Pemeriksaan Kandungan Nitrit Pada Produk Daging Sapi Olahan Yang Dijual Di Swalayan Kota Medan Tahun 2010

(1)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN

KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh: NIM. 061000030

FAERI INDRANI PRILIYANTI WARUWU

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN

KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

061000030

FAERI INDRANI PRILIYANTI WARUWU

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN

KOTA MEDAN TAHUN 2010 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 061000030

FAERI INDRANI PRILIYANTI WARUWU

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji

Ir. Indra Chahaya S., M.Si NIP. 19681101 199303 2 005

Penguji II

Penguji I

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS NIP. 19650109 199403 2 002

NIP. 19580404 198702 1 001 dr. Surya Dharma, MPH

Penguji III

NIP. 19491119 198701 1 001 dr. Wirsal Hasan, MPH

Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Produk daging sapi olahan merupakan daging sapi yang mengalami proses pengolahan menjadi berbagai jenis daging yang menarik seperti seperti kornet, sosis dendeng, abon, daging burger, daging asap, bakso dan lain-lain. Daging olahan cenderung menggunakan pengawet untuk mencegah pembusukan daging. Pengawet yang digunakan adalah nitrit yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Clostridium botulinum.

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan tahun 2010.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dari Pasar Swalayan Carrefour dan Swalayan Hipermart, lalu diperiksa di Laboratorium Kesehatan Daerah bagian Toksikologi Medan. Untuk mengetahui kandungan nitrit dilakukan pemeriksaan dengan metode spektrofotometri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa ada enam sampel yang memiliki kandungan nitrit yaitu kornet, dendeng dan daging asap yang masih memenuhi syarat. Sedangkan empat sampel yang lain yaitu bakso dan abon tidak memiliki kandungan nitrit. Pengawet yang digunakan pada bakso adalah fosfat sedangkan pada abon tidak menggunakan pengawet karena kadar airnya hanya 7%. Kandungan nitrit yang terendah terdapat pada sampel kornet dengan merek

Balico Corned Beef yaitu sebesar 0,88 mg/kg dan yang tertinggi terdapat pada kornet

dengan merek Highway Corned Beef yaitu sebesar 3,2 mg/kg. Kesimpulan penelitian ini adalah dari enam sampel yang memiliki kandungan nitrit, seluruhnya masih memenuhi syarat.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian nitrit pada produk daging sapi olahan. Kepada masyarakat terutama bayi dan anak-anak agar tidak mengkonsumsi produk daging sapi olahan dalam jumlah yang berlebihan.


(5)

ABSTRACT

The processed beef products are the beef that have been processed to be various interesting meats such as corned, sausage beef jerky, shredded, beef burgers, bacon, meatballs and others. Processed meats always use preservative to prevent decomposition of meat. The preservatives used is nitrite which inhibit the growth of Clostridium botulinum.

The general objective of this research is to determine the content of nitrite in processed beef products for sale in supermarkets Medan City in 2010.

This research is descriptive. Processed meat samples were taken from Carrefour Supermarket and Hipermart Supermarket, then correcting at Laboratorium Kesehatan Daerah bagian Toksikologi. To determine nitrite content were done by spectrophotometric method.

The result showed that six out of 10 samples have nitrite contain they were corned beef, beef jerky and smoked meat that are still acceptable. But four another samples meatballs and shredded had not contain nitrite. The preservative that used in meatballs was phosphate while on shredded did not used preservative because height water just 7%. The lowest content of nitrite was about 0,88 mg/kg which was found in the corned beef sample with the brand Balico Corned Beef and the highest content of nitrite was about 3,2 mg/kg which was found in the corned beef sample with the brand Highway Corned Beef. The conclution of this research for six samples contained nitrite all of that still qualification..

It is recommended to the Department of Health and BPOM increase the observation to used nitrit. For the society especially for baby and children so that did not consumption processed beef product in plentifull quantity.


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Faeri I. P. Waruwu

Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang / 17 April 1988

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah anggota keluarga : 4 (enam) orang

Alamat rumah : Jln. Marakas No. 15 Pasar II Padang Bulan Medan Riwayat Pendidikan : 1. Taman Kanak-Kanak Bhayangkari 1994

2. SD Negeri 030306 Sidikalang Tahun 1994-2000 3. SLTP Negeri 1 Sidikalang Tahun 2000-2003 4. SMA Negeri 1 Sidikalang Tahun 2003-2006 5. Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Tahun 2006-2010 Riwayat Organisasi : 1. Anggota POMK FKM Tahun 2006-Sekarang

2. Panitia Natal Perkantas Tahun 2007

3. Panitia Paskah FKM USU Tahun 2008


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menulis skripsi ini dengan judul “PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT PADA PRODUK DAGING SAPI OLAHAN YANG DIJUAL DI SWALAYAN KOTA MEDAN TAHUN 2010”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Indra Chahaya S MSi., selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan pikiran dan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. dr. Surya Dharma, MPH., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pikiran dan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. dr. Devi Nuraini Santi, MKes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.


(8)

5. Dra. Norma Sinaga, Apt., selaku Pembimbing di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staff di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terkhusus buat Kak Dian.

7. Secara khusus buat kedua orangtuaku yang sangat aku sayangi, Bapak (G. Waruwu) dan Mama (J. Kemit), abang (Hendra Waruwu), kakak (Mida Naibaho) serta adik-adikku (Falini dan Salomo), yang telah mendukungku dalam segala hal, baik melalui doa, moril bahkan materil.

8. Buat Evergreen (Bg Aswindo, Ayu, Desi dan Maya), buat doa dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

9. Buat Malim (Maria, Maya dan Pujita), buat kebersamaan selama ini baik dalam suka maupun duka dan untuk dukungan doa-doanya.

10. Buat Sounding Joy ( Kak Dany, Basa, Cece, Ria, Maria, Yanti, Lamriama, Lina dan Fitri) yang selalu mendukung penulis melalui doa dan semangat. 11. Buat teman-teman yang senantiasa mendukung penulis dalam pengerjaan

skripsi ini : Ganda, Bg Heri, Kak Lidia, Maylaura, Lusi, Andi, Mareza, Dunter, Andreas, Agung, buat dukungan dan semangatnya.

12. Buat teman-teman seperjuangan khususnya di peminatan Kesehatan Lingkungan.

13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran skripsi ini.


(9)

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Tuhan memberkati.

Medan, Desember 2010


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ...iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... .. 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan ... 6

2.2. Daging ... 9

2.2.1. Jenis Produk Daging Sapi Olahan ... 10

2.2.2. Proses Pembuatan Daging Sapi Olahan ... 12

2.3. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 16

2.3.1. Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 17

2.3.2. Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Pangan ... 17

2.4. Pengawet Nitrit ... 21

2.4.1. Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit ... 24

2.4.2. Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan ... 25

2.4.3. Jumlah Asupan Harian Nitrit ... 27


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1. Lokasi Penelitian... 29

3.2.2. Waktu Penelitian ... 29

3.3. Objek Penelitian ... 29

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4.1. Data Primer ... 30

3.4.2. Data Sekunder... 30

3.5. Defenisi Operasional ... 30

3.6. Pemeriksaan Nitrit... 31

3.6.1. Cara Kerja Pemeriksaan Nitrit ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada Produk Daging Sapi Olahan ... 35

4.2. Perhitungan Jumlah Produk daging Sapi Olahan Yang Dapat Dikonsumsi Setiap Hari Berdasarkan Kadar Kandungan Nitrit Dalam Produk Daging Sapi Olahan ... 37

BAB V PEMBAHASAN ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 42

6.2. Saran...43 DAFTAR PUSTAKA


(12)

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Kandungan Nitrit Pada Sampel Produk Daging Sapi Olahan Yang Dijual Di Swalayan Kota Medan Tahun 2010

Tabel 4.2 Jumlah Maksimum Nitrit Yang Masih Aman Dikonsumsi Setiap Hari Berdasarkan Kandungan Nitrit Yang Sesuai Dengan Batas ADI


(13)

Daftar Lampiran

Lampiran 1. Contoh Perhitungan Kandungan Nitrit Pada Produk Daging Sapi Olahan

Highway Corned Beef

Lampiran 2. Perhitungan Konsumsi Maksimum Nitrit Dengan ADI Maksimum 8 mg untuk 60 kg berat badan

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Jumlah Produk Daging Sapi Olahan Yang Dapat Dikonsumsi Setiap Hari Dengan Kadar Kandungan Nitrit Yang Sesuai Dengan Batas ADI Maksimum 0,133 mg/kg berat badan

Lampiran 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan Lampiran 5. Dokumentasi

Lampiran 6. Surat Keterangan Permohonan Izin Penelitian Lampiran 7. Surat Selesai Melaksanakan Penelitian


(14)

ABSTRAK

Produk daging sapi olahan merupakan daging sapi yang mengalami proses pengolahan menjadi berbagai jenis daging yang menarik seperti seperti kornet, sosis dendeng, abon, daging burger, daging asap, bakso dan lain-lain. Daging olahan cenderung menggunakan pengawet untuk mencegah pembusukan daging. Pengawet yang digunakan adalah nitrit yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Clostridium botulinum.

