Tabel 10. Konsentrasi kromium Cr pada daging dan berbagai organ mgkg berat basah dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar
lahan pasca tambang. Lokasi
Sapi dari lahan pasca tambang
mgkg Sapi dari luar areal
lahan pasca tambang mgkg
Standar mgkg
Daging Punggung
Tt
Tt 0.02-0.52
Daging Paha
Tt
Tt Jantung
Tt
Tt Hati
Tt
Tt Paru-paru
Tt
Tt Limpa
Tt
Tt Ginjal
Tt
Tt Tulang
0.12 ± 0.17
Tt Darah
Tt
Tt IOM 2001.
Tt : Tidak terdeteksi Peran utama Cr secara fisiologis adalah meningkatkan potensi aktivitas
hormon insulin, yaitu hormon yang berperan dalam meningkatkan pengambilan glukosa dan asam amino di dalam sel, sehingga potensi aktivitas insulin sangat
diperlukan sebagai faktor toleransi glukosa glucose tolerance factor, GTF. Kerja GTF pada sistem transport glukosa dan asam amino adalah meningkatkan
pengikatan insulin dengan reseptor spesifiknya pada organ target. Struktur GTF mengandung kromium sebagai komponen aktifnya, sehingga tanpa adanya
kromium pada intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin. Oleh karena itu, kromium merupakan komponen aktif pada GTF dan dibutuhkan dalam
metabolisme lemak dan protein, sehingga keberadaan Cr dalam makanan perlu diperhatikan Suryadi et al. 2011.
Saat insulin mengikat reseptor spesifiknya, pengambilan glukosa seluler dan asam amino dipermudah karena GTF berfungsi meningkatkan efektivitas
potensi insulin. Pada ternak yang kekurangan kromium, penambahan kromium dapat meningkatkan penggunaan glukosa oleh insulin untuk pembentuk organ
seperti otot dan jaringan adipose Mc Namara dan Valdez 2005.
Kadmium
Daging dan beberapa organ sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang yaitu jantung dan hati tidak terdeteksi adanya kadmium lihat tabel 11. Pada
beberapa organ lainnya yaitu paru-paru, limpa, ginjal, tulang dan darah, terdeteksi sejumlah kadmium, namun konsentasi kadmium yang dimiliki belum melebihi
ambang batas yang ditetapkan oleh SNI 2009. Pada daging dari sapi yang dipelihara di luar pertambangan tidak
ditemukan kadmium, namun kadmium terdapat pada organ jantung, hati, paru- paru, ginjal dan tulang lihat tabel 11. Konsentrasi kadmium pada ginjal dan
tulang melebihi standar keberadaan kadmium dalam daging sesuai SNI 2009. Konsentrasi kadmium terbesar terdapat di ginjal baik dari sapi yang dipelihara di
lahan revegetasi tambang, maupun sapi yang di pelihara di luar pertambangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Prankel et al. 2004 yang menyatakan bahwa
kadmium terakumulasi terutama pada bagian organ hati dan ginjal. Berdasarkan temuan Prankel sebelumnya, Prankel et al. 2005 merancang sebuah penelitian
untuk memperkuat temuan sebelumnya. Domba diberikan diet yang mengandung 1 mgkg kadmium dalam bentuk organik. Setelah 130 hari pemberian kadmium
dalam pakan, ditemukan residu di ginjal melampaui yang melampaui batas 1 mgkg berat basah. Jika kadmium dalam pakan sebagian besar dalam bentuk
anorganik, maka dibutuhkan 2-4 kali lebih lama untuk mencapai efek yang sama. Tabel 11. Konsentrasi kadmium Cd pada daging dan berbagai organ mgkg
berat basah dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang.
Lokasi Sapi dari lahan pasca
tambang mgkg
Sapi dari luar areal lahan pasca tambang
mgkg Standar
mgkg Daging Punggung
Tt Tt
0.3 Daging Paha
Tt Tt
0.3 Jantung
Tt 0.03 ± 0.03
0.5 Hati
Tt 0.02 ± 0.02
0.5 Paru-paru
0.04 ± 0.08 0.03 ± 0.02
0.5 Limpa
0.03 ± 0.03 Tt
0.5 Ginjal
0.04 ± 0.04 0.86 ± 0.16
0.5 Tulang
0.02 ± 0.04 0.51 ± 0.05
0.5 Darah
0.20 ± 0.29 Tt
0.5 SNI 7387 2009.
Tt : Tidak terdeteksi Kadmium dari daerah kontrol yairu sapi dari luar areal pertambangan
justru lebih besar dibandingkan sapi dari areal revegetasi tambang. Sapi dari areal pertambangan hanya mengkonsumsi rumput sebagai pakannya tanpa tambahan
konsentrat sebagai makanan tambahan, berbeda dengan sapi dari luar areal pertambangan yang diberikan konsentrat sebagai makanan tambahannya.
