KOORDINASI ANTAR INSTANSI DALAM PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

KOORDINASI ANTAR INSTANSI DALAM PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

PUTRI WULANDARI

Koordinasi dalam pengawasan minuman beralkohol dilakukan oleh antar instansi yang terlibat berdasarkan Instruksi Walikota Nomor 01 tahun 2015 tentang peredaran dan penjualan minuman beralkohol, yaitu Diskoperindag Kota Bandar Lampung, BBPOM Kota Bandar Lampung, dan Satpol PP Kota Bandar Lampung. Koordinasi dilakukan karena masih adanya penjualan minuman beralkohol dijual bebas tanpa izin serta tingginya penjualan minuman beralkohol pada akhir tahun. Tujuan penelitan ini adalah untuk mendeskripsikan koordinasi antar instansi dan faktor pendukung serta faktor penghambat yang dihadapi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung dapat dilihat melalui delapan indikator teknik koordinasi yaitu: hierarki; peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan; perencanaan; panitia; ide; indoktrinasi insentif; insentif; dan bagian penghubung. Berdasarkan indikator tersebut menunjukkan bahwa koordinasi yang dilaksanakan dalam pengawasan minuman beralkohol sudah dilaksanakan tetapi belum berjalan efektif. Hal tersebut dikarenakan dari delapan indikator, tiga diantaranya belum bisa dilaksanakan dengan baik yaitu ide, indoktrinasi insentif, dan insentif. Terdapat juga faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung dalam pelaksanaan koordinasi yaitu faktor sumber daya manusia adanya tim dan hierarki wewenang antar instansi berjalan sesuai tupoksi sedangkan faktor penghambat yaitu pelaksanaan rapat yang tidak rutin, kurangnya pemahaman antar instansi, dan tidak adanya ide yang kreatif antar instansi.

Rekomendasi yang peneliti berikan, yaitu memberikan kegiatan berupa pelatihan, memberikan aturan tertulis, membuat jadwal rapat koordinasi, mengeefektifkan kinerja para anggota dengan melibatkan semua anggota instansi di lapangan, memberikan reward dan ikut melibatkan pihak LSM untuk bekerjasama.


(2)

ABSTRACT

COORDINATION BETWEEN OF AGENCIES IN SUPERVISION ALCOHOLIC DRINKS AT BANDAR LAMPUNG CITY

By

Putri Wulandari

Coordination in the supervision of alcoholic beverages made by the inter-agency involved based Instruksi Walikota Nomor 01 tahun 2015 about of distribution and sale of alcoholic beverages, namely Diskoperindag Bandar Lampung city, BBPOM Bandar Lampung city and Satpol PP Bandar Lampung city. Coordinated because there is a sale of alcoholic beverages sold free without permission and the high sales alcoholic beverages on the end of the year.

The purpose of this research is to described coordination between office and by factors in support as well as the barrier faced in supervision alcoholic drinks at city lampung.Methods used in writing this is a qualitative approach.Technique data collection used is interview, observation, and documentation.

Coordination between agencies under alcoholic beverages in the city lampung visible through the eight indicators coordination: technique the hierarchy; regulation, procedures, and wisdom; planning committee idea; indoctrination incentives; incentives; and part ways. Based on an indicator is indicated that coordination conducted under alcoholic beverages has been done and not effective. This is because out of the eight indicators, other three could not be better for that idea, indoctrination incentives, and incentives. There are also supporting factors and inhibitors.Supporting factors in the coordination of the factors human resources the team and authority agencies hierarchy between runs their while the barrier the implementation of the meeting not routinely, lack of understanding between agencies, and an absence of ideas creative between agencies.

Recommendations researchers give, namely providing activities of training, giving rules written, make a schedule coordination meeting, mengeefektifkan the performance of members and involving all members of agencies in the field, give rewards, and walk with involving the LSM to cooperate


(3)

Oleh Putri Wulandari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2016


(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis bernama lengkap Putri Wulandari, lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 20 Mei 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ferdika Mustari, SH dan Ibu Wirdati. Memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) PTPN VII Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2000. Selanjutnya pada tahun 2006 menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6 Penengahan Bandar Lampung. Pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kartika II-2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009 dan selama itu penulis mengikuti Organisasi Majalah Dinding (Mading). Kemudian penulis menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2012.

Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswi pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung penulis diterima melalui jalur ujian mandiri (UM) dan tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMAGARA). Pada tahun 2015 di pertengahan bulan Januari, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Indraloka II, Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 40 hari.


(8)

P E R S E M B A H A N

Dengan mengucap rasa syukur kepada ALLAH SWT

Kupersembahkan karya sederhanaku ini untuk:

Papa dan Mama serta Kedua Abangku tercinta

Yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

Terima kasih atas cinta, kasih sayang, kesabaran,

kekikhlasan, dan do

a dalam menanti keberhasilanku.

Keluarga besar, Teman, dan Sahabat yang selalu memberikan

dukungan, semangat dan d

o’

a kepadaku


(9)

Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu, selepas banyak kesabaran yang kamu jalani, yang akan membuatmu

terpana, hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit (Ali bin Abi Thalib)

Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.”

(QS.Ali Imran: 47)

Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah mebuang waktu. Visi dengan tindakan

akan mengubah dunia (Joel Arthur Barker)

Berharap itu bukan hanya diam, tapi tetap berdoa dan berusaha. Impian bukan untuk ditunggu, tapi juga dijemput.

(Putri Wulandari)

Jangan lelah berdoa seperti kau terus mengayuh sepedamu untuk sampai tujuan


(10)

SANWACANA

Assalammualaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa shalawat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sang motivator bagi penulis untuk selalu ikhlas dan bertanggung jawab dalam melakukan segala hal. Atas segala kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Koordinasi Antar Instansi dalam Pengawasan Minuman Beralkohol di Kota Bandar Lampung”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos., M.Si., selaku dosen pembimbing utama penulis. Terimakasih untuk ilmu, saran, waktu, nasehat dan bimbingannya yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sehingga Penulis


(11)

2. Ibu Dra.Dian Kagungan, M.H, selaku dosen pembahas dan penguji bagi Penulis. Terimakasih atas saran, ilmu, dan motivasi yang bermanfaat bagi Penulis dalam penyelesaian skrispi ini.

3. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara. Terimakasih untuk motivasi dan saran yang telah diberikan.

5. Bapak Simon Sumanjoyo Hutagalung, S.A.N.,M.P.A, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan arahan serta motivasi bagi Penulis dan memberikan acc outline skripsi sehingga menjadi awal penulis untuk menyelesaikan skripsi ini..

6. Ibu Devi Yulianti, S.A.N.,M.A, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. Terimakasih untuk saran, nasihat, motivasi dan ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan kepada Penulis untuk memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik mencapai kesuksesan.

7. Seluruh Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP UNILA (Bapak Prof. Dr Yulianto, M.S, Bapak Dr. Bambang Utoyo,M.Si, Bapak Dr. Noverman Duadji, M.Si, Ibu Dr Novita Tresiana, S.Sos.,M.Si, Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos., M.AP, Bapak

Syamsul Ma’arif, SIP.,M.Si, Bapak Nana Mulyana,S.IP.,M.Si, Ibu Dewie Brima Atika,S.IP.,M.Si, Ibu Ani Agus Puspawati, S.AP.,M.AP, Bapak Fery Triatmojo, S.AN., M.AP, Ibu Suasana Indriyati, S.IP.,M.Si, Ibu Meliyana, S.Ip.,M.A, Ibu Selvi Diana, Ibu Intan Fitri Meutia, S.AN.,M.A, dan Pak Izul). Terimakasih atas segala


(12)

ilmu yang telah penulis peroleh di kampus semoga dapat menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan penulis ke depannya.

8. Ibu Nur selaku staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Segenap informan penelitian: pihak Diskoperindag Kota Bandar Lampung, BBPOM Kota Bandar Lampung, Satpol PP Kota Bandar Lampung dan pihak Chandara Supermarket Tanjung Karang penulis mengucapkan terimakasih banyak atas izin, informasi, serta kerjasamanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 10. Teristimewa dan Tersayang papa dan mama. Untuk Papa yang menjadi

penyemangat, motivator, dan inspirasi untuk segera menyelesaikan pendidikan S1 Untuk mama, terimakasih banyak atas kasih sayang, perhatian, dukungan, doa yang selalu diberikan setiap hari dan setiap waktu, nasihat, pengorbanan baik dari segi moril maupun materil sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Terimakasih banyak papa dan mama kalian berdua adalah penyemangat untuk aku mencapai kesuksesan. Semoga Allah SWT memberikan balasan dan kebahagian yang indah untuk papa dan mama di dunia dan di akhirat kelak, Amin 

11. Kedua Abangku Ferwira Tama Saputra, SH dan Fajri Robiansyah, S.Kom. Terimakasih atas segala bantuan, semangat, do’a, dan dukungan yang sangat besar kepada Penulis. Semoga kelak kita bertiga dapat menjadi kebanggaan papa dan mama serta mengangkat derajat keluarga amin

12. Keluargaku yang lainnya uwak,tante, om dan sepupu yang tersayang. Terimakasih atas kebersamaan, doa, motivasi, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga nasihat yang telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.


