PENGARUH EMOSI POSITIF, LINGKUNGAN DAN PENGALAMAN BELANJA TERHADAP IMPULSE BUYING PADA HYPERMART BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF POSITIVE EMOTIONS, ENVIRONMENT AND SHOPPING EXPERIENCE IMPULSE BUYING ON HYPERMART BANDAR LAMPUNG

by:

Ivan Jepriansyah

This research aims to determine how much influence positive emotions, environment and shopping experience to impulse buying at the hypermart Bandar Lampung. Object of this study is the city of Bandar Lampung community who make a visit to shopping in the city of Bandar Lampung hypermart of the month January 2014 to july 2013 data used are primary data.

The results showed that the effect of positive emotions, the environment and shopping experience to impulse buying on hypermart Bandar Lampung from month to month January 2014 to july 2014 can be explained by the positive emotion variables, environment variables and variable shopping experience a positive and significant effect on impulse buying at hypermart Bandar Lampung.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH EMOSI POSITIF, LINGKUNGAN DAN PENGALAMAN BELANJA TERHADAP IMPULSE BUYING PADA HYPERMART BANDAR LAMPUNG

Oleh :

Ivan Jepriansyah

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh emosi positif,

lingkungan dan pengalaman belanja terhadap impulse buying pada hypermart Bandar Lampung. Objek penelitian ini adalah masyarakat kota Bandar lampung yang melakukan kunjungan untuk belanja di hypermart kota Bandar lampung dari bulan January 2014 sampai bulan Juli 2014. Data yang digunakan adalah data primer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh emosi positif, lingkungan dan pengalaman belanja terhadap impulse buying pada hypermart Bandar Lampung dari bulan January 2014 sampai dengan bulan Juli 2014 bisa dijelaskan dari variabel emosi positif, variabel lingkungan dan variabel pengalaman belanja berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermart kota Bandar Lampung.


(3)

(4)

Pengaruh Emosi Positif, Lingkungan dan Pengalaman Belanja

Terhadap

Impulse Buying

Pada

Hypermart

Bandar Lampung

(Skripsi)

Oleh

IVAN JEPRIANSYAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ivan Jepriansyah lahir pada tanggal 03 Januari 1983 di Air Naningan Kabupaten Tanggamus. Penulis lahir sebagai anak kedua dari Lima bersaudara dari pasangan Bapak Saumar dan Ibu Nisriana.

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Darmawanita pada tahun 1988 dan tamat pada tahun 1989. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 yang diselesaikan pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Pulau Panggung dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikan di SMU Negeri 2 Bandar Lampung dan tamat pada tahun 2001.

Pada tahun 2001 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung Fakultas Ekonomi Jurusan Akutansi Program Reguler. dan pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan strata 1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Manajemen Non Reguler.

Penulis sempat menjadi anggota organisasi selama kuliah diantaranya BEM U tahun 2002 Staff Departemen Dalam Negeri, Rohani Islam FE Unila sebagai anggota keuangan.


(9)

MOTO

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”

(Al-Baqarah: 153)

Hanya Keyakinan Yang Di iringin Dengan Kerja Keras Dan Semangat Yang Dapat Mewujudkan Impian Seseorang.


(10)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

Allah SWT dan Seluruh Orang-Orang Yang Beriman,

Kedua orang tuaku Bapak Saumar dan Ibu Nisriana, yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya, dukungan do’a, moril, dan materi yang tak terbatas serta didikannya agar aku menjadi pribadi yang mandiri dan disiplin. Serta Istriku

Tersayang dr.Laili Indah Kusumawati Noor, S.E dan Anakku Tercinta M.Rafif Akram Noor Yang Selalu Memberikan Warna Dalam Menjalani Kehidupan. Almamater tercinta jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas


(11)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Emosi Positif, Lingkungan, dan Pengalaman Belanja Terhadap Impulse Buying Pada Hypermart Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Hj. Aida Sari S.E., M.Si selaku dosen pembimbing.

2. Bapak Ribhan S.E., M.Si sebagai dosen pendamping. 3. Bapak Mustafid, S.E, M.M selaku penguji utama.

4. Bapak Prof. Dr. Hi. Satria Bangsawan, S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

5. Ibu Hj. Aida Sari S.E., M.Si., sebagai Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

6. Ibu Yuningsih, S.E, M.M selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(12)

8. Keluargaku, Bapak, Ibu, Kakak, Ayuk, Kakak Ipar, Adik serta Anak yang selalu memberikan semangat dan doa.

9. Bu Iis, Pak Kus, dan Mas Nasir yang telah banyak membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

10. Rekan Satu Fakultas Nanda, Dina, Indi, Dini, Ira, yang telah memberikan semangat, waktu, bantuan, doa, dan warna di kehidupan saya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... ... ... 1

B. Rumusan Masalah ... ... ...11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... ... ...12

D. Kerangka Pemikiran ... ... ...13

E. Hipotesis ... ... ...15

II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemasaran ……… 16

B. Bauran Pemasaran ……….. 17

C. Perilaku Konsumen ……… 18

D. Impulse Buying………..20

E. Emosi Positif ……….. 22

F. Respon Lingkungan Belanja ……….. 23

G. Pengalaman Belanja ………... 25

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... ...28

B. Populasi dan Sampel ... ...29

C. Metode Pengumpulan Data ... ...30

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ...30

E. Pengukuran Instrumen Penenlitian ………. 32

F.Uji Validitas dan Reliabilitas……… 33


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Perusahaan ...36

B.Visi dan Misi Perusahaan………. 38

C. Hasil Analisis Responden ...39

C.1. Jenis Kelamin ... ...39

C.2. Usia ... ...39

C.3. Pendidikan Terakhir ... ...40

C.4. Pekerjaan... ...40

D. Uji Validitas dan Reliabilitas Responden ………...41

D.1 Uji Validitas……….. 41

D.2 Uji Reliabilitas ………. 43

E. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden ……….. 44

F. Analisis Regresi Linear Berganda ……….. 45

G. Uji Parsial ( t ) ……… 47

H. Pembahasan Hasil Uji Parsial ( t ) ……….. 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 51

B. Saran dan Implikasi Manajerial………. 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Jumlah Kunjungan, Besarnya Belanja Per Kunjungan, Total... 4 2.Perilaku Belanja Konsumen Di Toko Retail Modern ... 8 3.Kerangka Penelitian ... 15


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Jumlah Gerai Ritel Modern di Indonesia tahun

2009-2012... 2

2. Nilai Penjualan Hypermart Central Plaza Dari Bulan January 2013 -Oktober 2013 ... 6

3. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 31

4. Presentase Responden Dalam Jenis Kelamin ... 39

5. Presentase Responden Dalam Usia Responden ... 39

6. Presentase Responden Dalam Pendidikan Terakhir ... 40

7. Presentase Responden Dalam Pekerjaan Terakhir... 40

8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 42

9. Hasil Croanboac’s Alfa Penelitian... 43

10. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Responden ... 44

11. Hasil Uji R Square ... 45


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Pertanyaan Quisioner ... LI Hasil Quisioner 1 ... LII Hasil Quisioner 2 ... LIII Hasil Quisioner 3 ... LIV Hasil Quisioner 4... LV


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perekonomian Internasional merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan antar negara, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Bisnis ritel yang semakin menyebar dan meningkat jumlahnya.

Seperti halnya bisnis ritel di Indonesia, pengaruh dari globalisasi menyebabkan banyak pengusaha ritel dari luar negeri dengan kemampuan kapital yang luar biasa melakukan aktivitasnya di Indonesia. Semakin terbukanya peluang bisnis bagi pengusaha asing untuk berekspansi mengembangkan bisnis ritelnya di Indonesia, perkembangan usaha manufaktur, dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel akan mengakibatkan tumbuhnya ritel modern yang begitu pesat. Pernyataan ini diperkuat dengan data hasil survey yang dilakukan oleh Nielsen MediaResearchdan Retail Asia Magazine.


(19)

2

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Gerai Ritel Modern di Indonesia tahun 2009-2012

RITEL MODERN 2009 2010 2011 2012

SUPERMARKET

SUPER INDO 46 50 56 63

FOODMART 32 29 27

CARREFOUR EXPRESS 30

JUMLAH 46 82 85 120

HYPERMARKET

CARREFOUR 19 29 37 58

HYPERMART 16 26 36 43

GIANT 12 17 17 26

MAKRO 17 19 19 19

JUMLAH 64 91 109 146

MINIMARKET

ALFAMART 1263 1753 2266 2750

INDOMARET 1401 1857 2425 3093

JUMLAH 2664 3610 4691 5843

Sumber : SWA 2013 berdasar data Nielsen Media Research, Retail Asia Magazine, 2014.

Berdasarkan Tabel 1 jumlah geraihypermarketdi tahun 2012 meningkat sekitar 25 persen dari 109 menjadi 146 unit; sementarasupermarketpertumbuhannya lebih cepat yakni sekitar 29 persen dari 85 menjadi 120. Peningkatan jumlah gerai yang paling tajam terjadi pada minimarket. Alfamart pada tahun 2009 hanya memiliki 1263 gerai. Kemudian, pada tahun 2012, jumlahnya berkembang menjadi 2750 gerai. Peningkatan indomaret bahkan lebih fantastis, dari 1401 di tahun 2009 menjadi 3093 di tahun 2012.