Kontaminasi kadmium pada sapi dari luar areal pertambangan dapat bersumber dari pakan konsentrat yang diberikan, mengingat konsentrat yang diberikan pada
ternak dapat berasal dari limbah pertanian dan perkebunan. Hal ini sejalan dengan pendapat NWS DPI 2007 bahwa, penggunaan limbah pengolahan buah, sayuran
dan makanan lainnya sebagai pakan ternak tampaknya memberikan keuntungan secara ekonomis, namun limbah ini dapat menyimpan residu bahan kimia dan
logam berat yang dapat membahayakan ternak yang mengonsumsinya. Toksisitas kadmium adalah mematikan pada dosis konsumsi 225 mgKg
LD
50
dan asupan mingguan yang ditoleransi yaitu 0.007 mgKg berat badan provisional tolerable weekly intakePTWI SNI 2009. JECFA 2010 kembali
mengevaluasi kadmium karena telah terjadi sejumlah studi epidemiologi baru yang telah dilaporkan biomarker kadmium terikat dalam urin akibat paparan
lingkungan. Tingkat β2 - mikroglobulin kemih terpilih sebagai biomarker yang paling cocok untuk melihat toksisitas kadmium karena secara luas diakui sebagai
penanda untuk patologi ginjal dan akibatnya memiliki jumlah terbesar dari data
yang tersedia. Karena waktu paruh kadmium yang panjang dalam ginjal manusia yakni 15 tahun, maka disimpulkan bahwa penentuan konsentrasi kritis kadmium
dalam urin adalah yang paling dapat diandalkan menggunakan data dari individu- individu dari 50 tahun dan lebih tua. Menggunakan hubungan dosis – respon β2-
mikroglobulin ekskresi dalam urin untuk ekskresi kadmium dalam urin untuk kelompok populasi ini, diperkirakan konsentrasi kritis kadmium keratin adalah
5.24 ppm. Mengingat waktu paruh yang panjang dari kadmium, JECFA menetapkan untuk mencabut standar PTWI 0.007 mgKgminggu menjadi PTMI
provisional tolerable monthly intake 0.025 mgkgbulan.
Nikel
Nikel Tabel 12 hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil pada organ paru-paru dan ginjal dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan
ditemukan dalam jumlah kecil di paru-paru sapi yang dipelihara dari luar lahan pasca tambang. Konsentrasi Ni tertinggi terdapat pada paru-paru. Hal ini
menunjukkan Ni masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan. Belum ditemukan standar maksimum asupan nikel dari makanan, namun ATSDR 2005
menetapkan maksimum nikel yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan yaitu 0.0002 mgm
3
untuk jangka paparan 15-364 hari dan 0.00009 mgm
3
untuk jangka paparan lebih dari 365 hari.
Tabel 12. Konsentrasi nikel Ni pada daging dan berbagai organ mgkg berat basah dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar
lahan pasca tambang. Lokasi
Sapi dari lahan pasca tambang
mgkg Sapi dari luar areal
lahan pasca tambang mgkg
Standar mgkg
Daging Punggung Tt
Tt -
Daging Paha Tt
Tt Jantung
Tt Tt
Hati Tt
Tt Paru-paru
0.28 ± 0.48 0.15 ± 0.04
Limpa Tt
Tt Ginjal
0.08 ± 0.16 Tt
Tulang Tt
Tt Darah
Tt Tt
Tt : Tidak terdeteksi. Nikel merupakan logam berat yang banyak terdapat di rumput yang
dikonsumsi oleh ternak, namun hasil analisis logam berat nikel pada daging dan organ sapi yang memakan rumput tersebut, nikel tidak ditemukan di daging dan
beberapa organ lain kecuali paru-paru. Ada tiga jalur penyerapan nikel ke dalam tubuh, yaitu pernapasan, pencernaan dan transdermal. Jalur masuk yang paling
sering adalah melalui pernapasan kemudian pencernaan, sementara jalur masuk transdermal sering diabaikan. Tingkat penyerapan nikel, terkait dengan kelarutan
senyawanya. Konstribusi dari senyawa yang sukar larut untuk penyerapan nikel total lebih signifikan setelah masuk melalui mulut dibandingkan setelah paparan
inhalasi karena mereka lebih larut dalam cairan asam lambung Kasprazak et al. 2003. Pada manusia, 27 nikel diserap melalui air dan kurang dari 1 yang
diserap melalui makanan Cangul et al. 2008; Georgescu et al. 2011. Nikel yang terdapat di rumput, kemungkinan tidak terserap dalam saluran pencernaan dan
dieksresikan melalui feses atau jalur sekresi lainnya misalnya urin. Menurut Georgescu et al. 2011 semua sekresi tubuh merupakan jalur potensial untuk
ekskresi nikel, termasuk melalui urin, keringat, air mata dan air susu pada ibu menyusui. Nikel yang tidak terserap di dalam tubuh, akan dieksresikan melalui
feses.
Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung nikel dalam jumlah besar dapat menyebabkan penyakit paru-paru pada anjing dan tikus.
Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan departement of health and human servicesDHHS telah menetapkan bahwa logam nikel wajar dapat
diantisipasi menjadi karsinogen dan senyawa nikel diketahui karsinogen manusia. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker international agency for research
on cancer IARC telah menetapkan bahwa beberapa senyawa nikel bersifat
karsinogenik bagi manusia dan kemungkinan logam nikel karsinogenik bagi manusia. EPA enviromental protection agency telah menetapkan bahwa debu
kilang nikel dan nikel subsulfida sebagai karsinogen pada manusia ATSDR 2005.
Kerusakan pada paru-paru dan saluran pernapasan telah diobservasi pada tikus dan mencit yang menghirup kandungan nikel. Kanker paru-paru dan sinus
hidung dapat terjadi pada para pekerja yang menghirup debu yang mengandung senyawa nikel dengan level dan waktu paparan yang tinggi saat bekerja di kilang
nikel atau pabrik pengolahan nikel ATSDR 2005. Cavani 2005 dan Gupta et al
. 2010 melaporkan konsumsi nikel II yang melebihi batas yang diperbolehkan menyebabkan beberapa penyakit seperti pulmonary fibrosis, renal
edema dan gastrointestinal distress misalnya mual, muntah dan diare.
Merkuri
Hasil analisa Hg tabel 13 yang dilakukan pada daging dan organ sapi yang dipelihara dari lokasi revegetasi tambang dan luar areal tambang, seluruhnya
ditemukan Hg dan melebihi ambang batas maksimum Hg dalam daging yang ditetapkan oleh badan standarisasi Indonesia. Pada Tabel 6, disajikan data
mengenai mineral pada rumput dan air yang dikonsumsi. Pada rumput yang dikonsumsi oleh ternak dari areal pertambangan tidak ditemukan adanya Hg,
namun pada air yang dikonsumsi terdapat sejumlah merkuri yang mencapai ambang batas. Ternak besar seperti sapi yang hidup pada suhu lingkungan sekitar
27-32
o
C dapat mengkonsumsi air sekitar 33.69-48.07 liter setiap harinya NRC 2011. Konsumsi air yang tercemar merkuri, dapat menjadi penyebab akumulasi
logam berat tersebut pada tubuh ternak yang mengkonsumsinya. Merkuri yang terdapat pada air minum ternak, dapat berasal dari sedimen tanah.
Tidak hanya sapi dari areal revegetasi tambang, sapi dari luar areal tambang juga terkontaminasi merkuri yang melebihi ambang batas. Dalam
penelitian ini, tidak dianalisis kandungan logam berat pada pakan dan air minum sapi yang dipelihara di luar areal tambang. Berbeda dengan sapi dari areal
revegetasi tambang yang dipelihara dengan sistem pengembalaan tidak dikandangkan, sistem pemeliharaan sapi dari luar areal tambang adalah sistem
perkandangan secara intensif, sehingga kontaminasi kemungkinan berasal dari air minum dan pakan tambahan yang diberikan. Penggunaan tepung ikan sebagai
pakan ternak dapat menyebabkan kadar metil-merkuri lebih tinggi dalam produk hewani lainnya CAC 1999.
