok secara umum.

Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan arah gerak dan arah pencapaian tujuan bimbingan dan konseling melalui layanan bimbingan konseling kelompok. Kelompok yang hidup adalah yang berdinamika, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.

Prayitno (2004:118) menyatakan

“keterampilan berkomunikasi secara efektif, sikap bertenggang rasa, memberi dan menerima, toleran, mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat seiring dengan sikap demokratis, memiliki sikap tanggung jawab sosial seiring dengan kemandiriannya yang kuat merupakan arah pengembangan pribadi yang dapat melalui keaktifannya dinamika kelompok “

Bahwa anggota kelompok memiliki ketrampilan berkomunikasi secara efektif yang merupakan kunci pokok keaktifanya dinamika kelompok dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan sosial dan untuk melatih kemandiriannya.

Berkaitan dengan konseling kelompok maka dinamika kelompok merupakan suatu wadah yang selalu aktif dalam rangka membantu individu-individu untuk dapat secara mandiri maupun secara bersama-sama dalam memecahkan


(52)

masalahnya. Oleh karena itu dinamika kelompok memegang peranan penting sebagai wadah kehidupan atau jiwa yang bergerak kelompok.

Kelompok dengan demikian mempunyai peran membantu memecahkan masalah pribadi para anggota kelompok, yaitu apabila interaksi dalam kelompok itu difokuskan pada pemecahan masalah pribadi yang dimaksudkan. Dalam suasana seperti itu, melalui dinamika kelompok yang berkembang, masing-masing anggota kelompok akan menyumbang baik langsung maupun tidak langsung dalam pemecahaan masalah pribadi tersebut.

4. Komponen Konseling kelompok

Prayitno (1995:132) menjelaskan bahwa dalam konseling kelompok terdapat tiga komponen yang berperan, yaitu pemimpin kelompok, peserta atau anggota kelompok dan dinamika kelompok.

a. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam konseling kelompok Dalam hal ini pemimpin bukan saja mengarahkan prilaku anggota sesuai dengan kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1995:140), menjelaskan pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri.


(53)

Dalam kegiatan konseling kelompok, pemimpin kelompok memiliki peranan. Prayitno (1995:145), menjelaskan peranan pemimpin kelompok adalah memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok, memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kempok, dan sifat kerahasian dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.

b. Anggota kelompok

Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada kelompok. Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota konseling kelompok. Untuk terselenggaranya konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan sebagaimana seharusnya. Besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan homogenitas atau heterogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok. Sebaiknya jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil.


(54)

c. Dinamika kelompok

Selain pemimpin kelompok dan anggota kelompok, komponen konseling kelompok yang tak kalah penting adalah dinamika kelompok. Dalam kegiatan konseling kelompok dinamika konseling kelompok sengaja ditumbuhkembangkan, karena dinamika kelompok adalah interaksi interpersonal yang ditandai dengan semangat, kerja sama antar anggota kelompok, saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan mencapai tujuan kelompok. Interaksi yang interpersonal inilah yang nantinya akan mewujudkan rasa kebersamaan di antara anggota kelompok, menyatukan kelompok untuk dapat lebih menerima satu sama lain, lebih saling mendukung dan cenderung untuk membentuk interaksi yang berarti dan bermakna di dalam kelompok.

Cartwright dan Zander (Wibowo, 2005: 62) mendeskripsikan dinamika kelompok sebagai suatu bidang terapan yang dimaksudkan untuk peningkatan pengetahuan tentang sifat/ciri kelompok, hukum perkembangan, interelasi dengan anggota, dengan kelompok lain, dan dengan anggota yang lebih besar.

Menurut Prayitno (1995:153), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kelompok antara lain :

“Tujuan dan kegiatan kelompok; jumlah anggota; kualitas pribadi masing-masing anggota kelompok; kedudukan kelompok; dan kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk


(55)

saling berinteraksi sebagai kawan,kebutuhan untuk diterima, kebutuhan akan rasa aman, serta kebutuhan akan bantuan moral.”