Pertumbuhan gerai modern yang begitu pesat ini memunculkan suatu fenomena baru bagi para pemasok produk. Ritel kini telah berubah fungsinya bukan hanya sekedar tempat menyalurkan produk ke konsumen, kini juga menjadi industri tersendiri.


(20)

3

Munculnya outlet-outlet baru merangsang pembeli untuk datang, dan memberikan lebih banyak pilihan bagi mereka. Sehingga ritel kini dianggap menjadi tempat yang strategis, untuk memasarkan barangnya secara tepat waktu, lokasi dan konsumen. Sehingga bagi produsen pasar inilah yang kemudian harus mereka garap karena kemampuan ritel modern mendatangkan konsumen sangat besar. Meningkatnya jumlah outlet modern dan juga perubahan sosial budaya masyarakat menunjukkan semakin besarnya peluang bisnis ritel di Indonesia sekaligus juga menunjukkan semakin ketatnya persaingan di Industri ini.Pesaing utama ritel modern adalah toko ritel tradisional yang merupakan pesaing dari format yang berbeda namun menjual barang yang sama atau biasa disebut persainganintertype. Pada masa resesi toko tradisional merupakan ancaman yang paling terasa oleh toko ritel modern. Seperti yang di ungkapkan oleh Susilo (2009)“pada 2008 sebagian konsumen beralih dari toko modern ke toko tradisional. Peralihan itu dianggap sebagai solusi uang ketat di dalam keluarga. Akibatnya, penjualan barang konsumen melalui toko tradisional meningkat sangat tinggi, 19,6%.


(21)

4

Gambar 1.

Jumlah Kunjungan, Besaran Belanja Per Kunjungan, dan Rata-rata Total Belanja Per Kunjungan

Sumber: MIX 2013 berdasar data Nielsen Media Research, 2014.

Berdasarkan data Homepanel Nielsen di lima kota besar di Indonesia, angka

penetrasi ke toko tradisional, jumlash kunjungan, besaran belanja perkunjungan, dan rata-rata total belanja per rumah tangga, semuanya meningkat. Namun ada yang perlu di khawatirkan olehHypermarketkarena berdasarkan gambar diatas menunjukkan konsumen berhati-hati dalam membelanjakan uangnya di Hypermarket.

Kehati-hatian konsumen dalam membelanjakan uangnya merupakan ancaman bagi bisnis berkonsep hypermarket karena pada masa resesi, konsumen mengurangi belanjanya di toko yang berformat besar ini. Apalagi persaingan ini tidak hanya pada perusahaan dengan format yang sama dan kompetisi antara tipe ritel yang sama


(22)

5

(intratype), namun persaingan yang dihadapi oleh hypermarket juga dengan tipe ritel yang berbeda (intertype)

Persaingan merupakan hal yang pasti mesti dihadapi oleh perusahaan terlebih ritel berformat hypermarket karena jumlahnya yang makin banyak. Menurut Lemon, Rust dan Zeithalm (dalam Pratikno, 2003) Perusahaan dimanapun akan dihadapkan pada ancaman-ancaman produk-produk komoditas yang mana perusahaan lain akan dengan mudah memasuki pasar dengan menyediakan produk atau jasa kepada konsumen secara lebih baik, lebih cepat, atau lebih murah, hal ini akan

mengakibatkan perusahaan tersebut sulit untuk memenangkan konsumen. Karena persaingan bisnis yang ada sekarang ini menjadi sangat sengit“orang bisa bilang bahwa bisnis adalah Darwinian:survival of the fittest. Siapa tak sanggup silahkan minggir!” Sudarmadi (2009). Menanggapi hal tersebut, maka para pemasar harus melakukan strategi-strategi yang berkaitan dengan upayanya untuk dapat tetap bertahan hidup.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi Hypermart cabang Central Plaza Bandar Lampung. Dasar pertimbangannya adalah Hypermart cabang Central Plaza merupakan salah satu jenis bisnis ritel yang terletak di pusat Kota Bandar Lampung sehingga selalu ramai dipadati oleh pengunjung terutama pada saat akhir pekan, dengan demikian Hypermart dipandang sangat representatif untuk mewakili pasar modern di Bandar Lampung.

Ketatnya persaingan ritel yang ada di Bandar Lampung menuntut Hypermart untuk terus bersaing menentukkan strategi agar penjualan perusahaan semakin meningkat. Adapun data jumlah penjualan di Hypermart Central Plaza selama sepuluh bulan terakhir yang dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :


(23)

6

Tabel 2 : Nilai Penjualan Hypermart Central Plaza Pada Bulan Januari 2013 -Oktober 2013

Bulan Penjualan

Januari Rp 6.329.764.720 Februari Rp 8.454.485.103 Maret Rp 9.192.286.359 April Rp 9.324.909.102 Mei Rp 9.547.912.366 Juni Rp 10.705.965.280 Juli Rp 12.238.915.320

Agustus Rp 11.605.142.041

September Rp 10.197.917.356 Oktober Rp 11.508.616.313

Sumber : Data Hypermart Central Plaza, November (2014)

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa terjadi penurunan dua bulan berturut-urut pada bulan Agustus dan September.Stimuliyang kurang baik di dalam Hypermart cabang Central Plaza dapat membuat konsumen untuk tidak melakukan pembelian

berikutnya. Masalah yang timbul adalah bagaimana menjaring konsumen atau menimbulkan minat konsumen untuk melakukan pembelian secaraimpulsif. Strategi yang paling penting yang harus dilakukan oleh pemasar khususnya di toko ritel modern adalah dengan memiliki pengetahuan tentang perilaku belanja

konsumen/pelanggan yang menjadi pasar sasaran di toko ritel modern

(swalayan/self-service). Pengetahuan tentang perilaku konsumen merupakan kunci dalam memenangkan persaingan di pasar. Konsumen merupakan penyampai pesan yang jelas akan suatu produk atau jasa dapat dikatakan sukses atau tidak. Konsumen dalam melakukan tindakan-tindakannya dalam usaha memperoleh, menggunakan,


(24)

7

menentukan produk/jasa termasuk pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikutinya dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Menurut Fandy Tjiptono (2005): Salah satu faktor fundamental dalam studi perilaku konsumen adalah premis bahwa“people often buy product not for what they do, but for what they mean”. Artinya, konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu (seperti citra diri, gengsi, bahkan kepribadian). Oleh karena itu, kajian akan perilaku konsumen perlu dipelajari sebagai langkah bagi pelaku usaha di dunia ritel modern untuk mengetahui bagaimana perilaku konsumen di dalam toko ritel modern. Dan selanjutnya bisa dijadikan referensi untuk membuat strategi pemasaranyang baik.

Perilaku konsumen yang menarik di dalam toko ritel modern yaitu adanya perilaku impulse buyingatau yang biasa disebut pemasar dengan pembelian yang tidak direncanakan.Impulse buyingadalah bagian dari sebuah kondisi yang dinamakan “unplanned purchase” atau pembelian yang tidak direncanakan yang kurang lebih adalah pembelanjaan yang terjadi ternyata berbeda dengan perencanaan

pembelanjaan seorang konsumen. Rook dan Fisher (Negara dan Dharmmesta, 2003) mendefinisikan impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, sesuai dengan suasana hati.

Seperti yang sebagian besar orang alami mereka seringkali berbelanja melebihi apa yang direncanakan semula. Bahkan kadang tak sedikit membeli barang-barang yang tidak masuk dalam daftar belanja yang sudah dipersiapkan (dalam Purjono, 2007). Ini merupakan indikator positif bahwa masyarakat indonesia adalah masyarakat yang suka membeli produk yang tak terencana.


(25)

8

Menurut Engel,etal. (1995)“Mayoritas pembelian dipasar swalayan dilakukan dengan cara impulse, khusunya bila pemaparan sebelumnya terhadap iklan telah membangun semacam pengenalan mereka.” Pernyataan ini di perkuat lewat hasil dari sebuah survey yang dilakukan oleh AC Nielsen terhadap pembelanja di sebagian besarsupermarketatauhypermarketdibeberapa kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya, berdasarkan survey tersebut sekitar 85 persen pembelanja terkadang atau selalu membeli tidak direncanakan (lihat gambar 1.2). Sedangkan jumlah pembelanja yang melakukan pembelian sesuai dengan rencana dan tidak terdorong untuk membeli item tambahan hanya berkisar 15 persen saja. Hanya di Bandung yang jumlahnya sedikit lebih besar yaitu sekitar 17 persen namun perbedaannya tidak terlalu banyak.

Gambar 2

Perilaku Belanja Konsumen di Toko Ritel Modern

Sumber: MIX 2013 berdasar data Nielsen Media Research, 2014.

Perilaku pembelian yang tidak direncanakan (unplanned buying) atau pembelian impulsif merupakan sesuatu yang menarik bagi produsen maupun pengecer, karena merupakan


(26)

9

pangsa pasar terbesar dalam pasar modern. Tentunya fenomena“impulse buying” merupakan sesuatu yang harus diciptakan. Menciptakan ketertarikan secara emosional diibaratkan seperti memancing gairah konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah produk atau merek tertentu. Konsumen yang tertarik secara emosional (terutama untuk produklow involvement) seringkali tidak lagi melibatkan rasionalitas dalam proses pengambilan keputusan pembelian.

