73
No Parameter
Bobot Nilai
mudah diketahui umum
C Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan
1 Bahan makanan
Bahan makanan yang akan diolah harus segar, tidak rusak atau berubah bentuk dan berasal dari tempat yang
diawasi 5 5
bahan terolah yang dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong memenuhi persyaratan KepMenkes yang berlaku
1 1 2
Makanan Terolah
a. makanan
yang dikemas
b. makanan yang tidak dikemas
3 Makanan Jadi
a. makanan tidak rusak, busuk, atau basi b. memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan
ketentuan yang berlaku c. angka kuman E.Coli pada makanan harus 0g contoh
makanan d. Jumlah kandungan logam berat residu pestisida tidak
boleh melebihi ambang batas
D. Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan
1. Tenagakaryawan pengolah makanan memiliki sertifikat
higiene sanitasi makanan, berbadan sehat, tidak mengidap penyakit menular
2. Peralatan yang kontak dengan bahan makanan utuh tidak
cacat dan mudah dibersihkan, tidak mengeluarkan logam berat bila kontak dengan makanan, wadah harus tertutup
sempurna.
3. Cara Pengolahan
a. semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan
dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh b.
perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit
makanan dan sendok garpu c.
perlindungan terhadap cemaran dengan menggunakan celemekapron, tutup rambut dan sepatu dapur
d. perilaku tenagakaryawan selama bekerja:
tidak merokok, tidak makan atau mengunyah,
tidak memakai perhiasan, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan
untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah
5 4
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
74
No Parameter
Bobot Nilai
keluar dari kamar kecil, selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
dengan benar, dan selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak
dipakai diluar tempat jasaboga
JUMLAH
Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran
76
77
78
79
ABSTRACT Evaluation of GMP and SSOP Application on Fried Chicken Production at one
of Fast Food Restaurant in Bogor City Sinuhaji, J.S., T. Suryati and Z. Wulandari
Consumption trend has moved increase toward ready to eat food, and one of them is fried chicken product. During processing, poultry meat may be contaminated with
many different foodborne pathogens. Implementation of Good Manufacturing Practices GMP can keep safety condition during the process. The main emphasis of
GMP is food plant sanitation. In fact, product that was not appropriate the quality standards can not be sold to consumers. The objective of the research were to
analysis the application of GMP and sanitation standard operating procedures SSOP on fried chicken production processing unit. This study had done on
February-March 2011 with involved production process controlling, interviewed the managers and employee, collecting data and field observed. The result of GMP
study, in accordance with Ministry of Health of Republic Indonesia 715MENKES- SKV2003, got the scores 78 from the maximum value 83. There was caused by
several factors like location behind the restaurant, air conditioning systems and personal hygiene of employees. Monitoring of the implementation of GMP and
SSOP were done by the manager on duty and periodic surveillance performed by the corporate center.
Keywords : chicken fried product, GMP, SSOP, restaurant, fastfood
PENDAHULUAN Latar Belakang
Daging ayam termasuk dalam salah satu sumber protein hewani yang paling banyak digemari oleh masyarakat. Populasi ternak ayam ras pedaging di dunia
menurut data FAO pada tahun 2008 sekitar 92,9 juta ton dan angka ini lebih tinggi daripada populasi ternak sapi pedaging. Permintaan terhadap daging ayam ini di
Indonesia juga mengalami peningkatan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir yaitu 530.874 ekor pada tahun 2000 menjadi 1.249.952 ekor pada tahun 2010,
dengan persentase kenaikan sekitar 57 BPS, 2009. Konsumsi protein yang dibutuhkan oleh orang dewasa untuk keperluan pokok adalah sekitar 0,8 g proteinkg
berat badan BB. Daging ayam mengandung sejumlah nutrisi penting yang dibutuhkan oleh
tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan beberapa mineral. Nutrisi yang tersedia dalam daging dapat pula menjadi media yang baik untuk pertumbuhan
mikroba termasuk bakteri patogen. Dampaknya adalah daging menjadi tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi. Daging yang sudah tercemar dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Mikroba patogen dapat mencemari daging unggas sejak berada dalam masa pemeliharaan, proses pemotongan dan tahap pengolahan yang
tidak higienis. Dewasa ini, perubahan gaya konsumsi masyarakat untuk makan di luar rumah
menjadi salah satu peluang berkembangnya restoran dan rumah makan. Beberapa restoran dan rumah makan menggunakan daging ayam sebagai menu pilihan utama
dan penciri khas. Penyajian makanan dalam waktu yang singkat dalam restoran dan rumah makan, terutama untuk produk daging ayam yang mudah busuk, menjadi
tantangan tersendiri bagi pihak pengelola. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga agar produk yang dihasilkan aman untuk dimakan dan tidak mengganggu kesehatan.
Kepercayaan konsumen pada keamanan pangan yang diproduksi mempengaruhi daya terima dan daya tarik keberadaan restoran dan rumah makan tersebut.
