KOORDINASI ANTARA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

COORDINATION BETWEEN REGIONAL WORK UNITS IN FLOOD MITIGATION IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

DIAN SEPUTRI

Bandar Lampung is one of the cities that has not been free from flood disaster. The cases of floods are increasing every year. The causes of flooding are the drainage system has not functioned well, bad development and lack of public awareness to save the environment. Local government of Bandar Lampung city has command some regional work units such as Regional Disaster Mitigation Board, Public Works Service and Social Services of Bandar Lampung to do flood mitigation due related functions between three agencies. This research aims to know the coordination beetween regional work units in flood mitigation in Bandar Lampung city. The technique of data collection used were interviews, observations and documentations. This research use qualitative data analysis such as reduction of data, display data and verification data.

The result of this research shows that coordination between Regional disaster Mitigation Board, Public Works Service and Social Services of Bandar Lampung has been running in flood mitigation. It is seen from flood mitigation process that they do in emergency respon period and post disaster. There is good communication between three agencies and flood victims. The competence of participans from three agencies has been good, it was seen from authorities who come to flooding areas to take actions and make decision to solve the problem based on their ability. However according to five indicators of coordination, three indicators does not run optimally, it is awareness of the importance of the coordination, agreement, committment, incentive of coordination and continuity of planning the coordination.


(2)

ABSTRAK

KOORDINASI ANTARA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA

BANDAR LAMPUNG Oleh

DIAN SEPUTRI

Kota Bandar Lampung masih menjadi salah satu kota yang belum terbebas dari bencana banjir. Hal tersebut terlihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus banjir setiap tahunnya. Faktor penyebab banjir antara lain sistem drainase yang belum terintegrasi dengan baik, pembangunan yang tidak ramah lingkungan dan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan. Oleh karena itu, dalam mengatasi permasalahan banjir, Pemerintah Kota Bandar Lampung menurunkan beberapa satuan kerja perangkat daerah yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dikarenakan adanya keterkaitan fungsi antara instansi tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui koordinasi antara satuan kerja perangkat daerah dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan analisis data secara kualitatif melalui reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.

Hasil penelitian menunjukan bahwa koordinasi antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam penanggulangan bencana banjir sudah berjalan. Hal ini terlihat dari sudah dilakukannya penanggulangan banjir oleh ketiga instansi saat masa tanggap darurat dan pasca bencana. Selanjutnya dalam komunikasi, ada alur informasi yang baik antara ketiga instansi dan masyarakat korban banjir. Kompetensi partisipan yang dilakukan oleh instansi sudah baik dilihat dari pejabat berwenang yang ikut turun ke lokasi banjir untuk mengambil langkah-langkah dan keputusan untuk mengatasi masalah banjir sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Meskipun demikian, dari lima indikator koordinasi yang dilakukan masih terdapat tiga indikator yang belum tercapai secara maksimal, yaitu kesadaran pentingnya koordinasi, kesepakatan, komitmen dan insentif koordinasi serta kontinuitas perencanaan.


(3)

Oleh

DIAN SEPUTRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

KOORDINASI ANTARA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR

DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

Oleh DIAN SEPUTRI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi ... 12

2. Hakikat Koordinasi... 14

3. Tujuan Koordinasi ... 15

4. Bentuk Koordinasi... 16

5. Prinsip-prinsip Koordinasi... 18

6. Ciri-ciri Koordinasi ... 18

7. Masalah dalam Koordinasi ... 19

8. Indikator Koordinasi... 20

B. Tinjauan Tentang Manajemen Bencana 1. Pengertian Manajemen ... 21

2. Pengertian Bencana ... 22

3. Pengertian Manajemen Bencana ... 23

4. Tahap Manajemen Bencana... 25

C. Tinjauan Tentang Banjir... 26

D. Tinjauan Tentang Tugas dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir 1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung 28 2. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung ... 29

3. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 30


(6)

ii III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 37

D. Informan ... 38

E. Jenis Data... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Teknik Pengolahan Data ... 43

H. Teknik Analisis Data... 44

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung ... 46

B. Profil Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung ... 52

C. Profil Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 58

V.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 62

1. Komunikasi... 63

2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi... 70

3. Kompetensi Partisipan... 76

4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi... 84

5. Kontinuitas Perencanaan ... 90

B. Pembahasan ... 97

1. Pelaksanaan Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung Dalam Penanggulangan Bencana Banjir ... 97

2. Hambatan Dalam Pelaksanaan Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir ... 112

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 115

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

iv

Gambar Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir ... 33 2. Bagan Struktur Organisasi BPBD Kota Bandar Lampung ... 51 3. Bagan Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar

Lampung... 57 4. Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.... 61


(8)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Bagan Kerangka Pikir ... 33 2. Bagan Struktur Organisasi BPBD Kota Bandar Lampung ... 51 3. Bagan Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar

Lampung... 57 4. Bagan Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.... 61


(9)

i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Kegunaan Penelitian... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi ... 12

2. Hakikat Koordinasi... 14

3. Tujuan Koordinasi ... 15

4. Bentuk Koordinasi... 16

5. Prinsip-prinsip Koordinasi... 18

6. Ciri-ciri Koordinasi ... 18

7. Masalah dalam Koordinasi ... 19

8. Indikator Koordinasi... 20

B. Tinjauan Tentang Manajemen Bencana 1. Pengertian Manajemen ... 21

2. Pengertian Bencana ... 22

3. Pengertian Manajemen Bencana ... 23

4. Tahap Manajemen Bencana... 25

C. Tinjauan Tentang Banjir... 26

D. Tinjauan Tentang Tugas dan Fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir 1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung 28 2. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung ... 29

3. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 30


(10)

ii III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian... 34

B. Fokus Penelitian ... 35

C. Lokasi Penelitian ... 37

D. Informan ... 38

E. Jenis Data... 40

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Teknik Pengolahan Data ... 43

H. Teknik Analisis Data... 44

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung ... 46

B. Profil Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung ... 52

C. Profil Dinas Sosial Kota Bandar Lampung ... 58

V.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 62

1. Komunikasi... 63

2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi... 70

3. Kompetensi Partisipan... 76

4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi... 84

5. Kontinuitas Perencanaan ... 90

B. Pembahasan ... 97

1. Pelaksanaan Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung Dalam Penanggulangan Bencana Banjir ... 97

2. Hambatan Dalam Pelaksanaan Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Banjir ... 112

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 115

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

iii

Tabel Halaman

1. Tabel Lokasi Banjir di Kota Bandar Lampung Tahun 2010

sampai 2014 ... 3 2. Tabel Panjang Daerah Aliran Sungai Kota Bandar Lampung ... 80 3. Tabel Daftar Hadir Peserta Pelatihan Sosialisasi Penanggulangan


(12)

(13)

(14)

MOTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu

adalah untuk dirinya sendiri

(Q.S. Al-ankabut:29)

Alam menciptakan kemampuan. Keberuntungan melengkapinya dengan kesempatan

(François de la Rochefoucauld)

Every chances are given for people who fight for it,

so keep working, fighting, praying and believing


(15)

Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, memberikan akal dan semangat dalam

penyusunan skripsi ini.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Bapak dan Ibu tercinta

Najamudin dan Leli Pertama Wati

Terima kasih kepada kedua orang tuaku yang telah mendidik, membesarkan,

mendoakan di setiap sujudnya, memberikan kasih sayang, dukungan, semangat

dan motivasi yang tiada henti untuk terus berjuang sehingga karya ini dapat

dipersembahkan.

Kakakku Tercinta

Dine Gusdina Wati, A.Md

Satu-satunya saudara terbaik yang kumiliki, terima kasih atas doa, kasih

sayang, dukungan, arahan, motivasi, kebersamaan dan canda tawa yang telah

diberikan.


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 10 Januari 1993, merupakan anak dari pasangan Bapak Najamudin dan Ibu Leli Pertama Wati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Kasih Ibu pada tahun 1999, dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Sawah Lama pada tahun 2005, kemudian Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur tertulis.