(13)

cerita, candatawa yang telah kalian berikan kepada penulis. Semoga persahabatan kita selalu terjalin sampai kita tua nanti amin. Buat Milla, Cici, dan Romilda terimakasih banyak kalian telah sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini saat turun lapang, mencari buku dan selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi. Love you guys and always miss you.

14. Sahabatku wanita kece’DAFRIESNATRI’ (Dara Virzinnia,S.AN, Frisca Dilijana,S.AN, Serli, dan Purnama) terimakasih banyak kebersamaan, dukungan, motivasi, nasihat, candatawa, pengalaman, waktu, dan doa yang telah kalian berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pertemanan yang sudah seperti saudara ini tidak akan penulis lupakan sampai kapanpun. Kalian juga menjadi penyemangat bagi penulis untuk terus berusaha, cepat menyelesaikan skripsi sehingga mencapai gelar S1. Semoga silaturahmi pertemanan dan persahabatan kita akan selalu terjalin sampai kita tua nanti amin. Selalu semangat dafriesnatri untuk mencapai kesuksesan ke depannya 

15. Terimakasih teman-teman seperjuangan ANE 2012 (AMPERA): aris, ageng, mamad, ajeng, akbar, fajar, aliza, alli, ana, bung andre, guruh, anggi, ayu tsanita, ayu widya, ayu septiani, bayu, bery, betty, chairani, dewi, dian, dwini, elin, emi, endry, erna, dilla, firda, icay, ikhsan, ikhwan, imah, intan, iyaji, johan, kiki, kirana, lena, lianse, antonia, si kembar’icup dan ipul’, alan, maya, rezki, mbak mona, melda, oliva, melisa, merie, merita, eko, nadiril, novaria, novi, nyum, omega, putu, quqila, umay, ria, shella, ridha, cibi, rischa mollytha, sholeh, silvia tika, stepani, suci, sylvia yolanda, taufik, tiara, hanbul, yeen, yoanita, yuli, dan yuyun.


(14)

Terimakasih atas bantuan, kebersamaan, candatawa, dukungan, dan pengalaman yang diberikan kepada penulis. Semoga pertemanan dan komunikasi kita selalu terjalin walaupun kita udah lulus  tetap semangat amperaa sukses buat kita semua amin

16. Terimakasih untuk teman-teman KKN Desa Indraloka II Kecamatan Way Kenanga, Kab Tulang Bawang Barat. Khanif, dera, yoga, nico dan nesya. Terima kasih buat pengalaman 40 hari yang indah, berkesan, dan yang tak terlupakan sampai kapanpun.

17. Abang dan Mbak HIMAGARA : bang ciko, mbak kiyo, kak yana, kak jeni, mbak tiwi, mbak iid, bang rendi, bang rinanda, mbak sela, mbak nona, mbak karina, bang desmon, mbak yulita, dan bang bogel. Terima kasih bang, mbak buat nasihat, dukungan, dan bantuannya selama ini.

18. Para pembahas mahasiswa dan moderatorku dari proposal sampai hasil (Frisca, Yeen, bung Andre, Purnama, dan Oliva). Terimakasih banget udah meluangkan waktunya untuk kritikan dan saran yang kalian berikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

19. Terimakasih untuk Aparatur Desa Indraloka II Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat atas bantuannya selama 40 hari dalam menjalankan KKN.: Pak Nengah, Bu darmi, Aliya, Nando, Fadil,, Aries dan warga Desa Indraloka II Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat. 20. Terimakasih untuk kak Birin yang sudah membantu dalam proses ngprint. Semoga

prada selalu rame ya kak 

21. Keluarga Besar Universitas Lampung yang telah membantu saya selama saya belajar di Universitas Lampung.


(15)

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi saya berharap kiranya karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, 17 Februari 2016 Penulis

Putri Wulandari NPM. 1216041081


(16)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Manajemen ... 10

1. Definisi Manajemen ... 10

2. Fungsi-Fungsi Manajemen ... 11

B. Tinjauan Tentang Koordinasi ... 15

1. Definisi Koordinasi ... 15

2. Tujuan Koordinasi ... 16

3. Tipe-tipe koordinasi ... 17

4. Prinsip-Prinsip Koordinasi ... 21

5. Syarat-Syarat Koordinasi ... 23

6. Teknik-Teknik Koordinasi ... 26

7. Pentingnya Koordinasi ... 31

8. Sifat – Sifat Koordinasi ... 32

C. Tinjauan Tentang Pengawasan ... 33

1. Definisi Pengawasan ... 33

2. Tipe Pengawasan ... 34

3. Tahap-Tahap Proses Pengawasan ... 37

D. Kerangka Pikir ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tipe Penelitian ... 45

B. Fokus Penelitian ... 46

C. Lokasi Penelitian ... 48

D. Instrumen Penelitian ... 48


(17)

BAB IV GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung ... 59

1. Keadaan Geografis Kota Bandar Lampung ... 59

2. Keadaan Administratif Kota Bandar Lampung ... 60

3. Keadaan Penduduk Kota Bandar Lampung ... 61

4. Keadaan Ekonomi Kota Bandar Lampung ... 61

B. Gambaran Umum Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung ... 63

C. Gambaran Umum Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Bandar Lampung ... 67

1. Visi dan Misi BBPOM ... 68

2. Budaya Organisasi ... 69

3. Tugas dan Fungsi ... 70

D. Gambaran Umum Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 72

1. Visi dan Misi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 72

2. Tugas Pokok Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung .... 73

3. Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 73

4. Susunan Organisasi ... 74

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 77

1. Koordinasi Antar Instansi dalam Pengawasan Minuman Beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 78

a. Hierarki ... 78

b. Peraturan, Prosedur dan Kebijaksanaan ... 82

c. Perencanaan ... 93

d. Panitia ... 97

e. Ide ... 100

f. Indoktrinasi Insentif ... 102

g. Insentif ... 105

h. Bagian Penghubung ... 107

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat yang dihadapi pada koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 109

a. Faktor sumber daya manusia adanya tim di lapangan ... 109

b. Hierarki wewenang antar SKPD berjalan secara tupoksi berdasarkan peraturan yang telah ditentukan ... 112

B. Pembahasan ... 116

1. Koordinasi Antar Instansi dalam Pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 116

2. Faktor pendukung dan penghambat koordinasi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 131


(18)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 138 B. Saran ... 140 DAFTAR PUSTAKA


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Sitaan Miras Dalam Operasi Krakatau Tahun 2014 ... 2 2. Informan Terkait Koordinasi Instansi dalam pengawasan minuman

beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 50 3. Dokumen Terkait koordinasi instansi dalam pengawasan minuman

beralkohol di Kota Bandar Lampung ... 51 4. Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok,Sasaran,

dan Pendanaan Indikatif Dinas Koperasi, Perindustrian, dan


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Model Kerangka piker ... 44 2. Prosedur yang dilaksanakan Chandra Supermarket Tanjung Karang

dalam Penjualan Minuman Beralkohol ... 88 3. Minuman Beralkohol yang terjual di pintu keluar Central Plaza

Bandar Lampung ... 90 4. Rapat antar instansi di Diskoperindag Kota Bandar Lampung ... 95 5. Foto kegiatan pihak yang menjadi panitia dalam melakukan

pengawasan di Central Plaza Kota Bandar Lampung ... 99 6. Pelaksanaan rapat dan seminar yang dilaksanakan di BBPOM Kota

Bandar Lampung ... 102 7. Kesatuan tindakan berupa rapat yang dilakukan ... 104


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kriminalitas merupakan salah satu masalah publik yang sulit diatasi. Salah satu contoh dari bentuk tindak kriminalitas adalah mengkonsumsi minuman beralkohol. Minuman beralkohol jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti melakukan kejahatan yang dapat mendorong orang yang mengkonsumsinya menjadi mabuk-mabukan, hilang kesadaran atau melakukan tindak kejahatan yang berbahaya. Namun, terkadang orang yang sudah ketagihan mengkonsumsi minuman beralkohol sulit untuk dicegah. Dari hal tersebut minuman beralkohol banyak disukai oleh orang-orang yang sudah ketagihan. Akibatnya, minuman beralkohol banyak dicari orang-orang yang menimbulkan maraknya penjualan minuman beralkohol.

Penjualan minuman beralkohol tidak hanya dijual di supermarket atau minimarket saja, tetapi tempat hiburan serta terminal juga menjual minuman yang mengandung alkohol tersebut. Salah satu kota yang masih menjual minuman beralkohol tersebut yaitu kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian di Provinsi Lampung. Sebagai pusat perdagangan. Peredaran minuman beralkohol masih banyak beredar


(22)

2

di Kota Bandar Lampung. Meskipun sudah dikeluarkannya Peraturan Daerah No 11 tahun 2008 tentang Pengawasan dan Peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung. Akan tetapi, peraturan tersebut tidak menimbulkan dampak yang positif. Hal ini dibuktikan dengan maraknya peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung yang terjual di warung-warung.