Jaminan terhadap keamanan pangan tidak cukup hanya mengandalkan pengujian produk akhir di laboratorium. Pertukaran arus informasi yang berkembang
pesat membuat konsumen semakin cerdas menentukan pilihan terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Kecenderungan yang terjadi di saat ini adalah konsumen mulai
2 mencari informasi mengenai setiap proses pada bahan mentah hingga siap
dikonsumsi sehingga setiap tahapan yang berlangsung memerlukan jaminan bahwa produk tersebut benar-benar layak dan aman dimakan.
Pihak pengelola pangan dapat memegang pedoman penerapan sistem mutu yang telah diakui, baik secara internasional maupun hasil kerja sama dengan instan-
si pemerintah. Good Manufacturing Practices GMP atau cara produksi makanan yang baik CPMB merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh industri
untuk memproduksi pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Prinsip penerapan GMP dimulai dari proses penerimaan bahan baku sampai dengan produk
siap dikonsumsi. Pelaksanaan GMP melibatkan seluruh pihak baik pimpinan maupun karyawan yang yang terlibat dalam pengadaan pangan.
Sanitasi merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh unit usaha yang akan melaksanakan program GMP. Pelaksanaan sanitasi yang efektif dapat mengontrol
pertumbuhan mikroba yang masuk selama proses persiapan dan penyajian produk pangan dilakukan. Program pelaksanaan sanitasi tertuang dalam suatu pedoman
standar yang mengacu praktek internasional yaitu standard sanitation operating procedures
SSOP. Pelaksanaan sistem SSOP diikuti oleh tahap monitoring, penyimpanan rekaman dan tindakan verifikasi yang berkesinambungan. Hal ini
dilakukan karena penyimpangan atau kesalahan terhadap pelaksanaan SSOP dapat mencemari kondisi lingkungan sehingga menjadi rentan terhadap pertumbuhan
mikroba.
Tujuan
Magang penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan gambaran nyata tentang restoran pengolah pangan hasil ternak, meningkatkan kemampuan dalam
mengobservasi, menganalisis masalah yang terjadi serta memperoleh pengalaman bekerja. Secara khusus magang penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek
penerapan GMP dan SSOP unit pengolahan produksi ayam goreng dalam rangka memberikan jaminan mutu dan kepuasan kepada konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam
Jenis daging yang berasal dari unggas yang umum dikonsumsi adalah daging ayam. Menurut SNI 01-3924-2009 karkas ayam ialah bagian dari tubuh ayam tanpa
kepala, leher, kaki, paru-paru dan atau ginjal setelah penyembelihan halal, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan. Produk daging ayam banyak dikonsumsi
masyarakat global karena tidak ada faktor pembatas dengan kultur budaya dan kepercayaan tertentu, sehat, bergizi, kandungan lemaknya sedikit dengan asam lemak
tidak jenuh yang lebih rendah dibanding daging lainnya Mead, 2004
a
. Lemak pada unggas ayam terletak di bawah kulit sehingga dapat dipisahkan
apabila tidak ingin dikonsumsi. Daging unggas lebih seragam dalam komposisi, tekstur dan warna dibanding dengan jenis daging mamalia sehingga lebih mudah
dalam konsistensi formulasi produk pangan Sams, 2001. Protein dari jenis daging ini mengandung asam amino essensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuh-
an dan perkembangan. Selain itu, daging unggas juga merupakan sumber beberapa mineral seperti fosfor, zat besi, kobalt dan seng serta vitamin B
12
dan B
6
Parker, 2003. Warna daging unggas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur potong,
jenis kelamin, strain, pakan, lemak intramuskular, kondisi sebelum pemotongan dan perbedaan teknologi pengolahan Parker, 2003.
Unggas penghasil daging yang utama di Indonesia adalah ayam ras pedaging atau yang dikenal dengan sebutan ayam broiler. Ayam broiler umumnya dipotong
pada umur 5-6 minggu sehingga dagingnya masih lunak Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000. Ayam broiler dapat menghasilkan daging dalam jumlah banyak
dan setiap bagian tubuh mempunyai rasa yang tidak sama satu dengan yang lain Amrullah, 2004. Bagian punggung memiliki jumlah tulang yang lebih banyak,
bagian betis lebih keras karena lebih berotot. Sebaliknya bagian dada lebih empuk dan sedikit mengandung lemak Amrullah, 2004.
Ayam Goreng Tepung
Daging ayam dapat diolah menjadi beberapa produk yang mempunyai nilai komersial dan cukup digemari masyarakat. Pengolahan daging ayam mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya memperbaiki sifat fisik sensori flavor, tekstur dan
4 penampakan umum, inaktivasi enzim lisosom, mempertahankan kestabilan warna
pada produk curing dan menghilangkan komponen yang tidak diinginkan serta mengurangi jumlah populasi mikroba patogen Dawson et al., 2009. Salah satu
teknik pengolahan daging ayam yang umum dilakukan adalah dengan penggoreng- an. Beragam inovasi dalam teknik penggorengan dilakukan agar menghasilkan
produk yang mempunyai nilai lebih dan berdaya saing Sahin dan Sumnu, 2009. Salah satu produk inovasi tersebut adalah ayam goreng tepung.