Kehidupan kelompok dijiwai oleh dinamika kelompok yang akan menentukan gerak dan arah pencapaian tujuan kelompok. Dinamika kelompok ini dimanfaatkan untuk mencapai tujuan konseling kelompok. Konseling kelompok memanfaatkan dinamika kelompok sebagai media dalam upaya membimbing anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Dinamika kelompok unik dan hanya dapat ditemukan dalam suatu kelompok yang benar-benar hidup. Kelompok yang hidup adalah kelompok yang dinamis, bergerak dan aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai suatu tujuan.

Melalui dinamika kelompok, setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan yang sedang mengembangkan kediriannya dalam interaksi dengan orang lain. Ini tidak berarti bahwa pendirian seseorang lebih ditonjolkan daripada kehidupan kelompok secara umum. Dinamika kelompok akan terwujud dengan baik apabila kelompok tersebut, benar-benar hidup, mengarah kepada tujuan yang ingin dicapai, dan membuahkan manfaat bagi masing-masing anggota kelompok, juga sangat ditentukan oleh peranan anggota kelompok.


(56)

5. Teknik dalam Kegiatan

a. Teknik umum pengembangan dinamika kelompok

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan konsling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan layanan.

Teknik-teknik ini secara garis besar meliputi:

1. Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka.

2. Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan, diskusi, analisis, dan pengembangan argumentasi. 3. Dorongan minimal untuk memantapkan respons aktivitas anngota

kelompok

4. Penjelasan, pendalaman, dan pemberian contoh (uswatun hasanah) untuk lebih memantapkan analisis, argumentasi dan pembahasan. 5. Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang

dikehendaki.

Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memberikan penjelasan dan pengarahan pendahuluan tentang layanan konseling kelompok. Selain itu, berbagai kegiatan selingan ataupun permainan


(57)

memantapkan pembahasan, atau relaksasi. Sebagai penutup, kegiatan pengakhiran (teknik mengakhiri) dapat dilaksanakan.

b. Permainan Kelompok

Dalam layanan konseling kelompok dapat diterapkan teknik permainan baik sebagai selingan maupun sebagai wahana (media) yang memuat materi pembinaan tertentu. Permainan kelompok yang efektif harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (a)sederhana, (b)menggembirakan, (c)menimbulkan suasana rileks dan tidak melelahkan, (d)meningkatkan keakraban, dan (e)diikuti oleh semua anggota kelompok.

Contoh permainannya antara lain: 1. “Rangkaian Nama”

2. “Kata Kalimat” atau “Kalimat Bengkak” 3. “Tiga Dot”

4. “Si Kembar: Ana dan Ani”

5. “Kebun Binatang” atau “Taman Bunga” 6. “Bisik Berantai”

7. “Mengapa-Karena”

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan menggunakan kedua teknik tersebut. Hal ini dikarenakan kedua teknik tersebut saling berkaitan. Teknik umum dilaksanakan untuk mengembangkan dinamika kelompok sedangkan teknik permainan kelompok digunakan sebagai kegiatan selingan untuk meningkatkan keakraban dan juga sebagai relaksasi. Kedua teknik ini akan digunakan secara tepat waktu, tepat isi,


(58)

tepat sasaran, dan tepat cara sehingga layanan konseling kelompok ini dapat berjalan dengan efektif.

6. Persiapan dan pelaksanaan Layanan Konseling kelompok

Penyelenggaraan layanan konseling kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai. Pelaksanaan layanan konseling kelompok harus melalui tahap- tahap kegiatan secara teratur dan berurutan karena setiap tahap merupakankesatuan dalam seluruh kegiatan kelompok.

a. Langkah awal

Langkah atau tahap awal diselenggarakan dalam rangka pembentukan kelompok. Langkah awal dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi peserta, yang lebih rinci lagi dengan penjelasan tentang pengertian, tujuan dan kegunaan secara umum layanan tersebut.