(17)

(18)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Alhamdulillahirrobbil’alamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayat-Nya proses yang dijalani dalam pembuatan skripsi yang berjudul “Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah Dalam

Penanggulangan Bencana Banjir Di Kota Bandar Lampung” dapat berjalan dengan baik. Selesainya skripsi ini merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan di Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terselesaikan, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung sekaligus Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, arahan, dukungan, nasehat, solusi dan motivasi selama proses bimbingan skripsi;

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan, yang telah memberikan didikkan, arahan dan dukungan selama proses perkuliahan;


(19)

perkuliahan

4. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H, selaku Dosen Pembahas dan Penguji yang telah memberikan kritik, saran, masukan, solusi dan motivasi selama penyusunan skripsi ini;

5. Ibu Tabah Maryanah, S.IP, M.Si, selaku Pembimbing Akademik, yang telah membantu dan memberikan motivasi selama penulis menjalani proses perkuliahan;

6. Seluruh Dosen Pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu selama proses perkuliahan;

7. Staf akademik dan kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung, Mba Iin dan staf Jurusan Ilmu Pemerintahan, Ibu Riyanti, Pak Jumadi dan Pak Herman yang telah membantu penulis dalam penyelesaian administrasi dan perlengkapan seminar serta ujian;

8. Kedua orang-tuaku dan kakakku serta keluargaku yang telah mendoakan, membimbing dan mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala yang telah diberikan. Aku selalu bersyukur memiliki keluarga seperti kalian dan ku tahu bahwa apapun dan berapapun yang akan kuberikan nanti, tidak akan pernah bisa cukup, lebih, dan terbalaskan, jika dibandingkan dengan apa yang telah kalian berikan kepadaku dari dalam kandungan sampai kini dan nanti,family are thebest thing i’ve ever had;


(20)

9. Jajaran Pegawai BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung serta masyarakat korban banjir di Kelurahan Kalibalau, Way Laga dan Way Lunik yang telah memberikan informasi dan membantu penulis dalam melakukan riset atau penelitian;

10. Sahabat putih abu-abuku, Bella Dita N, S.E, Cindy Mustika S, S.Kom , Citra Neno S, A.Md, Riri Fauzana H, A.Md, Ratih Apriyani S.Pd dan Tia Angelia Putri S.Pd, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis selama ini, kita harus sering main bareng ya walaupun sulit bagi waktu karena kebersamaan itulah yang akan mempererat persahabatan kitaguys;

11. Sahabat tersayang yang sudah seperti saudara di Jurusan Ilmu Pemerintahan Unila, cantik yaitu Yuyun Diah A, Meyliza Indriyani P, Nadia Anissa M, Zakiyah Handayani, dan Feby Puspitasari, hey cantik akhirnya kita sarjana ya kawan, terima kasih atas kebersamaan dalam melewati tahap demi tahap perkuliahan, senang maupun susah yang telah kita lewati bersama akan menjadi kenangan yang tidak akan terlupakan oleh penulis;

12. Teman sepermainan dan kerabat skripsi, Pertiwi Agustina, Genta Rizkyansah, Winda Septiana, Indra Rinaldi, Adelia Pramadita, Santi Novitasari, Riyadhi Adyansyah dan Miranti Andini;

13. Teman-teman seperjuanganku, Leni Novelina, Panggih, Shedy, Nugraha, Merari, Aan Lesmana, A.T Johan, Christian, Dwiky, Nando, Redo, Randi, Yandi, Marendra, Restia, Natessya, Balkis, Bertha, Leni Yuliani, Wirda, Putri Dian, Gita, Kiki, Hazi, Rendra, Siti, Wiwik, Wilanda, Endah, Randi, Ifit, Rya, Syalian, Intan, Diki dll yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu;


(21)

tawa selama perkuliahan;

15. Teman main lintas jurusan yang selalu penasaran, Bedi, Dian Aprianto (Apri), dan Dian Martiani (Kak Mar), terima kasih atas dukungan kalian yang telah menghibur penulis saat mengalami masa sulit, jangan lupakan markas kita saat KKN ya;

16. Berbagai pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, demi terwujudnya kelulusan ini. Allah Maha Adil, semoga Allah SWT, membalas semua kebaikan kalian, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Bandar Lampung, 11 November 2015


(22)

(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana merupakan kejadian yang tidak dapat diprediksi kapan dan dimana akan terjadi. Banyak masalah yang muncul akibat bencana alam yang biasanya menimbulkan kerugian bagi manusia, baik secara materi maupun non materi. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dijelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Selanjutnya, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia masih dibayangi oleh banyaknya musibah bencana alam. Berdasarkan data Badan Pencegahan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana (UNISDR), Indonesia termasuk ke dalam negara paling beresiko terkena bencana. Menurut daftar tersebut, negara-negara di kawasan Asia mendominasi, Indonesia berada di urutan ke sembilan bersama Bangladesh, China, India dan Myanmar. Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra Pasifik.


(24)

2

Kondisi ini membuat Indonesia menjadi negara yang berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan banjir. Selanjutnya, lebih dari 90 persen bencana di Indonesia adalah bencana hidrometerologi yaitu banjir yang selalu datang saat musim penghujan.

(http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses pada 10 Maret 2015 pukul 20.48 WIB)

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang sering mengancam wilayah-wilayah di Indonesia. Salah satu penyebab banjir yaitu curah hujan yang tinggi, hal tersebut belum dapat diantisipasi dengan baik melalui pembangunan drainase, pembersihan gorong-gorong, perbaikan tanggul, normalisasi sungai dan masih adanya kebiasaan membuang sampah sembarangan. Berdasarkan data dari Badan Pencegahan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana menyebutkan bahwa Indonesia menempati posisi ke enam dari 162 negara dengan jumlah 1.101.507 penduduknya akan terkena dampak bencana banjir. (http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana, diakses pada 10 Maret 2015 pukul 08.48 WIB)

Kota Bandar Lampung menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang masih terkena bencana banjir. Curah hujan yang tinggi di beberapa wilayah Bandar Lampung masih belum ditangani dengan baik sehingga terdapat beberapa titik yang saat musim penghujan tiba selalu rawan terkena banjir. Berdasarkan data resiko banjir milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar


(25)

Lampung pada tahun 2014 terdapat 13 titik rawan banjir di Kota Bandar Lampung yaitu di Kepahyang Pramuka, Perumahan Bukit Kemiling Permai, Jalan Nyunyai Rajabasa, Kalibalau Kencana, Kaliawi, Pasir Gintung, Penengahan, dan Bakung. Selanjutnya di wilayah Keteguhan, Kota Karang, Way Lunik, Panjang dan Kedamaian.

Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung, sudah sepantasnya menjadi barometer dan tolak ukur pembangunan bagi wilayah-wilayah lain di Provinsi Lampung. Namun, banjir dan genangan air di beberapa kawasan Kota Bandar Lampung hingga kini merupakan suatu permasalahan rutin yang tak kunjung terselesaikan. Berdasarkan data lokasi bencana tahun 2010-2014 milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, dalam kurun waktu empat tahun dari tahun 2010 hingga 2014 kasus banjir di Kota Bandar Lampung masih terulang setiap tahunnya. Berikut ini adalah daftar kasus banjir di Kota Bandar Lampung tahun 2010 hingga 2014 yaitu:

Tabel 1. Data Lokasi Banjir di Kota Bandar Lampung Tahun 2010-2014 No Tahun Jumlah Kasus Lokasi Titik Banjir

(1) (2) (3) (4)

1 2010 5 Kaliawi, Rajabasa, Jagabaya Satu, Beringin Raya, Way Halim

2 2011 10 Kuripan, Palapa, Kelapa Tiga, Pakiskawat, Sumur Putri, Gulak-galik, Kupang Teba, Sumurbatu, Garuntang, Kangkung, Bumi Waras, Sukaraja, Way Kandis, Sepang Jaya, Kampung Baru, Sukadanaham, Keteguhan, Langkapura, Sukamaju, Sukabumi, Sukarame, Kemiling