Konsumen sebagai pengambil keputusan pembelian atau yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan tersebut, perlu dipahami melalui suatu penelitian yang teratur. Strategi yang tepat dan trik khusus perlu di miliki, tentunya faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukanimpulse buyingperlu di ketahui oleh pemasar supaya pengorbanan yang besar terutama untuk biaya promosi bisa terbayar dan tidak menjadi sia-sia.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu seperti Rachmawati (2009), Premananto (2007) dan Semuel (2005) mengemukakan bahwa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukanimpulse buyingdiantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang ada pada diri

seseorang yaitu pada suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah di dorong sifat hedonis atau tidak. Dan faktor eksternal yang mempengaruhiimpulse buying yaitu pada lingkungan toko dan promosi yang ditawarkan oleh toko.

Beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Rachmawati (2009) menunjukkan bahwa faktor internal seperti pengalaman belanja dan emosi positif secara positif dan signifikan mempengaruhi pembelian impuls, sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Premananto (2007) bahwa emosi seseorang saat berbelanja memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kecenderungan melakukan pembelianimpuls.


(27)

10

Pada penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2005) Kondisi lingkungan belanja secara positif dan signifikan mampu mendorong mereka untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan, penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Gutierrez (2002) yang menunjukkan bahwa lingkungan toko ritel mampu mempengaruhi pembelian impuls.

Beberapa penelitian lainnya seperti yang dilakukan oleh Sullivan dan Mauss (2008) menunjukkan tidak ada korelasi positif antara stress, emosi danimpulse buying. Penelitian yang dilakukan oleh Gutierrez (2004) menunjukkan tidak adanya

hubungan antara strategi pencarian hedonis dengan pembelian impuls, Dan penelitian yang dilakukan oleh Tendai dan Crispen (2009) juga menunjukkan hasil yang negatif pada hubungan antaraIn-store shopping environmentatau lingkungan belanja

denganimpulsive buying, dalam penelitian Esch et, al. (2003) menunjukkan personal selling tidak memiliki korelasi positif denganimpulse buying, penelitian tersebut sesuai dengan yang dilakukan Mattila dan Wirtz (2007) yang menunjukkan kegagalan peran stimulan toko dan faktor sosial seperti bantuan karyawan/SPG terhadap pembelian impuls.

Ada perbedaan penelitian yang beraneka ragam yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor internal dan eksternal pada seseorang yang menyebabkan mereka terdorong untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan.

Dari uraian tersebut, maka dalam penelitian ini dipilih judul :Pengaruh Emosi Positif, Lingkungan dan Pengalaman Belanja TerhadapImpulse BuyingPada


(28)

11

B. Perumusan Masalah

Persaingan ketat yang terjadi di gerai ritel modern (Tabel 2.) akibat dari semakin tumbuhnya ritel modern menyebabkan perusahaan perlu menggunakan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan agar dapat tetap bertahan hidup. terutama di masa resesi dimana konsumen sebagian besar beralih ke toko tradisional sebagai solusi uang ketat, yang imbasnya paling dirasakan oleh Hypermarket.

Hypermarket yang merupakan format ritel paling besar tentunya perlu melakukan strategi yang baik untuk mempertahankan bisnisnya terutama pada masa resesi. Strategi yang tepat bagi toko ritel modern adalah melalui pemahaman pada

pemasaran yang berorientasi pada pasar yang mensyaratkan pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen.

Impulse buyingmerupakan keunggulan yang dimiliki olehHypermarketyang perlu di pertahankan terutama dimasa resesi yang menyebabkan berkurangnya jumlah produk yang dibelanjakan oleh konsumen. Pembeli akan berupaya menghemat pembelian mereka dan mengurangi pembelian impuls dimasa resesi. Maka peritel mesti terus mengupayakan untuk meningkatkan stimulan didalam toko untuk semakin meningkatkan pembelian impuls. Sehingga perusahaan tetapsurvivedan unggul dalam persaingan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dalam mengungkapkan hubungan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang mampu mendorong terjadinya pembelian impuls. Terdapat perbedaan hasil yang diperoleh oleh beberapa peneliti. Beberapa peneliti menemukan korelasi positif antara faktor internal (emosi positif danhedonic shopping value)dan faktor eksternal (respon lingkungan belanja dan


(29)

12

interaksi antara pelanggan dan pelayan toko) dengan pembelian impuls, sedangkan penelitian lainnya menunjukkan hasil yang negatif.

Masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah adanya solusi uang ketat dalam berbelanja diHypermarketBandar Lampung sebagai imbas dari masa resesi yang kemudian menyebabkan konsumen mengurangi pembelian impuls. Dan adanya perbedaan dari hasil penelitian yang dilakukan untuk menilai faktor-faktor apa yang mempengaruhi konsumen dalam melakukanimpulse buying.( Tabel 1 )

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka dapat ditarik rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Apakah Emosi Positif mempunyai pengaruh terhadap keputusanImpulse Buying? 2. Apakah Respon Lingkungan Belanja mempunyai pengaruh terhadapImpulse Buying?

3. Apakah Pengalaman Belanja mempunyai pengaruh terhadapImpulse Buying?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumen melakukanimpulse buyingdi dalam toko ritel modern, dalam hal ini faktor-faktor yang akan diteliti adalah faktor emosi positif, respon lingkungan belanja, interaksi antara pelanggan dan pelayan toko, danhedonic shopping value.


(30)

13

Manfaat Penelitian : 1. Bagi Dunia Usaha :

Memberikan informasi yang akurat kepada kalangan dunia usaha yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan usaha.

2. Bagi Peneliti :

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang secara potensial dapat menyebabkan konsumen melakukanimpulse buying.

3. Bagi Pemasar :

Sebagai penelitian empiris, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi para pemasar produk yang rentan terhadapimpulse buying. Temuan dari penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemasar dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat.

4. Bagi Akademisi :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kerangka teoritis tentang perilakuimpulse buyingyang dilakukan konsumen serta faktor-faktor penyebabnya dan nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran

Belanja impulsif adalah spontanitas dan keputusan mendadak dimana konsumen tidak secara aktif melihat lebih rinci produk-produk yang dibeli dan tanpa rencana awal (Kollat dan Willet, 1967; Rook 1987; Rook dan Fisher 1995; Verplanken dan Herabadi, 2001 dalam penelitian Bong, 2011). Teori ini menekankan pada keputusan


(31)

14

pembelian konsumen di saat melihat penampilan produk-produk dan secara spontan konsumen membuat keputusan membeli produk tersebut. Oleh sebab itu toko-toko ritel harus mempersiapkan kondisi toko secara hati-hati dan menarik, dari segi pemajangan produk, pengelompokan produk, jalur jalur pola rak pajangan, alur pajangan untuk kenikmatan penjelajahan dalam toko, musik, wewangian, cahaya lampu, dan lain-lain pembangkit selera konsumen (Mattila dan Wirtz, 2007 dalam penelitian Bong, 2011). Semua ini membantu menciptakan stimulasi minat

penjelajahan, menciptakan kenyamanan untuk berlama-lama dalam toko, dan tentunya lingkungan toko keseluruhan memengaruhi calon konsumen mengambil keputusan berbelanja secara impulsif sebanyak mungkin. Pembelian secara mpulsive seringkali dilakukan untuk memuaskan kebutuhan akan kesenangan atau hedonis (Hausman, 2000 dalam penelitian Bong, 2011). Menurut R.Singh (2006) dalam penelitian Bong (2011) mengatakan bahwa perasaan berdasarkan emosional, ditambah denganeye catchingkonsumen terhadap produk-produk terpajang dalam toko adalah kondisi yang membantu terjadinya perasaan terdesak untuk belanja impulsif itu muncul (felt urge to buy impulsively).Felt Urge To Buy Impulsively adalah tahap awal kesiapan mental konsumen yang merupakan momentum mutlak yang mendorong terjadinya belanja impulsif.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengembangkan model teoritik yang menghubungkan variabel-varibel dari beberapa teori perilaku belanja impulsif, yaitu model penelitian Singh (2006); Mattila dan Wirzt (2007); Rook dan Fisher (1995); serta Hausman (2000) dalam penelitian Bong (2011). Di dalam membangun model penelitian ini, penulis mengikuti penelitian terdahulu oleh Bong (2011) maka konstrukIn-store stimuliini di ukur dengan mempergunakan indikator-indikator


(32)

15

yang dirujuk dari penelitian Singh (2006); Mattila dan Wirzt (2007). Kontruk in-store stimulidiukur dengan 12 (dua belas) indikator. Berdasarkan penelitian Bong (2011), kontrukimpulse buyingdiukur dengan menggunakan 8 (delapan) indikator yang dirujuk dari penelitian Rook dan Fisher (1995); serta Hausman (2000).

( Gambar 3. Kerangka Penelitian )

E. Hipotesis Penelitian:

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Emosi Positif mempunyai pengaruh positif terhadap keputusanImpulse Buying. 2. Lingkungan Belanja mempunyai pengaruh positif terhadapImpulse Buying. 3. Pengalaman Belanja mempunyai pengaruh positif terhadapImpulse Buying.