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan tahun 2010.

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dari Pasar Swalayan Carrefour dan Swalayan Hipermart, lalu diperiksa di Laboratorium Kesehatan Daerah bagian Toksikologi Medan. Untuk mengetahui kandungan nitrit dilakukan pemeriksaan dengan metode spektrofotometri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa ada enam sampel yang memiliki kandungan nitrit yaitu kornet, dendeng dan daging asap yang masih memenuhi syarat. Sedangkan empat sampel yang lain yaitu bakso dan abon tidak memiliki kandungan nitrit. Pengawet yang digunakan pada bakso adalah fosfat sedangkan pada abon tidak menggunakan pengawet karena kadar airnya hanya 7%. Kandungan nitrit yang terendah terdapat pada sampel kornet dengan merek

Balico Corned Beef yaitu sebesar 0,88 mg/kg dan yang tertinggi terdapat pada kornet

dengan merek Highway Corned Beef yaitu sebesar 3,2 mg/kg. Kesimpulan penelitian ini adalah dari enam sampel yang memiliki kandungan nitrit, seluruhnya masih memenuhi syarat.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan BPOM untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian nitrit pada produk daging sapi olahan. Kepada masyarakat terutama bayi dan anak-anak agar tidak mengkonsumsi produk daging sapi olahan dalam jumlah yang berlebihan.


(15)

ABSTRACT

The processed beef products are the beef that have been processed to be various interesting meats such as corned, sausage beef jerky, shredded, beef burgers, bacon, meatballs and others. Processed meats always use preservative to prevent decomposition of meat. The preservatives used is nitrite which inhibit the growth of Clostridium botulinum.

The general objective of this research is to determine the content of nitrite in processed beef products for sale in supermarkets Medan City in 2010.

This research is descriptive. Processed meat samples were taken from Carrefour Supermarket and Hipermart Supermarket, then correcting at Laboratorium Kesehatan Daerah bagian Toksikologi. To determine nitrite content were done by spectrophotometric method.

The result showed that six out of 10 samples have nitrite contain they were corned beef, beef jerky and smoked meat that are still acceptable. But four another samples meatballs and shredded had not contain nitrite. The preservative that used in meatballs was phosphate while on shredded did not used preservative because height water just 7%. The lowest content of nitrite was about 0,88 mg/kg which was found in the corned beef sample with the brand Balico Corned Beef and the highest content of nitrite was about 3,2 mg/kg which was found in the corned beef sample with the brand Highway Corned Beef. The conclution of this research for six samples contained nitrite all of that still qualification..

It is recommended to the Department of Health and BPOM increase the observation to used nitrit. For the society especially for baby and children so that did not consumption processed beef product in plentifull quantity.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu komponen kualitas hidup manusia adalah kesehatan. Agar dapat hidup dengan baik dan sehat, manusia memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari (Winarno, 1993).

Dalam undang-undang kesehatan No.23 tahun 1992 disebutkan bahwa peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan diselenggarakan melalui 15 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya pengamanan makanan dan minuman akan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu ( Depkes RI, 1992).

Makanan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk seperti bahan mentahnya, tetapi sebagian besar biasanya terlebih dahulu diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan lain (Winarno,1980). Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang memadai jumlahnya bagi masyarakat kota, peranan teknologi pangan sangat menentukan. Pada masa kini tidak lagi memungkinkan orang menggantungkan kebutuhannya akan pangan hanya pada pangan segar hasil produksi setempat. Pangan yang diangkut dari daerah penghasilnya di pedesaan ke kota sering kali harus menempuh jarak yang sangat jauh. Jika tidak diolah atau diawetkan, pada saat


(17)

mencapai konsumen kebanyakan bahan pangan tersebut tidak layak lagi dikonsumsi (Gaman, 1992)

Tujuan pengolahan pangan adalah agar bahan menjadi awet dan praktis dalam penanganan. Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini banyak jenis makanan yang mengalami berbagai proses mekanis dan kimia, baik dalam skala kecil maupun skala industri sehingga bahan pangan kehilangan kesegaran, dan sebagian atau sebagian besar zat gizi yang terkandung di dalamnya hilang atau rusak. Kemajuan ilmu dan teknologi dapat juga membuat berbagai jenis makanan menjadi lebih awet, lebih bergizi, lebih menarik dalam penampilan, lebih aman, lebih enak, serta lebih praktis bagi konsumen. Keamanan pangan adalah faktor yang sangat penting dalam pemilihan makanan. Setinggi apapun nilai gizi yang dihasilkan dan senikmat apapun suatu hidangan, tetapi bila beracun atau tidak aman bagi kesehatan, tidak ada artinya (Winarno, 1993).

Menurut Cahyadi (2006), peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.

Salah satu jenis pangan yang membutuhkan pengawetan adalah daging. Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas dan kebersihannya tetap terjaga. Tujuan pengawetan


(18)

adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur (kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak (Margono, 1993).

Biasanya nitrit banyak digunakan pada berbagai jenis daging olahan seperti sosis dan corned beef serta berbagai daging olahan lainnya (Yuliarti, 2007). Tujuan penggunaan nitrit dalam pengolahan daging ialah menghambat pertumbuhan bakteri

Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah daging agar tampil menarik,

dan juga sebagai pembentuk cita rasa (Nurwantoro, 1999).

Menurut Khomsan (2003), nitrit sebagai pengawet aman digunakan, namun sekalipun aman perlu diperhatikan batas aman penggunaannya dalam makanan supaya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan. Pada tahun 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa manusia, akibat mengkonsumsi natrium nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan kepada makanan karena kekeliruan.

Pada daging kalengan (corned), nitrit bisa digunakan dengan dosis 50 mg/kg. Pada awalnya nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan yang diawetkan. Penggunaan nitrit dan nitrat semakin meluas seperti pada pembuatan sosis, ham, dan hamburger.

Bahan makanan yang tercemar oleh nitrit ataupun bahan makanan yang diawetkan menggunakan nitrat dan nitrit dapat menyebabkan methemoglobinemia simptomatik pada anak-anak. Methemoglobinemia simptomatik telah terjadi pada


(19)

anak-anak yang memakan sosis yang menggunakan nitrit dan nitrat secara berlebihan (Wahyudi, 2007).

Nitrit dalam jumlah besar dapat mengakibatkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh convultion, koma dan bila tidak segera ditolong akan meninggal. Keracunan kronis menyebabkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat, 1994). Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui kadar kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan.

1.2. Perumusan Masalah

Produk daging sapi olahan seperti kornet, sosis, dendeng, abon, bakso, daging burger dan daging asap banyak beredar di masyarakat. Dalam hal pembuatan daging olahan digunakan nitrit sebagai pengawet daging. Apabila jumlah yang diberikan berlebihan maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan, yang menjadi permasalahan yaitu apakah kadar nitrit yang terdapat pada produk daging sapi olahan yang dijual diswalayan Kota Medan telah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No.1168/MenKes/Per/X/1999.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan tahun 2010.


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kandungan nitrit yang terdapat pada produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan di Kota Medan tahun 2010.

2. Menganalisa kandungan nitrit dari masing-masing jenis produk daging sapi olahan, dan dibandingkan dengan Permenkes RI Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999 untuk dilihat apakah produk daging sapi olahan yang dijual di swalayan Kota Medan memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat dalam mengkonsumsi produk daging sapi olahan di Kota Medan.