Tahapan yang dapat digunakan dalam memproduksi ayam goreng tepung adalah marinade, penepungan
dan pengorengan.
Marinade .
Marinade merupakan salah satu metode yang digunakan untuk persiapan pengolahan daging baik pada pangan yang dikonsumsi langsung maupun untuk yang
diawetkan. Marinade berperan dalam memperbaiki sifat sensori daging seperti rasa, warna, kelembapan dan tekstur serta sifat fisik daging yang meliputi daya mengikat
air dan kestabilan produk Mead, 2004
a
. Marinade terdiri dari campuran garam, asam organik, nitrat dan bumbu yang umumnya dibuat dalam larutan. Marinade yang
modern dilakukan dalam mesin marinator yang berputar secara perlahan tumbling. Gerakan perputaran ini akan mempermudah proses penyerapan larutan marinade
yang telah dibuat termasuk daya kerja antimikroba dalam larutan bumbu Tan dan Ockerman, 2006. Proses marinade merupakan seni yang menggabungkan antara
formulasi bumbu, alat yang digunakan dan bentuk produk Mead, 2004
a
.
Penepungan Breading.
Teknik penepungan yang membentuk lapisan kerak pada produk daging ayam goreng tepung membawa kesan tersendiri bagi konsumen.
Prinsip dasar pelapisan adalah penggunaan tepung dan telur. Perkembangan teknologi fungsional dari pelapisan adalah untuk menciptakan lapisan homogeneous
yang akan menutupi seluruh permukaan pangan Fiszman, 2009. Penggunaan campuran bumbu dan herbal, garam, monosodium glutamat dan susu skim dalam
lapisan tepung dapat mempengaruhi cita rasa produk akhir. Garam dan fosfat dapat mengekstrak protein yang dapat membantu untuk menutup lapisan selama proses
pemasakan sehingga menghasilkan rasa dan kelembapan yang diinginkan Mead , 2004
a
.
5 Hal penting yang diperhatikan dalam pelapisan produk gorengan adalah
jumlah minyak yang diabsorbsi selama penggorengan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap absorbsi minyak menurut Fiszman 2009 adalah kualitas
minyak goreng, temperatur dan lama penggorengan, masa pendinginan, bentuk, komposisi, dan daya porositi produk. Daya absorbsi minyak dapat dikurangi dengan
mengubah komposisi bahan pelapis. Penggunaan campuran albumen putih telur dalam komposisi tepung pelapis dapat mengurangi absorbsi minyak tetapi
menghasilkan produk yang lebih lunak .
Penggorengan.
Teknik ini merupakan proses pemanasan bahan pangan dengan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas Muchtadi, 2008.
Perlakuan panas pada ayam yang telah dimarinade dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen psiktropik Tan dan Ockerman, 2006. Menurut Sahin dan Sumnu
2009 teknik penggorengan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggorengan biasa pan frying dan penggorengan dengan teknik perendaman seluruh bahan deep
fat frying. Deep fat frying merupakan teknik penggorengan yang dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga bahan pangan yang
digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng tersebut. Deep fat frying
dapat menyebabkan hidrolisis, oksidasi dan polimerisasi dari minyak. Hidrolisis meningkatkan jumlah dari asam lemak bebas, mono dan diacylglycerols
dalam lemak Choe dan Minn, 2007. Reaksi oksidasi terjadi lebih besar daripada reaksi hidrolisis selama proses penggorengan deep fat frying. Reaksi oksidasi
menghasilkan hidroperoksida dan kemudian molekul bervolatil rendah seperti aldehid, keton, asam karboksil dan rantai pendek alkana dan alkena.
Panas dan transfer massa di dalam produk dengan teknik penggorengan deep fat frying, diatur melalui transfer panas dari minyak ke produk. Transfer panas pada
teknik ini berlangsung secara merata dan seragam. Perubahan karateristik geometri bahan pangan seperti bentuk, ukuran, area permukaan, volume dan massa jenis
berubah selama proses penggorengan. Permukaan produk gorengan biasanya berbentuk kerak crust, kerak ini berwarna kecoklatan akibat reaksi pencoklatan non
enzimatis Muchtadi, 2008. Proses lain yang terjadi selama penggorengan adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan kerusakan mikroorganisme
Sahin dan Sumnu, 2009.