Peredaran minuman beralkohol yang masih terjual memang hal yang sangat sulit untuk dicegah karena masih banyak oknum atau para pedagang yang melanggar peraturan tersebut. Maka dari itu sangat sulit untuk dilakukan pemberantasan terhadap minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung. Hal ini dikarenakan meski sudah dilakukan razia masih ada pedagang yang menjual minuman tersebut. Berikut data yang terdapat pada tahun 2014 terkait jumlah minuman keras yang masih ditemukan di Kota Bandar Lampung.

Tabel 1. Jumlah Sitaan Miras Dalam Operasi Krakatau Tahun 2014

NO BULAN JUMLAH

1 Januari 186 botol

2 Februari 225 botol

3 Maret 126 botol

4 April 150 botol

5 Mei 332 botol

6 Juni 32 botol

7 Juli 58 botol

8 Agustus 178 botol

9 September 156 botol

10 Oktober 292 botol

11 November 420 botol

12 Desember 884 botol

Jumlah 3039 botol


(23)

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah minuman beralkohol yang masih beredar cukup banyak. Jumlah minuman beralkohol yang beredar setiap bulannya ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada akhir tahun yaitu pada bulan Desember. Hal itu menunjukkan bahwa jumlah peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung masih tinggi. Maraknya penjualan minuman beralkohol ini juga masih ditemui pada warung kaki lima yang menjual minuman keras (miras) dengan kadar alkohol dibawah lima persen (Sumber Radar Lampung 17 April 2015).

Selain itu, penjualan minuman beralkohol masih ditemukan beredar di Jl. Z.A. Pagar Alam. Minuman berakohol yang dijual bebas tersebut tidak mempunyai surat izin dari Menteri Perdagangan (Sumber Berita Harian Radar Lampung 7 Mei 2015). Selain itu, masih ditemukan penjualan minuman beralkohol di warung-warung kecil yang berada di Jalan Raden Intan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung yang tidak berizin (Sumber Berita Harian Radar Lampung 15 Mei 2015).

Berdasarkan fenomena tersebut menunjukkan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol tersebut tidak dihiraukan oleh para pedagang yang masih menjual minuman beralkohol. Oleh karena itu, diperlukan adanya kinerja yang lebih intensif oleh pihak instansi yang memiliki wewenang dalam mengawasi


(24)

4

peredaran minuman beralkohol, sehingga para pedagang dapat mematuhi peraturan tersebut.

Salah satu instansi di Kota Bandar Lampung yang mengatur berkaitan dengan pengawasan peredaran minuman beralkohol adalah Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag), Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Meskipun terdapat instansi lain yang mengatur juga berkaitan dengan pengawasan minuman beralkohol seperti aparat kepolisian tetapi aparat kepolisian hanya sebagai unsur pendukung.

Tiga organisasi pemerintah tersebut merupakan instansi yang memiliki tugas dan fungsi mengatur perdagangan, perizinan maupun pengawasan terkait makanan atau minuman yang dilarang di Kota Bandar Lampung. Dalam hal ini berkaitan juga dengan pengawasan peredaran minuman beralkohol yang masih beredar di Kota Bandar Lampung yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol serta Instruksi Walikota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2015 tentang peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa harus adanya koordinasi antara Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag), Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) serta Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam melakukan pengawasan terhadap penjualan dan peredaran minuman beralkohol khususnya di Kota Bandar Lampung.


(25)

Menurut Awaluddin dalam Hasibuan (2011:86), koordinasi merupakan suatu usaha kerja sama antar badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi. Adanya koordinasi maka akan mencegah terjadinya penyimpangan tugas dari sasaran. Selain itu koordinasi juga dapat mengarahkan dan mengintegrasikan pelaksanaan program sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Pada instansi pemerintah, koordinasi untuk menjamin pelaksanaan program-program atau peraturan pemerintah lebih terarah. Suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun non pemerintah terutama di Kota Bandar Lampung memerlukan manajemen untuk mengatur penyelenggaraan organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dalam fungsi manajemen salah satu konsepnya adalah mengenai koordinasi. Koordinasi merupakan fungsi dasar dari manajemen yang menjelaskan mengenai penyatuan tindakan secara tertib dalam pelaksanaan kegiatan. Koordinasi dalam sebuah organisasi menjadi sangat penting dalam menyatukan kegiatan-kegiataan yang dilakukan.

Tujuan dari koordinasi dalam pengawasan yang dilakukan oleh pihak Diskoperindag, BBPOM dan Satpol PP terhadap peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung adalah permasalahan terkait minuman beralkohol teratasi semakin baik. Akan tetapi, pada kenyataannya pengawasan terlihat kurang efektif terhadap peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung. Hal ini berdasarkan prariset yang dilakukan oleh peneliti bahwa pengawasan yang


(26)

6

dilakukan oleh Diskoperindag hanya berdasarkan laporan dari masyarakat yang melaporkan keberadaan minuman beralkohol yang dijual bebas di Kota Bandar Lampung. Dari laporan tersebut, pihak Dinas hanya melakukan pengecekan ke lokasi jika terbukti terdapat minuman beralkohol yang dijual bebas. Setelah itu tidak ada tindakan berlanjut yang dilakukan oleh pihak Dinas. (Wawancara prariset di Diskoperindag Kota Bandar Lampung pada tanggal 6 Mei 2015).

Berdasarkan hasil prariset, diketahui bahwa BBPOM masih menemukan adanya penjualan minuman beralkohol di warung malam maupun di daerah sekitaran terminal dan produk sampling yang masih beredar minuman beralkohol yaitu : Coler Strada, Putau Cheechiw, Bali Haypremium, Black Jekpremium Wiskicola, dan Queeness Foreign Extra Sotout. Produk-produk tersebut termasuk ke dalam jenis golongan yang berdasarkan Permendagri No 20/M-DAG/PER/4/2014 tersebut yaitu minuman beralkohol tidak boleh lagi beredar di manapun kecuali, di tempat tertentu yang telah ditetapkan.

Selain permasalahan diatas diketahui dalam permasalahan pengawasan menindak atau merazia peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung, BBPOM tidak dilibatkan secara langsung. Hal ini dikarenakan wewenang BBPOM dalam pengawasan minuman beralkohol tersebut hanya terkait pada pengawasan produk saja, tidak sampai melakukan pengawasan dan dan tidak ikut merazia minuman beralkohol yang masih terjual di warung-warung. Koordinasi yang dilakukan oleh ketiga instansi itu pun hanya pada saat ingin melakukan razia saja, selebihnya tidak ada rapat bulanan yang dilakukan sehingga menyebabkan para pedagang berani melanggar aturan yang telah ditetapkan.


(27)

Berdasarkan pengawasan yang tidak berjalan efektif tersebut dapat diindikasikan adanya koordinasi yang berjalan tidak efektif dari ketiga instansi tersebut seperti adanya kinerja yang belum efektif (berdasarkan prariset di BBPOM Kota Bandar Lampung) meskipun telah dijelaskan didalam peraturan menteri perdagangan Republik Indonesia yaitu Instansi Diskoperindag, BBPOM serta Satpol PP secara bersama-sama melakukan koordinasi di lapangan dalam pengawasan minuman beralkohol yang dijelaskan berdasarkan Instruksi Walikota Bandar Lampung Nomor 01 tahun 2015 yang menyatakan bahwa seperti berikut ini Kepada Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan, Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan,Camat dan Lurah secara berkoordinasi untuk melakukan pengawasan di lapangan terhadap peredaran dan penjualan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung.

Pada saat koordinasi yang dilakukan berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai terkait pengawasan peredaran minuman beralkohol. Maka permasalahan peredaran minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung tidak banyak terjual khususnya di tempat yang sudah dilarang oleh pihak pemerintah Kota Bandar. Tetapi realitasnya di Kota Bandar Lampung masih adanya peredaran minuman beralkohol. Hal ini menunjukkan masalah peredaran minuman beralkohol diindikasikan bahwa pengawasan peredaran minuman beralkohol yang dilakukan juga disebabkan adanya koordinasi yang tidak berjalan efektif antar ketiga instansi tersebut terkait dalam minuman beralkohol yang masih terjual di Kota Bandar Lampung.


(28)

8

Dari permasalahan diatas tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul : “Koordinasi Antar Instansi dalam Pengawasan Minuman Beralkohol di Kota Bandar

Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas, maka peneliti berusaha merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung

2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung


(29)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dalam kajian studi administrasi negara khususnya yang berkaitan dengan organisasi dan manajemen.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan kepada Diskoperindag,BBPOM serta Satpol PP dalam mewujudkan Kota Bandar Lampung yang bersih dari peredaran minuman beralkohol


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Manajemen

1. Definisi Manajemen

Manajemen merupakan suatu yang universal di dalam dunia industri modern. Tiap organisasi memerlukan pengambilan keputusan, pengkoordinasian, aktivitas, penanganan manusia, evaluasi prestasi yang terarah kepada sasaran kelompok. Sifat khusus yang utama manajemen adalah integrasi dan penerapan ilmu serta pendekatan analitis yang dikembangkan oleh banyak disiplin. Manajemen menurut George R.Terry dalam Syamsi (1998:59) adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian, yang dilakukan untuk menetapkan dan mencapai tujuan dengan menggunakan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan menurut Stoner dalam Yahya (2006:1) manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jadi dapat disimpulkan dari beberapa para ahli tersebut manajemen adalah kegiatan pimpinan dengan menggunakan segala sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasinya. Dengan manajemen yang baik, maka diharapkan tujuan dapat tercapai dengan efisien.