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan BPOM tentang kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan di Kota Medan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sanitasi Makanan

Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan.

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat bisa saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain, kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menyelenggarakan sanitasi makanan yang efektif, yaitu:

1. Sumber Bahan Makanan

Sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Misalnya pada daerah pertanian, menghindari pemakaian pestisida.

2. Pengangkutan Bahan Makanan

Pengangkutan dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan dan tidak rusak.


(22)

3. Penyimpanan Bahan Makanan

Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil maupun skala besar di gudang. tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi.

4. Pemasaran Makanan

Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket.

5. Pengolahan Makanan

Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.

6. Penyimpanan Makanan

Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau alat pendingin (Chandra, 2006).

Menurut Mukono (2004), makanan yang sudah diolah dapat dibagi menjadi makanan yang dikemas dan makanan yang tidak dikemas.

Makanan yang dikemas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai label dan harus bermerek

b. Sudah terdaftar dan bernomor pendaftaran c. Kemasan tidak rusak/robek atau menggembung


(23)

d. Ada tanda kedaluwarsa dan dalam keadaan belum kedaluwarsa e. Kemasan yang dipakai harus hanya sekali penggunaan.

Makanan yang tidak dikemas harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Dalam keadaan fresh (baru dan segar)

b. Tidak basi, busuk, rusak atau berjamur

c. Tidak mengandung bahan terlarang (bahan kimia dan mikrobiologi).

Makanan jadi memerlukan persyaratan agar sehat dikonsumsi oleh konsumen, yaitu: a. Makanan tidak rusak, busuk atau basi yang ditandai dengan perubahan rasa,

bau, berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya pengolahan lainnya.

b. Memenuhi persyaratan bakteriologi berdasarkan ketentuan yang berlaku. c. Harus bebas dari kuman E.coli pada makanan tersebut.

d. Angka kuman E.coli pada minuman 0/100 ml.

e. Residu bahan pestisida dan jumlah kandungan logam berat tidak boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku (Mukono, 2004).

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi.

a. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab. Untuk menghindari kerusakan makanan


(24)

yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.

b. Faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.

c. Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. akibat buruknya sanitasi makanan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).

2.2. Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998).

Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping susu, telur dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin dalam susunan yang berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan, komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat larut (termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6%, dan bahan lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan kekenyalan. Semakin daging


(25)

tersebut lembab atau basah serta lembek (tidak kenyal) menunjukkan kualitas daging yang kurang baik (Margono, 1993).

Menurut Soeparno (1998), berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi :

1. Daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan

2. Daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin) 3. Daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibeku (daging beku) 4. Daging masak

5. Daging asap 6. Daging olahan

Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging yang dikonsumsi dapat berasal dari sapi, kerbau, babi, kuda, domba, kambing, unggas, ikan dan organisme yang hidup di air atau di air dan di darat, serta daging dari hewan-hewan dan aneka ternak.

2.2.1. Jenis Produk Daging Sapi Olahan

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang menarik, antara lain daging korned, sosis, dendeng dan


(26)

abon. Oleh karenanya, daging dan hasil olahannya merupakan produk-produk makanan yang unik (Soeparno, 1998).

Daging sapi dapat diolah menjadi bentuk sebagai berikut : a. Daging kornet

merupakan daging yang diawetkan dalam kaleng ( Depdikbud, 1990). b. Sosis

merupakan produk olahan daging yang digiling dan dihaluskan, dicampur bumbu kemudian diaduk dengan lemak hingga tercampur rata dengan proses kuring dan dimasukkan ke dalam selongsong (Buckle, 1987).

c. Dendeng

merupakan daging yang dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam serta bumbu-bumbu lainnya (Winarno, 1980).

d. Abon

merupakan daging yang diserat-seratkan, dibumbui dan digoreng (Depdikbud, 1990).

e. Daging Burger

merupakan daging cacah yang dibulatkan, kemudian dipipihkan, dan digoreng dalam mentega atau dipanggang di atas bara, biasanya sebagai isi roti bulat, diberi daun selada, saus tomat dan bumbu lainnya (Depdikbud, 1990).


(27)

merupakan irisan daging yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras yang banyak menghasilkan asap dan banyak terbakar (Tarwiyah, 2001).

g. Bakso

merupakan makanan yang terbuat dari daging, udang, ikan yang dicincang dan dilumatkan bersama tepung kanji biasanya dibentuk bulat-bulat (Depdikbud, 1990).

2.2.2. Proses Pembuatan Daging Sapi Olahan a. Proses Pembuatan Kornet

Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling. Bahan tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan pengisi, air, lemak gula dan bumbu.

Daging sapi yang sudah digiling dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran harus dilakukan pada suhu rendah (10-16oC).

Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120°C dan tekanan 0,55 kg/cm2, selama 15 menit. Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air


(28)

selama 20-25 menit. Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap untuk diberi label dan dikemas (Astawan, 2007).

b. Proses Pembuatan Sosis

Sosis dibuat dari daging segar yang telah dibersihkan, urat-uratnya dibuang dan dipotong tipis dan dicampur dengan bahan-bahan garam, gula, NaNO3

atau NaNO2 dan sodium polifosfat sampai merata. Daging campuran disimpan

dengan suhu 1-3,5 oC selama 1 malam.

Setelah selesai proses pencampuran, daging dihaluskan dengan diberi bumbu seperti bawang merah, bawang putih, lada, jahe, pala, bumbu masak MSG dan gula pasir. Kemudian ditambah minyak goreng, tepung, susu krim. Keseluruhan campuran digiling kembali dengan suhu saat penggiling harus tetap sama dengan suhu kamar.

Adonan tersebut dimasukkan ke dalam selongsongan diikat dengan benang. Sosis tersebut dapat dimasak dengan cara perebusan, pengasapan atau pengukusan dan kombinasi cara-cara tersebut. Setelah pemasakan, sosis tersebut didinginkan. Pendinginan sosis setelah pemasakan selain untuk menurunkan suhu sosis secara cepat, juga untuk memudahkan pengupasan pembungkus jika menggunakan jenis yang tidak dapat dimakan (Anonimous). c. Proses Pembuatan Dendeng

Dendeng dibuat dari daging sapi yang tidak berlemak, daging tersebut diiris tipis-tipis. Bumbu-bumbunya adalah gula merah, garam, ketumbar, jinten,


(29)

bawang merah, bawang putih, lengkuas, lada, jahe dan sendawa (NaNO3 0,1%).

Bumbu-bumbu dihaluskan, kemudian direbus dengan sedikit air. Setelah bumbu-bumbu menyatu dan merata tuangkan pada daging yang sudah diiris tipis, kemudian diamkan selam 1 jam. Setelah 1 jam angkat daging berbumbu, letakkan pada tampah yang dilapisi merang bersih. Kemudian jemur di bawah sinar matahari sampai kering kira-kira 6-7 hari. Daging yang sudah dijemur dapat disimpan dalam stoples atau kantong plastik (Margono, 2003).

d. Proses Pembuatan Abon

Abon dibuat dari daging sapi yang dipotong-potong kemudian direbus. Sepelah perebusan, daging tersebut ditumbuk sampai halus dan menghasilkan serat-serat halus. Bumbu yang ditambahkan dapat bervariasi sesuai selera, biasanya terdiri dari bawang merah, bawang putih, salam, ketumbar, jinten, kemiri, garam dan gula yang dihaluskan. Selain bumbu tersebut, ditambahkan pula santan yang dimasak sampai keluar minyaknya. Santan ini selain untuk menambah cita rasa juga sebagai sumber minyak untuk menggoreng abon. Selama pemasakan api harus kecil sekali, agar warna dan tingkat kematangan abon matang merata dan tidak gosong (Edward, 2002).

e. Proses Pembuatan Daging Burger

Hamburger berasal dari daging sapi yang sudah digiling dan diberi bumbu garam, merica dan pala. Agar bentuknya agak kaku dan mudah dibentuk, maka tambahkan suwiran kecil roti tawar putih. Setelah daging giling dan