6
Keamanan Bahan Pangan
Keamanan pangan menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM RI adalah segala upaya atau usaha yang dilakukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran baik secara biologis, kimia dan fisik yang dapat mengganggu, merugikan bahkan membahayakan kesehatan. Keamanan pangan menjadi salah satu
isu terpenting mengingat banyaknya kejadian kasus keracunan makanan. Keracunan makanan dapat menimbulkan beban secara sosial dan ekonomi dalam komunitas dan
sistem kesehatan masyarakat. Negara maju seperti Amerika Serikat mencatat estimasi kerugian yang timbul akibat penyakit karena pangan pada tahun 1997 diatas
US 35 juta per tahun untuk biaya pengobatan dan penurunan produktivitas WHO, 2007. Data pelaporan untuk kasus keracunan makanan di negara berkembang seperti
Indonesia sangat minim sehingga data yang tercatat menampilkan hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan
melalui tiga mekanisasi Gaman dan Sherrington, 1992 yaitu dengan cara 1 infektif: keracunan yang terjadi karena mengkonsumsi makanan yang mengandung
bakteri hidup, 2 intoksinasi: keracunan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung eksotoksin, toksin diproduksi di dalam makanan yang telah tercemar, 3
keracunan karena toksinnya tidak diproduksi dalam makanan tetapi dilepaskan selama pertumbuhan dalam saluran pencernaan. Sumber dari keracunan makanan
dapat beragam mulai dari rumah tangga, jajanan, jasaboga catering maupun industri pengolah pangan. Tabel 1 berikut ini menunjukkan jenis pangan penyebab keracunan
pangan di seluruh Indonesia pada tahun 2004 . Tabel 1. Daftar Jenis Pangan Penyebab Keracunan
Jenis makanan Jumlah kejadian
Makanan jajanan 22
Makanan olahan 23
Makanan jasaboga 34
Makanan rumah tangga 72
Tidak dilaporkan 2
Total 153
Sumber : Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan POM-RI 2005
Penyebab keracunan makanan tertinggi terdapat dalam makanan hasil olahan rumah tangga. Hal ini dapat menjadi indikator bahwa masyarakat masih kurang
7 memperhatikan standar higienis dan keamanan pangan. Makanan jasaboga berada
pada urutan kedua sebagai sumber penyebab keracunan makanan. Arduser dan Brown 2005 menyatakan restoran penghasil jasaboga rentan terhadap pertumbuhan
mikroba karena variasi makanan yang dihasilkan dapat menyebabkan kontaminasi silang.
Keamanan Bahan Pangan Asal Unggas
Bahan pangan asal ternak khususnya daging dapat menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba karena mempunyai kadar air yang tinggi
68-75, mengandung karbohidrat dan mineral serta pH yang menguntungkan Soeparno, 2005. Pertumbuhan mikroba ini dapat menyebabkan perubahan yang
tidak menguntungkan misalnya kerusakan daging, perubahan warna, lendir, noda dan bau yang kurang sedap. Mikroba dapat mencemari daging pada waktu hewan belum
dipotong atau secara sekunder yaitu pada saat penanganan setelah penyembelihan Lawrie, 2003.
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mungkin dapat membahayakan keamanan pangan asal daging unggas Mead, 2004
a
. Tabel 2. Kemungkinan Cemaran Bahaya Pangan dari Daging Unggas
Agen pembawa Contoh
Bahaya Mikroba • Infeksi dan intoksinasi patogen
Campylobacter spp., Salmonella
serotypes, Clostridium perfringens,
Listeria monocytogenes • Bakteri tahan antimikroba
Salmonella Typhimurium DT104,
Enterococcus spp
• Toksinasi jamur Ochratoxin A, alfatoxin
Bahaya kimia • Residu antimikroba
Chlortetracycline, sulphaquinoxaline ,
• Residu pestisida DDT, dieldrin
• Residu logam berat Timah, merkuri
• Residu hormone Trenbolone, clenbuterol
Bahaya fisik • Benda asing
Serpihan tulang, kaca, logam, plastik
Sumber : Mead 2004
a
Sumber keracunan makanan dari daging unggas dapat berasal dari mikroorganisme, cemaran kimia dan cemaran fisik benda asing. Cemaran
mikroorganisme merupakan penyebab utama dari keracunan makanan asal daging
8 unggas Mead, 2004
b
. Daging unggas dapat menjadi media yang cocok untuk perkembangan mikroba, karena unggas dalam kehidupannya selalu bersentuhan
dengan lingkungan yang kotor Djaafar dan Rahayu, 2007. Jenis bakteri yang umum dijumpai dalam produk asal unggas dan turunannya adalah Salmonella dan
Campylobacter Meldrum et al., 2006. Keracunan makanan oleh Salmonella
merupakan tipe infeksi, yaitu terjadi karena mengkonsumsi makanan yang didalamnya terdapat poliferasi bakteri ini Winarno, 2007.
Salmonella merupakan bakteri gram negatif dari famili Enterobacteriaceae,
yang termasuk dalam fakultatif anaerobik. Bakteri ini mampu bertahan pada pH 4-8 dengan nilai a
w
lebih besar dari 0,94 dan suhu untuk pertumbuhan 5-46
o
C Crammer, 2003. Secara serologi, Salmonella dibagi menjadi sekitar 2000 tipe dan
Salmonella enteriditis merupakan jenis Salmonella yang paling banyak ditemui pada
daging unggas dan menyebabkan penyakit pada manusia Bohaychuk et al., 2006. Salmonella
dapat masuk ke dalam tubuh unggas melalui pakan dan kondisi yang lingkungan yang telah tercemar.