Tabel 13. Konsentrasi merkuri Hg pada daging dan berbagai organ mgkg berat basah dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar
lahan pasca tambang. Lokasi
Sapi dari lahan pasca tambang
mgkg Sapi dari luar areal
lahan pasca tambang mgkg
Standar mgkg
Daging Punggung
0.29 ± 0.02 0.11 ± 0.005
0.03 Daging Paha
0.18 ± 0.005 0.044 ± 0.015
Jantung
0.18 ± 0.01 0.075 ± 0.015
Hati
0.059 ± 0.003 0.053 ± 0.005
Paru-paru 0.01 ± 0.0006
0.062 ± 0.005
Limpa
0.82 ± 0.08 0.33 ± 0.0002
Ginjal
0.11 ± 0.01 0.052 ± 0.008
Tulang
1.42 ± 0.76 0.009 ± 0.007
Darah
0.22 ± 0.008 0.061 ± 0.008
SNI 7387 2009. Tt : Tidak terdeteksi
Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dalam bentuk senyawa organik metal merkuri melalui inhalasi paru-paru maupun melalui
pakan. Peningkatan konsentrasi juga dapat terjadi karena pencemaran lingkungan oleh kegiatan industri atau industri merkuri lainnya. Metilmerkuri dan jumlah
kadar merkuri pada hewan darat serta tumbuhan biasanya sangat rendah. Toksisitas merkuri tergantung pada bentuk kimianya yaitu murni elemen,
anorganik dan organik. Merkuri bentuk murni mudah menguap dan sangat beracun bila terhisap, tetap tidak beracun jika termakan. Bentuk toksik dari Hg
anorganik ini hanya dalam jumlah kecil didistribusikan pada otak. Gejala menonjol pada keracunan Hg anorganik adalah adanya rasa sakit pada saluran
pencernaan dan ginjal yang biasanya intoksikasi melalui makanan. Bentuk merkuri organik merupakan bentuk merkuri yang paling toksik dan berbahaya.
Senyawa merkuri organik yang sangat berbahaya adalah bentuk alkil merkuri yaitu metal dan etil-merkuri. Kedua bentuk senyawa organik ini telah banyak
dalam bidang pertanian untuk mencegah tumbuhnya jamur Darmono 2001. Asupan mingguan yang ditoleransi menurut CAC 1995 yaitu 0.005 mgkg berat
badan atau sekitar 0.35 mg per minggu untuk manusia dewasa dengan berat 70 kg.
Timbal
Mineral Pb hanya ditemukan pada bagian tulang dan darah baik dari sapi dari lahan pasca tambang maupun sapi dari luar areal tambang tabel 14. Hasil
analisa memperlihatkan sapi dari luar tambang, memiliki Pb lebih besar dan bahkan melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh badan standarisasi
Indonesia. Hal ini mungkin terjadi dari kontaminasi bahan pakan tambahan yang biasa diberikan pada ternak. Penggunaan tepung ikan, tepung tulang dan tepung
bulu dapat menyebabkan peningkatan kontaminasi logam berat. Tabel 14. Konsentrasi timbal Pb pada daging dan berbagai organ mgkg berat
basah dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang.
SNI 7387 2009. Tt : Tidak terdeteksi
SNI 2009 mempersyaratkan batas maksimum 1.0 mgkg timbal dalam daging dan produk daging, namun CAC, 1995 menetapkan standar yang lebih
ketat, yaitu 0.1 mgkg untuk daging dan 0.5 mgkg untuk organ sapi yang dapat dikonsumsi. Asupan mingguan yang ditoleransi adalah 0.005 mgkg berat badan
atau setara dengan 0.35 mg per minggu untuk manusia dewasa dengan berat badan 70 kg. Tempat penyerapan timbal pertama kali adalah plasma dan membran
jaringan lunak, selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian dimana kalsium memegang peranan penting seperti gigi pada anak-anak dan tulang pada semua
umur. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan. Konsumsi timbal dalam jumlah banyak secara langsung menyebabkan kerusakan
jaringan, termasuk kerusakan jaringan mukosa. Sistem yang paling sensitif adalah sistem sintesis jaringan darah hematopoietik sehingga biosintesis haema
terganggu. Semua sel-sel yang sedang aktif berkembang sensitif terhadap timbal. Timbal juga dapat merusak syaraf SNI 2009. Akumulasi Pb pada tanah dan air
permukaan tergantung pada berbagai faktor seperti pH, komposisi mineral atau jumlah dan jenis bahan organik. Manusia dapat terpapar Pb melalui makanan, air,
udara, tanah dan debu, namun makanan merupan sumber utama. Di dalam tubuh, timbal diperlukan seperti halnya kalsium.