(26)

4

(1) (2) (3) (4)

3 2012 6 Ridwan Rais, Garuntang, Way Lunik, Penengahan, Flamboyan, Tanjung Gading

4 2013 22 Keteguhan, Olok Gading, Bakung, Gunung Agung, Karang Anyar, Sukaraja, Gunung Mas, Bumi Raya, Rajabasa Raya, Way Lunik, Kerawang, Ketapang, Gunung Sulah, Jagabaya, Way Halim, Sukabumi, Bumi Waras, Kali Balau Kencana, Way Dadi, Korpri Jaya, Tanjung Raya, Kupangt Teba, Sukadanaham, Kedaton, Sidodadi, Purwata, Keteguhan

5 2014 13 Kalibalau Kencana, Waylaga, Campang Jaya, Enggal, Way Lunik, Sukaraja, Rajabasa, Nyunyai, Keteguhan, Tanjung Gading, Baypas, Jagabaya 3, Way Gubak

Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2014

Pada tahun 2015 ini wilayah-wilayah di Bandar Lampung juga belum terbebas dari kepungan banjir. Terdapat beberapa tempat yang selalu mengalami banjir saat musim penghujan tiba. Faktor-faktor penyebab banjir di Kota Bandar Lampung diantaranya sistem drainase yang masih buruk, tersumbatnya gorong-gorong akibat banyaknya sampah, alih fungsi lahan, rusaknya kawasan penyerapan air, kurangnya penghijauan, penyempitan daerah aliran sungai akibat pemukiman liar warga, adanya warga yang masih membuang sampah sembarangan hingga buruknya tata ruang kota itu sendiri. (Wawancara dengan Wisnu selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung tanggal 27 Maret 2015)


(27)

Banjir merupakan masalah kompleks yang mendatangkan banyak dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan sehingga tidak bisa dibiarkan begitu saja. Dibutuhkan suatu keseriusan pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir tersebut. Penanggulangan bencana merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yaitu serangkaian kegiatan penanggulangan bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Namun, seringkali bencana hanya ditanggapi secara parsial oleh pemerintah sehingga tidak tuntas dan berulang kali terjadi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, maka penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang merupakan satuan kerja dan unsur pelaksana dalam penanggulangan bencana yang terjadi di daerah. Badan ini terdapat di tingkat provinsi, dan masing-masing daerah kabupaten/kota. Ketentuan mengenai pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi dan tata kerja lembaga Badan Penanggulangan Bencana Daerah diatur dalam peraturan daerah masing-masing daerah provinsi, kabupaten/kota.

Sebagai salah satu lembaga yang bertugas untuk menanggulangi bencana, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung memiliki peran yang besar dalam melakukan penanggulangan banjir yang terjadi di Kota Bandar Lampung. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung merupakan lembaga pemerintah yang terbentuk pada tahun 2010 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung.


(28)

6

Pemerintah Kota Bandar Lampung juga ikut menurunkan satuan kerja perangkat daerah terkait yang tugasnya berhubungan dengan penanganan banjir seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial yang berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung dalam penanggulangan banjir. Satuan kerja tersebut berfungsi sebagai unsur pelaksana teknis yang melakukan tugas sesuai dengan fungsi dan kapasitasnya untuk mengurangi dampak dan resiko yang ditimbulkan akibat bencana banjir.

Menurut Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung dijelaskan bahwa penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung merupakan satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan urusan penanggulangan bencana berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Selanjutnya, terdapat satuan kerja perangkat daerah lain yaitu Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung yang ikut melakukan penanggulangan bencana banjir. Bencana banjir sering membawa resiko dan dampak negatif yaitu rusaknya infrastruktur yang berhubungan dengan sumber daya air seperrti tanggul, daerah aliran sungai, saluran irigasi, gorong-gorong, drainase maupun infrastruktur lain yang menunjung kehidupan sehari-hari. Perbaikan infrastruktur pasca banjir


(29)

dilakukan untuk mencegah resiko dan dampak banjir agar tidak meluas dari sebelumnya. Kemudian, menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, disebutkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum memunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pekerjaan umum dan perumahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Selain kedua satuan kerja perangkat daerah tersebut, Dinas Sosial Kota Bandar Lampung juga memiliki tanggung jawab dalam penanggulangan banjir di Kota Bandar Lampung. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kesejahteraan sosial berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung. Kemudian, dalam penanggulangan banjir Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memberikan bantuan logistik, melakukan pendataan kerugian dan penyuluhan kepada korban banjir.

Fungsi koordinasi dan komando dalam strategi dan teknis penanggulangan bencana, baik bersifat sektoral maupun terpusat masih menjadi dilema yang menjadi perhatian khusus terhadap fungsi-fungsi lembaga pemerintahan yang saling berbenturan. Adanya tanggung jawab dan kesadaran untuk melakukan penanggulangan bencana secara cepat dan tanggap masih belum terlaksana dengan maksimal. Hal ini ditunjukan dengan belum terintegrasinya performa para satuan kerja perangkat daerah dalam penanggulangan banjir di Kecamatan


(30)

8

Sukabumi, Kota Bandar Lampung pada tahun 2014 yang lalu. Informasi tersebut didasarkan pada berita yang dikutip dari media Radar Lampung sebagai berikut:

“Walikota Bandarlampung Herman H.N. sepertinya harus lebih memacu kinerja satuan kerja (satker) yang tugasnya berhubungan dengan penanganan banjir. Sebab, satker-satker seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Dinas Sosial sepertinya harus menunggu wali kota berkunjung dahulu ke lokasi banjir, baru kemudian bertindak. Contohnya kemarin (28/12), satker yang berhubungan dengan penanganan banjir baru action saat walikota berkunjung ke lokasi banjir di Kampung Ganefo, Waylaga, dan Cikondang, Campangjaya, Kecamatan Sukabumi. Bahkan, satker-satker itu baru action ketika diperintah walikota. Padahal, banjir yang terjadi di sana berlangsung sejak Kamis (25/12) dan belum surut hingga kemarin.”

(http://radarlampung.co.id/read/bandarlampung/74879--duh-wali-kota-datang-satker-baru-action, diakses pada 25 Maret 2015 pukul 18:52 WIB) Kemudian berdasarkan hasil pra-riset yang penulis lakukan melalui wawancara dengan Ratih (30 tahun) dan Supriyono (35 tahun) yang merupakan korban banjir di Kelurahan Way Laga Kecamatan Sukabumi, mereka menjelaskan bahwa terjadi kekosongan pekerjaan dalam penanggulangan banjir yang dilakukan oleh BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung saat terjadi banjir pada bulan Desember tahun 2014 silam. Ketiga instansi sudah datang ke lokasi banjir di Kelurahan Way Laga namun masih harus menunggu komando sehingga tidak bisa secara cepat membantu warga korban banjir. Selanjutnya Supriyono (35 tahun) juga menjelaskan bahwa pasca terjadinya bencana banjir, warga Kelurahan Way Laga meminta perbaikan irigasi kepada BPBD dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung namun dalam prosesnya kedua instansi tersebut saling melempar tanggung jawab dalam perbaikan irigasi sehingga mengakibatkan belum diperbaikinya infrastruktur yang rusak akibat banjir hingga saat ini. (Hasil pra-riset tanggal 10 Juni 2015)


(31)

Koordinasi membutuhkan kemampuan berkomunikasi dalam pelaksanaan tugas, adanya komitmen terhadap kualitas kerja dan dedikasi terhadap kepentingan publik. Terlihat jelas masih adanya perbedaan tugas pokok dan fungsi diantara BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung yang coba dipadukan agar mereka dapat bekerja sama untuk menyelaraskan usaha dalam penanggulangan banjir sehingga mengakibatkan masih timbulnya saling melempar tanggung jawab dan kewenangan dalam penanggulangan banjir karena koordinasi yang terjadi akibat adanya keterkaitan fungsi antara satu sama lain. Hambatan-hambatan yang timbul dalam koordinasi fungsional baik horizontal maupun diagonal disebabkan karena diantara yang mengoordinasikan dan dikoordinasikan tidak memiliki hubungan hierarkis (garis komando). Sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya kaitan bahkan interdependensi atau dasar fungsi masing-masing (Handayaningrat,1989:129).