Bakteri ini dapat bertahan dalam saluran pencernaan, ginjal, liver, dan saluran reproduksi. Penularan bakteri ini juga dapat terjadi melalui transmisi vertikal saluran
reproduksi induk ayam, sehingga telur yang menjadi bakalan unggas sudah tercemar sebelum menetas Mead, 2004
b
. Inkubasi dari bakteri ini muncul setelah 6-48 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala umum meliputi mual, kram
perut, diare, demam dan sakit kepala. Gejala ini dapat terjadi pada semua kalangan umur, akantetapi lebih rentan terhadap kondisi kekebalan tubuh lemah, anak-anak
dan usia lanjut Parker, 2003. Pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan dengan tidak mengkonsumsi daging mentah. Bakteri ini dapat dimusnahkan pada
pemanasan minimum 70
o
C Oasily et al., 2006. Campylobacter
termasuk dalam bakteri gram negatif dan sebagian besar bersifat patogen pada manusia Sunatmo, 2009. Bakteri ini dapat tumbuh optimal
pada suhu 30-47,2
o
C dengan pH minimal 4,9 dan a
w
9,8 Crammer, 2003. Bakteri ini merupakan penyebab enteritis akut hingga diare berdarah yang disertai dengan
kram perut dan demam. Gejala klinis muncul setelah 2-5 hari setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar dan dapat sembuh setelah 7-10 hari Parker, 2003.
9 Clostridium perfringens
termasuk dalam bakteri gram positif dengan suhu pertumbuhan 15-50
o
C, hidup pada pH diatas 5,5 dan a
w
0,95 Crammer, 2003. Jenis bakteri ini merupakan penyebab penyakit gastroenteritis pada manusia Sunatmo,
2009. Gejala muncul setelah 8-12 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar dengan tanda seperti kram perut, diare dan mual yang disertai muntah. Gejala ini
dapat menjadi berbahaya pada orang tua usia lanjut. Listeria monocytogenes
adalah bakteri gram positif yang berbentuk basil dan tidak membentuk spora serta bersifat anaerobik fakultatif. Listeria paling banyak
ditemukan dalam daging mentah, termasuk unggas. Bakteri ini lebih tahan terhadap panas namun pertumbuhannya dapat dimatikan melalui pemanasan suhu tinggi.
Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 0- 45
o
C dan pada suhu beku Crammer, 2003. Listeria dapat tumbuh pada kisaran pH 5,2-9,6 dengan toleransi garam 5 dan 10
dengan nilai a
w
0,93. Keracunan makanan karena mengkonsumsi pangan yang telah tercemar dapat menimbulkan demam, sakit kepala, mual dan muntah. Bakteri
ini juga dapat menyebabkan penyakit meningitis Parker, 2003. Wanita hamil rentan terhadap cemaran bakteri ini karena kemampuannya yang dapat melewati membran
plasma dan menyerang fetus sehingga menimbulkan aborsi spontan dan kelahiran premature Crammer, 2006. Penerapan sistem sanitasi dan cara pengolahan yang
benar dapat menekan angka pertumbuhan bakteri ini ILSI, 2005.
Good Manufacturing Practices GMP
Disamping masalah keamanan pangan, industri pangan juga sering menghadapi masalah kerusakan produk-produk pangan yang disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme pembusuk, kualitas produk yang buruk dan tidak konsisten, serta masa simpan yang singkat, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi
yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua masalah ini, diperlukan pengendalian yang efektif melalui penerapan GMP Good Manufacturing Practices
dan implementasi sistem manajemen keamanan pangan yang berbasis pada sistem HACCP Hazard Analysis Critical Control Point yang dihimbau oleh Codex untuk
diterapkan di industri pangan Jenie, 2009. Pengendalian mikroba pada bahan pangan asal ternak dapat dilakukan dengan
cara penerapan sistem keamanan pangan pada setiap proses produksi mulai dari tahapan pemeliharaan ternak hingga tingkat pengolahan siap konsumsi.
10 Gustiani 2009, menyatakan bahwa pengendalian ini dapat dilakukan dengan
penerapan sistem GMP. Sistem ini merupakan suatu pedoman yang bertujuan agar produsen memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk memproduksi produk
makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen Thaheer, 2005. Penerapan GMP harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan proses pengolahan
makanan baik oleh pihak manajemen, karyawan, pemasok bahan termasuk tamu yang melakukan kunjungan. Informasi mengenai proses penerapan GMP yang
berlaku dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang diantara berbagai produk yang diolah Crammer, 2006. Penerapan GMP secara keseluruhan di Indonesia disahkan
menurut keputusan menteri kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan No.1098- MenkesSkVII2003 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
Prinsip penerapan GMP yaitu teknik atau cara dalam menjalankan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi mulai dari penerimaan
bahan baku sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen bahwa produk yang dihasilkan aman dan
bermutu layak dikonsumsi. Aman berarti produk yang dikonsumsi tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan penyakit, keracunan atau
kecelakaan yang merugikan konsumen akibat bahan kimia, mikrobiologi atau fisik. Layak berarti kondisi produk menjamin makanan yang diproduksi adalah layak
untuk dikonsumsi manusia yaitu tidak mengalami kerusakan, berbau busuk, menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai Thaheer, 2005.