(30)

bumbu teraduk rata, masukkan ke dalam plastik atau cetakan lonjong kemudian dikukus. Setelah matang iris sesuai selera tebal tipisnya (Mommies, 2005).

f. Proses Pembuatan Daging Asap

Daging asap berasal dari daging yang diiris tipis-tipis mengikuti arah jaringan otot. Lemari asap disiapkan, diisi dengan kayu keras dan dibakar, setelah kayu terbakar, api dipadamkan sehingga kayu tetap membara dan mengeluarkan asap. Irisan daging berukuran kecil dan sedang diletakkan dianyaman jarang. Irisan berukuran panjang (pasang) lebih baik digantung. Setelah itu lemari ditutup rapat. Pengasapan ini dilangsungkan selama 48 jam sehingga dihasilkan daging asap kering dengan warna coklat tua. Selama pengasapan, pembakaran kayu harus dijaga agar tidak mengeluarkan api. Jika kayu berapi, kayu lebih cepat habis, kurang berasap, dan suhu terlalu tinggi. Selama pengasapan, suhu perlu diusahakan tidak lebih dari 800C. Daging asap yang benar-benar kering dapat disimpan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat (Tarwiyah, 2001).

g. Proses Pembuatan Bakso

Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat dengan penambahan tepung yang lebih sedikit. Daging tersebut kemudian digiling dengan menggunakan grinder. Daging gilingan dimasukkan ke dalam food

processor bersama dengan es, fosfat, garam, lada halus, MSG dan bawang


(31)

Tepung tapioka, sagu aren, dan sisa es ditambahkan ke dalam food processor, dan semua campuran dihaluskan sampai halus (kurang lebih 10 menit). Setelah halus, adonan bakso ini dibulat-bulatkan dengan menggunakan tangan dan diambil dengan sendok. Bola-bola daging yang terbentuk langsung dimasukkan ke dalam air hangat (air hangat ini belum mendidih atau sekitar suhu 60-800C). Bila sudah terapung dalam air, bola-bola bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso tersebut didinginkan sebentar, lalu direbus lagi sampai matang sekitar 10 menit (Aulia, 2006).

2.3. Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor, dan memperpanjang daya simpan. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan yang sering digunakan adalah bahan pengawet, pewarna, pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental, pengenyal, emulsifier, buffer (asam, alkali), zat gizi, flavoring agent, dan sebagainya.


(32)

Bahan tambahan makanan yang digunakan dapat berupa bahan alami maupun sintetik (bahan kimia) yang diijinkan karena tidak berbahaya atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Pemakaian bahan tambahan makanan memberikan keuntungan besar bagi industri makanan. Salah satunya adalah makanan menjadi tidak cepat rusak atau busuk karena makanan menjadi lebih awet. Secara garis besar dibedakan menjadi tiga jenis. Pertama GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. Kedua, ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan dan berbahaya seperti boraks dan formalin (Widyaningsih, 2006). 2.3.1. Tujuan Penambahan Bahan Tambahan Pangan ( BTP)

Adapun tujuan penambahan BTP secara umum adalah untuk : 1. Meningkatkan nilai gizi makanan.

2. Memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan. 3. Memperpanjang umur simpan makanan.

Penggunaan bahan tambahan pangam (BTP) hanya dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.


(33)

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan makanan (Saparinto, 2006).

2.3.2. Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 772/Menkes/Per/IX/88, bahan tambahan pangan yang dizinkan penggunaannya adalah sebagai berikut:

1. Antioksidan (Antioxidant)

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam bahan pangan. Contohnya : asam askorbat, asam eritorbat, butil hidroksianil. 2. Antikempal (Anticaking Agent)

Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya pangan berupa serbuk juga mencegah mengempalnya bahan yang berupa tepung. Contonya : kalsium silikat, Na-silikoaluminat.

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

Pengatur keasaman merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroba dan dapat bertindak sebagai pengawet. Contohnya : asam asetat, asam sitrat, asam fumarat.


(34)

4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener)

Pemanis buatan merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula.

Contohnya : siklamat, sakarin.

5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent)

Merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan pada bahan tepung dan produk olahannya, dengan maksud karakteristik warna putih yang merupakan ciri khas tepung yang bermutu baik tetap terjaga.

Contohnya : benzoil peroksida.

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener)

Adalah bahan tambahan pangan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.

Contohnya : gelatin, polisorbat, pectin. 7. Pengawet (Preservative)

Adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan.

Contohnya : asam benzoat, asam sorbet, asam propionat, nitrit, nitrat. 8. Pengeras (Firming Agent)

Merupakan suatu bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.


(35)

Contohnya : aluminium sulfat, kalsium klorida. 9. Pewarna (Colour)

Adalah bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki warna pada makanan agar kelihatan menarik.

Contohnya : betakaroten, karamel.

10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)

Merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

Contohnya : MSG (Monosodium glutamat) 11. Sekuestran (Sequestrant)

Merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan dapat mengikat logam dalam bentuk ikatan kompleks sehingga dapat mengalahkan sifat dan pengaruh buruk logam tersebut. Contohnya : kalsium dinatrium edetat, asam fosfat dan garamnya. (Winarno, 1991)

Beberapa bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

Natrium tetraborat merupakan senyawa yang mempunyai sifat bakteriostatik dan fungistatik yang lazim digunakan sebagai antiseptik di dunia farmasi dan kosmetik.


(36)

Merupakan formaldehida cair yang mengandung alkohol sebagai penstabil, biasanya digunakan pada pengawetan mayat agar tidak membusuk.

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)

Minyak nabati yang dibrominasi dapat menstabilkan peneyedap rasa dan aroma dalam minuman ringan.

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

Kloramfenikol termasuk golongan antibiotika dari streptomyces venezuelae atau sintetik organik dan mempunyai efek samping yang berbahaya.

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

Kalium klorat berbentuk kristal transparan, biasanya digunakan pada pembuatan korek api, mencetak tekstil, desinfektan, dan pemutih. Dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan.

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC)

Dietilpirokarbonat tergolong bahan pengawet karena bersifat bakterisida dan fungisida.

7. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

Nitrofurazon merupakan bahan sintetik yang bersifat bakterisida pada hewan. 8. P-Phenetilkarbamida (P-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenil uera)

P-Phenetilkarbamida merupakan bahan sintetik yang memiliki rasa manis 250 kali gula biasa.


(37)

Asam salisilat dan garamnya bersifat toksik apabila tertelan. Konsumsi dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa mual, muntah sakit perut, iritasi kulit pada yang sensitive (Elza, 2004).

2.4. Pengawet Nitrit

Pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan (BTM). Penambahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil, pencegah lengket maupun memperkaya vitamin serta mineral (Yuliarti, 2007).

Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet, bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen maupun yang non patogen. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai bahan kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya yang diperlukan untuk memberikan tingkat toksisitas yang selektif (Cahyadi, 2006).

Menurut Buckle (1987), efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada konsentrasi bahan, komposisi bahan makanan dan tipe organisme yang akan


(38)

dihambat. Konsentrasi bahan pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan yang membusuk atau terkontaminan secara berlebihan.

Salah satu jenis pengawet yang digunakan adalah nitrit. Nitrit digunakan dalam pengolahan daging.

Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain :

a. nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dipanaskan bisa meningkatkan daya awet 10 kali lebih lama daripada bahan pangan dipanaskan terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit.

b. selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun c. sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam, suhu

inkubasi, jumlah spora Clostridium botulinum. (Nurwantoro, 1997).

Menurut Soeparno (1998), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk :

1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen

Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi daging adalah Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium


(39)

botulinum dengan menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan

cara membentuk senyawa penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan Clostridium perferingens dan Staphylococcus

aureus pada daging.

2. Membentuk cita rasa

Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau awetan bersifat sebagai antioksidan. Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.

3. Memberi warna merah muda yang menarik

Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil, dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah (Winarno, 1980). Menurut Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil.

Berdasarkan penelitian mengenai kadar nitrit pada kornet yang dilakukan Fuad (2004) terhadap 13 sampel kornet sapi yang beredar di pasar swalayan di Kota


(40)

Semarang, terdapat 5 merek melebihi standar Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999.

Penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005) terhadap 3 sampel chicken

nugget yang dijual di daerah Malang, dapat diketahui bahwa ketiga sampel chicken nugget tersebut mengandung pengawet nitrit.

