Risiko Kontaminasi Logam Berat Pada Daging Sapi Yang Merumput dan Hidup di Areal Revegetasi Tambang.
RISIKO KONTAMINASI LOGAM BERAT PADA DAGING
SAPI YANG MERUMPUT DAN HIDUP DI AREAL
REVEGETASI TAMBANG
ANDI PURNAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul risiko kontaminasi logam berat pada daging sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Andi Purnama NIM F251120091
(4)
(5)
SUMMARY
ANDI PURNAMA. The risk of heavy metal contamination on meat of cattle grazing and living in mine revegetation area. FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA as the main-supervisor and HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM as a member-supervisor.
Mining industry is often associated with the possibility of heavy metal contamination. The growth of some types of grass such as signal grass (Brachiaria decumbens) and uraso (Scharum sp) on mine revegetation area is very quickly and tight. Air, grasses and water in mine revegetation area might be contaminating source. Therefore, the evaluation, quantification and potential risk of heavy metals in meat and organs of cattle that grazed in mine revegetation area needed to be done. The concentration of Cu, Fe, Zn, Cr, Ni, Cd, Hg dan Pb were determined in muscle (Longissimus dorsi and Bicep femoris), heart, liver, lungs, spleen, kidney, bones, grasess and water.
The general objective of this study is to see the risk of heavy metal contamination that occurs in meats and organs of cattle that grazed in mine revegetation area. The specific objective of this study were to quantify the levels of heavy metal contamination in the feed and water of cattle that grazed in mine revegetation area, quantify the level of heavy metal contamination in meat and organs of cattle that grazed in mine revegetation area and cattle from outside mining area, the possiblility of interaction between heavy metals on every part of the cow's body mine revegetation areas, calculate the potential risks when consuming meat and offal from cattle based on chronic daily intake (CDI), hazard quotient (HQ) and hazard index(HI) and calculate the maximum safe consumption of meat and offal of cattle that grazed in mine revegetation area.
This study was divided into several stages including maintenance, slaughter, risk analysis of human meat consumption. The heavy metal contents were analyzed by atomic absorption spectrophotometer.
Both of the type of grass that grows in revegetation mine area contain Cu, Fe, Zn, Cr and Ni, but only Ni in Brachiaria decumbens exceeded the threshold. There were heavy metals found in water that might be the contaminating source. Pb in drinking water exceeded the threshold.
Cadmium was found in the lungs, spleens, kidneys, blood and bones of cattle from mine revegetation areas and it was found in heart, liver, lungs, kidney and bone of cattle from outside mining revegetation area. Mercury was found throughout the body of cattle that was observed and exceeded the threshold, except the lungs of cattle that grazed in mine revegetation area and bone of cattle from outside mining area. Lead was found only in blood and bones. Copper, zink and iron were found throughout the body of cattle that grazed in mine revegetation areas as well as outside mining areas and they did not exceed the threshold. Chromium was found only in bone of cattle that grazed in mine revegetation areas. Nickel was found in lungs and kidney of cattle that grazed in mine revegetation area and it was found only in lungs of cattle from outside mining areas.
(6)
Interactions between toxic mineral and essential mineral was found in bones and there was a negative correlation between Cu and Pb (P-Value> 0.05). Interactions between toxic minerals and toxic minerals occurred in the lungs, there was a positive correlation between Cd and Hg. Interactions between essential minerals and essential minerals was found in meat and there was positive correlation between Cu and Zn (P-Value> 0.05), a positive correlation between Ni and Fe in the lung and a positive correlation between Fe and Zn in blood (P-Value <0.05).
Based on CDI, HQ and HI, it was suggested that there are significant risk of adverse health effects if consuming spleen, bone and blood of cattle that grazed in mine revegetation area and outside mining area.
Based on the existing upper limits, the present result suggests that a person of 70 kg should not eat meat, liver, heart, lungs, spleen, kidney of cattle that grazed in mine revegetation area more than 0.45, 0.78, 0.67, 0.88, 0.06, 0.45 kg/hari, respectively.