Aplikasi GMP dan higiene sanitasi dalam industri jasaboga khususnya restoran diperlukan untuk mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah sesuai
dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.715MENKES- SKV2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. Pedoman yang dapat
menjadi acuan untuk mendapatkan jaminan tentang pelaksanaan GMP dan higiene sanitasi dalam industri jasaboga meliputi persyaratan secara umum, persyaratan
khusus golongan, persyaratan higiene sanitasi makanan, persyaratan higiene sanitasi pengolahan makanan dan persyaratan higiene sanitasi penyimpanan makanan.
11
Persyaratan secara Umum Lokasi.
Jarak jasaboga harus jauh dengan jarak minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, toilet umum, bengkel cat, industri
terpolusi dan sumber pencemaran lainnya. Pengertian jauh dalam hal ini, relatif tergantung pada arah pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air.
Penentuan jarak minimal adalah 500 meter adalah sebagai batas terbang lalat rumah.
Halaman depan suatu unit usaha jasaboga dilengkapi dengan papan nama perusahaan dan nomor izin usaha serta sertifikat layak higiene sanitasi. Halaman
bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang memenuhi syarat sanitasi dan tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus.
Pembuangan air kotor baik liimbah dapur maupun kamar mandi tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus serta terpelihara kebersihannya. Drainase
untuk pembuangan air hujan lancar dan tidak menimbulkan genangan air.
Bangunan dan Fasilitas. Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus
memenuhi persyaratan teknis konstruksi bangunan yang berlaku. Konstruksi bangunan kuat dan selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-
barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. Bagian lantai pada keseluruhan bangunan mudah untuk dibersihkan, rapat air, halus, kelandaian cukup
dan tidak licin. Permukaan dinding sebelah dalam bangunan sebaiknya dibuat halus, tidak menyerap air dan mudah dibersihkan.
Dinding yang terkena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dari lantai yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang.
Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan dengan tinggi minimal 2,4 meter
di atas lantai. Desain pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus
membuka ke arah luar. Semua pintu dari ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai, pintu rangkap
dan lain-lain. Jendela, pintu dan lubang ventilasi tempat makanan diolah sebaiknya
dilengkapi dengan kassa yang dapat dibuka dan dipasang. Sistem Pencahayaan.
Listrik mempunyai peranan besar dalam desain interior bangunan Marlina, 2008. Keperluan untuk penerangan dapat dibuat sesuai dengan
kebutuhan dengan adanya listrik.
12 Tata lampu pada bangunan restoran dapat memberikan efek yang menimbulkan
kesan maupun citra tertentu pada konsumen. Namun demikan, pada bagian ruang pengolahan makanan, intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif. Setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitas
pencahayaan sedikitnya 10 fc 100 lux pada titik 90 cm dari lantai. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya diatur sedemikian
rupa sehingga dapat menghindari timbulnya bayangan. Sistem Penghawaan.
Sistem penghawaan adalah sistem pengaturan udara dengan cara menukar udara di dalam ruangan dan mempercepat penguapan keringat serta
panas tubuh manusia pengguna bangunan agar tercapai sirkulasi udara yang nyaman di dalam bangunan Marlina, 2008. Pergerakan udara di dalam bangunan dapat
dirancang dengan membuat ventilasi secara alami, alat bantu kipas angin fan maupun pengondisian udara air conditioning. Ruangan tempat pengolahan
makanan harus dilengkapi dengan sistem penghawaan yang dapat menjaga keadaan nyaman. Pemakaian ventilasi harus cukup sekitar 20 dari luas lantai untuk
mencegah udara dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit dan membuang bau, asap dan
pencemaran lain dari ruangan yang berbeda.
Ruang Pengolahan Makanan. Luas untuk tempat pengolahan makanan harus
cukup untuk para karyawan sehingga pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien dan menghindari kemungkinan kontaminasi silang antar makanan yang diproduksi. Luas
lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 dua meter persegi untuk setiap orang bekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung
dengan jamban dan kamar mandi. Ruangan ini sebaiknya dilengkapi dengan sedikitnya meja khusus kerja, lemari tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi
yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya.
Fasilitas Pencucian Peralatan dan Bahan Makanan. Pencucian peralatan harus
menggunakan bahan pembersih atau deterjen. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan
pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya.
13 Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium
permanganat 0,02 atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa detik. Fasilitas Cuci Tangan.