Koordinasi memiliki arti yang penting dalam administrasi pemerintahan. Dibutuhkan suatu koordinasi pada setiap lembaga pemerintahan sebagai organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang efektif. Terutama dalam era otonomi daerah seperti sekarang, koordinasi antara aparat pemerintahan merupakan hal yang sangat penting dalam membantu jalannya roda pemerintahan. Dikarenakan dalam mewujudkan program pembangunan dibutuhkan kerja sama lintas sektor pemerintahan yang pelaksanaannya melibatkan lebih dari satu instansi pemerintahan. Salah satu hal penting dalam kegiatan pemerintahan daerah adalah masalah koordinasi pemerintahan dan hal yang berpengaruh terhadap terlaksananya koordinasi adalah kesiapan sumber daya manusia aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaan wewenang.


(32)

10

Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terpadu dan menyeluruh menjadi perhatian khusus dalam pola dan manajemen penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung. Peraturan perundang-undangan maupun kebijakan penanggulangan bencana yang telah dikeluarkan oleh pemerintah bisa diaplikasikan dan dijalankan oleh pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana di daerahnya sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.

Terlihat masih adanya beberapa masalah diantara Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam melakukan koordinasi penanggulangan banjir. Tanpa koordinasi sulit diharapkan tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien. Berdasarkan adanya permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam

Penanggulangan Bencana Banjir di Kota Bandar Lampung”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana koordinasi antara satuan kerja perangkat daerah dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung?


(33)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui koordinasi antara satuan kerja perangkat daerah dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: a) Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori-teori pemerintahan sehingga dapat memberikan referensi dan menambah kajian dalam perkembangan ilmu pemerintahan khususnya mengenai koordinasi antar instansi pemerintahan.

b) Secara Praktis

Sebagai bahan masukan atau sumbangan pikiran bagi pihak satuan kerja perangkat daerah, dalam hal ini yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung mengenai tugas dan perannya dalam penanggulangan banjir.


(34)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang memegang peranan sama penting dan setara dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Koordinasi adalah salah satu bentuk hubungan kerja yang memiliki karakteristik khusus. Pentingnya koordinasi dikarenakan untuk menyatukan dan menyelaraskan unsur yang berbeda dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Menurut Djamin dalam Hasibuan (2011:86), koordinasi diartikan sebagai suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi saling membantu dan saling melengkapi. Sehingga, dengan demikian koordinasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mampu menyelaraskan pelaksanaan tugas maupun kegiatan dalam suatu organisasi.

Pengertian lain menurut Ndraha (2003:291), koordinasi adalah sebagai proses penyepakatan bersama secara mengikat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau


(35)

unsur itu terarah pada pencapaian suatu tujuan yang ditetapkan dan di sisi lain, keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan yang lain.

Pentingnya koordinasi adalah untuk menghindarkan kecenderungan pemisahan diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya spesialisasi fungsi (pembagian habis tugas menjadi fungsi-fungsi) di dalam organisasi. Semua pihak yang melakukan koordinasi dan hubungan kerja pada dasarnya melakukan komunikasi. Selanjutnya, dalam melakukan komunikasi perlu memerhatikan elemen-elemen dan jenis-jenis komunikasi yang ada agar dapat berkomunikasi secara efektif. Komunikasi sebagai salah satu unsur pendukung dalam koordinasi untuk mencapai keberhasilan dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Handoko (2003:196), kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya. Handoko (2003:195), mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Menurut White dalam Syafei (2011:33), menyatakan bahwa koordinasi adalah penyesuaian diri dari masing-masing bagian dan usaha menggerakkan serta mengoperasikan bagian-bagian pada waktu yang cocok, sehingga dengan demikian masing-masing bagian dapat memberikan sumbangan terbanyak pada keseluruhan hasil.


(36)

14

Sedangkan menurut Herujito (2006:123), koordinasi adalah suatu proses yang mengatur pembagian kerja dari berbagai orang atau kelompok dapat tersusun, koordinasi diartikan sebagai proses dalam melakukan spesialisasi kerja dari berbagai instansi yang memunyai kegiatan kerja yang berbeda-beda sehingga dapat menjadi suatu kesatuan yang utuh yang terintegrasi secara efisien.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah suatu usaha untuk menyelaraskan berbagai kegiatan dari berbagai organisasi atau unit-unit dalam pemerintahan yang berbeda yang bersifat mengikat serta terarah pada suatu pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Hakikat Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:118-119), menjelaskan hakikat koordinasi yaitu sebagai berikut:

a. Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan;

b. Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi;

c. Koordinasi juga akibat adanya rentang/jenjang pengendalian, pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan oleh sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya;

d. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks, berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan; e. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk

berdasarkan prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini ialah masalah koordinasi;


(37)

f. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik. Oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa koordinasi adalah hasil akhir daripada hubungan kerja (komunikasi);

g. Pada hakikatnya koordinasi adalah perwujudan daripada kerjasama, saling bantu membantu dan menghargai/menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap satuan kerja (unit) dalam melakukan kegiatannya, tergantung atas bantuan dari satuan kerja (unit) lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interdepedensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hakikat koordinasi merupakan bentuk dari adanya kerja sama dalam pembagian tugas, fungsi dan tanggung jawab yang dilakukan oleh unit-unit yang terlibat di dalamnya dikarenakan adanya saling ketergantungan atau interdependensi. Koordinasi timbul karena adanya fungsionalisasi yang dibutuhkan dalam suatu organisasi yang besar dan kompleks serta pimpinan wajib membina, mengarahkan dan mengendalikan berbagai kegiatan yang dilakukan melalui komunikasi yang baik agar tujuan dari koordinasi dapat tercapai.

3. Tujuan Koordinasi

Tujuan koordinasi menurut Ndraha (2003:295), yaitu:

a. Menciptakan dan memelihara efektivitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dan kesinambungan antar berbagai dependen suatu organisasi;

b. Mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan-kesepakatan yang mengikat semua pihak yang bersangkutan;

c. Menciptakan dan memelihara iklim dan sifat saling responsive-antisipatif

di kalangan unit kerja interdependen dan interdependen yang berbeda-beda, agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak rusak oleh keberhasilan unit kerja yang lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi efektif.


(38)

16

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan koordinasi adalah untuk menciptakan dan memelihara efektivitas dari berbagai unit organisasi yang terlibat dalam koordinasi melalui sinkronisasi kegiatan satu sama lain agar keberhasilan pihak yang satu tidak dirusak oleh pihak yang lain serta mencegah timbulnya konflik melalui komunikasi yang baik.