Emosi Positif (X1) Assael (2001)

Lingkungan Belanja ( X2) Assael (2001)

Pengalaman Belanja ( X3) Assael (2001)

Impulse Buying (Pembelian Spontanitas/Y)


(33)

16

II . LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemasaran

Pemasaran sebagai proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan,

penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain (Tjiptono, 2008). Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2005)Marketing is a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want throught creating, offering, and freely exchanging products and services of values with others.Dengan kata lain pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan jalan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Dua definisi tersebut menyimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial. Definisi sosial menunjukkan peran yang dimainkan oleh pemasaran di masyarakat. Seorang pemasar mengatakan bahwa peran pemasaran adalah menghasilkan standar yang lebih tinggi. Untuk definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk (Kotler, 2003).


(34)

17

B. Bauran Pemasaran

Kunci sukses untuk mengembangkan strategi pemasaran yaitu mempertahankan bauran pemasaran yang tepat yang memuaskan pelanggan sasaran dan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Bauran pemasaran mencakup empat macam aktivitas pemasaran utama yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu dalam lingkungan pemasaran yang dinamis (Kotler, 2003).

Produk adalah barang, jasa, atau ide yang memiliki atribut tangible (berwujud) atau intangible (tidak berwujud) yang memberikan kepuasan dan manfaat pada konsumen. Produk merupakan variabel yang penting dari bauran pemasaran karena jika produk yang ditawarkan oleh perusahaan tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen maka penjualan produk tersebut akan sulit dan daur hidup produk menjadi lebih singkat.

Harga merupakan nilai yang ditempatkan pada produk atau jasa yang ditukarkan antara pembeli dan penjual. Pembeli akan menukarkan sumber daya yang dimilikinya (dalam bentuk pendapatan, kredit, kekayaan) untuk mendapatkan kepuasan atau manfaat produk. Pemasar menganggap harga sebagai elemen kunci dari bauran pemasaran karena harga berhubungan secara langsung dengan pendapatan dan profit yang didapat oleh perusahaan. Harga merupakan elemen marketing mix yang paling fleksibel karena harga dapat diubah dengan cepat untuk menstimulasi permintaan atau merespon tindakan pesaing.


(35)

18

Distribusi berarti membuat produk tersedia bagi konsumen baik dalam hal jumlah maupun lokasi yang diinginkan. Produk terbaik apapun di dunia tidak akan sukses tanpa adanya usaha dari perusahaan untuk membuat produk tersebut tersedia

dimanapun dan kapanpun pelanggan ingin membelinya. Perantara seperti wholesaler (grosir) dan retailer (pengecer) melakukan banyak aktivitas yang diperlukan untuk memindahkan produk secara efisien dari produsen ke konsumen atau pembeli industri. Keputusan distribusi merupakan keputusan yang sangat tidak fleksibel karena membutuhkan komitmen sumberdaya dan menentukan hubungan kontrak, karenanya keputusan sulit dan tidak mungkin diubah.

Promosi merupakan bentuk komunikasi persuasif yang mencoba untuk mendorong pertukaran pemasaran dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, dan

organisasi untuk menerima barang, jasa, dan ide. Promosi mencakup periklanan, penjualan pribadi, publisitas, dan promosi penjualan. Dalam merencanakan aktivitas promosi, pendekatan integrated marketing communication (mengkoordinasi elemen bauran pemasaran promosi dan mensinkronisasi promosi sebagai satu kesatuan) dapat menghasilkan pesan yang diinginkan bagi pelanggan.

C. Perilaku Konsumen

Pemasar telah menyadari bahwa efektivitas mereka dalam memenuhi kebutuhan konsumen secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas. Semakin baik mereka memahami faktor-faktor yang mendasari perilaku konsumen, semakin baik mereka dapat mengembangkan strategi pemasaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Di masa lalu, banyak perusahaan bisnis yang tidak terlalu peduli dengan pemahaman perilaku konsumen. Mereka lebih terfokus pada hasil penjualan


(36)

19

pelacakan dengan sedikit perhatian mengapa konsumen melakukan apa yang mereka lakukan. Tapi seperti kompetisi yang kaku, lingkungan pemasaran telah

menyebabkan manajer pemasaran menganalisis lebih dekat faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen. Sekarang manajer yang bersangkutan dengan memberikan manfaat bagi konsumen, belajar tentang konsumen dan mengubah sikap, dan mempengaruhi persepsi konsumen.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai perilaku yang menampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Kotler, 2003). Perilaku konsumen juga dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu yang terlibat dalam mengevaluasi,

memperoleh, menggunakan, atau membuang barang dan jasa. Studi perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu membuat keputusan untuk menghabiskan sumberdaya yang tersedia, yang uang, waktu dan juga upaya, pada item terkait konsumsi. Memahami perilaku konsumen dan "mengetahui pelanggan" tidak pernah sederhana (Kotler, 2003). Pelanggan dapat mengatakan satu hal tetapi melakukan hal yang lain. Mereka mungkin tidak berhubungan dengan motivasi yang lebih dalam. Mereka mungkin menanggapi pengaruh yang mengubah pikiran pada menit terakhir.

Menurut Assael (2001), ada dua pendekatan yang luas untuk mempelajari perilaku konsumen. Sebuah pendekatan manajerial tinjauan perilaku konsumen sebagai ilmu sosial terapan. Hal ini dipelajari sebagai tambahan dan dasar untuk mengembangkan strategi pemasaran. Sebuah pendekatan holistik tinjauan perilaku konsumen


(37)

20

merupakan fokus sah penyelidikan dan dirinya sendiri tanpa perlu diterapkan untuk pemasaran.

Titik awal untuk memahami perilaku pembeli adalah model stimulus-respon yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Rangsangan pemasaran dan lingkungan masukkan kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli antara datangnya stimulus luar dan keputusan pembelian. Sebuah perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh budaya, sosial, pribadi, dan faktor-faktor psikologis. Mengerahkan faktor budaya yang paling luas dan paling dalam pengaruh (Kotler, 2003).

D. Impulse Buying

Mayoritas pembelian dipasar swalayan dilakukan dengan cara impuls, khusunya bila pemaparan sebelumnya terhadap iklan telah membangun semacam pengenalan mereka (Engel,etal., 1995).Menurut Premananto (2007) Pembelian impulsif adalah sebagian dari pembelian yang tidak terencana, disebabkan oleh ekspose dari stimulus dan diputuskan langsung di lokasi belanja. Thomson,etal. dalam Yusrianti (2008), mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan

pengalaman emosional lebih daripada rasional, sehingga tidak sebagai suatu sugesti, menurut penelitian Rook dalam Engel,etal. (1995), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik ini:

1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung ditempat penjualan.


(38)

21

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan,” “menggetarkan,” atau “liar.”

4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.

Perspektif mengenaiimpulse buyingyang paling dasar berfokus pada faktor eksternal yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Menurut Bong (2011) faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi pembelian impulsif antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, distribusi masal, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, displai toko yang menyolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil dan kesenangan untuk mengoleksi.

Dengan dasar penjelasan di atas makaimpulse buyingmerupakan kegiatan untuk berbelanja tanpa kontrol diri dengan sedikit atau tanpa pertimbangan mendalam. Alasannya adalah pengalaman emosional yang lebih daripada rasional, karenanya pembelian pun dilakukan. Sehingga kebanyakan pembelian dilakukan pada barang-barang yang tidak di perlukan.

Kategori pembelian impulsif dapat dibagi menjadi empat klasifikasi sebagai berikut ini:

1. Pure impulse, pembelian dilakukan murni tanpa rencana atau terkesan mendadak. Biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di toko dan muncul keinginan untuk memilikinya saat itu juga.


(39)

22

2. Reminder impulse, pembelian dilakukan tanpa rencana setelah diingatkan ketika melihat iklan atau brosur yang ada di pusat perbelanjaan.

3. Suggestion impulse,pembelian dilakukan tanpa terencana pada saat berbelanja di pusat perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena diyakinkan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat belanja.

4. Planned impulse, pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah

direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

E. Emosi Positif

Pada dasarnya pendekatan psikologi mengajukan pandangannya mengenai perilaku manusia bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Hal tersebut diantaranya dapat dilihat dari formulasi yang dilakukan Lewin (dalam Negara dan Dharmmesta, 2003) dari hasil formulasi tersebut ditemukan bahwa perilaku merupakan fungsi dari kepribadian dan lingkungan. Dari hubungan ketiganya kemudian diamati lebih mendalam oleh Mehrabian dan Russel dengan memasukkan variable mediasi yakni faktor emosi individu. Hal ini sejalan dengan paradigma S-O-R yang mendasarinya. Taman dalam Tirmizi,etal. (2009) menemukan hubungan positif emosi positif, keterlibatan dan mode fashion yang berorientasiimpuls membeli dengan dorongan keseluruhan perilaku pembelian dari konsumen.

Menurut Park,etal. (2006) emosi adalah sebuah efek dari mood yang merupakan faktor penting konsemuen dalam kputusan pembelian. Faktor perasaan/emosi


(40)

23

merupakan konstruk yang bersifat temporer karena berkaitan dengan situasi atau objek tertentu. Perasaan seperti jatuh cinta, sempurna, gembira, ingin memiliki, bergairah, terpesona, dan antusias, dari berbagai studi, disinyalir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kecenderungan melakukanimpulse buying

(Premananto, 2007). Emosi positif didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan yangmenentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan Tellegen dalam Tirmizi,etal., 2009).

Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan dengan keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli yang ada dan emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh Shiv dan Fedorikhin dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan emosi menjaditask-induced affect

yang dinyatakan sebagai ‘affective reaction that arise directly from the decision task itself’ danambient affectyang dinyatakan sebagai ‘affective states that arise from background condition such as fatigue and mood.’

Emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong konsumen untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan yang mendahuluinya dan sebaliknya emosi yang negatif dapat mendorong konsumen untuk tidak melakukan pembelianimpuls(Premananto, 2007).

F. Respon Lingkungan Belanja

Dalam penelitian ini lingkungan mengacu pada rangsangan fisik dan sosial yang ada di dalam toko ritel modern, termasuk objek fisik (produk dan toko), hubungan ruang (lokasi toko, produk dalam toko) dan perilaku sosial dari orang lain (siapa saja yang ada disekitar dan apa saja yang mereka lakukan), karena hal tersebut merupakan


(41)

24

bagian penting yang perlu diciptakan pemasar untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Menurut Paul Peter dan Jerry Olson (1999), lingkungan terdiri dari dua macam, yaitu: Lingkungan makro dan lingkungan mikro. Faktor-faktor lingkungan makro seperti iklim, kondisi ekonomi, sistem politik, dan kondisi alam mempunyai pengaruh umum atas perilaku, seperti ketika keadaan ekonomi mempengaruhi jumlah belanja rumah tangga, mobil, dan barang, sedangkan, faktor-faktor lingkungan mikro yang berhubungan dengan aspek nyata fisik dan sosial lingkungan seseorang

berpengaruh langsung pada perilaku spesifik konsumen, pendapat, dan perasaan. Peter dan Olson (1999) juga membagi lingkungan menjadi dua aspek dan dimensi yaitu aspek lingkungan sosial dan aspek lingkungan fisik. Aspek lingkungan fisik termasuk semua yang bukan manusia, yang dapat dibagi menjadi elemen yang mempunyai ruang atau tidak mempunyai ruang.

Park dan Lennon (2006) menyatakan bahwa respon afektif lingkungan atas perilaku pembelian dapat diuraikan oleh 3 variabel yaitu:pleasure, arousal dan dominance. Pleasuremengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh

kegembiraan, bahagia yang berkaitan dengan situasi tersebut.Pleasurediukur dengan penilaian reaksi lisan ke lingkungan (bahagia sebagai lawan sedih,

menyenangkan sebagai lawan tidak menyenangkan, puas sebagai lawan tidak puas, penuh harapan sebagai lawan berputus asa, dan santai sebagai lawan bosan).

Konseptualisasi terhadappleasuredikenal dengan lebih suka, kegemaran, perbuatan positif.

Arousalmengacu pada tingkat dimana seseorang merasakan siaga, digairahkan atau situasi aktif.Arousalsecara lisan dianggap sebagai laporan responden, seperti pada


(42)

25

saat dirangsang, ditentang, dan diperlonggar dan dalam pengukurannya digunakan metode semantik differential, dan membatasi arousal sebagai sebuah keadaan perasaan yang secara langsung ditaksir oleh laporan verbal. Beberapa ukuran nonverbal telah diidentifikasi dapat dihubungkan den sesungguhnya membatasi sebuah ukuran dariarousaldalam situasi sosial.

Dominanceditandai dengan laporan responden yang merasa dikendalikan sebagai lawan mengendalikan, mempengaruhi sebagai lawan dipengaruhi, terkendali sebagai lawan diawasi, penting sebagai lawan dikagumi, dominan sebagai lawan bersikap tunduk, dan otonomi sebagai lawan dipandu.

G. Pengalaman Belanja (Hedonic Shopping Value)

Hedonic shopping valuemerupakan bagian dari instrumen pengalaman belanja. Menurut Negara dan Dharmmesta (2003) Pengalaman belanja adalah cerminan dari instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan(hedonic shopping value), nilai yang mencerminkan instrumen manfaat belanja(utilitarian shopping value)dan tingkat sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang(resources expenditure).

Hedonic shopping valuemenurut Semuel (2005) mencerminkan instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan dan hal-hal baru. Konsumsi hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan denganmulti-sensory, fantasi dan konsumsi emosional yang dikendalikan oleh manfaat seperti kesenangan dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis (Hirschman dan Holbrook dalam Rachmawati, 2009).


(43)

26

Tawar dan menawar adalah dua pengalaman berbelanja yang berhubungan dengan kenikmatan dalam berbelanja (Sherry dalam Rachmawati, 2009), oleh karena itu disarankan bahwa pengalaman pembelian mungkin adalah lebih penting dibanding memenuhi keinginan hedonis berhubungan dengan konsumsi hedonis

(Hausman,2000; Piron (1991), Rook,1987 dalam Park,et.al.,2005 dalam Rachmawati, 2009).

Menurut Rachmawati (2009) konsumen lebih mungkin terlibat dalamimpulse buying ketika mereka termotivasi oleh keadaan hedonis atau alasan ekonomi, seperti

kesenangan, fantasi dan sosial atau kepuasaan emosional. Menurutnya pula sejak tujuan pengalaman belanja untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan dibeli ini nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan mereka menghadirkan suatu peristiwaimpulse buying.


(44)

27

III . METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Sumber Data Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan melakukan penggambaran atau pemaparan tentang variabel-variabel yang diteliti yang selanjutnya mencoba untuk menarik kesimpulan.

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Sekunder : hasil survei dan analisis yang dilakukan beberapa

lembaga yang terkait, yang didapatkan dari berbagai artikel di website berkenaan dengan topik penelitian. Data sekunder digunakan sebagai data pendukung untuk latar belakang penelitian.

2. Data Primer : hasil survei penulis yang didapatkan dari penyebaran kuesioner terhadap sampel dari populasi random dari seluruh konsumen Hypermart Central Plaza cabang Bandar Lampung.


(45)

28

B. Populasi dan sampel Populasi

Populasi menurut Arikunto (2006:130) merupakan keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian kuantitatif, masalah yang sering dihadapi peneliti umumnya berkaitan dengan populasi yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen Hypermart Central Plaza cabang Bandar Lampung.

Sampel

Metode yang di gunakan dalam pengambilan sampel menggunakan metodenon probability samplingtipepurposive samplingyaitu pengambilan sampel yang membatasi pada ciri-ciri khusus seseorang yang memberikan informasi yang

dibutuhkan dengan cara menentukan responden atau konsumen yang telah berbelanja di Hypermart cabang Central Plaza Bandar Lampung. Penentuan subjek untuk

dijadikan sampel atau responden dilakukan secarapurposive samplingdengan kriteria:

1) Konsumen Hypermart yang pernah dan sedang berbelanja minimal dua kali pembelian atau lebih di Hypermart.

2) Berdomisili di Bandar Lampung. 3) Bersedia menjadi responden

Menurut Arikunto (2006:130) ukuran populasi dalam penelitian ini sangat banyak dan tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh karena itu besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 responden.


(46)

29

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis tempuh dalam usaha memperoleh daya yang relevan untuk pemecahan dan penganalisaan permasalahan. Data-data tersebut dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu:

1. Penelitian Pustaka(Library research),yaitu pengumpulan data teoritis dengan cara menelaah berbagai literatur dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan masalah yang di teliti.

2. Penelitian lapang(Field research),yaitu dengan cara : Wawancara dan Observasi

Penelitian yang dilakukan melaluiliteratureserta wawancara langsung dengan konsumen serta melihat dan merasakan langsung kondisi sarana dan prasarana Hypermart cabang Central Plaza Bandar Lampung.

Kuisioner

Pengumpulan data dengan cara memberikan daftar isian kepada responden secara langsung.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Pengertian dari variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi-informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2000). Sedangkan, definisi operasional berarti definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberi suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Arikunto (2006). Dalam


(47)

30

Variabel independen dilambangkan dengan X sedangkan variabel dependen

dilambangkan dengan Y. Dan masing-masing variabel memiliki definisi operasional, Definisi operasional variabel penelitian ini kemudian diuraikan menjadi indikator empiris (IE). Variabel-variabel, definisi operasional, indikator empiris, dan pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini dapat di lihat pada tabel 3.1 di bawah.

Tabel 3.

Variabel penelitian dan definisi Operasional

Variabel Definisi Variabel Indikator Pengukuran Emosi Positif (X1) Perasaan atau mood yang

dialami seseorang yang membawa dampak pada keinginan yang sangat besar untuk melakukan impulse buying.

Perasaan penuh kegembiraan Perasaan puas saat

berbelanja Perasaan penuh

semangat

Menggunakan skala likert 1-5.

Respon Lingkungan Belanja (X2)

Reaksi individu terhadap lingkungan belanja yang dikenal dengan pengertian lebih suka, kegemaran, dan perbuatan positif (pleasure), suatu tingkat dimana seseorang merasakan siaga, digairahkan atau situasi aktif (arousal) dan perasaan dikendalikan sebagai lawan mengendalikan

(Dominance)

Kesediaan untuk membeli

Kenyamanan di dalam toko

Kesediaan berinteraksi dengan pelayan toko

Menggunakan skala likert 1-5.