Tempat cuci tangan dibuat terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran
pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyak karyawan, 1-10 orang = 1 buah dengan tambahan
1 buah untuk setiap penambahan 10 orang. Tempat cuci tangan diletakkan sedekat
mungkin dengan tempat bekerja. Sumber Air Bersih.
Distribusi air bersih merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha menjaga kesehatan dan higiene sanitasi. Air bersih harus
tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga memenuhi syarat
sesuai dengan keputusan menteri kesehatan. Jamban dan Peturasan.
Jamban dan peturasan yang terdapat dalam restoran harus memenuhi syarat higiene sanitasi serta memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah jamban yang disediakan harus sesuai dengan jumlah karyawan yakni, 1-10 orang: 1 buah; 11-25 orang: 2 buah; 26-50 orang: 3 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 25 orang. Jumlah peturasan pun disesuaikan dengan jumlah karyawan yaitu:1-30 orang: 1 buah; 31-60 orang: 2 buah dengan penambahan 1 buah
setiap penambahan 30 orang. Kamar Mandi.
Jasaboga harus dilengkapi kamar mandi dengan air kran mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi pedoman plumbing Indonesia.
Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 buah untuk 1-10
orang dengan penambahan 1 buah setiap 20 orang. Tempat Sampah.
Tempat sampah seperti kantong plastik, kertas dan bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin
dengan sumber produksi sampah, dan terhindar dari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah. Penanggung jawab jasaboga harus memelihara semua
bangunan, fasilitas dan alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik,
14 peningkatan suhu, akumulasi sampah, perkembangbiakan serangga, tikus dan
genangan air. Persyaratan Khusus Golongan
Jasaboga Golongan A1.
Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh
keluarga. Persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi sebagai berikut: a. ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur.
b. sistem penghawaan: bangunan yang tidak mempunyai ventilasi alam yang cukup harus menyediakan ventilasi yang dapat memasukkan udara segar serta
pembuangan udara kotor atau asap tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.
c. tersedia tempat cuci tangan yang permukaannya halus dan mudah dibersihkan d. tersedia sedikitnya satu buah lemari es untuk penyimpanan makanan yang mudah
busuk. Jasaboga Golongan A2.
Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur rumah tangga dan menggunakan
tenaga kerja. Jasaboga ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A1
dengan persyaratan khusus sebagai berikut:
a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan diberi dinding pemisah dengan ruangan lainnya.
b. sistem penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat yang membantu pengeluaran asap, sehingga tidak mengotori ruangan.
c. penyimpanan makanan: tersedia sedikitnya 1 buah lemari penyimpanan dingin yang khusus dipergunakan untuk menyimpan makanan yang cepat busuk.
d. fasilitas ganti pakaian: bangunan harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan dan ganti pakaian yang cukup serta ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mencegah kontaminasi terhadap makanan.
Jasaboga Golongan A3.
Jasaboga ini melayani kebutuhan masyarakat umum, dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan tenaga kerja. Persyaratan
15 jasaboga golongan ini harus memenuhi persyaratan jasaboga golongan A2 dengan
syarat khusus sebagai berikut :
a. pengaturan ruang: ruang pengolahan makanan harus terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal.
b. ventilasi penghawaan: pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap dan cerobong asap.
c. ruang pengolahan makanan: tempat memasak makanan harus terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan matang.
Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Bahan Makanan.
Bahan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikanudang dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa.
Bahan-bahan ini berasal dari tempat resmi yang diawasi. Bahan terolah yang dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong telah memenuhi persyaratan
keputusan menteri kesehatan yang berlaku. Makanan Terolah.
Makanan yang telah dikemas mempunyai label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusakpecah atau kembung,
belum kadaluwarsa dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan. Khusus untuk makanan yang tidak dikemas harus baru dan segar, tidak basi, tidak
busuk, tidak rusak atau berjamur dan tidak mengandung bahan yang dilarang. Makanan Jadi
. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya pengotoran lain serta
memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku. Angka kuman E. Coli pada makanan harus 0gr contoh makanan. Angka kuman E. Coli
pada minuman harus 0gr contoh minuman. Jumlah kandungan logam berat residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan
yang berlaku.
16
Persyaratan Higiene Sanitasi Pengolahan Makanan Karyawan Pengolah Makanan.
Karyawan yang memegang bagian pengolahan makanan memiliki sertifikat higiene sanitasi makanan, berbadan sehat yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter, tidak mengidap penyakit menular seperti typhus, kolera, tbc atau pembawa kuman carrier serta setiap karyawan harus
memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku Peralatan yang Kontak dengan Makanan.
Permukaan peralatan utuh tidak cacat dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asambasa atau
garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan dan bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan seperti : timah hitam
Pb, arsenikum As, tembaga Cu, seng Zn, cadmium Cd, dan antimon atau stibium. Setiap wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup
sempurna. Kebersihan peralatan ditentukan dengan angka kuman maksimal 100cm
3
permukaan dan tidak ada kuman E. coli.