2.4.1. Sifat Fisik dan Struktur Kimia Nitrit

Nitrat dan nitrit adalah ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan.

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya.


(41)

Struktur kimia dari nitrat

Berat molekul: 62.05

Struktur kimia dari nitrit

O == N -- O-

Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Nitrat dan nitrit bersifat higroskopis (Wahyudi, 2007). 2.4.2. Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan

Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006).

Pengawet nitrit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diingini seperti rasa mual, muntah-muntah, pening kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu. Nitrit dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, disusul oleh konvulsi,


(42)

koma, dan bila tidak ditolong akan meninggal. Keracunan kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia.

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya. Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Wahyudi, 2007).


(43)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen (penyebab kanker). 2.4.3. Jumlah Asupan Harian Nitrit

ADI (Acceptable Daily Intake) disebut juga jumlah asupan harian. Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan, termasuk pengawet, adalah racun, tetapi tingkat keracunan atau toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan sakit ataupun gangguan kesehatan. ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan jumlah zat kimia yang masuk dalam tubuh setiap harinya bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan pada pemakainya. ADI perlu ditetapkan mengingat ada berbagai jenis bahan tambahan makanan yang dalam dosis tertentu (tinggi) berbahaya bagi kesehatan, sedangkan dalam dosis rendah aman untuk dikonsumsi (Yuliarti, 2007). Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian (ADI) oleh FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit.


(44)

2.6. Kerangka Konsep

---

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Daging sapi olahan

Kandungan Nitrit

Ada Tidak ada

Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat

Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisa kandungan bahan pengawet nitrit dan yang terdapat di dalam produk daging sapi olahan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di Pasar Swalayan Carrefour Plaza Medan Fair dan Swalayan Hipermart Sun Plaza Kota Medan, setelah dilakukan survei terhadap beberapa swalayan besar di Kota Medan. Swalayan Carrefour dan swalayan Hipermart merupakan pasar swalayan yang cukup besar dan banyak dimanfaatkan masyarakat serta menjual hampir semua produk daging sapi olahan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober- November 2010. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah 5 jenis produk daging sapi olahan yang banyak terdapat di Swalayan Carrefour Plaza Medan Fair dan Swalayan Hipermart Sun Plaza Kota Medan dengan 2 merek setiap jenis. Produk daging sapi olahan yang diteliti berupa korned, abon, dendeng, bakso, dan daging sapi asap. Kesepuluh sampel daging sapi olahan ini diambil dan dibawa untuk diperiksa ke Laboratorium Kesehatan Medan, yaitu


(46)

1. Highway Corned Beef 2. Balico Corned Beef

3. Abon Sapi Beef Floss Carrefour 4. Abon Sapi Beef Floss Value Plus 5. Dendeng Sapi Pedas Carrefour 6. Dendeng Sapi Pedas Hipermart 7. Bakso Sapi Carrefour

8. Bakso Sapi Curah Hipermart

9. Kimbo Smoked Beef 10.Bernardi Smoked Beef

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pengawet nitrit yang terkandung pada produk daging sapi olahan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder meliputi data yang berhubungan dengan substansi yang diperoleh dari literatur-literatur yang menjadi bahan masukan bagi penulis dan sangat relevan untuk mendukung penelitian ini.

3.5.Definisi Operasional

1. Produk daging sapi olahan merupakan daging sapi yang mengalami proses pengolahan menjadi berbagai jenis daging yang menarik, seperti kornet, dendeng, abon, daging burger, daging asap, bakso dan lain-lain yang dijual di


(47)

Swalayan Carrefour Plaza Medan Fair dan Swalayan Hipermart Sun Plaza Kota Medan.

2. Kandungan nitrit adalah banyaknya zat pengawet nitrit yang terkandung dalam daging sapi olahan, diukur dengan metode spektofotometri.

3. Ada nitrit adalah memiliki kandungan nitrit.

4. Tidak ada nitrit adalah tidak memiliki kandungan nitrit.

5. Memenuhi syarat kesehatan adalah kondisi dimana kandungan pengawet nitrit yang terdapat pada daging sapi olahan sesuai dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sebesar 125 mg/kg.

6. Tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kondisi dimana kandungan pengawet nitrit yang terdapat pada daging sapi olahan tidak sesuai dengan Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 yaitu sebesar 125 mg/kg dan untuk kornet sebesar 50 mg/kg.

7. Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 adalah salah satu peraturan tentang Bahan Tambahan Makanan yang di dalamnya mengatur tentang batas maksimum penggunaan nitrit yang diperbolehkan dalam daging olahan yaitu 125 mg/kg dan untuk kornet 50 mg/kg.

3.6. Pemeriksaan Nitrit a. Peralatan

1. Timbangan analitik, dengan kepekaan minimum 1 mg. 2. Spektrofotometer


(48)

4. Labu takar 100 ml, 200 ml, 1000 ml. 5. Erlenmeyer 250 ml.

6. Pipet volumetri 10 ml, 25 ml.

7. Kertas saring bebas nitrat, diameter 150 nm. 8. Penangas air.

b. Bahan Pereaksi

1. Larutan kalium ferisianida

Larutan 100 g kalium ferisianida trihidrat dalam aquades dan encerkan sampai volume 1000 ml.

2. Larutan seng asetat

Larutkan 220 g seng asetat drihidrat dalam aquades, tambahkan 30 ml asam asetat glacial dan encerkab sampai volume 1000 ml.

3. Larutan boraks jenuh

Larutkan 50 g disodium tetraborat dekahidrat dalam 1000 ml aquades. 4. Larutan sulfanilamide

Larutkan 2 g sulfanilamide dalam 200 ml aquades (kalau perlu hangat), dinginkan, kalau perlu disaring, tambahkan asam klorida pekat dan encerkan sampai volume 1000 ml.

5. Larutan naftilendiamin

Larutkan 0,1 g N- naftilendiamin dihidroklorida dalam aquades dan encerkan sampai 100 ml.


(49)

6. Larutan asam klorida

Encerkan 445 ml asam klorida pekat sampai volume 1 l aquades. 7. Larutan stok natrium nitrit

Larutkan 10 g natrium nitrit dalam aquades sampai volume 100 ml. 8. Larutan kerja natrium nitrit

Encerkan 5 ml larutan stok dengan aquades sampai volume 1 l. Encerkan masing-masing 4, 8, 10, 16, dan 20 ml sampai volume 1 l. Larutan ini mengandung 2,0 ug, 4,0 ug, 6,0 ug, 8,0 ug dan 10 ug natrium nitrit/ml.

3.6.1. Cara Kerja Pemeriksaan Nitrit a. Pembuatan Kurva Standar

1. Pipet dalam satu seri labu takar 100 ml masing-masing 10 ml larutan sodium nitrit 0,0 ug/ml, 2,0 ug/ml, 4,0 ug/ml, 6,0 ug/ml, dan 10,0 ug/ml.

2. Tambahkan kira-kira 50 ml aquades ke dalam masing-masing labu.

3. Tambahkan 10 ml larutan sulfanilamide dan 6 ml larutan asam klorida. Kocok dan biarkan larutan dalam ruangan gelap selama 5 menit.

4. Tambahkan 2 ml larutan naftiletilendamin, kocok dan biarkan larutan dalam ruangan gelap selama 3 menit. Tepatkan sampai tanda tera dengan aquades. 5. Ukur absorbansi larutan dalam kuvet berdiameter 10 mm dengan spektro

fotometer. b. Penetapan Sampel

1. Timbang tepat 10 g sampel dalam labu Erlenmeyer 250 ml.


(50)

3. Panaskan labu di atas penangas air mendidih selama 15 menit. Kocok larutan secara periodik.

4. Biarkan dingin sampai suhu kamar dan tambahkan 2 ml larutan potassium ferisianida dan 2 ml larutan seng asetat. Kocok merata sehabis tiap-tiap penambahan.

5. Pindahkan larutan dalam Erlenmeyer ke dalam labu takar 200 ml dan bilas dengam 50 ml aquades. Diamkan larutan selama 30 menit dan tepatkan tera dengan aquades.