Lokasi Sapi dari lahan pasca
tambang mgkg
Sapi dari luar areal lahan pasca tambang
mgkg Standar
mgkg Daging Punggung
Tt Tt
1.0 Daging Paha
Tt Tt
Jantung Tt
Tt Hati
Tt Tt
Paru-paru Tt
Tt Limpa
Tt Tt
Ginjal Tt
Tt Tulang
0.21 ± 0.06 2.63 ± 0.03
Darah 0.27 ± 0.11
0.86 ± 0.31
Interaksi Antar Logam
Ternak merupakan salah satu sumber pangan bagi manusia, sehingga dapat mentrasnfer polusi secara langsung kepada manusia. Interaksi antara mineral
toksik dengan mineral esensial memungkinkan peningkatan konsentrasi terjadi secara alami. Namun disisi lain defisiensi salah satu mineral dapat meningkatkan
akumulasi dan toksisitas dari beberapa mineral. Tabel 15. Pearson korelasi antara mineral toksik dan mineral esensial dari sapi
yang dipelihara di lahan revegetasi tambang.
Daging Punggung
Paru-paru Tulang
Darah Elemen Korelasi Elemen Korelasi Elemen Korelasi Elemen Korelasi
Cu-Zn 0.965 Ni-Fe
0.995 Pb-Cu
-0.965 Fe-Zn 0.968
P-Value 0.035 P-Value 0.005
P-Value 0.035 P-Value 0.032 Hg-Cd
0.998 P-Value 0.002
Interaksi antara beberapa mineral dengan menggunakan metode pearson korelasi disajikan pada Tabel 15. Interaksi antara mineral toksik dengan mineral
esensial ditemukan di tulang dengan korelasi negatif antara Pb dengan Cu P- Value0.05. Interaksi antara mineral toksik dengan mineral toksik terjadi pada
paru-paru yaitu korelasi positif antara Hg dengan Cd. Interaksi antara mineral esensial dengan mineral esensial ditemukan di daging punggung yaitu korelasi
positif antara Cu dengan Zn P-Value0.05, korelasi positif antara Ni dengan Fe di paru-paru dan korelasi positif antara Fe dengan Zn di darah P-Value0.05.
Korelasi positif antara mineral Cu dengan Zn juga dilaporkan oleh Lopez- Alonso 2004, ditemukan di ginjal sapi dari NW Spain. Zn memiliki interaksi
dengan Fe pada darah, tipe interaksi antara keduanya berupa kesamaan jalur absorbsi, artinya bila kadar salah satu elemen tinggi maka akan mempengaruhi
absorbs elemen lain. Protein transpor besi pada sisi apikal enterosit diketahui juga menjadi protein transpor seng Gropper et al. 2005.
Pada penelitian ini terjadi korelasi negatif antara Pb dengan Cu, hal ini sesuai dengan penelitian Dhawan et al. 1995 yang menyimpulkan bahwa hewan
yang terpapar Pb secara signifikan menurunkan Cu dalam hati. Namun interaksi Pb dengan Cu pada penyerapan di gastrointestinal atau jalur metabolisme lain
belum diketahui mekanismenya. Korelasi negatif Pb dengan Cu pada hati juga dilapokan pada hewan yang terpapar Pb dalam konsentrasi yang rendah Miranda
1999. Belum ada penelitian yang melihat interaksi antara Hg dengan Cd. Ni
dengan Fe berkorelasi positif di paru-paru. Hal ini mungkin terjadi karena tingginya level Ni dapat merusak penyerapan atau pemanfaatan Fe ketika kondisi
Fe dalam tubuh rendah Duda-Chodak dan Blaszczyk 2008. Hal ini juga lebih dahulu dikemukakan oleh Coogan et al. 1989, bahwa banya efek berbahaya dari
nikel disebabkan oleh gangguan dengan metabolisme logam penting seperti, Fe II, Mn II, Ca II, Zn II, Cu II atau Mg II yang dapat menekan atau
memodifikasi efek toksik dan karsinogenik nikel. Fungsi beracun nikel utamanya disebabkan oleh kemampuannya untuk menggantikan ion logam lainnya di enzim
dan protein atau untuk mengikat senyawa seluler yang mengandung O-, S-, dan N-atom, seperi enzim dan asam nukleat yang kemudian terhambat.