(48)

31

Pengalaman Belanja (X3)

Cerminan dari potensi belanja den nilai emosi pelanggan dalam berbelanja

• Belanja sebagai alat refreshing.

• Belanja merupakan alat pembunuh waktu yang menyenangkan

• Belanja untuk alasan keinginan bukan kebutuhan

Menggunakan skala likert 1-5..

Impulse Buying(Y) Tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko.

• Spontanitas pembelian.

• Tidak

mempertimbangkan konsekuensi

• Tidak dapat menolak keinginan

Menggunakan skala likert 1-5..

E. Pengukuran Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner. Di dalam melakukan penelitian, peneliti memberikan skor untuk

mengukur variabel-variabel yang akan diteliti. Pemberian skor ditentukan dengan skala Likert interval Sugiyono (2008) . Adapun skor jawaban dari item pertanyaan mempunyai bobot sebagai berikut :

1. Sangat setuju diberi bobot 5

2. Setuju diberi bobot 4

3. Netral diberi bobot 3

4. Tidak setuju diberi bobot 2


(49)

32

Instrumen penelitian (kuisioner) yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner perlu dilakukan pengujian atas kuisioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Karena validitas dan reliabilitas ini bertujuan untuk menguji apakah kuesioner yang disebarkan untuk mendapatkan data penelitian adalah valid dan reliabel, maka untuk itu, penulis juga akan melakukan kedua uji ini terhadap instrumen penelitian

(kuisioner).

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden. Instrumen yang dibuat sebelum disebarkan kepada responden yang menjadi sampel penelitian harus diuji kevalidan dan kerelibelannya melalui analisis faktor, agar daftar pertanyaan yang dibuat tersebut benar-benar mampu menguak data sehingga mampu menjawab permasalahan hingga tujuan penelitian tercapai.

Uji validitas ini dimaksudkan untuk memastikan seberapa baik suatu instrumen mengukur konsep yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur secara tepat dan benar. Dengan

mempergunakan instrumen penelitian yang memiliki validitas yang tinggi, hasil penelitian mampu menjelaskan masalah penelitian sesuai dengan keadaan atau kejadian yang sebenarnya dengan signifikansi dibawah 0,05 danKaiser-Meyer-Olkin (KMO) sertaMeasure of Sampling Adequacy(MSA) minimal 0.5 dinyatakan valid dan sampel bisa di analisis lebih lanjut.


(50)

33

Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur (instrumen) yang digunakan dapat dipercaya atau dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan ketepatan pengukuran. Uji reliabilitas menggunakan koefisien Croanbach’s Alpadengan bantuan SPSS. Pengujian reliabilitas dilakukan dalam tahapan yaitu dengan membandingkan nilai padaCroanbach’s Alpadengan nilai padaCroanbach’s Alpa if item deleted.Apabila ada pernyataan yang memiliki nilai Croanbach’s Alpa if item deletedlebih besar dari padaCroanbach’sAlpamaka pernyataan tersebut tidak reliabel dan harus dilakukan pengujian selanjutnya

sehingga tidak ada pernyataan yang memiliki nilaiCroanbach’s Alpa if item deleted yang lebih besar dariCroanbach’s Alpa.Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden konsumen Hypermart cabang Central di Bandar Lampung. Hasil uji realibilitas dengan nilaiCroanbach’s Alpa> 0.5 = Reliabel.

G. Teknik Analisis Data

Agar data yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan, maka data tersebut diolah dan dianalisis terlebih dahulu sehingga nantinya dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.

Alat analisis yang digunakan antara lain :

a. Analisis Kualitatif

Data kualitatif yaitu data penelitian yang bukan angka, yang sifatnya tidak dapat dihitung berupa informasi atau penjelasan yang didasarkan pada pendekatan teoritis dan penilaian logis. Analisis kualitatif digunakan untuk memberikan gambaran secara


(51)

34

diskriptif tentang tanggapan yang diberikan responden pada kuisoner atau daftar pertanyaan yang diberikan dan dihubungkan dengan teori pemasaran atau

pendekatan-pendekatan yang berkaitan dengan hubungan kepercayaan konsumen dalam memutuskan pembelian.

b. Alat Analisis Kuantitatif

Analisis kuantiatif adalah analisis yang digunakan terhadap data yang berwujud angka–angka dan cara pembahasannya dengan uji statistik. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear sederhana.

Analisis regresi linier sederhana adalah hubungan secara linear antara satu variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen apakah positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.

Y = a + b1X1+ b2X2+b3X3+ε

Keterangan :

Y = Impulse Buying

X1 = Emosi Positif

X2 = Lingkungan Belanja

X3 = Pengalaman Belanja

b = Koefisien regresi variabel In-store Stimulus

a = Konstanta


(52)

0

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik kesimpulan :

1. Emosi positif, Lingkungan Dan Pengaalaman Belanja memiliki pengaruh yang positif terhadap impulse buying pada Hypermart Bandar Lampung, Dengan nilai R Sequre 48,60%.

2. Variabel emosi positif (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying,hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,015.Maka hipotesis pertama (H1) yaitu, Emosi Positif mempunyai pengaruh positif terhadap keputusan Impulse Buying, dapat diterima.

3. Variabel bebas yang kedua yaitu respon lingkungan belanja (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying, hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,047 yang masih dibawah 0,05. Maka Hipotesis kedua (H2) yaitu, Lingkungan Belanja mempunyai pengaruh positif terhadap Impulse Buying, dapat diterima.

4. Variabel bebas yang ketiga yaitu pengalaman belanja (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadapimpulse buying,hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,023 yang masih jauh dibawah 0,05. Maka Hipotesis ketiga (H3) yaitu,


(53)

✁1

Pengalaman Belanja mempunyai pengaruh positif terhadap Impulse Buying, dapat diterima.

5. Variabel yang paling berpengaruh besar terhadap impulse buying adalah emosi positif dengan nilai t hitung sebesar 2,476 dan nilai standardizecoefficient beta 0,322, kemudian diikuti oleh variabel pengalaman belanja dengan nilai t hitung sebesar 2,315dan nilai standardize coefficient beta 0,224, dilanjutkan dengan variabel lingkungan belanja dengan nilai t hitung sebesar 2,017dan nilaistandardize coefficient beta0,240.

B. Saran dan Implikasi Manajerial

Saran praktis dimunculkan berdasarkan teori-teori yang telah dibangun dan didasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh. Hasil statistik deskriptif dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber tambahan referensi dan informasi bagi penyusunan rencana strategis pemasaran di toko ritel modern khusunyahypermarket yang berada di kota Bandar Lampung untuk makin meningkatkan volume penjualan melaluiimpulse buying.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap impulse buyingadalah emosi positif sehingga saran praktis lebih difokuskan kepada variabel tersebut. Berdasarkan hasil statistik deskriptif variabel emosi positif, indikator dengan indeks yang paling rendah adalah perasaan penuh kegembiraan dan perasaan penuh semangat. Sehingga saran yang di tujukan kepada peritel khususnya hypermarket,sebagai berikut:


(54)

✂2

1. Perasaan penuh kegembiraan saat berbelanja merupakan cerminan dari situasi lingkungan belanja yang baik. Situasi berbelanja di hypermarketsudah cukup baik, namun belum mampu memberikan nilai yang maksimum bagi konsumen. Untuk lebih meningkatkan perasaan penuh kegembiran kepada konsumen sebaiknya hypermarket memperhatikan penempatan barang yang baik. Berdasarkan pengamatan di Hypermart Bandar Lampung masih terdapat beberapa produk yang di tempatkan di keranjang tanpa pengaturan tata letak yang baik seperti produk alat rumah tangga dari jepang dan china, produk-produk tersebut diletakkan asal-asalan, sehingga mengurangi minat pembeli untuk berbelanja. Disini perlu pengamatan menyeluruh dari pihak pengelola untuk memperhatikan tiap detil dari toko, karena hal-hal yang kecil sangat mempengaruhi perasaan pelanggan saat berbelanja.

2. Perasaan penuh semangat saat berbelanja juga hal yang perlu diperhatikan oleh pengelola hypermarket karena responden merasa perasaan penuh semangat yang sedang-sedang saja. Sehingga perlu upaya untuk memunculkan perasaan penuh semangat pada konsumen. Perasaan bersemangat dalam berbelanja dapat diupayakan peritel dengan menyediakan diskon yang lebih menarik, sejauh ini diskon-diskon yang ditawarkan oleh hypermarket yang diteliti dinilai masih kurang menarik minat pembelanja. Karena diskon yang diberikan biasanya adalah diskon dari pihak produsen ataupun wholesaler sehingga potongan harga yang didapat masih kurang. Selain itu promosi saat ada diskon pun dinilai kurang mampu mengedukasi pembeli, karena diskon hanya ditujukan bagi orang-orang yang mau berbelanja, yaitu melalui katalog yang disediakan di pintu masuk toko. Sebaiknya promosi diskon juga di tampilkan di media-media iklan lainnya sehingga banyak yang tertarik dan bersemangat untuk berbelanja di hypermarket tersebut.