6. Kocok merata isi labu takar, dan saring ± 30 ml larutan dengan kertas saring. 7. Pindahkan 10 ml filtrate di atas ke dalam labu ukur 100 ml dan lakukan

seperti pada pembuatan kurva standar tahap 2 sampai 5. c. Perhitungan

NaNO2 (mg/kg)

Dimana

C = Konsentrasi NO2 ( ppm ) dalam larutan sampel

V = Volume filtrate sampel ( ml ) W = Berat sampel


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Nitrit Pada Produk Daging Sapi Olahan Pemeriksaan Nitrit yang terdapat pada produk daging sapi olahan seperti kornet, abon, dendeng, daging asap, dan bakso dimulai dari pengambilan sampel yang kemudian dibawa ke Laboratorium Kesehatan Daerah bagian Toksikologi Medan. Sampel terdiri dari 5 jenis produk daging sapi olahan dengan 2 merek tiap jenis. Pemeriksaaan Nitrit pada produk daging sapi olahan dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet.

Hasil perhitungan kandungan nitrit diperoleh dalam bentuk ppm atau mg/kg, kemudian hasilnya dibandingkan dengan Permenkes RI No. 1168 Menkes/Per/IX/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM), yang membatasi penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg dan pada kornet 50 mg/kg serta melihat apakah penggunaan pengawet tersebut pada produk daging sapi olahan sudah memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Hasil pemeriksaan kandungan nitrit pada sampel produk daging sapi olahan dapat dilihat pada tabel berikut :


(52)

Tabel 4.1. Kandungan Nitrit pada Sampel Produk Daging Sapi Olahan yang Dijual di Swalayan Kota Medan Tahun 2010

No. Nama Sampel Konsentrasi

(ppm) Banyaknya Nitrit (mg/kg) Batas Maksimum Penggunaan Nitrit (mg/kg) dalam bahan makanan*

1 Highway Corned Beef 0,16 3,2

50 mg/kg

2 Balico Corned Beef 0,044 0,88

3 Abon Sapi Beef Floss Carrefour

- -

125 mg/kg 4 Abon Sapi Beef Floss Value

Plus

- -

5 Dendeng Sapi Pedas Carrefour 0,113 2,26 6 Dendeng Sapi Pedas

Hipermart 0,127 2,54

7 Bakso Sapi Carrefour - -

8 Bakso Sapi Curah Hipermart - -

9 Kimbo Smoked Beef 0,082 1,64

10 Bernardi Smoked Beef 0,13 2,6

*) Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/IX/1999

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa 10 (sepuluh) sampel produk daging sapi olahan ada yang memiliki kandungan nitrit dan ada yang tidak memiliki kandungan nitrit. Sampel yang memiliki kandungan nitrit adalah kornet, dendeng dan daging asap. Sedangkan abon dan bakso tidak meliki kandungan nitrit. Kandungan nitrit tertinggi terdapat pada kornet dengan merek Highway Corned Beef yaitu sebesar 3,20 mg/kg dan yang terendah terdapat pada kornet dengan merek Balico Corned Beef yaitu sebesar 0,88 mg/kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrit yang terdapat pada kornet dan daging asap masih berada di bawah batas maksimum


(53)

penggunaan nitrit pada produk daging olahan yaitu sebesar 125 mg/kg dan untuk kornet sebesar 50 mg/kg.

4.2. Perhitungan Jumlah Produk Daging Sapi Olahan Yang Dapat Dikonsumsi Setiap Hari Berdasarkan Kadar Kandungan Nitrit Dalam Produk Daging Sapi Olahan

Jumlah produk daging sapi olahan yang dapat dikonsumsi setiap hari berdasarkan kandungan nitrit pada produk daging sapi olahan tersebut dapat diketahui dengan menggunakan ADI (Acceptable Daily Intake) maksimum yang dapat diterima dan dicerna tanpa mengalami gangguan kesehatan sebesar 8 mg untu 60 kg berat badan atau 0,133 mg per kg berat badan setiap hari. Berat badan rata-rata 60 kg diasumsikan untuk orang dewasa, karena menurut penilaian secara global berat badan orang dewasa dirata-ratakan sebesar 60 kg. Sedangkan untuk anak-anak 0,133 mg dikalikan dengan berat badan anak tersebut. Hasil perhitungan jumlah maksimum daging sapi olahan yang dapat dikonsumsi berdasarkan kandungan nitrit pada berbagai jenis daging sapi olahan dapat dilihat pada tabel 4..2.

Tabel 4.2. Jumlah Maksimum Nitrit Yang Masih Aman Dikonsumsi Setiap Hari Berdasarkan Kandungan Nitrit Yang Sesuai Dengan Batas ADI

No Nama Sampel

Banyaknya Nitrit (mg/kg)

Jumlah Maksimum Produk Daging Sapi

Olahan yang Dapat Dikonsumsi Setiap

Hari (kg)*

ADI Nitrit

1 Highway Corned Beef 3,2 2,5

8 mg untuk 60 kg berat

badan

2 Balico Corned Beef 0,88 9,09

3 Abon Sapi Beef Floss Carrefour - -

4 Abon Sapi Beef Floss Value Plus - -


(54)

No Nama Sampel

Banyaknya Nitrit (mg/kg)

Jumlah Maksimum Produk Daging Sapi

Olahan yang Dapat Dikonsumsi Setiap

Hari (kg)*

ADI Nitrit

6 Dendeng Sapi Pedas Hipermart 2,54 3,14

8 mg untuk 60 kg berat

badan

7 Bakso Sapi Carrefour - -

8 Bakso Sapi Curah Hipermart - -

9 Kimbo Smoked Beef 1,64 4,87

10 Bernardi Smoked Beef 2,6 3,07

*) untuk 60 kg berat badan

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa jumlah maksimum produk daging sapi olahan yang paling banyak dapat dikonsumsi setiap hari adalah pada kornet dengan merek

Balico Corned Beef yaitu 9,09 kg. Jumlah minimum daging sapi olahan yang dapat di

konsumsi dari produk daging sapi olahan adalah sampel kornet merek Highway


(55)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan kandungan nitrit pada 10 sampel daging sapi olahan, ada enam sampel yang memiliki kandungan nitrit dan ada empat sampel yang tidak memiliki kandungan nitrit. Kandungan nitrit yang tertinggi terdapat pada kornet dengan merek Highway Corned Beef yaitu sebesar 3,2 mg/kg dan kandungan nitrit terendah terdapat pada kornet dengan merek Balico Corned Beef yaitu sebesar 0,88 mg/kg.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nitrit pada seluruh sampel daging sapi olahan masih berada di bawah batas maksimum penggunaan nitrit berdasarkan Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/IX/199 tentang bahan tambahan makanan yaitu sebesar 125 mg/kg dan untuk kornet sebesar 50 mg/kg. Produk daging sapi olahan yang tidak memiliki kandungan nitrit seperti bakso dan abon sapi menggunakan pengawet lain yaitu untuk bakso menggunakan fosfat, sedangkan abon tanpa pengawet karena dengan pengeringan melalui penggorengan membuat abon tahan lama.

Peraturan menetapkan bahwa natrium nitrit, digunakan sebagai antimikroba terhadap pembentukan toksin botulinum, harus ada dalam 100-200 ppm. Sementara, hasil pemeriksaan nitrit tertinggi sebesar 3,2 mg dan terendah 0,88 mg, masih belum maksimal sebagai antimikroba, produk daging sapi olahan tersebut menggunakan pengawet lain seperti poliposphate untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Walaupun kadar nitrit pada produk daging sapi olahan masih berada di bawah batas maksimum, pengkonsumsian daging sapi olahan berupa kornet, dendeng dan daging


(56)

asap yang di jual di swalayan tetap perlu diperhatikan karena nitrit bersifat akumulatif dalam tubuh manusia.

Mengingat hal ini maka perlu ditetapkan asupan harian (daily intake) bahan kimia. Konsep Acceptable Daily Intake (ADI) didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit (Cahyadi, 2006). ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan jumlah zat kimia yang masuk dalam tubuh setiap harinya bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan pada pemakainya (Yuliarti, 2007). Produk daging sapi olahan berupa kornet, dendeng dan daging asap yang dapat dikonsumsi berdasarkan ADI maksimum adalah yang kandungan nitritnya 8 mg untuk 60 kg berat badan.