Setelah penjelasan ini, langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyelenggarakan kegiatan bimbingan kelompok.

b. Perencanaan kegiatan

Perencanaan kegiatan layanan konseling kelompok meliputi penepatan: 1. Tujuan yang inggin dicapai dari konseling kelompok itu sendiri 2. Sasaran kegiatan


(59)

c. Pelaksanaan kegiatan

Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut:

1) Persiapan Pelaksanaan (Persiapan menyeluruh)

Persiapan menyeluruh ini meliputi persiapan fisik (tempat dan kelengkapannya), bahan, keterampilan dan administrasi.Persiapan Keterampilan

2) Pembimbing diharapkan mampu melaksanakan teknik- teknik antara lain:

(a) Teknik umum, meliputi; mendengar dengan baik, memahami secara penuh, merespon secara tepat dan positif, dorongan minimal, penguatan dan keruntutan.

(b) Keterampilan memberikan tanggapan, meliputi; mengenal perasaan peserta, mengungkapkan perasaan sendiri, dan merefleksikan.

(c) Keterampilan memberikan pengarahan, meliputi; memberian informasi, memberikan nasihat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak, menggunakan contoh pribadi, memberikan penafsiran, mengkonfrontasikan, mengupas masalah, dan menyimpulkan.

3) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan (a) Tahap pertama: pembentukan


(60)

Tahap pembentukan yaitu tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama.

(b) Tahap kedua: peralihan

Tahap peralihan yaitu tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.

(c) Tahap ketiga: kegiatan

Tahap kegiatan yaitu tahapan ini untuk membahas topik- topik tertentu.

(d) Tahap keempat: pengakhiran

Tahap kegiatan untk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya.


(61)

Gambar 2.1 Tahap Pembentukan dalam Layanan Konseling Kelompok TAHAP I

PEMBENTUKAN Tema : - Pengenalan diri

- Pelibatan diri - Pemasukan diri

Kegiatan :

1. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan konseling kelompok. 2. Menjelaskan (a) cara-cara,

dan (b) asas-asas kegiatan kelompok.

3. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri.

4. Teknik khusus. 5. Permainan

penghangatan/pengakraban. Tujuan:

1. Angggota memahami pengertian dan kegiatan kelompok dalam rangkan konseling kelompok.

2. Tumbuhnya suasana kelompok. 3. Tumbuhnya minat anggota

mengikuti kegiatan kelompok. 4. Tumbuhnya saling mengenal,

percaya, menerima, dan membantu diantara para anggota.

5. Tumbuhnya suasana bebas dan terbuka.

6. Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Menampilkan doa untuk mengawali kegiatan.

2. Menampilkan diri secara utuh dan terbuka.

3. Menampilkan penghormatan kepada orang lain, hangat, tulus, bersedia membantu dan penuh empati.


(62)

Gambar 2.2 Tahap Peralihan dalam Layanan Konseling Kelompok TAHAP II

PERALIHAN

Tema : Pembangunan jembatan antara tahap pertama dan tahap ketiga

Kegiatan :

1. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya.

2. Menawarkan sambil mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya (tahap ketiga). 3. Membahas suasana yang

terjadi.

4. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota. 5. Kalau perlu kembali ke

beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan).

Tujuan:

1. Terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya.

2. Makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan. 3. Makin mantapnya minat untuk

ikut serta dalam kegiatan kelompok.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka.

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaan atau permasalahan.

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.


(63)

Gambar 2.3 Tahap Kegiatan dalam Layanan Konseling Kelompok TAHAP III

KEGIATAN

(Dalam Konseling Kelompok) Pembahasan Masalah Klien

Tema : Kegiatan pencapaian tujuan, yaitu pembahasan masalah klien

Kegiatan :

1. Setiap anggota kelompok mengemukakan masalah pribadi yang perlu mendapat bantuan kelompok untuk pengentasannya.

2. Kelompok memilih masalah mana yang

hendak dibahas dan dientaskan pertama, kedua, ketiga, dst.

3. Klien (anggota kelompok yang masalahnya dibahas)memberikan gambaran yang lebih rinci masalah yang dialaminya.

4. Seluruh anggota kelompok ikut serta membahas masalah klien melalui berbagai cara, seperti bertanya, menjelaskan,

mengkritisi, memberi contoh, mengemukakan pengalaman pribadi, menyarankan.