(55)

✄3

Berdasarkan hasil penelitian, variabel emosi positif, respon lingkungan belanja, dan pengalaman belanja berpengaruh terhadap keputusan pembelian yang bersifat impulsif. Sehingga implikasi manajerial yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan lagi faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying.Selain untuk semakin menyempurnakan pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhiimpulse buying. Hal ini juga dikarenakan ketiga variabel (emosi positif, respon lingkungan belanja, dan pengalaman belanja) hanya mampu menjelaskan sebesar 48,60%. penelitian ini belum memasukkan variabel atas aspek lain yang mungkin dapat mempengaruhi dan lebih menyempurnakan hasil penelitian ini dan langkah-langkah yang harus dilakukan toko ritel modern khususnya hypermarket di toko ritel modern agar dapat meningkatkan volume penjualan melaluiimpulse buying.

2. Penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan dengan menggunakan objek penelitian yang lebih luas. Untuk mendapatkan hasil yang lebih umum terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhiimpulse buying.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Natorp Blvd,Mason: South-Western College Publishing

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

Arisa,Novin. (2010).Pengaruh In Store Stimuli Dalam Melakukan Impulse Buying Di Minimarket Perdana Surabaya. Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional, Surabaya.

Asim Ali dan SAF Hasnu. (2011). An Analysis Of In-Store Shopping Environment On Consumers’ Impulse Buying: Evidence From Pakistan.Proceedings of 3rd ...

Bangsawan, Satria.2012.Manajemen Pemasaran Usaha Kecil. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Bong, Soeseno. (2011). Pengaruh In Store Stimuli Terhadap Impulse Buying Behavior Konsumen Hypermarket Di Jakarta. Jurnal pada Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas Multimedia Nusantara,Tanggerang. Volume 3, Nomor 1.

Christiaans, Henri, Cleempoel Van, Katelijn, Koenraad, Quartier. (2008). Retail design: lighting as an atmospheric tool, creating experiences which influence consumers’ mood and behaviour in commercial spaces. Sheffield: Design Research Society Conference, Sheffield Hallam University.

Darmayanti. 2008. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying Konsumen Pada Butik Rudi Collection Tangerang.” Skripsi Tidak Dipublikasikan,Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro

Data Hypermart Central Plaza 2013

Engel, JF, R.D Blackwell dan P.W. Miniard. (1995).Consumer Behavior jilid 2 (terjemahan). 6thedition. Binarupa Aksara, Jakarta.

Fuad, Muhammad. (2010). Store Atmosphere Dan Perilaku Pembelian Konsumen Di Toko Buku Gramedia Malang. Jurnal Manajemen Pemasaran Modern. Volume 2, Nomor 1. Hansen, Kare dan Olsen, Svein Ottar. (2008). Impulsive Buying and Store Patronage: The

Role of Convenience Orientation and Time Pressure.Paper, The Norwegian College of Fishery Science, University of Tromso, Norway.


(57)

Hartono M., Jogiyanto. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hetharie, Jondry A. (2012). Model Kecenderungan Pembelian Impulsif: Studi Pada Konsumen Matahari Departement Store Kota Ambon.Jurnal Manajemen Teknologi. Volume 11, Nomor 3.

Inggrid S. , Suharyono dan Srikandi K. (2012). Stimulus Store Environment Dalam Menciptakan Emotional Response Dan Pengaruhnya Terhadap Impulse Buying (Survei pada Pembeli di Carrefour Mitra I Malang.Profit Jurnal Administrasi Bisnis, Universitas Brawidjaya. Vol 6, No 2.

Kotler, P dan G. Armstrong. 2005. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid 1. Edisi 8. Erlangga, Jakarta

Kotler, Philip. 2003. Marketing Management. 8th ed. Upper Saddle River, NewJersey: Prentice-Hall.

Lesly, Philip. 1992. Everything You wanted to Know About PR. Probus Publishing Company.

Lubis, Arlina. (2004). Strategi Pemasaran dalam Persaingan Bisnis. Artikel pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Sumatera Utara, SUMUT.

Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Majalah Ritel Asia 2012 dalamwww.bisnis.com/September, 2012

Mowen, JC dan M.Minor. 2001.Perilaku Konsumen Jilid 2, Ed 5. Erlangga, Jakarta.

Negara, Danes Jaya dan Basu Swastha Dharmmesta. 2003. “Normative Moderators Of Impulse Buying Behaviour.”Jurnal of Bussines,Vol. 5, No. 1, h. 1-14 Pratikno, Andre Nugroho. (2003). “Studi Mengenai Pemilihan Merek.”Jurnal Sains

Pemasaran Indonesia,Mei 2003, h. 53-66

Park, Jihye dan Sharron J. Lennon, 2006, “Psychological and Environmental Antencendents of impulse buying tendency in the multichannel shopping context”,journal of consumer marketing, vol. 23, no. 2, p. 58-68

Peter, J.P. dan J. C. Olson.1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jilid 1. 4th ed”, Jakarta : Erlangga.

Premananto, Gancar Candra. 2007. “Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Impuls Dengan Pendekatan Psikologi Lingkungan Dan Rantai Kausalitas.” Jurnal Antisipasi,Vol. 10, No. 1, Hal. 172-184


(58)

Rachmawati, Veronika. 2009. “Hubungan Antara Hedonic Shopping Value, Positive Emotion, Dan Perilaku Impulse Buying Pada Konsumen Ritel.”Jurnal Majalah Ekonomi,Agustus 2009, h. 192-208

Semuel, Hatane. 2005. “Respon Lingkungan Belanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Toserba).” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,Vol.7, No. 2, h. 152-170

Schiffman, LG dan Leslie L. Kanuk. 2004.Consumer Behavior. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Sharon, E. Beatty., Ferrel, M. Elizabeth. (1998). Impulse Buying: Modeling Its Precursors. Journal of Retailing, Summer,Vol. 74(2), ABI/ Inform Global p. 169.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2004.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2000.Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumarwan, Ujang. 2002.Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Suyanto,M. 2007. Marketing Strategi Top Brand Indonesia. Penerbit CVANDI OFFSET, Yogyakarta.

Syahyunan. 2004.Strategi Pemasaran Dalam Meningkatkan Volume Penjualan. Fakultas Ekonomi. Jurusan manajemen. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.Tendai, Mariri dan Crispen, Chipunza. (2009), In-store environment and Impulsive buying.African Journal of Marketing Management,Vol. 1(4) pp. 102-108. Tendai, Mariri and Chipunza Crispen. 2009. “In-store shopping environment and

impulsive buying.” African Journal of Marketing Management Vol. 1(4) pp. 102-108

Tirmizi, Muhammad Ali, Ur Kashif Rehman dan M. Iqbal Said. 2009. “An Empirical Study of Consumer Impulse Buying Behaviour in Local Markets.”European Journal of Scientific Research,Vol. 28, No. 4, p. 522-532

Tjiptono, Fandy. 2008.Strategi Pemasaran.Penerbit Andi: Yogyakarta. wikipedia :http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen

Yusriyanti, Ade. 2008. Pengaruh In Store Promotion Terhadap Keputusan Pembelian Impulse Buying Pada Konsumen Giant Hypermarket. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuvita, Claudia. 2001.Visual Merchandising dalam Strategi Komunikasi Pemasaran Departemen Store (Studi Kasus: PT. Matahari Putra Prima, Tbk).Tesis Pada Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Depok.


(1)

✁1

Pengalaman Belanja mempunyai pengaruh positif terhadap Impulse Buying, dapat diterima.

5. Variabel yang paling berpengaruh besar terhadap impulse buying adalah emosi positif dengan nilai t hitung sebesar 2,476 dan nilai standardizecoefficient beta 0,322, kemudian diikuti oleh variabel pengalaman belanja dengan nilai t hitung sebesar 2,315dan nilai standardize coefficient beta 0,224, dilanjutkan dengan variabel lingkungan belanja dengan nilai t hitung sebesar 2,017dan nilaistandardize coefficient beta0,240.

B. Saran dan Implikasi Manajerial

Saran praktis dimunculkan berdasarkan teori-teori yang telah dibangun dan didasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh. Hasil statistik deskriptif dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber tambahan referensi dan informasi bagi penyusunan rencana strategis pemasaran di toko ritel modern khusunyahypermarket yang berada di kota Bandar Lampung untuk makin meningkatkan volume penjualan melaluiimpulse buying.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap impulse buyingadalah emosi positif sehingga saran praktis lebih difokuskan kepada variabel tersebut. Berdasarkan hasil statistik deskriptif variabel emosi positif, indikator dengan indeks yang paling rendah adalah perasaan penuh kegembiraan dan perasaan penuh semangat. Sehingga saran yang di tujukan kepada peritel khususnya hypermarket,sebagai berikut:


(2)

✂2

1. Perasaan penuh kegembiraan saat berbelanja merupakan cerminan dari situasi lingkungan belanja yang baik. Situasi berbelanja di hypermarketsudah cukup baik, namun belum mampu memberikan nilai yang maksimum bagi konsumen. Untuk lebih meningkatkan perasaan penuh kegembiran kepada konsumen sebaiknya hypermarket memperhatikan penempatan barang yang baik. Berdasarkan pengamatan di Hypermart Bandar Lampung masih terdapat beberapa produk yang di tempatkan di keranjang tanpa pengaturan tata letak yang baik seperti produk alat rumah tangga dari jepang dan china, produk-produk tersebut diletakkan asal-asalan, sehingga mengurangi minat pembeli untuk berbelanja. Disini perlu pengamatan menyeluruh dari pihak pengelola untuk memperhatikan tiap detil dari toko, karena hal-hal yang kecil sangat mempengaruhi perasaan pelanggan saat berbelanja.