Dasar perhitungan batas maksimal penggunaan bahan tambahan pangan harian adalah berat badan orang dewasa. Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian untuk batasan maksimal penggunaan bahan tambahan makanan untuk anak-anak, mengingat anak-anak memiliki toleransi yang lebih rendah (Saparinto, 2006).

Penelitian ini dilakukan mengingat nitrit sebagai bahan pengawet yang diizinkan penggunaannya sering digunakan pada produk daging olahan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen Clostridium botulinum dan mempertahankan warna merah daging. Batas maksimum penggunaan pengawet nitrit berdasarkan Permenkes Nomor 1168/Menkes/Per/IX/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah sebesar 125 mg/kg dan untuk kornet sebesar 50 mg/kg. Nitrit yang berlebihan dalam


(57)

tubuh dapat menyebabkan methemoglobin simptomatik. Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa methemoglobin adalah hemoglobin yang di dalamnya ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ dan kemampuannya untuk mengangkut oksigen telah berkurang. Penderita methemoglobin (methemoglobinemia) akan menjadi pucat, sianosis (kulit menjadi biru), sesak nafas, muntah dan shock. Kemudian kematian penderita terjadi apabila kandungan methemoglobin lebih tinggi dari ± 70% (Cahyadi, 2006).

Pemeriksaan kandungan nitrit pada penelitian ini menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet, dimana nitrit dalam sampel diekstraksi dengan air panas dan protein-protein terlarut akan diendapkan. Larutan nitrit disaring dan ditambahkan dengan sulfanilamide dan naftiletilendiamin sehingga larutan berwarna merah jambu. Besarnya warna merah jambu ini sebanding dengan jumlah nitrit dalam sampel dan diukur resapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum yaitu 528 nm.

Pada bayi nitrit dapat berinteraksi dengan hemoglobin dalam sel darah merah yang dihasilkan dalam kondisi yang dikenal sebagai methemoglobinemia, menyebabkan darah menjadi kurang efisien dalam mengangkut oksigen. Kondisi ini, yang terjadi hampir secara eksklusif pada bayi di bawah usia 3 bulan.

Garam nitrit dapat bereaksi dengan amina tertentu (turunan amonia) dalam makanan untuk menghasilkan nitrosamin, yang banyak diketahui dapat menyebabkan kanker. Nitrosamin telah terbukti dalam penelitian Dr. Wiliam Lijinski, bahwa nitrosamin adalah penyebab kanker pada hati, perut, otak, kandung kemih, ginjal, dan


(58)

alat-alat tubuh lainnya. Nitrosamin ini diproduksikan tubuh dari nitrit, nitrat, yaitu bahan-bahan pengawet buatan dan bahan-bahan pewarna buatan yang memang umumnya dipakai dalam produk daging yang telah diproses dan juga banyak terdapat dalam produk makanan ( Anonimous, 2010).

Mengingat pengawet nitrit ini bersifat akumulatif sehingga kadarnya akan semakin banyak dalam tubuh dan membentuk nitrosamin yang berpotensi menimbulkan penyakit kanker dalam jangka panjang maka perlu untuk menjaga agar tubuh terhindar dari gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh pengawet ini. Oleh karena itu, sebaiknya pengawet ini tidak dikonsumsi setiap hari atau tidak dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan walaupun kandungan nitrit yang terdapat dalam daging sapi olahan masih jauh di bawah standar penggunaan maksimum (Cahyadi, 2006).


(59)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pemeriksaan nitrit di Laboratorium Kesehatan Kota Medan yang dilakukan terhadap 10 merek produk daging sapi olahan yang di jual di swalayan di Kota Medan, maka dapat disimpulkan :

1. Hasil pemeriksaan terhadap 10 sampel yang daging sapi olahan berupa kornet, abon, dendeng, bakso dan daging asap, sebanyak enam sampel memiliki kandungan nitrit yaitu Hihgway Corned Beef sebesar 3,20 mg/kg, Balico Corned

Beef sebesar 0,88 mg/kg, Dendeng Sapi Pedas Carrefour sebesar 2,26 mg/kg,

Dendeng Sapi Pedas Hipermart sebesar 2,54 mg/kg, Kimbo Smoked Beef sebesar 1,64 mg/kg, dan Bernardi Smoked Beef sebesar 2,6 mg/kg. Sedangkan empat merek sampel yang tidak memiliki kandungan nitrit adalah Abon Sapi Beef Floss Carrefour, Abon Sapi Beef Floss Value Plus, Bakso Sapi Carrefour, dan Bakso Sapi Curah Hipermart.

2. Seluruh sampel produk daging sapi olahan yang memiliki kandungan nitrit masih memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi masyarakat karena kandungannya berada di bawah batas maksimum berdasarkan Permenkes RI Nomor 1168/Menkes/Per/IX/1999 yaitu sebesar 125 mg/kg dan untuk kornet sebesar 50 mg/kg.


(60)

6.2. Saran

1. Kepada Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan agar meningkatkan pengawasan terhadap pemakaian nitrit pada produk daging sapi olahan.

2. Kepada masyarakat terutama bayi dan anak-anak kecil agar tidak mengkonsumsi produk daging sapi olahan yang memiliki kandungan nitrit seperti kornet, dendeng dan daging asap setiap hari atau tidak mengkonsumsinya dalam jumlah yang berlebihan karena nitrit bersifat akumulatif dalam tubuh yang dapat membahayakan kesehatan.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. Tekno Pangan dan Agroindustri, Volume 1 Nomor 9.

Astawan, Made, 2007. Kornet 2010.

Aulia, 2006. Mari Membuat Bakso di Rumah. Diakses : 14 Oktober 2010.

Awang, Rahmat, 2003. Kesan Pengawet dalam Makanan Diakses : 6 Agustus 2010.

Buckle, KA, dkk, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.

Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Darius, Jamari, 2007. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Pada Sosis Daging Sapi yang Beredar di Kota Medan. Skripsi FKM USU Medan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pusataka, Jakarta.

Depkes RI, 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Depkes RI, Jakarta.

Elza, Des, 2005. Bahan Tambahan Pangan September 2010.

Edward, 2002. Pembuatan Abon. Oktober 2010.

Fuad, Zahrotul, 2004. Studi Keamanan Pangan Kadar Nitrit dan Jenis Pewarna Sintetis Corned Sapi yang Beredar di Swalayan Kota Semarang.

Gaman, PM dan Sherrington, KB, 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Penerjemah Murdijati dkk. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Khomsan, Ali, 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.


(62)

Margono, Tri, dkk, 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan.

Mommies, WR, 2005. Cara Membuat Daging Burger. Diakses : 27 Oktober 2010.

Mukono, HJ, 2004. Higiene Sanitasi Hotel dan Restoran. Airlangga University Press. Surabaya.

Mulia, RM, 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Nurwantoro, 1999. Mikrobiologi Pangan Hewani Nabati. Kanisius, Yogyakarta. Rachman, Nurhidayatur, 2005. Uji Kadar Nitrat-Nitrit pada Chicken Nugget yang

Dijual di Daerah Malang. 28 Agustus 2010.

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati, 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius, Yogyakarta.

Soemirat, Juli, 1994. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tarwiyah, Kemal, 2001. Daging Asap Cara Tradisional. Diakses : 16 agustus 2010.

Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.

Wahyudi, Harry, 2007. Keracunan Nitrat-Nitrit. Diakses 16 Agustus 2010.