(31)

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen juga pada hakikatnya merupakan tugas pokok yang harus dijalankan pimpinan dalam organisasi apa pun. Mengenai macamnya fungsi manajemen itu sendiri, ada persamaan dan perbedaan pendapat, namun sebetulnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi. Menurut Terry dalam Hasibuan (2009:3) menyebutkan ada empat fungsi manajemen, yaitu:

a. Planning (Perencanaan)

Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Pembatasan yang agak kompleks merumuskan perencanaan sebagai penetapan apa yang harus dicapai, bila hal itu dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai, siapa yang bertanggung jawab dan penetapan mengapa hal itu harus dicapai.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian yaitu mengelompokan kegiatan yang diperlukan dengan menetapkan susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi, serta menetapkan kedudukan dan sifat hubungan antara masing-masing unit tersebut.

c. Actuating (Pengarahan)

Pengarahan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai


(32)

12

sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.

d. Controlling (Pengawasan)

Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah digariskan semula. Dalam melaksanakan kegiatan controlling, atasan mengadakan pemeriksaan, mencocokkan, serta mengusahakan agar kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan serta tujuan yang dicapai.

Sedangkan menurut Luther Gulick dalam Syamsi (1998:59) fungsi manajemen terdiri dari:

1. Planning (Perencanaan).

Perencanaan dasarnya merupakan tindakan memilih dan menetapkan segala aktifitas dan sumber daya yang akan dilaksanakan dan digunakan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan mengacu pada pemikiran dan penentuan apa yang akan dilakukan dimasa depan, bagaimana melakukannya, dan apa yang harus disediakan untuk melaksanakan aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan secara maksimal.

2. Organizing (Pengorganisasian).

Pengorganisasian sebagai keseluruhan proses memilih orang-orang serta mengalokasikannya sarana dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam organisasi dan mengatur mekanisme kerjanya sehingga dapat menjamin pencapaian tujuan.


(33)

3. Staffing (Penyusunan).

Seperti fungsi-fungsi manajemen lainnya, staffing juga merupakan fungsi yang tidak kalah pentingnya. Tetapi agak berbeda dengan fungsi lainnya, penekanan dari fungsi ini lebih difokuskan pada sumber daya yang akan melakukan kegiatan-kegiatan yang telah direncakan dan diorganisasikan secara jelas pada fungsi perencanaan dan pengorganisasian. Aktifitas yang dilakukan dalam fungsi ini, antara lain menentukan, memilih, mengangkat, membina, membimbing sumber daya manusia dengan menggunakan berbagai pendekatan dan atau seni pembinaan sumber daya manusia.

4. Directing (Pengarahan).

Pengarahan adalah penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan bimbingan terdapat para petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar, dengan pengarahan staff yang telah diangkat dan dipercayakan melaksanakan tugas dibidangnya masing-masing tidak menyimpang dari garis program yang telah ditentukan. 5. Coordinating (Koordinasi).

Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara para anggota itu sendiri. Koordinasi ini mengajak semua sumber daya manusia yang tersedia untuk bekerjasama menuju ke satu arah yang telah ditentukan.


(34)

14

6. Reporting (Pelaporan).

Dengan pelaporan dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti perkembangan dan kemajuan kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal, tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya pelaporan terlihat dalam kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen, yang merupakan hal penting dalam pembuatan keputusan oleh manajer.

Fungsi ini umumnya lebih banyak ditangani oleh bagian ketatusahaan. Hasil catatan ini akan digunakan manajer untuk membuat laporan tentang apa telah, sedang dan akan dilakukan dalam upaya pencapaian tujuan. Fungsi recording and reporting ini akan berhasil jika tata kearsipan dapat dikelola secara efektif dan efesien.

7. Budgeting (Pembuatan Anggaran).

Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian organisasi melalui perencanaan fiskal dan akuntansi. Sesuatu anggaran, baik APBN maupun APBD, menunjukkan dua hal: pertama sebagai satu pernyataan fiskal dan kedua sebagai suatu mekanisme.

8. Controlling (Pengawasan).

Proses pengawasan mencatat perkembangan kearah tujuan dan memungkinkan manajer mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan korektif sebelum terlambat. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.


(35)

Dari beberapa pendapat di atas tentang fungsi manajemen, peneliti lebih cenderung memakai fungsi manajemen menurut Luther Gulick untuk menjawab bahwa koordinasi dalam organisasi itu sangat penting karena tanpa adanya koordinasi dalam suatu organisasi tidak akan tercapai suatu tujuan organisasi yang efektif dan efisien serta tidak adanya kerjasama yang baik dalam suatu organisasi.

B. Tinjauan Tentang Koordinasi

1. Definisi Koordinasi

Diantara sisitem manajemen yang mengatur sumber daya manusia untuk melaksanakan kegiatan manajemen adalah sistem koordinasi. Koordinasi menjadi penting dalam rangka penyatuan gerak dan langkah secara terarah. Koordinasi menurut George R. Terry dalam Sutarto (1993:144), koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron/teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakanyang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh James D. Mooney dalam Inu Kencana (1998:42), koordinasi adalah pengaruran usaha kelompok orang secara teratur untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mengusahakan tercapainya suatu tujuan bersama.sedangkan menurut Mc.Ferland dalam Handayaningrta (1982:89), yang berpendapat koordinasi adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur diantara bawahannya dan menjadi kasutuan tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.


(36)

16

Berdasarkan pengertian-pengertian koordinasi yang telah dijelaskan di atas, bahwa koordinasi merupakan suatu usaha kerjasama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling melengkapi.

2. Tujuan Koordinasi

Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi secara efektif maka ada beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko (2003:197) mengemukakan bahwa manfaat koordinasi antara lain sebagai berikut:

a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi. b. Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau

pejabat merupakan yang paling penting.

c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam organisasi.

d. Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam organisasi.

e. Menimbulkan kesadaran di antara para pegawai untuk saling membantu.

Sedangkan Hasibuan (2011:87) berpendapat bahwa tujuan koordinasi adalah : a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran kea rah

tercapainya sasaran organisasi.

b. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis kea rah sasaran organisasi. c. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang-tindih tugas.


(37)

Dilihat dari tujuan koordinasi dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dilakukannya koordinasi adalah untuk memaksimalkan kinerja dalam meminimalisir tujuan yang tidak diinginkan. Selain itu koordinasi juga dilakukan untuk memaksimalkan pelayanan masyarakat dan memaksimalkan sarana dan prasana yang tersedia untuk mencapai tujuan bersama.

3. Tipe-tipe koordinasi

Pada umumnya organisasi dibentuk oleh sekelompok orang untuk mencapai tujuan, dan sangat diperlukan kerjasama serta suatu koordinasi yang baik agar terciptanya suatu pembagian kerja yang baik. Dalam tipe koordinasi setiap organisasi tidaklah sama, dan ada beberapa tipe koordinasi yang digunakan dalam organisasi untuk mencapai suatu kerjasama yang baik. Menurut Hasibuan (1986:87), tipe-tipe koordinasi meliputi:

a. Koordinasi Vertikal

Koordinasi vertikal adalah tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dijalankan oleh atasan terhadap kegiatan-kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewnang dan tanggung jawabnya.

b. Koordinasi Horizontal

Koordinasi horizontal adalah tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dijalankan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi yang setingkat.


(38)

18

Koordinasi Horizontal terbagi atas dua:

1. Interdiiplinary, yaitu suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan-tindakan, mewujudkan, menciptakan displin antar unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara esktern pada unit-unit yang sama tugasnya.

2. Inter-related, yakni koordinasi antar badan (instansi). Unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau mempunyai kaitan baik secara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf.

Menurut Handayaningrta (1982:90), terdapat dua tipe koordinasi intern dan fungsional:

a) Koordinasi Intern

Yaitu kordinasi yang dilakukan oleh atasan langsung. Dalam koordinasi ini manajer wajib mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan bawahan, apakah bawahannya telah melakukan tugas sesuai dengan kebijaksanaannya atau tugas pokoknya.

b) Koordinasi Fungsional

Yaitu koordinasi yang dilakukan horizontal, hal ini disebabkan karena sebuah unit organisasi tidak mungkin dapat melakukan sendiri tanpa bantuan unit organisasi lain, dengan perkataan lain bahwa koordinasi fungsional wajb dilakukan karena unit-unit/organisasi lainnya mempunyai hubungan secara fungsional yang bersifat intern dan ekstern.