2. Perasaan penuh semangat saat berbelanja juga hal yang perlu diperhatikan oleh pengelola hypermarket karena responden merasa perasaan penuh semangat yang sedang-sedang saja. Sehingga perlu upaya untuk memunculkan perasaan penuh semangat pada konsumen. Perasaan bersemangat dalam berbelanja dapat diupayakan peritel dengan menyediakan diskon yang lebih menarik, sejauh ini diskon-diskon yang ditawarkan oleh hypermarket yang diteliti dinilai masih kurang menarik minat pembelanja. Karena diskon yang diberikan biasanya adalah diskon dari pihak produsen ataupun wholesaler sehingga potongan harga yang didapat masih kurang. Selain itu promosi saat ada diskon pun dinilai kurang mampu mengedukasi pembeli, karena diskon hanya ditujukan bagi orang-orang yang mau berbelanja, yaitu melalui katalog yang disediakan di pintu masuk toko. Sebaiknya promosi diskon juga di tampilkan di media-media iklan lainnya sehingga banyak yang tertarik dan bersemangat untuk berbelanja di hypermarket tersebut.


(3)

✄3

Berdasarkan hasil penelitian, variabel emosi positif, respon lingkungan belanja, dan pengalaman belanja berpengaruh terhadap keputusan pembelian yang bersifat impulsif. Sehingga implikasi manajerial yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambahkan lagi faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying.Selain untuk semakin menyempurnakan pemahaman terhadap faktor-faktor yang mempengaruhiimpulse buying. Hal ini juga dikarenakan ketiga variabel (emosi positif, respon lingkungan belanja, dan pengalaman belanja) hanya mampu menjelaskan sebesar 48,60%. penelitian ini belum memasukkan variabel atas aspek lain yang mungkin dapat mempengaruhi dan lebih menyempurnakan hasil penelitian ini dan langkah-langkah yang harus dilakukan toko ritel modern khususnya hypermarket di toko ritel modern agar dapat meningkatkan volume penjualan melaluiimpulse buying.

2. Penelitian selanjutnya dapat dilaksanakan dengan menggunakan objek penelitian yang lebih luas. Untuk mendapatkan hasil yang lebih umum terhadap faktor-faktor yang dianggap mempengaruhiimpulse buying.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Natorp Blvd,Mason: South-Western College Publishing

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta.

Arisa,Novin. (2010).Pengaruh In Store Stimuli Dalam Melakukan Impulse Buying Di Minimarket Perdana Surabaya. Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional, Surabaya.

Asim Ali dan SAF Hasnu. (2011). An Analysis Of In-Store Shopping Environment On Consumers’ Impulse Buying: Evidence From Pakistan.Proceedings of 3rd ...

Bangsawan, Satria.2012.Manajemen Pemasaran Usaha Kecil. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Bong, Soeseno. (2011). Pengaruh In Store Stimuli Terhadap Impulse Buying Behavior Konsumen Hypermarket Di Jakarta. Jurnal pada Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas Multimedia Nusantara,Tanggerang. Volume 3, Nomor 1.

Christiaans, Henri, Cleempoel Van, Katelijn, Koenraad, Quartier. (2008). Retail design: lighting as an atmospheric tool, creating experiences which influence consumers’ mood and behaviour in commercial spaces. Sheffield: Design Research Society Conference, Sheffield Hallam University.

Darmayanti. 2008. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying Konsumen Pada Butik Rudi Collection Tangerang.” Skripsi Tidak Dipublikasikan,Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro

Data Hypermart Central Plaza 2013

Engel, JF, R.D Blackwell dan P.W. Miniard. (1995).Consumer Behavior jilid 2 (terjemahan). 6thedition. Binarupa Aksara, Jakarta.

Fuad, Muhammad. (2010). Store Atmosphere Dan Perilaku Pembelian Konsumen Di Toko Buku Gramedia Malang. Jurnal Manajemen Pemasaran Modern. Volume 2, Nomor 1. Hansen, Kare dan Olsen, Svein Ottar. (2008). Impulsive Buying and Store Patronage: The

Role of Convenience Orientation and Time Pressure.Paper, The Norwegian College of Fishery Science, University of Tromso, Norway.


(5)

Hartono M., Jogiyanto. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hetharie, Jondry A. (2012). Model Kecenderungan Pembelian Impulsif: Studi Pada Konsumen Matahari Departement Store Kota Ambon.Jurnal Manajemen Teknologi. Volume 11, Nomor 3.

Inggrid S. , Suharyono dan Srikandi K. (2012). Stimulus Store Environment Dalam Menciptakan Emotional Response Dan Pengaruhnya Terhadap Impulse Buying (Survei pada Pembeli di Carrefour Mitra I Malang.Profit Jurnal Administrasi Bisnis, Universitas Brawidjaya. Vol 6, No 2.

Kotler, P dan G. Armstrong. 2005. Prinsip-prinsip Pemasaran Jilid 1. Edisi 8. Erlangga, Jakarta

Kotler, Philip. 2003. Marketing Management. 8th ed. Upper Saddle River, NewJersey: Prentice-Hall.

Lesly, Philip. 1992. Everything You wanted to Know About PR. Probus Publishing Company.

Lubis, Arlina. (2004). Strategi Pemasaran dalam Persaingan Bisnis. Artikel pada Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Sumatera Utara, SUMUT.

Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Majalah Ritel Asia 2012 dalamwww.bisnis.com/September, 2012

Mowen, JC dan M.Minor. 2001.Perilaku Konsumen Jilid 2, Ed 5. Erlangga, Jakarta.

Negara, Danes Jaya dan Basu Swastha Dharmmesta. 2003. “Normative Moderators Of Impulse Buying Behaviour.”Jurnal of Bussines,Vol. 5, No. 1, h. 1-14 Pratikno, Andre Nugroho. (2003). “Studi Mengenai Pemilihan Merek.”Jurnal Sains

Pemasaran Indonesia,Mei 2003, h. 53-66

Park, Jihye dan Sharron J. Lennon, 2006, “Psychological and Environmental Antencendents of impulse buying tendency in the multichannel shopping context”,journal of consumer marketing, vol. 23, no. 2, p. 58-68

Peter, J.P. dan J. C. Olson.1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jilid 1. 4th ed”, Jakarta : Erlangga.

Premananto, Gancar Candra. 2007. “Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Impuls Dengan Pendekatan Psikologi Lingkungan Dan Rantai Kausalitas.” Jurnal Antisipasi,Vol. 10, No. 1, Hal. 172-184


(6)

Rachmawati, Veronika. 2009. “Hubungan Antara Hedonic Shopping Value, Positive Emotion, Dan Perilaku Impulse Buying Pada Konsumen Ritel.”Jurnal Majalah Ekonomi,Agustus 2009, h. 192-208

Semuel, Hatane. 2005. “Respon Lingkungan Belanja Sebagai Stimulus Pembelian Tidak Terencana pada Toko Serba Ada (Toserba).” Jurnal Manajemen & Kewirausahaan,Vol.7, No. 2, h. 152-170

Schiffman, LG dan Leslie L. Kanuk. 2004.Consumer Behavior. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Sharon, E. Beatty., Ferrel, M. Elizabeth. (1998). Impulse Buying: Modeling Its Precursors. Journal of Retailing, Summer,Vol. 74(2), ABI/ Inform Global p. 169.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Sugiyono. 2004.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2000.Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumarwan, Ujang. 2002.Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Suyanto,M. 2007. Marketing Strategi Top Brand Indonesia. Penerbit CVANDI OFFSET, Yogyakarta.

Syahyunan. 2004.Strategi Pemasaran Dalam Meningkatkan Volume Penjualan. Fakultas Ekonomi. Jurusan manajemen. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.Tendai, Mariri dan Crispen, Chipunza. (2009), In-store environment and Impulsive buying.African Journal of Marketing Management,Vol. 1(4) pp. 102-108. Tendai, Mariri and Chipunza Crispen. 2009. “In-store shopping environment and

impulsive buying.” African Journal of Marketing Management Vol. 1(4) pp. 102-108

Tirmizi, Muhammad Ali, Ur Kashif Rehman dan M. Iqbal Said. 2009. “An Empirical Study of Consumer Impulse Buying Behaviour in Local Markets.”European Journal of Scientific Research,Vol. 28, No. 4, p. 522-532

Tjiptono, Fandy. 2008.Strategi Pemasaran.Penerbit Andi: Yogyakarta. wikipedia :http://id.wikipedia.org/wiki/Perilaku_konsumen

Yusriyanti, Ade. 2008. Pengaruh In Store Promotion Terhadap Keputusan Pembelian Impulse Buying Pada Konsumen Giant Hypermarket. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuvita, Claudia. 2001.Visual Merchandising dalam Strategi Komunikasi Pemasaran Departemen Store (Studi Kasus: PT. Matahari Putra Prima, Tbk).Tesis Pada Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Depok.