4. Bentuk Koordinasi

Bentuk koordinasi menurut Ndraha (2003:295), koordinasi diidentifikasi melalui ada tidaknya dan jenis serta sifat hubungan antar unit kerja dalam lingkungan pemerintahan. Berdasarkan sudut pandang ini, diidentifikasi beberapa bentuk koordinasi seperti:

1. Koordinasi waktu

Koordinasi waktu atau sinkronisasi merupakan proses untuk menentukan, mana kegiatan yang dapat berjalan serentak urutannya. Koordinasi ini dilakukan terhadap kegiatan antar unit kerja yang berhubungan dependen, kausal, dan sebangsanya;

2. Koordinasi ruang

Koordinasi ruang dapat disebut juga koordinasi wilayah. Koordinasi ini ditempuh jika suatu kegiatan melalui berbagai daerah kerja;

3. Koordinasi interinstitusional

Koordinasi antar berbagai unit kerja yang berkepentingan atas suatu proyek serbaguna atau produk bersama tertentu;

4. Koordinasi fungsional

Koordinasi yang dilakukan oleh unit kerja yang satu terhadap unit kerja yang lain yang kegiatannya secara objektif berhubungan fungsional; 5. Koordinasi struktural

Koordinasi antar unit kerja yang berada di bawah struktur tertentu, tanpa melalui superordinasi. Kordinasi seperti ini murni kehendak berkoordinasi unit kerja yang satu dengan unit kerja yang lain secara sukarela;

6. Koordinasi perencanaan

Koordinasi ini oleh James G. March dan Herbert A Simon (1985) disebut

coordination by plan, guna mengantisipasi terjadinya gejala kehancuran keberhasilan unit kerja yang satu oleh keberhasilan unit kerja yang lain. Koordinasi ini berlangsung antara unit kerja yang berhubungan interdependen dan independen;


(39)

7. Koordinasi masukan-balik

Koordinasi ini oleh March dan Simon disebut coordination by feedback, yaitu koordinasi hasil kontrol terhadap setiap kegiatan unit kerja, agar dapat dilakukan adjustment, improvement, koreksi dan sebagainya.

Sedangkan menurut Ratna (2006:29), koordinasi meliputi beberapa aspek seperti berdasarkan luasnya, lingkupnya dan kegiatan pemerintahan, yaitu:

1. Berdasarkan Luasnya

a. Koordinasi yang paling sempit, terdapat dalam diri seseorang. Bertujuan mengoordinasikan anggota tubuhnya agar efektif dan efisien

b. Koordinasi yang paling luas, antara pribadi dengan pribadi

c. Koordinasi yang lebih luas lagi, antara kelompok dengan kelompok 2. Berdasarkan lingkupnya

a. Koordinasi Intern, yaitu koordinasi dalam satu unit organisasi

b. Koordinasi Ekstern, yaitu koordinasi yang terjadi antara berbagai organisasi

3. Berdasarkan kegiatan dalam pembangunan dan pemerintahan

a. Koordinasi hirarki (koordinasi vertikal) adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat atau instansi di bawahnya

b. Koordinasi fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi

c. Koordinasi fungsional horizontal adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang setingkat atau memunyai program berkaitan

d. Koordinasi fungsional diagonal adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi yang lebih rendah tingkatnya

e. Koordinasi fungsional teritorial yaitu koordinasi yang dilakukan seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam suatu wilayah atau teritorial tertentu

f. Koordinasi instansional yaitu koordinasi yang dilakukan terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan tertentu yang bersangkutan

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa koordinasi yang terjadi di antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung termasuk ke dalam koordinasi fungsional horizontal.


(40)

18

5. Prinsip - Prinsip Koordinasi

Menurut Sugandha (1991:101), prinsip-prinsip koordinasi adalah:

a. Adanya kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama;

b. Adanya kesepakatan mengenai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk target dan jadwalnya; c. Adanya ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas

masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan;

d. Adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing;

e. Adanya koordinator yang dapat memimpin dan menggerakkan serta memonitor kerjasama tersebut, serta memimpin pemecahan masalah bersama;

f. Adanya informasi dari berbagai pihak yang mengalir kepada koordinator dapat memonitor seluruh pelaksanaan kerjasama dan mengerti masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh semua pihak;

g. Adanya saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka koordinasi memiliki prinsip adanya kesepakatan, koordinator dan informasi diantara unit-unit yang melakukan koordinasi mengenai kegiatan dan sasaran yang akan dicapai serta membutuhkan sikap saling menghormati terhadap fungsi satu sama lain agar tercipta keinginan untuk saling membantu.

6. Ciri-ciri Koordinasi

Handayaningrat (1989:118), menjelaskan ciri-ciri koordinasi adalah sebagai berikut:

a. Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi adalah menjadi wewenang dan tanggung jawab daripada pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik;

b. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya;


(41)

c. Koordinasi adalah proses yang terus menerus (continue process). Artinya suatu proses berkesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi;

d. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama;

e. Konsep kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usaha-usaha/tindakan-tindakan daripada setiap kegiatan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam sebagai kelompok dimana mereka bekerjasama;

f. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama (common purpose). Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran/pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok dimana mereka bekerja.

Berdasarkan uraian di atas maka ciri-ciri koordinasi adalah membutuhkan adanya kerjasama antar unit-unit organisasi yang mengedepankan kesatuan tindakan dan pengaturan usaha atau kegiatan secara teratur dan tanggung jawab koordinasi terletak pada seorang pimpinan serta merupakan proses yang berkesinambungan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

7. Masalah dalam Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:129), berbagai faktor yang dapat menghambat tercapainya koordinasi adalah sebagai berikut:

1. Hambatan-hambatan dalam koordinasi vertikal (struktural)

Di dalam koordinasi vertikal (struktural) sering terjadi hambatan-hambatan yang disebabkan oleh perumusan tugas, wewenang dan tanggung jawab tiap-tiap satuan kerja atau unit kerja yang kurang jelas. Selain itu adanya hubungan dan tata kerja serta prosedur kerja kurang dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan terkadang menimbulkan keraguan. Sebenarnya hambatan-hambatan yang demikian tidak perlu timbul karena diantara yang mengoordinasikan dan dikoordinasikan memiliki hubungan komando dalam susunan organisasi yang bersifat hirarkis;


(42)

20

2. Hambatan-hambatan dalam koordinasi fungsional

Hambatan- hambatan yang timbul dalam koordinasi fungsional baik horizontal maupun diagonal disebabkan karena di antara yang mengoordinasikan dan dikoordinasikan tidak memiliki hubungan hirarkis (garis komando). Sedangkan hubungan keduanya terjadi karena adanya kaitan bahkan interdependensi atau dasar fungsi masing-masing. Berdasarkan uraian di atas maka hambatan-hambatan yang dialami oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam berkoordinasi biasanya disebabkan karena tidak memiliki hubungan hirarkis atau garis komando.

8. Indikator Koordinasi

Menurut Handayaningrat (1989:80), koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui indikator:

1. Komunikasi

a. Ada tidaknya informasi b. Ada tidaknya alur informasi c. Ada tidaknya teknologi informasi 2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

a. Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi b. Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

3. Kompetensi Partisipan

a. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat b. Ada tidaknya ahli di bidang berwenang yang terlibat 4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi

a. Ada tidaknya bentuk kesepakatan b. Ada tidaknya pelaksana kegiatan

c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan d. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi 5. Kontinuitas Perencanaan

a. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek pembangunan b. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan


(43)

B. Tinjauan Tentang Manajemen Bencana 1. Pengertian Manajemen

Menurut Terry dalam Syafei (2003:117), berpendapat bahwa manajemen merupakan suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

Sedangkan Miller dalam Torang (2013:166), menyatakan bahwa manajemen adalah proses memimpin dan melancarkan pekerjaan bagi orang-orang yang terorganisir secara formal sebagai kelompok untuk memeroleh tujuan yang diinginkan.

Berdasarkan pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang dilakukan melalui berbagai tahap seperti perencanaan, pengarahan dan pengorganisasian secara formal dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Pengertian Bencana

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan antar masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor


(44)

22

nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta, benda dan dampak psikologis.

Berdasarkan pendapat Carter dalam Kodoatie dan Sjarief (2010:53), menyatakan bahwa bencana adalah suatu kejadian alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresive, yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa.

Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. (United Nations International Strategi for Disaster Reduction, 2004)

(http://www.slideshare.net/MuhammaddTaqwan/disaster-management-penanggulangan-bencana, diakses pada 28 Maret 2015 pukul 20.14 WIB)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana juga mengklasifikasikan macam bencana sebagai berikut :

a. Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, kekeringan, banjir, angin topan dan tanah longsor;

b. Bencana Nonalam

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit;


(45)

c. Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bencana adalah serangkaian peristiwa baik disebabkan oleh faktor alam maupun faktor nonalam serta faktor manusia. Bencana menimbulkan dampak serius terhadap kehidupan makhluk hidup dan membawa kerugian baik materi maupun non materi. Bencana banjir dalam penelitian ini termasuk ke dalam bencana alam. Bencana banjir biasanya membawa dampak kerusakan dan kerugian bagi manusia serta lingkungan.

3. Pengertian Manajemen Bencana

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi di Indonesia dan menimbulkan kerugian materi dan non materi memerlihatkan manajemen bencana di negara Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan. Selama ini, manajemen bencana dianggap bukan prioritas dan hanya datang sewaktu-waktu saja, sementara wilayah Indonesia sendiri rawan terhadap ancaman bencana. Oleh karena itu pemahaman tentang manajemen bencana perlu dimengerti dan dikuasai oleh seluruh kalangan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.

Rahmat dalam Purnomo dan Sugiantoro (2010:93), mengemukakan bahwa manajemen bencana adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal dengan siklus manajemen bencana. Tujuan dari kegiatan ini untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi


(46)

24

informasi masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko dan mengurangi kerusakan infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber ekonomis.

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Pelaksanaan penanggulangan bencana yang merupakan upaya preventif, penyelamatan, dan rehabilitasi yang diselenggarakan secara koordinatif, komprehensif, cepat, tepat dan akurat. Penanggulangan bencana melibatkan lintas sektor pemerintahan sehingga memerlukan koordinasi berbagai instansi terkait dengan penekanan pada kepedulian publik dan mobilisasi masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Soeladi (1995:9), yang menyatakan bahwa penanggulangan bencana tidak dapat dilaksanakan dengan mengandalkan satu instansi saja, melainkan mutlak diperlukan adanya kerja sama antar instansi, karena sebagai suatu sistem kerja sama disini dapat secara langsung menangani proyek tertentu, namun juga dapat secara partial yaitu tidak langsung, dimana saling melengkapi untuk penanggulangan bencana yang terjadi di suatu daerah.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka manajemen bencana adalah semua kegiatan yang dilakukan meliputi proses perencanaan dan penanganan bencana pada sebelum, saat terjadi/tanggap darurat dan pasca bencana yang bertujuan untuk mengurangi dampak bencana.


(47)

4. Tahap Manajemen Bencana

Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, yaitu:

a. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana;

b. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna;

c. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang;

d. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana;

e. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana;

f. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana;

g. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. Purnomo dan Sugiantoro (2010:89), menjelaskan tentang tahapan-tahapan atau fase-fase dalam bantuan bencana yang dikenal dengan siklus penanganan bencana (disaster management cycle). Siklus manajemen bencana menggambarkan proses pengelolaan bencana yang merupakan tindakan prabencana, menjelang bencana, saat bencana, dan pasca bencana.


(48)

26

Kemudian, dalam siklus tersebut dijelaskan jauh sebelum bencana terjadi, tahap-tahap yang dilakukan adalah perencanaan dan pengembangan melalui penelitian yang telah dilakukan, action plan, dan pencegahan. Ketika pra-bencana, tahap-tahap yang perlu dilakukan adalah melanjutkan pencegahan yang telah dilakukan jauh sebelum bencana dan mitigasi. Selanjutnya adalah tahap kesiapsiagaan apabila bencana tiba-tiba terjadi. Saat bencana terjadi, maka akan menimbulkan dampak bencana dan harus segera dilakukan tindakan tanggap darurat. Pasca bencana dilakukan tahap pemulihan dan agar dapat ditemukan solusi bagaimana mencegah dan mengurangi bencana tersebut datang kembali dalam bentuk perencanaan. Demikianlah siklus pengelolaan bencana terus berputar.

Kemudian, selama ini penanggulangan bencana banjir yang dilakukan hanya terpaku pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana. Bencana banjir menimbulkan dampak dan resiko yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat.

C. Tinjauan Tentang Banjir

Kodoatie dan Sugiyanto (2002:78-79) mendefinisikan bahwa banjir merupakan mengalirnya air melebihi biasanya yang dapat terjadi secara sengaja dan tidak sengaja. Mereka mengatakan bahwa penyebab banjir ada dua kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia. Banjir yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah curah hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase yang tidak memadai dan pengaruh air pasang. Selanjutnya,


(49)

penyebab banjir yang termasuk sebab-sebab karena tindakan manusia adalah perubahan kondisi DPS, kawasan kumuh, sampah, drainase lahan, bangunan air, kerusakan bangunan pengendali banjir dan perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.

Bencana banjir yang terjadi dianggap sebagai bencana yang mengancam. Di Kota Bandar Lampung sendiri, setiap tahun selalu terjadi kasus bencana banjir dengan intensitas yang berbeda-beda. Luapan air akibat banjir yang melanda biasanya akan membuat seluruh wilayah yang tergenang banjir akan lumpuh dari aktivitas yang biasanya terjadi dan menyebabkan sejumlah akses dari daerah sekitar pun terganggu. Datangnya bencana banjir biasanya disertai dengan rusaknya fasilitas umum sehingga menimbulkan kerugian bagi korban banjir tersebut.

Banjir menurut Nurjannah (2012:24), merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal sehingga melimpas dari pulung sungai yang menyebabkan genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Lazimnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal. Akibatnya, sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan dari kanal penampung banjir yang ada tidak mampu akumulasi air hujan sehingga meluap.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa banjir adalah meluapnya air melebihi kapasitas normal disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia yang kemudian menggenangi suatu tempat dan menimbulkan kerugian bagi kehidupan.


(50)

28

D. Tinjauan Tentang Tugas dan Fungsi Satuan Kerja Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam Penanggulangan Bencana Banjir

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung

Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung. Sedangkan menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Kota Bandar Lampung menjelaskan bahwa Badan Penanggulangan Bencana Daerah memunyai tugas pokok:

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara;

b. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana; d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya;

f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada walikota setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

h. Memertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja daerah dan;

i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, dalam menyelenggarakan tugas pokok, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung memunyai fungsi sebagai berikut:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat tepat, efektif dan efisien b. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara


(51)

Sebagai unsur utama dalam penanggulangan bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung memiliki peran yang besar dalam kegiatan penanggulangan bencana banjir. Tanggung jawab Badan Penanggulangan Bencana Daerah sangat dibutuhkan sebagai koordinator penanggulangan bencana banjir, mulai dari kondisi pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

2. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung

Berdasarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung, diuraikan bahwa Dinas Pekerjaan Umum memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang pekerjaan umum dan perumahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian, dalam melaksanakan tugas pokok Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung memunyai fungsi, yaitu:

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang bina marga, cipta karya dan pengairan/irigasi;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya dan; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Dampak dari bencana banjir yang merusak fasilitas umum dan prasarana membuat Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung sebagai institusi pelaksana teknis, pengendalian dan pengawasan pembangunan di Kota Bandar Lampung memiliki andil yang besar dalam membangun, memelihara dan melakukan pemulihan infrastruktur sarana dan prasarana fisik sebagai


(52)

30

alat penunjang keberhasilan suatu proses yang dilakukan dalam memenuhi pelayanan publik dan menopang kehidupan masyarakat.

3. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dijabarkan bahwa Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang kesejahteraan sosial berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian, dalam melaksanakan tugas pokok, Dinas Sosial Kota Bandar Lampung memunyai fungsi, yaitu:

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesejahteraan sosial;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup tugasnya;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, dan; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Banjir seringkali merusak rumah-rumah penduduk dan menimbukan kerugian materi maupun non materi. Kerugian tersebut biasanya mengakibatkan hilangnya harta benda sehingga membuat warga harus mengungsi dan membutuhkan bantuan. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam hal ini merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para korban banjir. Selain itu, Dinas Sosial Kota Bandar Lampung melakukan pendataan kerugian, mendirikan dapur umum dan pendistribusian bantuan secara merata kepada korban banjir.