1) Koordinasi Fungsional yang bersifat intern, yaitu bahwa unit-unit dalam organisasi diperlukan koordinasi secara horizontal. Koordinasi fungsional


(39)

ini diperlukan, karena antara unit yang satu dengan unit lainnya mempunyai hubungan kerja fungsional.

2) Koordinasi Fungsional yang bersifat ekstern, adalah koordinasi antara organisasi satu dengan organisasi lainnya. Hal ini mungkin menyangkut satu atau beberapa organisasi. Koordinasi fungsional ini dilakukan, karena sebuah organisasi tidak mungkin menyelenggarakan tugasnya tanpa bantuan dari orang lainnya.

Selain itu menurut Winardi dalam Suminar (2015:15), dapat dilihat pula ada 4 koordinasi vertikal:

a. Rantai Komando

Adalah garis yang putus dari wewenang yang menjulur dari puncak organisasi terbawah dan memperjelas siapa melapor ke siapa.

b. Rentang Pengawasan

Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diarahkan secara efisien dan efektif oleh seorang manajer.

c. Pendelegasian

Pendelegasian adalah hak-hak inheren dalam suatu posisi manajerial untuk memberikan perintah dan mengharapkan dipatuhuinya perintah itu.

d. Sentralisasi-Desentralisasi

Sentralisasi merujuk kepada pembatasan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berada pada puncak hirarki organisasi. Desentralisasi merujuk kepada perluasaan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan kepada setiap level organisasi.


(40)

20

Secara horizontal:

1. Departementalisasi Matriks

Adalah mengelompkkan suatu struktur yang menciptakan lini rangkap dari wewenang, menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. 2. Pembentukan Tim-Tim Funsional Silang

Adalah membentuk beberapa tim yang saling memiliki keterkaitan antara satu tim fungsional dengan tim fungsional lainnya dengan cara bekerja sama. 3. Satuan-Satuan Tugas

Dibentuk berupa kelompok-kelompok tugas atau unit-unit yang melakukan tugas yang spesifik masing-masing satuan.

4. Personil Penghubung

Adalah orang yang ditugaskan untuk menjadi penghubung antara satu bagian dengan bagian yang lain.

Dari beberapa tipe koordinasi di atas berdasarkan konseptual penelitian ini cenderung pada tipe yakni koordinasi horizontal (Hasibuan 1986:87) karena dalam koordinasi horizontal terbagi atas dua dan salah satu dari koordinasi horizontal ada inter-related yaitu koordinasi antar badan (instansi). Dalam fungsinya koordinasi inter-related adalah instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau mempunyai kaitannya secara intern yang levelnya setaraf. Pada penelitian ini yang dimaksudkan dalam tipe tersebut yaitu Diskoperindag, BBPOM dan Satpol PP memiliki kaitannya satu sama lain yakni dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung


(41)

4. Prinsip-Prinsip Koordinasi

Prinsip koordinasi merupakan acuan atau dasar yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan koordinasi. Penerapan prinsip koordinasi secara tepat dapat mendukung tercapainya koordinasi yang efektif. Menurut Hellriegel dan Slocum dalam Hardjito (1997:55) prinsip koordinasi ada tiga yakni:

1. Prinsip Kesatuan Komando

Dalam prinsip kesatuan komando pegawai harus mempunyai satu pemimpin saja. Setiap pegawai harus tahu kepada siapa ia harus melapor, dan siapa pemimpinnya. Hal ini sangat penting untuk memperkecil kebingungan siapa yang harus membuat keputusan dan siapa yang harus melakukannya/ mengerjakannya.

2. Prinsip Tangga

Prinsip tangga menunjukkan lebih jelas dan menandaskan adanya rantai komando yang tidak terputus antara anggota organisasi dengan atasan langsungnya. Tugas-tugas yang diberikan jelas dan tidak tumpang tindih.

3. Prinsip Rentang Kendali

Prinsip rentang kendali memberikan gambaran berapa banayak bawahan yang dapat diawasi secara efektif oleh seorang pimpinan. Prinsip rentang kendali ini berkeyakinan keras bahwa tidak mungkin seorang pimpinan dapat mengawasi bawahan dalam jumlah besar.

Menurut Pamudji (1977:40) terdapat empat prinsip utama dalam koordinasi: a. Kordinasi harus mulai dari tahap yang permulaan sekali. Jika dua unit atau

lebih mulai sendiri-sendiri dengan pengaturan-pengaturan beberapa kegiatan, atau dengan perencanaan pekerjaan baru, pandangan-pandangan mereka akan mengkristal dan kemudian mereka akan tidak bersedia mengubah


(42)

rencana-22

rencana mereka, disebabkan karena jumlah pekerjaan yang akan tersangkut atau karena alasan prestise. Koordinasi diantara dua unit atau lebih menjadi lebih sukar dicapai daripada jika mereka telah mengkoordinir rencana-rencana mereka sejak permulaan.

b. Koordinasi adalah proses yang kontinyu. Kebutuhan akan koordinasi biasanya nampak jelas selama tahap-tahap perencanaan tetapi dapat diabaikan kemudian. Sarana untuk menjamin koordinasi yang kontinyu harus diputuskan atas dasar hal-hal khusus, dan kemudian keefektifan sarana-sarana tersebut harus terus menerus dibahas.

c. Sepanjang kemungkinan koordinasi harus merupakan pertemuan-pertemuan bersama-sama. Selama diskusi bersama-sama mereka yang hadir menjadi sadar akan kebutuhan-kebutuhan semuanya, perbedaan-perbedaan sudut pandang dan berbagai macam prioritas. Terdapat lebih banyak kesempatan untuk mencegah salah pengertian dan menemukan tindakan logis didalam diskusi itu daripada jika transaksi-transaksi dilaksanakan secara tertulis sama sekali.

d. Perbedaan-perbedaan dalam pandangan harus dikemukakan secara terbuka dan diselidiki dalam hubungan dengan situasi seluruhnya. kemudian suatu pengaturan tetap agaknya dapat ditemukan jika orang-orang yang bersangkutan mengadakan suatu analisa yang mendalam mengenai sifat masalah, memperjelas fakta-fakta dan menyelidiki lagi persyaratan-persyaratan dasar guna menemukan pemecahan yang tersimpul dalam situasi itu sendiri.


(43)

Dari penjelasan tentang prinsip-prinsip koordinasi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya yang dimaksud dalam prinisp-prinsip koordinasi adalah suatu prinsip yang mengedepankan suatu hubungan kerjasama yang baik, perencanaan yang baik, serta tujuan yang sama dalam merencanakan program.

5. Syarat-Syarat Koordinasi

Pemahaman lain diberikan oleh Brech dan Terry dalam Hasibuan (1986:86), yang mngemukakan syarat koordinasi adalah suatu usaha manusia dalam pelaksanaan untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Oleh karena itu koordinasi mencakup beberapa syarat, diantaranya:

1. Sense of cooperation atau perasaan untuk bekerjasama; ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan (bukan orang perorang)

2. Rivalry dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.

3. Team Spirit artinya satu sama lain pada tiap bagian harus harga-menghargai. 4. Esprit de Corps: artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai

umumnya akan menambah kegiatan bersemangat.

Menurut Tripathi dan Reddy dalam Moekijat (2006:39), ada 9 syarat mencapai koordinasi yaitu:

a. Hubungan langsung

Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung diantara orang-orang yang dapat bertanggung jawab. Melalui hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan, pandangan-pandangan


(44)

24

dapat dibicarakan dan salah paham dapat dijelaskan dan cara ini jauh lebih baik ketimbang melalui metode apapun lainnya.

b. Kesempatan awal

Koordinasi dapat dicapai dengan mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambil mempersiapkan rencana itu sendiri hanya ada dalam konsultasi bersama.

c. Kontinuitas

koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus berlangsung pada semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh karena itu koordinasi merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama perusahaa berfungsi.

d. Dinamisme

Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan-perubahan lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lain koordinasi itu jangan kaku. Koordinasi akan meredakan masalah-masalah apabila timbul koordinasi yang baik akan mengetahui masalah secara dini an mencegah kejadiannya.

e. Tujuan yang jelas

Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif dalam suatu perusahaan, manajer-manajer bagian harus diberi tahu tentang tujuan perusahaan dan diminta agar bekerja untuk tujuan bersama perusahaan. f. Organisasi yang sederhana

Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif. Menurut Robbins struktur organisasi adalah pengakuan sebuah organisasi


(45)

mengenai kebutuhan untuk membicarakan dan mengkoordinasikan pola interaksi para anggotanya secara formal. Struktur organisasi bisa diisi oleh orang-orang yang berperan penting dalam organisasi tersebut struktur organisasi memberikan gambaran pemisah kegiatan antara satu dengan yang lain dan hubungan aktivitas dan fungsi yang telah dibatasi.

g. Perumusan Wewenag dan Tanggung Jawab Yang Jelas

Wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan bagian. Wewnang yang jelas tidak harus mengurangi pertentangan diantara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan tujuan.

h. Komunikasi Yang Efektif

Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik. Melalui saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan individu dan bagian dapat diatasi dan perubahan-perubahan kebijaksanaan, penyesuaian program-program, untuk waktu yang akan datang. Suatu proses komunikasi membutuhkan aktivitas, cara dan sarana lain agar bisa berlangsung dan mencapai hasil yang efektif.

i. Kepemimpinan Yang Efektif

Suksesnya koordinasi banyak dipengaruhui oleh hakikat kepemimpinan dan supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkatan perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan.