Widyaningsih, TD dan Erni, SM, 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno, FG, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(63)

---, FG, 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


(64)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO.1168/MENKES/PER/1999 TENTANG BAHAN TAMBAHAN PANGAN Nama Bahan Tambahan

Makanan

Jenis/Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan Asam benzoat 1. Kecap

2. Minuman Ringan 3. Margarin

4. Margarin

5. Pekatan sari nenas

6. Saus Tomat 7. Makanan lain

500 mg/kg 600 mg/kg

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium atau natrium benzoate atau kalium sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam sorbat dan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

1 g/kg 1 g/kg Asam propionat 1. Sediaan Keju

2. Roti

3 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam propionate dan garamnya 2 g/kg

Asam Sorbat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau dengan asam propionate dan gartamnya Belerangdioksida 1. Acar mentimun dalam botol

2. Jem dan jeli marmalade 3. Pekatan sari buah; pasta

tomat

4. Gula bubuk (untuk hiasan) 5. Gula pasir

6. Vinegar 7. Sirop

8. Bir; minuman ringan 9. Anggur

10. Sosis

11. Ekstra Kopi Kering 12. Gelatin

13. Makanan Lain

50 mg/kg 100 mg/kg 350 mg/kg 50 mg/kg 70 mg/kg 70 mg/kg 70 mg/kg 70 mg/kg 200 mg/kg 450 mg/kg 150 mg/kg 1 g/kg 500 mg/kg

Etil p-hidroksibenzoat Jem dan jeli 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium sorbat


(65)

Kalium benzoat 1. Acar mentimun dalam botol

2. Keju 3. Margarin

4. Aprikot yang dikeringkan 5. Jem dan jeli

6. Marmalad

7. Pekatan sari nanas

8. Sirop; saus tomat 9. Anggur

10. Makanan lainnya kecuali daging, ikan, unggas

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium sorbat

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoat atau dengan kalium sorbat

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium sorbat

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan kalium sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

1 g/kg 200 mg/kg 1 g/kg Kalium bisulfit 1. Potongan kentang goreng

2. Udang beku

3. Pekatan sari nanas

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit

100 mg/kg, bahan mentah; 30 mg/kg produk masak; tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit

500 mg/kg; tunggal atau

campuran dengan senyawa sulfit atau dengan asam benzoate dan asam sorbat dan garamnya Kalium metasulfit 1. Potongan kentang goreng

beku

2. Udang beku

150 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan senyawa sulfit 100 mg/kg, bahan mentah; 30 mg/kg, produk masak, tunggal


(66)

atau campuran dengan senyawa sulfit

Kalium nitrat 1. Daging olahan; daging awetan

2. Keju

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat sebagai natrium nitrit

Kalium nitrit 1. Daging olahan; daging awetan

2. Kornet kalengan

125 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit

Kalium propionat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat atau dengan asam sorbat dan garamnya Kalium sorbat 1. Sediaan keju olahan

2. Keju

3. Margarin

4. Aprikot yang dikeringkan

5. Acar ketimun dalam botol

6. Jem dan jeli

3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat atau dengan asam sorbat dan garamnya 4 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoat atau dengan kalium sorbat

4 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

4 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya


(67)

7. Marmalad

8. Pekatan sari nanas

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

Kalium sorbat Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Kalium benzoat 1. Pekatan sari nanas

2. Saus tomat;sirop;pekatan sari buah

3. Anggur

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

1 g/kg 200 mg/kg

Kalsium Propionat Lihat Asam propionat Lihat Asam propionat Kalsium sorbat 1. Margarin

2. Pekatan sari nanas

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

Metil p-hidroksi benzoate

1. Lihat etil p-hidroksibenzoat 2. Acar mentimun dalam botol

kecap

3. Ekstra kopi cair 4. Pasta tomat; sari buah 5. Makanan lainnya kecuali

daging, ikan, unggas

Lihat etil p-hidroksibenzoat 250 mg/kg

450 mg/kg 1 g/kg 1 g/kg Natrium benzoat 1. Lihat Kalium benzoat

2. Jem dan jeli

3. Kecap

4. Minuman ringan 5. Saus tomat

Lihat Kalium benzoat

1 g/kg, tunggal atau campuran asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengan ester dari asam hidroksibenzoat

600 mg/kg 600 mg/kg 1 g/kg


(68)

6. Makanan lain 1 g/kg

Natrium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Natrium metabisulfit Lihat Kalium metabisulfit Lihat Kalium metabisulfit Natrium nitrat 1. Daging olahan, daging

awetan

2. Kornet kalengan

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan Kalium nitrat 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat

Natrium nitrit 1. Daging olahan, daging awetan

2. Kornet kalengan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit

Natrium propionat Lihat Asam propionat Lihat Asam propionat Natrium sulfit Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit

Nissin Sediaan Keju olahan 125 mg/kg


(69)

Gambar Lampiran 5.1. Produk daging sapi olahan


(70)

Gambar Lampiran 5.3. Pengendapan sampel


(1)

Kalium benzoat 1. Acar mentimun dalam botol

2. Keju 3. Margarin

4. Aprikot yang dikeringkan 5. Jem dan jeli

6. Marmalad

7. Pekatan sari nanas

8. Sirop; saus tomat 9. Anggur

10.Makanan lainnya kecuali daging, ikan, unggas

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium sorbat

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoat atau dengan kalium sorbat

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoate atau dengan kalium sorbat

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan kalium sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

1 g/kg 200 mg/kg 1 g/kg Kalium bisulfit 1. Potongan kentang goreng

2. Udang beku

3. Pekatan sari nanas

50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit

100 mg/kg, bahan mentah; 30 mg/kg produk masak; tunggal atau campuran dengan senyawa sulfit

500 mg/kg; tunggal atau

campuran dengan senyawa sulfit atau dengan asam benzoate dan asam sorbat dan garamnya Kalium metasulfit 1. Potongan kentang goreng

beku

2. Udang beku

150 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan senyawa sulfit 100 mg/kg, bahan mentah; 30 mg/kg, produk masak, tunggal


(2)

atau campuran dengan senyawa sulfit

Kalium nitrat 1. Daging olahan; daging awetan

2. Keju

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat sebagai natrium nitrit

Kalium nitrit 1. Daging olahan; daging awetan

2. Kornet kalengan

125 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan natrium nitrat dihitung sebagai natrium nitrit

Kalium propionat Sediaan keju olahan 3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat atau dengan asam sorbat dan garamnya Kalium sorbat 1. Sediaan keju olahan

2. Keju

3. Margarin

4. Aprikot yang dikeringkan

5. Acar ketimun dalam botol

6. Jem dan jeli

3 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam propionat atau dengan asam sorbat dan garamnya 4 g/kg, tunggal atau campuran dengan kalium dan natrium benzoat atau dengan kalium sorbat

4 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

4 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya


(3)

7. Marmalad

8. Pekatan sari nanas

500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbat 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

Kalium sorbat Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Kalium benzoat 1. Pekatan sari nanas

2. Saus tomat;sirop;pekatan sari buah

3. Anggur

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

1 g/kg 200 mg/kg

Kalsium Propionat Lihat Asam propionat Lihat Asam propionat Kalsium sorbat 1. Margarin

2. Pekatan sari nanas

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan garamnya

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya atau sorbat dengan garamnya dan senyawa sulfit tetapi tidak lebih dari 500 mg/kg

Metil p-hidroksi benzoate

1. Lihat etil p-hidroksibenzoat 2. Acar mentimun dalam botol

kecap

3. Ekstra kopi cair 4. Pasta tomat; sari buah 5. Makanan lainnya kecuali

daging, ikan, unggas

Lihat etil p-hidroksibenzoat 250 mg/kg

450 mg/kg 1 g/kg 1 g/kg Natrium benzoat 1. Lihat Kalium benzoat

2. Jem dan jeli

3. Kecap

4. Minuman ringan 5. Saus tomat

Lihat Kalium benzoat

1 g/kg, tunggal atau campuran asam sorbat dan garam kaliumnya atau dengan ester dari asam hidroksibenzoat

600 mg/kg 600 mg/kg 1 g/kg


(4)

6. Makanan lain 1 g/kg

Natrium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit Natrium metabisulfit Lihat Kalium metabisulfit Lihat Kalium metabisulfit Natrium nitrat 1. Daging olahan, daging

awetan

2. Kornet kalengan

500 mg/kg, tunggal atau

campuran dengan Kalium nitrat 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrat

Natrium nitrit 1. Daging olahan, daging awetan

2. Kornet kalengan

125 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit 50 mg/kg, tunggal atau campuran dengan kalium nitrit

Natrium propionat Lihat Asam propionat Lihat Asam propionat Natrium sulfit Lihat Kalium bisulfit Lihat Kalium bisulfit

Nissin Sediaan Keju olahan 125 mg/kg


(5)

Gambar Lampiran 5.1. Produk daging sapi olahan


(6)

Gambar Lampiran 5.3. Pengendapan sampel