(53)

E. Kerangka Pikir

Banjir merupakan bencana yang sering melanda Indonesia terutama di wilayah perkotaan. Selanjutnya, dalam beberapa kondisi, banjir bisa menjadi bencana yang merusak lingkungan dan meninggalkan dampak yang buruk. Kota Bandar Lampung masih menjadi salah satu kota yang belum terbebas dari bencana banjir, hal ini dilihat dari masih adanya kasus banjir yang terjadi setiap tahunnya. Faktor penyebab banjir di Kota Bandar Lampung diantaranya sistem drainase yang belum terintegrasi dengan baik, tersumbatnya gorong-gorong akibat banyaknya sampah, alih fungsi lahan, rusaknya kawasan penyerapan air, kurangnya penghijauan, penyempitan daerah aliran sungai akibat pemukiman liar warga, adanya warga yang masih membuang sampah sembarangan hingga buruknya tata ruang kota.

Kemudian, dalam penanggulangan banjir, dibutuhkan kerja sama lintas sektor pemerintahan. Koordinasi dalam upaya penanggulangan bencana banjir adalah bagaimana kerjasama antara lembaga dalam menciptakan keharmonisan kerja sehingga tercapailah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi bencana banjir yang merupakan tujuan bersama. Koordinasi dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung sebagai satuan kerja perangkat daerah yang memiliki keterkaitan dalam penanggulangan bencana banjir.

Adanya perbedaan tugas dan wewenang diantara ketiga instansi dalam melakukan penanggulangan bencana banjir menjadikan koordinasi yang terjadi hanya didasarkan atas dasar keterkaitan fungsi masing-masing. Selanjutnya, dalam


(54)

32

mengukur koordinasi diantara ketiga instansi pemerintahan tersebut, penulis menggunakan indikator koordinasi oleh Handayaningrat. Menurut Handayaningrat (1989:80) koordinasi dalam proses manajemen dapat diukur melalui indikator sebagai berikut:

1. Komunikasi

a. Ada tidaknya informasi b. Ada tidaknya alur informasi c. Ada tidaknya teknologi informasi 2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

a. Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi b. Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

3. Kompetensi Partisipan

a. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat b. Ada tidaknya ahli di bidang berwenang yang terlibat 4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi

a. Ada tidaknya bentuk kesepakatan b. Ada tidaknya pelaksana kegiatan

c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan d. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi 5. Kontinuitas Perencanaan

a. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek pembangunan b. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan


(55)

Untuk memudahkan penelitian, maka penulis menggambarkan kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Koordinasi Antara Satuan Kerja Perangkat Daerah

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Dinas Pekerjaan Umum Dinas Sosial

Indikator koordinasi menurut Handayaningrat: 1. Komunikasi

a. Ada tidaknya informasi b. Ada tidaknya alur informasi c. Ada tidaknya teknologi informasi 2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

a. Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi b. Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

3. Kompetensi Partisipan

a. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat b. Ada tidaknya ahli di bidang berwenang yang terlibat 4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi

a. Ada tidaknya bentuk kesepakatan b. Ada tidaknya pelaksana kegiatan

c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan d. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi 5. Kontinuitas Perencanaan

a. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek pembangunan b. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan

Penanggulangan Bencana Banjir


(56)

34

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Kemudian, dalam penelitian deskriptif dan pendekatan kualitatif, penulis dapat menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada secara aktual serta mengembangkan konsep dari menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat. Menurut Sukmadinata (2011:55) penelitian deskriptif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi atau kelompok tertentu secara akurat. Morissan (2012:77), menjelaskan bahwa pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan situasi atau peristiwa kemudian penulis menjelaskan apa yang diamatinya.


(57)

Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2009:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian kualitatif sesungguhnya bersifat fleksibel, luwes dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan dan penyesuaian ketika proses penelitian berjalan. Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan serta menggambarkan bagaimana koordinasi yang terjadi antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian harus diungkapkan secara eksplisit untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian. Bungin (2012:41) mendefinisikan bahwa fokus penelitian mengandung penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa yang menjadi pusat perhatian serta kelak dibahas secara mendalam dan tuntas. Fokus penelitian membantu seorang peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya data yang masuk termasuk juga hal yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian.


(58)

36

Kemudian, dalam penelitian ini, hal-hal yang menjadi fokus penelitian adalah koordinasi antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung dalam penanggulangan bencana banjir di Kota Bandar Lampung berdasarkan indikator koordinasi menurut Handayaningrat (1989:80) sebagai berikut:

1. Komunikasi

a. Ada tidaknya informasi b. Ada tidaknya alur informasi c. Ada tidaknya teknologi informasi

Komunikasi dalam hal ini ialah memerlihatkan bagaimana komunikasi yang terjadi antara satuan kerja perangkat daerah dalam berkoordinasi. Komunikasi merupakan salah satu unsur dalam mendukung keberhasilan koordinasi melalui tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Kesadaran Pentingnya Koordinasi

a. Tingkat pengetahuan pelaksana terhadap koordinasi b. Tingkat ketaatan terhadap hasil koordinasi

Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan pelaksana terhadap hasil koordinasi serta ketaatan mereka terhadap hasil koordinasi yang telah dilakukan.

3. Kompetensi Partisipan

a. Ada tidaknya pejabat yang berwenang terlibat b. Ada tidaknya ahli di bidang berwenang yang terlibat

Kemudian, dalam melakukan koordinasi dibutuhkan kehadiran dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah dalam mewakili instansinya. Selanjutnya kehadiran pejabat dan ahli yang berwenang dibutuhkan untuk menentukan keputusan yang tepat dalam pelaksanaan koordinasi.


(59)

4. Kesepakatan, Komitmen dan Insentif Koordinasi a. Ada tidaknya bentuk kesepakatan

b. Ada tidaknya pelaksana kegiatan

c. Ada tidaknya sanksi bagi pelanggar kesepakatan d. Ada tidaknya insentif bagi pelaksana koordinasi

Selanjutnya, dalam hal ini untuk melihat apakah ada bentuk kesepakatan dan pelaksana kegiatan yang terlibat dalam koordinasi. Apakah ada sanksi yang diberikan jika salah satu pihak ada yang melanggar kesepakatan serta pemberian insentif bagi pelaksana koordinasi.

5. Kontinuitas Perencanaan

a. Ada tidaknya umpan balik dari obyek dan subyek pembangunan b. Ada tidaknya perubahan terhadap hasil kesepakatan

Untuk melihat masukan atau feedback terhadap proses koordinasi selanjutnya.

C. Lokasi Penelitian

Menurut Moleong (2009:128) lokasi penelitian merupakan tempat dimana penulis melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Penulis melakukan penelitian di beberapa tempat, yaitu:

1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung yang beralamat di Jalan Kapten Piere Tendean Nomor 2 Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung


(60)

38

2. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung yang beralamat di Jalan Pulau Sebesi Nomor 68 Sukarame, Bandar Lampung

3. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung yang beralamat di Jalan Panglima Polim Nomor 1 Gedong Air, Bandar Lampung

D. Informan

Informan penelitian adalah sumber informasi utama yaitu orang yang benar-benar tahu atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan adalah objek penting dalam sebuah penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut Bungin (2009:76), informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan teknik sampling bertujuan (purposive sampling). Usman dan Purnomo (2014:45) mendefinisikan purposive sampling sebagai teknik yang digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

Selanjutnya, dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai informan adalah: 1. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung yang

terdiri dari:

a. Suhardi Syamsi selaku Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik b. Wisnu selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan


(61)

2. Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung terdiri dari:

a. Oktariya Vidya Vida selaku Seksi Operasional dan Pemeliharaan Sumber Daya Air

b. Victory Hasan selaku Seksi Survei dan Pengendalian 3. Dinas Sosial Kota Bandar Lampung terdiri dari:

a. Ferry Hartawijaya selaku Seksi Bantuan Sosial dan Korban Bencana Alam dan Sosial