5. Klien setiap kali diberi kesempatan untuk merespon apa-apa yang ditampilkan oleh rekan-rekan kelompok.

6. Kegiatan selingan. Tujuan:

1. Terbahasnya dan terentaskannya masalah klien (yang menjadi anggota kelompok). 2. Ikut sertanya

seluruh anggota kelompok dalam menganalisis masalah klien serta mencari jalan keluar dan pengentasannya.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Sebagai pengatur lalu lintas yang sabar dan terbuka. 2. Aktif tetapi tidak banyak bicara.

3. Mendorong, menjelaskan, memberi penguatanm menjembatani dan mensikronisasi, memberi contoh, (serta, jika perlu melatih klien) dalam rangka mendalami permasalahan klien dan mengentaskannya.


(64)

Gambar 2.4 Tahap Pengakhiran dalam Layanan Konseling Kelompok TAHAP IV

PENGAKHIRAN

Tema : Penilaian dan Tindak Lanjut

Kegiatan :

1. Pemimpin kelompok

mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

2. Peminpin kelompok dan anggota mengungkapkan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

3. Membahas kegiatan lanjutan. 4. Mengemukakan pesan dan

harapan. Tujuan:

1. Terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan. 2. Terungkapnya hasil kegiatan

kelompok yang telah dicapai. 3. Terumuskannya rencana

kegiatan lebih lanjut.

4. Tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa

kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

PERANAN PEMIMPIN KELOMPOK: 1. Tetap mengusahakan suasana hangat, bebas, dan terbuka.

2. Memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih atas keikutsertaan anggota.

3. Memberikan semangat untuk kegiatan lebih lanjut. 4. Penuh rasa persahabatan dan empati.


(65)

Tabel 2.5

Sistematika Pelaksanaan Kegiatan Konseling Kelompok

Aspek Konseling Kelompok

1. Tujuan yang dicapai

2. Jumlah Anggota

3. Kondidi dan Karakteristik Anggota

4. Format Kegiatan 5. Peranan anggota

kelompok

6. Suasana Interaksi

7. Sifat isi pembicaraan

8. Lama dan frekuensi kegiatan

9. Evaluasi

10. Pelaksana

1. Pengembangan pribadi

2. Pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok

Dibatasi sampai sekitar 10 orang Homogen

Kelompok kecil

Aktif membahas permasalahan tertentu (masalah pribadi) dalam membantu memecahkan masalah teman sekelompok:

a. Berpartisipasi aktif dalam dinamika interaksi sosial. b. Menyumbang bagi pemecahan masalah pribadi

teman sekelompok

c. Menyerap berbagai informasi, saran, dan berbagai alternatif untuk memecahkan masalahnya sendiri.

a. Interaksi multiarah

b. Mendalam dan tuntas dengan melibatkan aspek, kognitif, efektif, dan aspek-aspek kepribadian lainnya.

1. Pribadi 2. Rahasia

Kegiatan berkembang sesuain dengan tingkat pendalaman dan penuntasan pemecahan masalah.

1. Evaluasi proses: keterlibatan anggota 2. Evaluasi isi: kedalaman dan ketuntasan

pembahasan

3. Evaluasi dampak: sejauh mana anggota yang masalah pribadinya dibahas merasa mendapatkan alternatif pemecahan masalahnya.


(66)

7. Evaluasi kegiatan

Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil belajar” yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang diperoleh para peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan pribadi klien dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna. Dalam konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas. Peserta tersebut diminta mengungkapkan sampai seberapa jauh kegiatan kelompok telah membantunya memecahkan masalah yang dialaminya.