(7)
RINGKASAN
ANDI PURNAMA
. Risiko kontaminasi logam berat pada daging sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang. Dibimbing oleh FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA dan HARSI DEWANTARI KUSUMANINGRUM.Areal industri pertambangan sering dikaitkan dengan kemungkinan kontaminasi logam berat. Tumbuhnya beberapa jenis rumput misalnya rumput signal (Brachiaria decumbens) dan uraso (Scharum sp) pada areal revegetasi tambang yang sangat cepat dan penutupan lahan yang sangat rapat, memberikan peluang untuk pemanfaatannya sebagai hijauan makanan ternak dan memicu kegiatan pengembalaan ternak di areal tersebut. Pemeliharaan hewan ternak di areal lahan revegetasi tambang kemudian memicu kekhawatiran bahwa ternak dengan mengkonsumsi rumput yang tumbuh di areal revegetasi tambang dan meminum air genangan di lokasi tersebut, dapat terjadi akumulasi logam berat dalam daging dan organnya, kemudian dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, evaluasi dan kuantifikasi logam berat dalam daging dan organ ternak yang hidup di areal revegetasi tambang perlu dilakukan agar diketahui potensi risiko yang mungkin terjadi jika mengkonsumsi daging dari ternak tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan analisis beberapa logam berat toksik yang sering menjadi cemaran dalam makanan (Cd, Hg dan Pb) dan logam berat yang esensial dalam tubuh ternak maupun manusia (Cu, Fe, Zn, Cr dan Ni).
Tujuan umum penelitian ini adalah melihat risiko kontaminasi logam berat yang terjadi pada daging dan organ sapi yang dipelihara di lokasi revegetasi tambang. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengkuantifikasi tingkat pencemaran logam berat pada pakan dan air dari sapi yang dipelihara di areal revegetasi tambang tambang, mengkuantifikasi tingkat pencemaran logam berat pada daging dan organ dari sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang serta dibandingkan dengan kontaminasi logam berat pada sapi yang dipelihara di luar areal pertambangan, menghitung kemungkinan interaksi antar logam berat pada setiap bagian tubuh sapi dari areal revegetasi tambang, menghitung potensi risiko jika mengkonsumsi daging dan jeroan dari sapi yang dipelihara di areal revegetasi tambang dalam bentuk asupan kronis harian (chronic daily intake, CDI), potensi paparan (hazard quotient, HQ) dan indeks bahayanya (hazard index) dan menghitung konsumsi aman maksimal dari daging dan jeroan sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang.
Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu pemeliharaan, pemotongan ternak, analisa logam pada daging dan organ, analsis risiko terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Logam berat sampel dianalisis menggunakan atomic absorption spectrophotometer di laboratorium kimia balai besar laboratorium kesehatan Makassar.
Rumput yang dianalisis dari lokasi revegetasi tambang adalah Siratro (Macroptilium atropurpureum) dan BD (Brachiaria decumbens). Dari kedua jenis rumput ini terdeteksi adanya Cu, Fe, Zn, Cr dan Ni, namun hanya Ni pada rumput BD yang melebihi batas toleransi. Dari sampel air yang dianalisis, Pb dan Hg
(8)
melebihi batas yang toleransi sementara mineral lainnya (Cu, Fe, Zn, Cr, Cd) masih dalam kisaran yang ditoleransi.
Konsentrasi Cu, Zn, Cr, Ni dan Pb dari daging dan organ sapi yang merumput dan hidup areal revegetasi tambang tidak melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Mineral Cd terdapat berlebih pada bagian paru-paru, limpa, ginjal dan darah. Sementara Hg terdapat pada jumlah berlebih pada seluruh bagian tubuh kecuali paru-paru. Pada sapi dari luar areal tambang, tidak terlihat konsentrasi yang melebihi ambang batas untuk Cu, Fe, Zn, Cr dan Ni. Namun ditemukan konsentrasi berlebih Pb ditemukan berlebih pada tulang dan Hg ditemukan berlebih pada seluruh organ kecuali pada tulang.
Interaksi antara mineral toksik dengan mineral esensial ditemukan di tulang terdapat korelasi negatif Pb dengan Cu (P-Value<0.05). Interaksi antara mineral toksik dengan mineral toksik terjadi pada paru-paru yaitu korelasi positif Hg dengan Cd. Interaksi antara mineral esensial dengan mineral esensial ditemukan di daging punggung terlihat korelasi positif antara Cu dengan Zn (P-Value<0.05), korelasi positif Ni dengan Fe di paru-paru dan korelasi positif Fe dengan Zn di darah (P-Value<0.05).
Nilai HQ terkait dengan paparan diet lebih besar dari atau mendekati 1 untuk Hg pada limpa, Hg pada tulang dan Cd pada darah. Konsumsi limpa perlu diantisipasi karena merupakan salah satu bagian tubuh sapi yang sering dikonsumsi. Indeks bahaya yang melebihi satu juga hanya terjadi di limpa, tulang dan ginjal dengan nilai masing-masing 2.29, 3.87 dan 2.64.