4. Beberapa masyarakat korban banjir di Kota Bandar Lampung yaitu sebagai berikut:

a. Muslim

(Masyarakat yang pernah mengalami banjir di Kelurahan Kalibalau Kencana, Kecamatan Kedamaian Kota Bandar Lampung)

b. Rika

(Masyarakat yang pernah mengalami banjir di Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung)

c. Nurbaiti

(Masyarakat yang pernah mengalami banjir di Kelurahan Way Laga, Kecamatan Sukabumi Kota Bandar Lampung)

d. Soleh

(Masyarakat yang pernah mengalami banjir di Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung)


(62)

40

E. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan atau data yang bersumber dari informan di lokasi penelitian berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data primer berupa wawancara secara individual. Kemudian, dalam penelitian ini data primer diperoleh dari wawancara dengan informan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelusuran dan penelahaan studi-studi dokumen yang terdapat di tempat penelitian dan yang ada hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti. Data sekunder yang digunakan berupa dokumen tertulis yang relevan dengan penelitian ini. Dokumen yang terkait dengan penelitian ini seperti Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Tugas Pokok, Fungsi ✁ ✂nTata Kerja Badan Penanggulangan Benc ana Daerah Kota Bandar Lampung dan Data Lokasi Bencana di Kota Bandar Lampung tahun 2010-1014.


(1)

116

3. Pada aspek kompetensi partisipan sudah terlaksana dengan baik. Hal tersebut dilihat dari hadirnya pejabat berwenang yang berasal dari BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung yang ikut turun ke lapangan untuk mengambil keputusan dalam penanggulangan banjir.

4. Pada aspek kesepakatan, komitmen dan insentif belum terlaksana dengan baik. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kesepakatan tertulis dan sanksi yang tegas yang dibuat BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung kepada petugas yang tidak aktif dan datang terlambat ke lokasi banjir sehingga pelaksana koordinasi rentan melakukan pelanggaran.

5. Pada aspek kontinuitas perencanaan dalam koordinasi antara BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dilihat dari belum adanya rencana lain yang dilakukan jika permasalahan banjir tidak terselesaikan. Kemudian, dalam pelaksanaan perbaikan infrastruktur masih belum dilakukan secara rutin dan merata di seluruh Kota Bandar Lampung.

Selanjutnya hambatan yang ditemui dalam koordinasi antara BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung antara lain kurangnya fasilitas yang dimiliki oleh ketiga instansi, adanya ego sektoral dan masih banyaknya masyarakat yang belum sadar untuk menjaga lingkungan.


(2)

117

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, saran-saran yang penulis berikan antara lain: 1. Pada aspek komunikasi dalam melakukan koordinasi, sebaiknya BPBD,

Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung melakukan pertemuan melalui rapat secara rutin dan terencana agar masalah-masalah dan pencapaian dalam koordinasi yang dilakukan selama ini dapat diidentifikasi.

2. Pada aspek kesadaran pentingnya koordinasi sebaiknya BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung sebagai pelaksana koordinasi harus meningkatkan kinerja dan lebih berperan aktif dalam pelaksanaan tugas dengan datang tepat waktu ke lokasi banjir lalu saling menghormati terhadap wewenang fungsional masing-masing pihak sehingga tercipta semangat untuk saling membantu.

3. Pada aspek kompetensi partisipan dalam melakukan koordinasi penanggulangan banjir, sebaiknya BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial lebih meningkatkan kapasitas dari pelaksana koordinasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada petugas dan aparat terkait langkah penanggulangan bencana serta membentuk tim ahli yang memiliki kapasitas dalam mengantisipasi terjadinya banjir. 4. Pada aspek kesepakatan, komitmen dan insentif koordinasi perlu dibuat

suatu aturan tertulis yang bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum yang kuat. Kemudian, dibutuhkan sanksi yang tegas bagi pelaksana koordinasi dan perlu diberikan insentif koordinasi agar menambah semangat kerja dan motivasi pelaksana koordinasi untuk lebih giat dalam


(3)

118

melakukan tugasnya. Selanjutnya, ketiga instansi sebaiknya membuat suatu forum penanggulangan bencana yang di dalamnya terdapat anggota-anggota dari masing-masing instansi sehingga terdapat peraturan yang mengikat.

5. Pada aspek kontinuitas perencanaan sebaiknya dalam melakukan koordinasi, BPBD, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Sosial Kota Bandar Lampung harus memiliki perencanaan yang matang untuk ke depannya apabila hasil yang diharapkan belum tercapai secara maksimal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat suatu kerangka acuan untuk membandingkan hasil yang telah dicapai dengan target atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya agar terdapat arahan dan pengawasan dalam melakukan koordinasi sehingga permasalahan banjir dapat terselesaikan. Program-program terkait penanggulangan banjir yang berhubungan dengan masyarakat juga harus lebih dilakukan secara rutin misalnya melalui gotong-royong untuk membersihkan lingkungan, sosialisasi bencana dan pembuatan biopori.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta

Handayaningrat, Soewarno. 1989. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional.CV. Haji Masagung : Jakarta

Handoko, T Hani. 2003. Manajemen, Cetakan Ke DelapanBelas. BPFEYogyakarta : Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen Dasar, Pengertian Dan Masalah, Edisi Revisi. Bumi Aksara : Jakarta

Herujito, Yayat M. 2006.Dasar-Dasar Manajemen. PT. Gramedia : Jakarta Kodoatie, Robert J dan Sugiyanto. 2002. Banjir: Beberapa Penyebab dan

Pengendaliannya Dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Kodoatie, Robert J dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. ANDI OFFSET : Yogyakarta

Moleong, J Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung

Morissan, M.A. 2012. Metode Penelitian Survei. Kencana Prenada Media : Jakarta

Ndraha, Taliziduhu. 2003.Kybernology. PT.Rineka Cipta : Jakarta Nurjannah. 2012.Manajemen Bencana.Alfabeta:Yogyakarta

Prastowo, Andi. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif: dalam perspektif

Rancangan Penelitian.Ar-Ruzz Media : Yogyakarta

Purnomo, Hadi dan Sugiantoro. 2010. Manajemen Bencana: Respons dan Tindakan Terhadap Bencana.Media Pressindo : Yogyakarta


(5)

Ratna, Sri. 2006. Pengorganisasian dan Koordinasi Kerja. Departemen Agama: Jakarta

Soeladi. 1995. Manajemen Bencana Alam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial : Yogyakarta

Sugandha, Dann. 1991. Koodinasi, Alat Pemersatu Gerakan Administrasi. Intermedia : Jakarta

Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kualitatif. Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung

Sukmadinata N.S. 2011.Metode Penelitian Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung

Syafie, Kencana Inu. 2011. Manajemen Pemerintahan. Pustaka Reka Cipta: Jawa Barat

.. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Bumi Aksara : Jakarta

Torang, Syamsir. 2013. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Budaya & Perubahan Organisasi.Alfabeta : Bandung

Usman Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2014. Metodologi Penelitian Sosial. PT.Bumi Aksara : Jakarta

Sumber Dokumen

1. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Bandar Lampung

3. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pembentukkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung

4. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 70 Tahun 2010 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bandar Lampung


(6)

5. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 07 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung 6. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Tugas

Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota Bandar Lampung

Media

(http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana), diakses pada 10 Maret 2015 pukul 08.48 WIB

(http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/definisi-dan-jenis-bencana), diakses pada 10 Maret 2015 pukul 20.48 WIB

(http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/74879--duh-wali-kota-datang-satker -baru-action), diakses pada 25 Maret 2015 pukul 18.52 WIB (http://www.slideshare.net/MuhammaddTaqwan/disaster-management-penanggulangan-bencana, diakses pada 28 Maret 2015 pukul 20.14 WIB)