8. Analisis Tindak Lanjut

Analisis dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggaraan layanan. Dari sini akan dikaji apakah hasil pembahasan/pemecahan masalah sudah tuntas atau masih ada aspek yang belum dijangkau dalam pembahasan tersebut. Konselor sebagai pemimpin kelompok dalam analisis perlu meninjau kembali secara cermat hal-hal tertentu yang perlu diperhatikan seperti: penumbuhan dan jalannya dinamika kelompok, peranan dan aktivitas sebagai peserta, homogenitas/heterogenitas anggota kelompok, kedalaman dan keluasan pembahasan, kemungkinan keterlaksanaan alternatif pemecahan masalah yang dimunculkan dalam kelompok, dampak pemakaian teknik tertentu oleh pemimpin kelompok, dan keyakinan penerapan teknik-teknik baru,


(1)

Keterangan:

KK : koefisien kesepakatan

S : sepakat, jumlah kode yang sama untuk objek yang sama N1 : jumlah kode yang dibuat oleh pengamat I

N2 : jumlah kode yang dibuat oleh pengamat II

Menurut (Koestoro dan Basrowi) Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas menggunakan kriteria reliabilitas sebagai berikut :

Tabel 3.1 Rentang Koefisien Reliabilitas Observasi

Koefisien Reliabilitas Kategori

0,80 - 1,00 0,60 - 0,799 0,40–0,599 0,20–0,399 0,00–0,199

Derajat keterandalan sangat tinggi Derajat keterandalan tinggi Derajat keterandalan sedang Derajat keterandalan rendah Derajat keterandalan sangat rendah

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Dengan analisis data maka akan dapat membuktikan hipotesis. Arikunto (2006:81) menyatakan bahwa penelitian eksperimen bertujuan untuk mengetahui dampak dari suatu perlakuan, yaitu mencoba sesuatu, lalu dicermati akibat dari perlakuan tersebut. Maka dari itu pendekatan yang efektif adalah hanya dengan membandingkan niai-nilai pretestdanposttest.


(2)

60

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan uji Wilcoxon. Didalam uji Wilcoxon, bukan hanya tanda-tanda positif dan negatif dari selisih skor pretest dan posttest yang diperhatikan, tetapi juga besarnya selisih/beda antara skorpretest denganposttest. Misalkan skor pretestadalah X dan skor posttest adalah Y, selanjutnya akan diselisihkan antara pretest

danposttest(( , ).

Sudjana (2002: 450) menjelaskan langkah-langkah pengujian dengan menggunakan ujiwilcoxonadalah sebagai berikut :

1) pasangkan data

2) hitung harga mutlak beda/selisih skor pasangan data

Jika > beri tanda positif (+), < beri tanda negatif (-), dan jika = beri tanda (0) atau abaikan.

3) tentukan ranking untuk tiap pasangan data (X-Y) sesuai dengan besarnya beda, dari yang terkecil sampai terbesar tanpa memperhatikan tanda dari beda itu (nilai beda absolut). Bila ada dua atau lebih beda yang sama, maka ranking untuk tiap-tiap beda itu adalah ranking rata-rata

4) isi kolom positif dan negatif dengan ranking tiap pasangan sesuai dengan tanda beda pasangan data: jika bedanya positif masukkan rankingnya ke kolom positif, jika bedanya negatif masukan rankingnya ke kolom negatif. Untuk beda 0 tidak diperhatikan

5) jumlahkan semua ranking pada kolom positif dan negatif, maka akan diketahui jumlah yang lebih kecil antara ranking yang positif dan negatif. Notasi jumlah ranking yang lebih kecil ini dengan tanda T

6) bandingkan nilai T yang diperoleh dengan nilai t uji wilcoxon untuk menguji hipotesis.

Melalui uji wilcoxon ini akan diketahui signifikan perbedaan pretest dan posttest. Selain itu untuk menguji hipotesis, menerima atau menolak Ho, T akan dibnadingkan dengan dengan melihat taraf nyata = 0,01 atau = 0,05. Jika maka Ho ditolak, sedangkan jika T maka Ho diterima.


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil statistik yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hasil pretest dan posttest yang diperoleh nilai z hitung = -2,935. Kemudian dibandingkan dengan z tabel, dengan nilai α = 5% adalah 1,645, oleh karena z hitung = -2,935 > z tabel = 1,654 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada Interaksi sosial siswa, sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakuan dengan layanan konseling kelompok. Kesimpulan penelitian adalah bahwa interaksi sosial siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling kelompok pada 11 siswa Kelas VIII di SMP Negeri 3 Natar, Lampung Selatan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Negeri 3 Natar Lampung Selatan adalah:

1. Kepada Siswa SMP Negeri 3 Natar

Siswa hendaknya mengikuti kegiatan layanan konseling kelompok jika mengalami interaksi sosial yang rendah agar dapat merubah perilaku interaksi sosial nya.