Bedasarkan penjelasan mengenai syarat koordinasi menurut beberapa para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa dalam mencapai koordinasi yang baik


(46)

26

terdapat tiga hal penting syarat yang harus dilakukan dalam sebuah organisasi yakni: hubungan langsung, kerjasama yang baik, dan komunikasi yang baik.

6. Teknik-Teknik Koordinasi

Mengkoordinasikan satuan-satuan organisasi dalam organisasi diperlukan teknik-teknik tertentu. Pemahaman terhadap teknik-teknik-teknik-teknik koordinasi sangat diperlukan oleh para koordinator atau manajer karena dengan mengetahui teknik-teknik koordinasi kemungkinan besar akan dapat dicapai hasil yang optimal, efisien, dan efektif.

Teknik-teknik koordinasi menurut Koontz dan Donnely dalam Saefuddin (1993:71), antara lain:

a. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap kelompok kerja atau satuan organisasi. Tugas utama dalam seorang pengurus atau koordinator ialah untuk menjaga orang-orang bawahannya mencapai tingkat target kerjanya dalam koordinasi dengan kelompok lainnya.

b. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan tanggung jawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan yang dikoordinasi.

c. Menciptakan hubungan intier dan antar personel dari satuan-satuan organisasi yang terlibat dalam organisasi. Hubungan dapat dipererat dengan bentuk-bentuk komunikasi lisan, tertulis, prosedur-prosedur, surat-surat, buletin-buletin, dan cara-cara mekanis modern untuk menyampaikan pesan dan pendapat-pendapat.


(47)

d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan pertanggung jawaban secar berkala dari tiap-tiap satuan organisasi. Disela-sela rapat ada waktu luang yang dapat digunakan untuk pertemuan informasi tukar pendapat dan informasi antara para pejabat dari berbagai satuan organisasi.

e. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang diperlukan. Satu satuan organisasi mencetak masalah yang dihadapi, kemudiaan pada satuan-satuan organisasi lainnya untuk menanggapi dan ikut serta memecahkan masalah tersebut.

f. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat dilaksanakan secara optimal. Mekanisme kerja ini dapat di atur melalui buku pedoman organisasi, buku pedoman tata kerja dan buku pedoman kumpulan peraturan.

g. Koordinasi melalui alat komunikasi telepon, telegram, teleks radio CB, HT, untuk koordinasi jarak jauh sedangkan untuk koordinasi dalam satu lingkungan kerja dapat dibuat tanda-tanda, simbol, kode, yang dapat dipahami secara umum oleh semua karyawan yang bekerja.

Menurut Pandji dalam Suminar (2015:25), mengatakan bahwa :

1. Melakukan rapat, sebagai langkah untuk mengadakan integrasi pokok-pokok hasil pekerjaan setiap karyawan.

2. Mengumpulkan laporan-laporan atasan pelaksanaan kebijaksanaan pimpinan yang telah digariskan.

3. Melakukan kunjungan untuk melihat secara langsung serta untuk memberikan secara langsung petunjuk sesuai dengan pedoman yang telah digariskan.


(48)

28

Sedangkan menurut Hasibuan (2001:88), bahwa cara-cara mengadakan koordinasi adalah:

a. Memberikan keterangan secara langsung dan bersahabat. Keterangan mengenai pekerjaan saja cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik.

b. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh anggota tidak menurut masing-masing individu anggota dengan tujuannya sendiri-sendiri tujuan itu adalah tujuan bersama.

c. Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide dan lain-lain.

d. Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam pencapaian sasaran. e. Membina hubungan reiadons yang baik antara sesama karyawan.

Sedangkan menurut Tripathi dan Reddy dalam Moekijat (1994:129-134), mengatakan ada delapan teknik yang penting untuk mencapai koordinasi yang efektif.

a. Hierarki

Alat yang paling sederhana untuk mencapai koordinasi adalah hierarki atau landasan komando, dengan menampakkan unit-unit yang saling bergantung dibawah seorang atasan dapat dijamin adanya koordinasi diantara kegiatan-kegiatannya. Para ahli klasik sangat mengandalkan alat ini.

b. Peraturan, prosedur dan kebijaksanaan

Rincian peraturan, prosedur dan kebijaksanaan merupakan alat yang sudah umum untuk mengkoordinasikan sub-sub unit dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatannya


(49)

yang sifatnya rutin. Peraturan, prosedur dan kebijaksanaan standar ditentukan untuk mencakup semua situasi yang mungkin. Akan Tetapi seperti halnya yang ditunjukkan oleh beberapa kritik alat ini merupakan suatu "lingkaran setan'' di dalam akibat gangguan fungsi alat ini menimbulkan kepercayaan yang lebih kuat kepadanya. Artinya uraian peraturan-peraturan, prosedur- prosedur merupakan lebih banyak peraturan dan prosedur untuk memeliharanya.

c. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu cara untuk mengetahui lebih dini keadaan-keadaan yang saling bergantung dan dengan demikian dapat mencegah atau mengurangi kesulitan-kesulitan koordinasi. Sampai suatu tingkat sehingga kemungkinan-kemungkinan timbul tidak diketahui secara dini dalam rencana, koordinasi memerlukan komunikasi untuk memberikan komunikasi untuk memberikan peringatan penyimpangan dari kondisi yang direncanakan atau diramalkan.

d. Panitia

Pengikutsertaan panitia atau pengambilan keputusan kelompok merupakan alat koordinasi yang sudah umum. Alat ini sangat mengurangi struktur hierarki meningkatkan komunikasi dan pemahaman ide-ide yang efektif mendorong penerimaan dan tanggung jawab atas kebijaksanaan dan membuat pelaksanaan menjadi lebih efektif.

e. Ide

Membantu perkembangan saling percaya dan kerja sama juga merupakan suatu mekanisme pengkoordinasian. Menurut Gullck moekijat (1994:129-134) mengatakan pemimpin sebaiknya muncul dalam pikiran mereka yang


(50)

30

berhubungan dengan tiap kegiatan keinginan dan kemauan bekerja sama untuk suatu tujuan. Tidak hanya mencakup kecakapan atau kemampuan yang berhubungan dengan pengertian, tetapi juga berhubungan dengan emosi.

f. Indoktrinasi Insentif

Mengindoktrinasi anggota-anggota dengan sasaran-sasaran dan tugas-tugas organisasi, suatu alat yang biasanya digunakan dalam organisasi-organisasi keagamaan dan militer, masih merupakan suatu alat pengkoordinasian lainnya.

g. Insentif

Memberikan insentif kepada unit-unit yang saling bergabung untuk bekerja sama, seperti rencana pembagian laba merupakan suatu mekanisme atau alat yang lain. Anjuran Ardent mengenai pembagian laba menyatakan bahwa hal ini meningkatkan semangat kelompok yang lebih baik diantara pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja, diantara para atasan dan orang-orang bawahan.

h. Bagian Penghubung

Dalam beberapa kegiatan dimana terdapat hubungan yang banyak sekali diantara dua bagian, bagian penghubung berkembang mengenai transaksi-transaksi. Hal ini terjadi khususnya antara bagian penjualan dan bagian produksi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa teknik koordinasi ini sangat penting untuk dapat tercapainya koordinasi yang baik, karena dengan adanya teknik tersebut dapat menjadi acuan bagi organisasi untuk mencapai pelaksanaan program dan tujuan yang jelas menjadi acuan untuk bisa menuju kepada koordinasi organisasi yang baik.


(51)

7. Pentingnya Koordinasi

Dalam konsepnya, koordinasi merupakan hal yang penting dalam sebuah organisasi untuk mencapai suatu tujuan, pentingnya koordinasi menurut Handayaningrat (1982:93):

a. Koordinasi yang baik akan mempunyai efek adanya efisiensi terhadap organisasi. Karena itu maka koordinasi adalah memberikan sumbangan guna tercapainya efisiensi terhadap usaha-usaha yang lebih khusus, sebab kegiatan-kegiatan organisasi itu adalah dilakukan secara spesialisasi. Bila tidak akan terjadi pemborosan yaitu pemborosan uang, tenaga, dan alat-alat.

b. Koordinasi mempunyai efek terhadap moral daripada organisasi itu, terutama yang berhubungan dengan peranan kepemimpinan. Jika kepemimpinannya kurang baik, maka ia kurang melakukan koordinasi yang baik.

c. Koordinasi mempunyai efek terhadap perkembangan daripada personal dalam organisasi itu. Artinya bahwa unsur pengendalian personal dalam koordinasi itu harus selalu ada.

Sedangkan menurut Hasibuan (2001:86), koordinasi sangat penting dalam organisasi:

1. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan dan kemabaran atau kekosongan pekerjaan.