Cara Pengolahan. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan
cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan ini dilakukan dengan menggunakan sarung tangan plastik sekali pakai, penjepit makanan dan
sendok garpu. Perlindungan terhadap pencemaran pada makanan menggunakan celemek apron, tutup rambut dan sepatu dapur. Karyawan pengolah menunjukkan
perilaku higiene selama bekerja seperti: tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias
polos, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil, memakai
pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar serta memakai pakaian kerja yang
bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga. Persyaratan Higiene Sanitasi Penyimpanan Makanan
Penyimpanan Makanan.
Bahan makanan dan produk pangan tidak boleh tercampur
dan disimpan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Jarak makanan dengan lantai: 15 cm
17 b. Jarak makanan dengan dinding: 5 cm
c. Jarak makanan dengan langit-langit: 60 cm.
Penyimpanan Bahan Mentah. Ketebalan dan bahan padat yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm dan kelembaban penyimpanan dalam ruangan sekitar 80-90. Pengaturan suhu yang digunakan untuk penyimpanan bahan mentah dapat dilihat
pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Suhu Penyimpanan Bahan Mentah
Jenis bahan makanan Digunakan untuk
Maksimal 3 hari
Maksimal 1 minggu
Minimal 1 minggu
Daging, ikan, udang dan olahannya -5-0
o
C -10 –-5
o
C -10
o
C Telur, susu, dan olahannya
5-7
o
C -5 -0
o
C -5
o
C Sayur, buah dan minuman
10
o
C 10
o
C 10
o
C Tepung dan biji
25
o
C 25
o
C 25
o
C
Sumber: Kepmenkes No.715 Thn 2003
Penyimpanan Makanan Jadi. Produk makanan jadi harus terlindung dari debu,
bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan yang cepat busuk disimpan dalam suhu panas
≥65,5
o
C atau atau disimpan dalam suhu dingin ≤ 4
o
C. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama lebih dari 6 jam disimpan dalam
suhu –5-–1
o
C. Standard Sanitation Operating Procedure SSOP
Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan persyaratan dasar yang ditetapkan untuk penerapan HACCP. Penerapan program persyaratan
dasar ini harus didokumentasikan dalam Standar Prosedur Operasi Sanitasi SPO Sanitasi atau Sanitation Standard Operating Procedures SSOP. Sanitasi dalam
prakteknya, meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan dan sanitasi pabrik termasuk
lingkungannya, serta kesehatan pekerja. Program sanitasi harus terencana, paksaan aktif dan dapat diawasi secara efektif Marriot, 1999. Tujuan SSOP Winarno dan
Surono, 2002 adalah agar setiap karyawan teknis maupun administrasi dari yang paling bawah sampai paling atas:
18 1.
mengerti bahwa program kebersihan dan sanitasi akan meningkatkan kualitas sehingga tingkat keamanan produk meningkat, seirama dengan menurunnya
kontaminasi mikroba. 2.
mengetahui adanya peraturan GMP yang mengharuskan digunakan zat-zat tertentu yang dianggap aman dan efektif bagi program higiene dan sanitasi.
3. mengetahui tahapan-tahapan dalam higiene dan sanitasi.
4. mengetahui persyaratan minimum penggunaan sanitasi dengan klorin pada air
pendingin, khususnya pada industri pengolahan makanan. 5.
mengetahui adanya faktor-faktor seperti pH, suhu, dan konsentrasi diienfektan yang mempengaruhi hasil akhir suatu proses sanitasi.
6. mengetahui masalah potensial yang mungkin timbul bila sanitasi tidak dijalankan
dengan cukup. Proses sanitasi berbeda dengan membersihkan Winarno dan Surono, 2002.
Membersihkan adalah menghilangkan mikroba yang berasal dari sisa makanan dan tanah yang mungkin dapat menjadi media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.
Sanitasi menggunakan zat kimia dan atau metode fisika untuk menghilangkan sebagian besar mikroba yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin pengolah
makanan. Prosedur untuk melaksanakan higiene dan sanitasi harus disesuaikan dengan jenis dan tipe mesinalat pengolah makanan Winarno dan Surono, 2002.
Standar yang digunakan adalah: 1. pre rinse atau langkah awal, yaitu menghilangkan tanah dan sisa makanan dengan
mengerok, membilas dengan air, menyedot kotoran dan sebagainya. 2. pembersihan yang dilakukan dengan menghilangkan sisa tanah atau sisa makanan
secara mekanis atau mencuci dengan lebih aktif. 3. pembilasan, yaitu membilas sisa tanah atau sisa makanan dari permukaan dengan
pembersih seperti sabundeterjen. 4. pengecekan visual, yaitu memastikan dengan indera mata bahwa permukaan alat-
alat bersih. 5. penggunaan desinfektan, yaitu untuk membunuh mikroba.
6. pembersihan akhir, bila diperlukan untuk membilas cairan desinfektan yang padat