(4)

122

2. Kepada Guru Bimbingan dan Konseling

Kepada Guru bimbingan dan konseling hendaknya lebih memantau kembali siswa-siswa yang memiliki interaksi sosial yang rendah agar siswa yang memiliki interaksi sosial yang rendah mendapatkan perlakuan, seperti dengan menggunakan layanan konseling kelompok.

3. Kepada Peneliti Lain

Siswa yang mengalami interaksi sosial yang rendah dapat ditingkatkan dengan menggunakan konseling kelompok dan kepada peneliti lain hendaknya dapat mendalami permasalahan yang terjadi hingga siswa dapat meningkatkan interaksi sosialnya untuk berkepanjangan .


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2009. Optimalisasi Konseling Individu dan Kelompok untuk Keberhasilan Siswa. Jurnal Pemikiran Alternatif Kependidikan. (Online), Vol 14. No. 1,( http:// ejournal.satinpurwokerto.ac.id, diakses 19 Juni 2012) Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. PT. Rineka Cipta : Jakarta

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. 2006. Perkembangan Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, Saifuddin. 2009. Sikap Manusia. Yogyakarta: Pustaka Belajar Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama

Hartinah, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung : PT. Refika Aditama

Hurlock, Elizabeth. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

. 1988. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga (online) diakses dari http:// www.book google.co.id pada 1 Juni 2012

Nazir, Moh. 2006. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia

Nizriyana, E. 2007. Hubungan Antara Interaksi Sosial Dalam Kelompok Teman Sebaya Dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas IX Di SMP Negeri 1 Pegadon. (online) Skripsi. BK, FKIP, UNNES (http://www.scribd.com diakses pada 1 Juni 2012)

Margono. 2006. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Martono, Nanang. 2010. Statistik Sosial Teori dan Aplikasi Program SPSS. Yogyakarta: Gava Media

Mustikaningrum, Ratna Ayu. 2011. Efektivitas sosiodrama untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa kelas VII di SMP Laboratorium UM. (onlone). Skripsi, BK, UM. (http://library.um.ac.id di akses 19 Juni 2012)


(6)

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok. Padang: Ghali Indonesia

, dkk. 1999. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT. Renika Cipta

Rahman, Hibana S. 2003. Bimbingan & Konselling pola 17. Yogyakarta: UCY Press Yogyakarta.

Romlah, Tatiek. 2006. Teori dan Praktek Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang

Santoso. 2010. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama Sarwono, Sarlito. 2004. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Semiati,L.2005 Sikologi eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2002. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sukardi, Dewa Ketur. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta

. 2008. Pengantar Teori Konseling. Jakarta: Rineka Cipta Sunarto, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta Rineka Cipta

Wati, Melia. 2012. Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa menggunakan konseling Kelompok. Skripsi Universitas Lampung (Tidak Diterbitkan)

Wibowo, Mungin. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes Press

Winkel, WS. 2009. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 13 74

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 METRO TAHUN AJARAN 2013/2014

0 6 69

UPAYA MENGURANGI PERILAKU AGRESIF DENGAN MENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS XI SMK 2 SWADHIPA NATAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 57 84

PENINGKATAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1 LIWA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 2 36

PENINGKATAN MINAT BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

1 11 84

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN COPING ADAPTIF PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 8 73

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA DI SEKOLAH MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIOR DI SMP NEGERI 1 GADINGREJO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

5 50 68

PENINGKATAN KETERAMPILAN BELAJAR MENGGUNAKAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 11 71

PENGGUNAAN TEKNIK MODELING DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEBIASAAN BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 METRO TAHUN PELAJARAN 2014/2015

3 18 71

PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL DENGAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK PADA SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 3 NATAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015

0 18 81