2. Agar orang-orang dan pekerjaannya diseleraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan.

3. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.

4. Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu karyawan harus membantu tercapainya tujuan organisasi.


(52)

32

5. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang diinginkan.

Sedangkan menurut Terry dalam Saefuddin (1993:69), koordinasi berperan sangat vital dalam sebuah organisasi, apabila organisasi diartikan sebagai suatu team kerjasama, maka yang menjadi landasan dari semua kerjasama adalah koordinasi. Dari beberapa pentingnya koordinasi diatas dapat dilihat bahwa koordinasi berperan sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu tujuan dan kerja sama yang baik.

8. Sifat – Sifat Koordinasi

Hasibuan (2011:87), berpendapat bahwa sifat-sifat koordinasi adalah: a. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.

b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator dalam rangka mencapai sasaran.

c. Koordinasi meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Asas Koordinasi adalah asas skala (scalar principle= hierarki) artinya koordinasi dilakukan menurut jenjang–jenjang kekuasaan dan tanggung jawab yang disesuaikan dengan jenjang–jenjang yang berbeda satu sama lain. Asas hierarki ini merupakan setiap atasan (koordinator) harus mengkoordinasi bawahan secara langsung. Scalar principle merupakan kekuasaan mengkoordinasi yang harus bekerja melalui suatu proses formal.


(53)

C. Tinjauan Tentang Pengawasan

1. Definisi Pengawasan

Dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun organisasi swasta pasti mempunyai tujuan organisasi yang akan dicapai. Tujuan organisasi itu dapat dirangkai menjadi suatu visi misi yang dapat dijadikan acuan bagi para pimpinan dan anggotanya untuk mewujudkan hal tersebut. Untuk mewujudkan visi misi organisasi tersebut terutama dalam organisasi publik dibutuhkan suatu proses pengawasan yang efektif untuk menilai kinerja para anggotanya. Karena pengawasan merupakan faktor penentu keberhasilan kinerja semua anggota dalam organisasi.

Definisi pengawasan menurut George Terry dalam Manullang (1996:128) adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan secara korektif oleh seluruh elemen yang ada pada organisasi yang bertujuan untuk mengevaluasi prestasi kerja agar hasil yang didapatkan bisa tercapai sesuai rencana. Sedangkan Siagian (2005:126) mendefinisikan pengawasan sebagai proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Dari beberapa pengertian pengawasan menurut para ahli di atas, pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemimpin ataupun anggotanya untuk mengontrol seluruh aktivitas organisasi yang berkaitan mengenai pencapaian tujuan organiasi.


(54)

34

2. Tipe Pengawasan

Pengawasan dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung dari mana pengawasan tersebut ditinjau. Menurut Manullang (1996:130) pengawasan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, tergantung dari sudut pandang mana pengawasan itu ditinjau.

a. Dari Sudut Subyek Yang Mengawasi

1) Pengawasan internal dan pengawasan eksternal

2) Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung 3) Pengawasan formal dan pengawasan informal

4) Pengawasan manajerial dan pengawasan staf

b. Waktu Pengawasan

1) Pengawasan Preventif, dilakukan pada waktu sebelum terjadinya penyimpangan atau kesalahan

2) Pengawasan Reprensif, dilakukan pada waktu sudah terjadi penyimpangan atau kesalahan.

c. Sistem Pengawasan

Inspektif, yaitu melaksanakan pemeriksaan setempat (on the spoot) dan mengetahui sendiri keadaan yang sebenarnya

1) Komparatif, yaitu membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan rencana yang ada

2) Verifikatif, yaitu pemeriksaan yang dilakukan staf terutama dalam bidang keuangan dan atau material.


(55)

3) Investigatif, yaitu melakukan penyidikan untuk mengetahui atau membongkar terjadinya penyelewengan-penyelewengan yang tersembunyi.

Menurut Yahya (2006:134) membagi tiga jenis pengawasan yaitu:

1. Pengawasan Pendahuluan , dirancang untuk mengantisipasi masalah atau penyimpangan dari suatu standar atau tujuan serta memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pengawasan ini lebih aktif dan agresif dengan mendeteksi masalah dan mengambil suatu tindakan yang diperlukan sebelum masalah muncul atau terjadi. Pengawasan ini bersifat preventif artinya tindakan pencegahan sebelum munculnya suatu permasalahan atau penyimpangan.

2. Pengawasan Concurrent

Pengawasan ini dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini sering disebut dengan pengawasan “ya, tidak”. Screenning control atau “berhenti, terus”. Dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Sehingga memerlukan suatu prosedur yang harus dipenuhui sebelum kegiatan dilanjutkan.

3. Pengawasan Umpan Balik

Pengawasan ini dikenal sebagai past-action controls, yang bertujuan untuk mengukur hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab dari penyimpangan atau kesalahan dicari tahu kemudian penemuan-penemuan tersebut dapat diterapkan pada kegiatan-kegiatan yang serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.


(56)

36

Siagian (2005:146) membagi tentang pelaksanaan pengawasan di dalam administrasi atau menajemen negara/pemerintahan sebagai berikut:

a. Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melakukan pengawasan.

b. Pengawasan Politik, adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

c. Pengawasan yang dilakukan BPK

d. Pengawasan yang dilakukan oleh mass media, ORMAS, individu dan masyarakat lainnya.

e. Pengawasan yang melekat, adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung terhadap bawahannya.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis pengawasan yaitu: 1. Pengawasan Menurut Pelakasanaannya

a. PengawasanIntern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pihak dalam orgaisasi itu sendiri.

b. Pengawasan Ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar organisasi.

2. Pengawasan Menurut Cara Melaksanakannya

a. Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan ditempat kegiatan berlangsung.

b. Pengawasan Tidak Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan dengan mengadakan pemantauan terhadap laporan-laporan yang dibuat.


(57)

3. Pengawasan Meurut Waktunya

a. Pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dimulai.

b. Pengawasan yang dilakukan selama kegiatan sedang berlangsung c. Pengawasan yang dilakukan sesudah kegiatan dilakukan.

3. Tahap-Tahap Proses Pengawasan

Dalam melaksanakan suatu tugas tertentu selalu terdapat urutan atau tahapan pelaksanaan tugas. Demikian pula dengan pengawasan, untuk mempermudah pelaksanaan dalam mencapai tujuan. Tahap-tahap tersebut seperti diungkapkan oleh Yahya (2006:135) yaitu:

1. Penetapan Standar Pelaksanaan (perencanaan)

Tahapan pertama dalam pengawasan adalah penetapan standar pelaksanaan. Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang digunakan sebagai patokan untuk menilai hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota, dan target digunakan sebagai standar. Bentuk standar yang lebih khusus antara lain target penyelesaian pekerjaan, anggaran,keselamatan kerja dan sebagainya.

2. Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan

Penetapan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagi cara untuk mengukur pelaksanan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahapan kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan yang penting berikut ini dapat digunakan: berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur setiap jam,harian,mingguan,atau bulanan? dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan, laporan tertulis,telepon.


(58)

38

Siapa(who) yang akan terlibat, manager, staf. Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada para karyawan.

3. Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus. Ada berbagai cara untuk melaksanakan pengukuran pelaksanaan yaitu, pengamatan, laporan-laporan baik lisan dan tertulis, metoda-metoda otomatis, inspeksi, pengujian(tes), dan atau dengan pengambilan sampel. Banyak peusahaan menggunakan pemerikasaan intern (internal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.

4. Pembandingan Pelaksanaan Kegiatan Dengan Standar

Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterprestasikan adanya penyimpangan (deviasi). Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai. Bagaimana pentingnya hal ini bagi pembuat keputusan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan.

5. Pengambilan tindakan koreksi bila perlu

Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan.


(59)

Menurut Manullang (1996:136), untuk mempermudah proses pengawasan harus perlu dilalui beberapa fase atau urutan pelaksanaan yang terdiri dari:

a. Menetapkan alat ukur (standar)

Alat ukur atau standar pada umumnya terdapat pada rencana keseluruhan maupun pada rencana-rencana sebagian. Dengan kata lain, dalam rencana itu pada umumnya terdapat standar pelaksanaan pekerjaan, diantaranya berupa rencana, dan program kerja.

b. Mengadakan penilaian

Penilaian adalah membandingkan hasil suatu pekerjaan atau kegiatan dengan alat ukur yang telah ditentukan. Jadi pada tahap ini pimpinan membandingkan hasil pekerjaan bawahan yang nyata dengan standar sehingga dapat dipastikan terjadi penyimpangan atau tidak penilaian yang dilakukan salah, pelaksanaan, hasil dan dampak.

c. Mengadakan tindakan perbaikan

Tindakan perbaikan adalah konsekuensi dari hasil pengawasan setalah tindakan penilaian. Tindakan perbaikan merupakan tindak lanjut dari penilaian, pada tahap ini tidak hanya melakukan perbaikan-perbaikan saja tapi juga memberikan sanksi kepada subyek yang melakukan penyimpangan.