Dalam penelitian ini interaksi mineral esensial dengan mineral toksik hanya terdapat di tulang, namun keberadaan mineral dalam tubuh ini harus tetap
terjaga karena keberadaan mineral esensail juga dapat memicu penyerapan mineral lain. Namun dilain pihak mineral esensial juga dapat menekan keberadaan
mineral toksik. Interaksi antara seng dengan kadmium berhubungan dengan saling berbagi ikatan dengan metalotionin, protein dengan berat molekul rendah
mengikat seng dan tembaga dan dapat membantu transportasi dan penyimpanan mineral esensial ini. Kadmium juga dapat menginduksi metalotionin dan berbagi
ikatan dengan protein yang memiliki seng Chmielnicka dan Cherian 1986. Kadmium terikat pada metalotionin pada hati dan sel epitel ginjal dianggap
sebagai non-toksik, tapi kadmium yang terikat dengan metalotionin di dalam plasma merupakan racun bagi tubulus ginjal ketika sedang diekskresikan dalam
urin Chan and Cherian 1993. Seng dan kadmium mempunyai kesamaan dalam sifat fisik dan kimianya. Kedua logam ini termasuk dalam kelompok II dari sistem
berkala priodik. Mereka biasanya selalu ditemukan bersamaan dalam tambang maupun dalam jaringan hewan. Telah diketahui bahwa kadmium merupakan
logam yang bersifat toksik dan seng merupakan logam esensial, adanya interaksi negatif antara seng dengan tembaga dalam artian jika salah satu logam berlebih
maka keberadaan logam lainnya dapat ditekan, memungkinkan keracunan kadmium dapat dicegah dengan pemberian seng Darmono 2001. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa eksresi Zn meningkat pada hewan yang terpapar Pb dan defisiensi Zn dapat meningkatkan absorpsi Pb Goyer 1997, namun
mekanisme interaksinya belum diketahui. Pada manusia dan hewan yang terpapar Pb dalam jumlah yang rendah, interaksi Pb dengan Zn memiliki korelasi positif
pada hati dan ginjal Lopez Alonso et al. 2002; Rahil-Khazen et al. 2002.
Perkiraan Risiko Perhitungan CDI, HQ dan HI dari sapi yang dipelihara di areal revgetasi
pertambangan. Asupan harian kronis The chronic daily intake CDI, potensi paparan
spesifik yang tidak membahayakan Hazard quotients HQs dan hazard index HI dari paparan sapi yang merumput di areal revegetasi tambang untuk warga
Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan dan masyarakat Indonesia disajikan pada Tabel 16 dan 17.
Untuk melihat gambaran tingkat bahaya berdasarkan jumlah konsumsi daging, maka dilakukan wawancara mendalam pada warga Kec. Malili Kab.Luwu Timur,
Sulawesi Selatan untuk mendapatkan angka gambaran pola konsumsi daging harian dari masyarakat yang mengkonsumsi daging dari areal revegetasi tambang.
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh konsumsi daging harian mereka adalah 48.43 g. Angka konsumsi daging harian digunakan untuk memperoleh HQ
dari masing-masing mineral dan selanjutnya digunakan untuk menentukan indeks
bahaya konsumsi daging tersebut.
Tabel 16. Asupan harian kronis The chronic daily intake CDI, mg kg
-1
hari
-1
logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Organ CDI
mg kg
-1
hari
-1
Cu Fe
Zn Cr
Cd Ni
Hg Pb
Daging Punggung
2.7x10
-5
7.0x10
-3
6.3x10
-3
- -
- 2.0x10
-4
- Daging Paha 6.9x10
-6
8.3x10
-3
6.7x10
-3
- -
- 1.3x10
-4
- Jantung
9.3x10
-4
2.2x10
-2
3.9x10
-3
- -
- 1.3x10
-4
- Hati
1.3x10
-3
4.0x10
-2
6.1x10
-3
- -
- 4.1x10
-5
- Paru-paru
2.8x10
-4
3.5x10
-2
4.1x10
-3
- 2.7x10
-5
1.9x10
-4
6.9x10
-6
- Limpa
1.8x10
-4
5.6x10
-2
5.0x10
-3
- 2.1x10
-5
- 5.6x10
-4
- Ginjal
1.6x10
-3
3.2x10
-2
4.7x10
-3
- 2.7x10
-5
5.5x10
-5
7.6x10
-5
- Tulang
4.8x10
-5
2.2x10
-3
1.8x10
-2
8.3x10
-5
1.3x10
-5
- 9.8x10
-4
1.4x10
-4
Darah 1.2x10
-4
6.3x10
-2
5.5x10
-5
- 1.3x10
-4
- 1.5x10
-4
1.8x10
-4
Tabel 17. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan Hazard quotients HQs, mg kg
-1
hari
-1
dan Hazard Index HI logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung
berdasarkan konsumsi masyarakat Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Organ HQs
mg kg
-1
hari
-1
HI Cu
Fe Zn
Cr Cd
Ni Hg
Pb Daging
Punggung
0.0001 0.0233 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.6698 0.0000 0.69 Daging Paha 0.0000 0.0279 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.4157 0.0000 0.44
Jantung
0.0023 0.0760 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.4157 0.0000 0.49
Hati 0.0033 0.1338 0.0001 0.0000 0.0000 0.0000 0.1363 0.0000 0.27
Paru-paru 0.0007 0.1170 0.0000 0.0000 0.2771 0.0388 0.0231 0.0000 0.46
Limpa 0.0005 0.1876 0.0001 0.0000 0.2079 0.0000 1.8938 0.0000 2.29
Ginjal 0.0041 0.1094 0.0000 0.0000 0.2771 0.0111 0.2540 0.0000 0.66
Tulang 0.0001 0.0075 0.0002 0.0277 0.1386 0.0000 3.2795 0.4157 3.87
Darah 0.0003 0.2124 0.0000 0.0000 1.3857 0.0000 0.5081 0.5345 2.64
Nilai HQs terkait dengan paparan diet lebih besar dari atau mendekati 1 untuk Hg pada limpa, Hg pada tulang dan Cd pada darah. Darah tidak begitu
membahayakan, mengingat sebagian besar masyarakat tidak mengkonsumsi darah. Konsumsi limpa dan tulang perlu diantisipasi karena merupakan salah satu
bagian tubuh sapi yang sering dikonsumsi. Indeks bahaya yang melebihi satu juga hanya terjadi di limpa, tulang dan ginjal dengan nilai masing-masing 2.29, 3.87
dan 2.64. Jika nilai HI1, maka tidak ada risiko yang signifikan yang dapat ditimbulkan pada kesehatan, namun jika HI1 menyarankan mungkin ada risiko
USEPA 1989.
Sebagai perbandingan untuk melihat tingkat bahaya yang mungkin timbul jika daging dari areal pasca tambang tersebut didistribusikan untuk konsumsi
masyarakat Indonesia, dilakukan pula perhitungan CDI, HQ dan HI dengan menggunakan data konsumsi harian daging penduduk Indonesia. Berdasarkan
data kementrian pertanian mengenai konsumsi daging sapi harian penduduk Indonesia diperoleh konsumsi daging sapi harian penduduk Indonesia sebesar 4.5
g lihat Lampiran 2. Hasil perhitungan CDI, HQ dan HI berdasarkan pola konsumsi daging penduduk Indonesia disajikan pada Tabel 18 dan 19.
Tabel 18. Asupan harian kronis The chronic daily intake CDI, mg kg
-1
hari
-1
logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung berdasarkan konsumsi daging Indonesia.
Organ CDI
mg kg
-1
hari
-1
Cu Fe
Zn Cr
Cd Ni
Hg Pb
D. Punggung 4.4x10
-6
2.2 x10
-4
2.1 x10
-4
- -
- 7.1 x10
-6
- Daging Paha 1.2 x10
-6
2.0 x10
-4
2.7 x10
-4
- -
- 2.8 x10
-6
- Jantung
1.2 x10
-5
1.3 x10
-4
3.0 x10
-5
- 6.4 x10
-7
- 4.8 x10
-6
- Hati
8.1 x10
-5
9.2 x10
-4
4.2 x10
-5
- -
- 3.4 x10
-6
- Paru-paru
2.5 x10
-6
6.3 x10
-4
4.3 x10
-5
- 5.1 x10
-6
3.0 x10
-5
3.9 x10
-6
- Limpa
1.9 x10
-6
1.7 x10
-4
3.2 x10
-5
- 1.9 x10
-6
- 2.1 x10
-5
- Ginjal
1.1 x10
-5
1.9 x10
-4
1.8 x10
-5
- 2.5 x10
-6
1.0 x10
-5
3.3 x10
-6
- Tulang
3.2 x10
-6
7.8 x10
-5
4.3 x10
-4
1.1 x10
-5
2.5 x10
-6
- 5.7 x10
-7
1.7 x10
-4
Darah 5.1 x10
-6
6.8 x10
-4
8.3 x10
-6
- 1.8 x10
-5
- 3.9 x10
-6
5.5 x10
-5
Tabel 19. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan Hazard quotients HQs, mg kg
-1
hari
-1
dan Hazard Index HI logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung
berdasarkan konsumsi daging Indonesia.