Dari uraian di atas, tahapan proses pengawasan berdasarkan penilitian ini adalah, bahwa pengawasan menjamin atau mengusahakan pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya demi mencapai tujuan, memperbaiki penyimpangan yang telah terjadi, dan untuk mengetahui kedisplinan kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tanggung jawab yang dimilikinya.


(60)

40

D. Kerangka Pikir

Maraknya penjualan minuman beralkohol terjadi di setiap daerah-daerah yang sudah semakin maju khusunya di kota. Sehingga para pedagang dapat menjual minuman beralkohol dengan mudah. Akibat dari penjualan minuman beralkohol yang semakin banyak tersebut membuat pemerintah peduli akan bahaya dari minuman beralkohol yang merusak generasi kedepannya.

Kepedulian pemerintah tersebut dituangkan dalam peraturan yang dibuat untuk mencegah penjualan minuman beralkohol. Karena penjualan minuman beralkohol tidak hanya di jual di tempat tertentu saja, tetapi warung-warung kecil menjual minuman tersebut. Peraturan itu dibuat agar para pedagang dapat menjual minuman beralkohol sesuai aturan dan juga mengatur jenis minuman beralkohol yang tidak boleh diperjualkan dan meminimalisir tindak kriminalitas dari bahayanya mengkonsumsi minuman beralkohol.

Salah satu kota yang masih ditemukan minuman beralkohol yakni Kota Bandar Lampung. Meskipun telah diberlakukan peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia. Tetapi, pada kenyataanya peraturan tersebut tidak menimbulkan dampak yang postif. Masih ditemukannya jumlah minuman beralkohol yang meningkat setiap bulannya, minuman beralkohol masih terjualnya di warung-warung di kawasan pendidikan dan penjualan minuman beralkohol yang ilegal tanpa berizin di Kota Bandar Lampung.


(61)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, menyebutkan bahwa para pedagang agar tidak menjual minuman beralkohol kecuali pada tempat tertentu dan jenis minuman tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan tersebut berlaku di semua wilayah di Indonesia termasuk Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung. Pemerintah Kota Bandar Lampung salah satu kota yang mendapatkan instruksi dalam Peraturan Menteri Perdagangan tersebut yang diturunkan melalui Perda No 11 tahun 2008 dan Peraturan Walikota No 80 tahun 2011 serta Instruksi Walikota Bandar Lampung Nomor 01 tahun 2015 tentang peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

Dalam menjalankan peraturan tersebut terdapat beberapa instansi yang memiliki fungsi dan peranan dalam mengawasi penjualan minuman beralkohol. Sehingga, dalam menjalankan peraturan tersebut tidak hanya pihak pedagang saja, yang dituntut untuk melakukan tugas dan fungsinya dalam mematuhui peraturan tersebut. Tetapi, juga pihak-pihak pemerintah ikut berperan dalam menjalankan peraturan tersebut.

Dalam penelitian ini lebih berfokus pada instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait pengawasan minuman beralkohol tersebut adalah Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag), Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Ketiga


(1)

139

beralkohol dilakukan dengan baik sesuai dengan renstra yakni adanya rapat sebelum dilakukan sidak di lapangan. (d) Panitia dalam pengawasan minuman beralkohol dilaksanakan dengan cukup jelas. Panitia tersebut terdiri dari pihak-pihak antar instansi yang memiliki pembagian kerja dalam pengawasan minuman beralkohol yang disebut tim. (e) Bagian penghubung dilaksanakan oleh para pelaksana koordinasi dengan adanya tim.

Sementara teknik yang belum dilaksanakan dengan efektif yaitu: (a) Ide dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung belum dilaksanakan secara efektif karena gagasan-gagasan pada pengawasan minuman beralkohol hanya bersifat monoton dari tahun ke tahun. (b) Indoktrinasi Insentif yang dilakukan pada pelaksanaan koordinasi dalam pengawasan minuman beralkohol berupa kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan tersebut belum efektif karena pelaksanaan pengawasan di lapangan sesuai tupoksi masing-masing sehingga jumlah sitaan minuman beralkohol masih banyak ditemukan saat razia pada akhir tahun tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. (c) Insentif pelaksanaan insentif belum dilaksanakan dengan baik karena tidak adanya MoU secara tertulis.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat pada koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung

a. Faktor Pendukung

Dalam pelaksanaan koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol terdapat faktor pendukung yaitu faktor sumber daya manusia


(2)

yang berupa tim di lapangan dan hierarki wewenang antar SKPD berjalan secara tupoksi berdasarkan peraturan yang telah ditentukan.

b. Faktor Penghambat

Faktor penghambat dari pelaksanaan koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol adalah pelaksanaan rapat yang dilakukan tidak secara rutin atau kontinuitas, kurangnya Pemahaman para SKPD pada pelaksanaan koordinasi pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung , tidak adanya ide kreatif yang lebih inovatif pada pelaksanaan koordinasi antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung dan adanya kerjasama yang dilakukan oleh oknum lain.

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, saran yang dapat penulis berikan terkait koordinasi antara Diskoperindag Kota Bandar Lampung, BBPOM Kota Bandar Lampung dan Satpol PP Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kegiatan berupa pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran antar SKPD agar tidak hanya menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

2. Memberikan aturan tertulis, seperti MoU atau Surat Keputusan (SK) untuk mendukung koordinasi yang baik antar instansi dalam pengawasan minuman beralkohol.


(3)

141

3. Membuat jadwal rapat koordinasi dengan teratur dan pelaksanaan rapat dilakukan secara kontinuitas tidak hanya berdasarkan waktu tertentu serta laporan dari masyarakat saja.

4. Ketua tim dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung harus lebih mengeefektifkan kinerja para anggota dengan melibatkan semua anggota instansi di lapangan serta unsur pembantu seperti BBPOM dalam pengawasan di lapangan tidak hanya berdasarkan pengawasan produk saja tetapi juga pengawasan peredaran.

5. Adanya pemberian reward yang diberikan kepada anggota tim agar lebih bersemangat untuk memberikan inovasi dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung yang berupa tambahan gaji atau kenaikkan pangkat.

6. Antar SKPD harus melakukan kerjasama juga dengan pihak lain seperti LSM yang diwakili oleh YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) yang harus diikutlibatkan dalam pengawasan minuman beralkohol di Kota Bandar Lampung agar tiap akhir tahun jumlah sitaan atau peredaran minuman beralkohol dapat berkurang.

7. Pemberian denda yang ditambahkan kepada pedagang yang melanggar aturan penjualan minuman beralkohol.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Handayaningrta, Soewarno. 1982. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Management. Jakarta: PT Inti Idayu Press.

Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen edisi kedua cetakan kedelapan belas. BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta

Hardjito, Dydiet. 1997. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Hasibuan, Malayu. 1986. Manajemen Dasar, pengertian dan masalah. Jakarta: Gunung Agung.

Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen Dasar, pengertian dan masalah. Jakarta: PT Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu. 2008. Manajemen Dasar, pengertian dan masalah. Jakarta: PT Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Inu Kencana, Syafie. 1998. Manajemen Pemerintahan. Jakarta: PT Pertja Manullang.1996. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Moekijat. 1994. Koordinasi Suatu Tinjauan Teoritis. Bandung : PT. Mandar

Maju.

Moekijat. 2006. Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar Maju

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

143

Moleong, J. Lexy. 2013. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pamudji. 1984. Praktek Organisasi dan Metode (O dan M). Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan.

Reksohadiprodjo,Sukanto. 1984. Dasar-Dasar Management. Yogyakarta: BPFE. Saefuddin, M. 1993. Organisasi dan Manajemen Industri. Yogyakarta: Liberty

Yogyakarta.

Siagian. P. Sondang. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: PT Bumi Aksara Silalahi, Ulber. 2011. Asas-Asas Manajemen. Bandung: PT. Rafika Aditama. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Suminar, Ratna. 2015. Koordinasi Antar Instansi Pemerintah Kota Bandar Lampung Dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Kota Hijau. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sutarto. 1993. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Syamsi, Ibnu. 1988. Pokok-Pokok Organisasi & Manajemen. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.

Tresiana, Novita.2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung

Yahya, Yohannes. 2006. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Wursanto, Ignasius.2003. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Andi.

Dokumentasi

Instruksi Walikota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2015 Tentang Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol


(6)

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Pengedaran Penjualan Minuman Beralkohol

Website

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/79928-warung-masih-jual-miras-Jumat, 17 April 2015 (diakses pada tanggal 20 mei 2015 pukul 19.10 WIB)

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/83603-hati-hati-makanan-tak-layak-konsumsi-dijual-bebas. Kamis 7 mei 2015 (diakses pada tanggal 21 mei 2015 pukul 10.43 WIB)

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/83910-pedagang-miras-protes-menteri-perdagangan. jumat 15 mei 2015 (diakses pada tanggal 21 mei 2015 pukul 10.48 WIB)

Mega, Andhita Puspita. Analisis peran dalam penyidikan tindakan perkara penjualan minuman keras. http://digilib.unila.ac.id/10020/13/BAB%20I.pdf. (Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015 pukul 20.00 WIB)