Organ HQ
mg kg
-1
hari
-1
HI Cu
Fe Zn
Cr Cd
Ni Hg
Pb D.Punggung
0.0000 0.0007 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0235 0.0000 0.02 Daging Paha 0.0000 0.0007 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0094 0.0000 0.01
Jantung
0.0000 0.0005 0.0000 0.0000 0.0064 0.0000 0.0160 0.0000 0.02
Hati 0.0002 0.0031 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0113 0.0000 0.01
Paru-paru 0.0000 0.0021 0.0000 0.0000 0.0514 0.0062 0.0133 0.0000 0.07
Limpa 0.0000 0.0006 0.0000 0.0000 0.0193 0.0000 0.0706 0.0000 0.09
Ginjal 0.0000 0.0006 0.0000 0.0000 0.0257 0.0021 0.0111 0.0000 0.04
Tulang 0.0000 0.0003 0.0000 0.0036 0.0257 0.0000 0.0019 0.4823 0.51
Darah 0.0000 0.0023 0.0000 0.0000 0.1861 0.0000 0.0131 0.1577 0.36
Hasil perhitungan HQ dengan menggunakan konsumsi daging sapi harian penduduk Indonesia, tidak terlihat nilai HQ paparan yang lebih besar satu
mendekati satu. Begitu pula dengan indeks bahaya yang dimiliki, dari semua organ tidak ada yang lebih besar atau mendekati satu. Nilai HI tertinggi terlihat
pada tulang. Dengan melihat indeks bahaya dengan pola konsumsi yang rendah, tidak terlihat potensi risiko yang ditimbulkan. Sehingga untuk menekan potensi
bahaya yang mungkin terjadi perlu dilakukan pengontrolan jumlah konsumsi daging harian.
Perhitungan CDI, HQ dan HI dari sapi yang dipelihara di luar areal pertambangan.
Data konsentrasi logam berat yang teramati pada tabel 7-14, sapi dari luar areal pertambangan ternyata terdapat beberapa logam berat yang konsentrasinya
melebihi standar yang berlaku dan bahkan lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat dari sapi yang merumput di areal revegetasi tambang, berdasarkan
data tersebut maka perlu pula dilakukan perhitungan asupan harian kronis The chronic daily intake
CDI, potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan Hazard quotients HQs dan hazard index HI dari paparan sapi yang dipelihara
di luar tambang. Data CDI, HQ dan HI berdasarkan pola konsumsi daging Kecamatan Malili Kab.Luwu Timur Sulawesi Selatan disajikan pada tabel 20 dan
21. Tabel 20. Asupan harian kronis The chronic daily intake CDI, mg kg
-1
hari
-1
logam berat melalui konsumsi daging sapi dari luar areal tambang dihitung berdasarkan konsumsi daging Kec. Malili Kab.Luwu Timur,
Sulawesi Selatan.
Organ CDI mg kg
-1
hari
-1
Cu Fe
Zn Cr
Cd Ni
Hg Pb
D. Punggung 4.8x10
-5
2.4 x10
-3
2.3 x10
-3
- -
- 7.6 x10
-5
- Daging Paha 1.4 x10
-5
2.2 x10
-3
2.9 x10
-3
- -
- 3.1 x10
-5
- Jantung
1.4x10
-4
1.5 x10
-3
3.3 x10
-4
- 6.9 x10
-6
- 5.2 x10
-5
- Hati
8.7 x10
-4
9.9 x10
-3
4.6 x10
-4
- -
- 3.6 x10
-5
- Paru-paru
2.7 x10
-5
6.8 x10
-3
4.7 x10
-4
- 5.5 x10
-5
3.3 x10
-4
4.3 x10
-5
- Limpa
2.1 x10
-5
1.9 x10
-3
3.5 x10
-4
- 2.1 x10
-5
- 2.3 x10
-4
- Ginjal
1.3 x10
-4
2.1 x10
-3
1.9 x10
-4
- 2.7 x10
-5
1.1 x10
-4
3.6 x10
-5
- Tulang
3.5 x10
-5
8.5 x10
-4
4.6 x10
-3
1.2 x10
-4
2.7 x10
-5
- 6.2 x10
-6
1.8 x10
-3
Darah 5.5 x10
-5
7.4 x10
-3
9.0 x10
-5
- 2.0 x10
-4
- 4.2 x10
-5
5.9 x10
-4
Sebagai perbandingan berdasarkan pola konsumsi, juga dilakukan perhitungan CDI, HQ dan HI dari paparan sapi yang dipelihara di luar tambang
yang dihitung berdasarkan pola konsumsi daging penduduk Indonesia lihat lampiran 2 disajikan pada tabel 22 dan 23.