Berdasarkan batas maksimum logam berat yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan, maka dihitung jumlah maksimal daging, hati dan jantung yang dapat dikonsumsi per hari. Orang dewasa dengan berat badan 70 Kg disarankan untuk mengkonsumsi daging, hati, jantung, paru-paru, limpa, ginjal masing-masing tidak lebih dari 0.45, 0.78, 0.67, 0.88, 0.06, 0.45 kg/hari. Penentuan batas konsumsi ini didasarkan konsentrasi Fe pada hati dan paru-paru serta Hg pada daging, jantung, limpa dan ginjal.
(9)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(10)
(11)
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan
RISIKO KONTAMINASI LOGAM BERAT PADA DAGING
SAPI YANG MERUMPUT DAN HIDUP DI AREAL
REVEGETASI TAMBANG
ANDI PURNAMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2014
(12)
(13)
Judul Penelitian : Risiko Kontaminasi Logam Berat Pada Daging Sapi Yang Merumput dan Hidup di Areal Revegetasi Tambang.
Nama : Andi Purnama
NIM : F251120091
Disetujui Komisi Pembimbing
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.ScAgr
Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :
Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum Anggota
Prof.Dr. Ir. Fransiska R Zakaria, M.Sc Ketua
(14)
(15)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan februari 2014 ini ialah kontaminasi logam berat, dengan judul Risiko Kontaminasi Logam Berat pada Daging Sapi yang Merumput dan Hidup di Areal Revegetasi Tambang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Fransiska R Zakaria, M.sc dan Ibu Dr. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan yang telah banyak memberi saran dan bantuan. Penulis juga mengucapkan ucapan terima kasih kepada Muh. Irwan, S.Pt, Hasniar, S.Pt, Nursany, S.Pt, Syamsuddin, S.Pt, Darwis, S.Pt, M.Si, Muh. Erik Kurniawan, S.Pt, Misrianti, S.Pt, Muh. Amin, S.Pt dan Dewi Lestari, S.Pt yang telah membantu dalam pengambilan sampel. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada PT. Vale Indonesia, Tbk yang telah membiaya penelitian ini, beserta seluruh staf yang membantu proses pengambilan sampel. Staf dan teknisi laboratorium kimia balai besar kesehatan Makassar. Terima kasih untuk sahabat-sahabat ku : Diana Lestari, Heru Pitria Hastuti, Prastiti Laras, Nur Pratiwi, dan Muhammad Novianto. Terima kasih juga pada saudara seperantauan ku : Sumarni Panikkai, Marlina Mustafa, Hikmawati Marzuki, Masturi, Ummul Masir dan semua yang tidak dapat dituliskan satu per satu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Andi Abubakar), ibu (Andi Mahaya), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat.
Bogor, Agustus 2014 Andi Purnama
(16)
(17)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xix
DAFTAR GAMBAR xx
DAFTAR LAMPIRAN xxi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Kerangka Pikir 3
Tujuan 4
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Logam Berat 5
Penilaian respon dosis dan karakterisasi risiko. 7
Tembaga (Cu) 9
Besi (Fe) 10
Seng (Zn) 11
Kromium (Cr) 11
Kadmium (Cd) 12
Nikel (Ni) 13
Merkuri (Hg) 15
Timbal (Pb) 15
METODE PENELITIAN 18
Bahan dan Alat 18
Lokasi dan Waktu 18
Metode 18
Manajemen Pemeliharaan Sapi 18
Pengumpulan Sampel 19
Preparasi sampel 19
a. Preparasi Sampel Air Minum untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan
Pb (SNI 2004) 19
b. Preparasi Sampel Rumput untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb
(Solidum et al. 2013). 19
c. Preparasi Sampel untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb (Daging,
(18)
d. Preparasi sampel air, rumput, daging dan organ sapi untuk Hg
(SNI 2006). 20
Kuantifikasi (AOAC, 1999). 20
Paparan dan Perkiraan Risiko 20
Analisis Data 21
Diagram Alir Penelitian 22
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Logam Berat pada Rumput dan Air 23
Logam Berat pada Daging dan Jeroan Sapi 24
Interaksi Antar Logam 35
Gambaran Konsumsi 41
Konsumsi Maksimum yang Aman 42
Kesimpulan 44
Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 45
(19)
DAFTAR TABEL
1. Kebutuhan diet dan konsentrasi maksimum yang ditoleransi beberapa
mineral untuk sapi. 6
2. Nilai RDA (recommended daily allowance) dan UL (upper level)
beberapa jenis mineral untuk manusia. 7
3. Nilai RfD (reference dose) dari logam yang diamati dalam penelitian ini. 8 4. Standar Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Daging dan Produk
Olahannya. 13
5. Beberapa penelitian yang melihat pengaruh lingkungan yang terkontaminasi logam berat terhadap akumulasi logam berat di dalam
tubuh ternak. 16
6. Konsentrasi logam berat (mg/kg berat basah) yang terdapat pada rumput
(tanpa pencucian) dan air minum ternak 23
7. Konsentrasi tembaga pada daging dan berbagai organ dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 25 8. Konsentrasi besi (Fe) pada daging dan berbagai organ dari sapi yang
dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 26 9. Konsentrasi seng (Zn) pada daging dan berbagai organ dari sapi yang
dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 27 10. Konsentrasi kromium (Cr) pada daging dan berbagai organ dari sapi
yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 29 11. Konsentrasi kadmium (Cd) pada daging dan berbagai organ dari sapi
yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 30 12. Konsentrasi nikel (Ni) pada daging dan berbagai organ dari sapi yang
dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 31 13. Konsentrasi merkuri (Hg) pada daging dan berbagai organ dari sapi yang
dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 33 14. Konsentrasi timbal (Pb) pada daging dan berbagai organ dari sapi yang
dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang. 34 15. Pearson korelasi antara mineral toksik dan mineral esensial dari sapi yang
dipelihara di lahan revegetasi tambang. 35
16. Asupan harian kronis / The chronic daily intake logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang Kec. Malili
Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. 37
17. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan/ Hazard quotients dan Hazard Index (HI) logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung berdasarkan konsumsi masyarakat Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. 37
(20)
18. Asupan harian kronis / The chronic daily intake logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung berdasarkan
konsumsi daging Indonesia. 38
19. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan / Hazard quotients dan Hazard Index (HI) logam berat melalui konsumsi daging sapi dari areal revegetasi tambang dihitung berdasarkan konsumsi daging
Indonesia. 38
20. Asupan harian kronis / The chronic daily intake logam berat melalui konsumsi daging sapi dari luar areal tambang dihitung berdasarkan konsumsi daging Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. 39 21. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan/ Hazard quotients
dan Hazard Index (HI) logam berat melalui konsumsi daging sapi dari luar areal tambang dihitung berdasarkan konsumsi Kec. Malili
Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. 40
22. Asupan harian kronis / The chronic daily intakelogam berat melalui konsumsi daging sapi dari luar areal tambang dihitung berdasarkan
konsumsi daging penduduk Indonesia. 40
23. Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan/ Hazard quotients dan Hazard Index (HI) logam berat melalui konsumsi daging sapi dari luar areal tambang dihitung berdasarkan konsumsi daging penduduk
Indonesia. 41
24. Maksimum daging, hati dan jantung yang disarankan aman untuk
dikonsumsi/hari 43
DAFTAR GAMBAR
1. Alur kerangka pikir 3
2. Diagram Alir Penelitian 22
3. Tempat pembelian daging dan bagian tubuh ternak yang dikonsumsi oleh masyarakat Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan 41
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rata-rata konsumsi harian Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. 51 2. Konsumsi bahan makanan yang mengandung daging sapi, 2007-2011. 53 3. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Cu 54 4. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Fe 55 5. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Zn 56 6. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Cr 57 7. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Cd 58 8. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Ni 59 9. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Pb 60 10. Kurva Standar dan Optimasi Alat AAS pada pengukura Hg 61 11. Analisis korelasi antar mineral di daging punggung. 62 12. Analisis korelasi antar mineral di daging paha. 63 13. Analisis korelasi antar mineral di jantung. 64
14. Analisis korelasi antar mineral di hati. 65
15. Analisis korelasi antar mineral di paru-paru 66
16. Analisis korelasi antar mineral di limpa 67
17. Analisis korelasi antar mineral di ginjal 68
18. Analisis korelasi antar mineral di tulang 69
(22)
(23)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kegiatan penambangan yang dilakukan menyebabkan kerusakan vegetasi pada permukaan lahan pasca tambang sehingga menteri energi dan sumber daya mineral menetapkan permen (peraturan mentri) Nomor : 18 tahun 2008 tentang reklamasi dan penutupan lahan bekas pertambangan mengharuskan setiap lahan pasca tambang untuk dipulihkan kondisi tanahnya agar dapat kembali dimanfaatkan sebagai media tumbuh tanaman. Salah satu upaya pemulihan lahan bekas tambang adalah revegetasi (penanaman kembali vegetasi di permukaan tanah areal pasca tambang).
Revegetasi lahan tambang yang ditanami dengan hijauan (rumput dan legum) memberikan peluang bagi masyarakat untuk memanfaatkannya menjadi sumber hijauan pakan ternak. Namun, dilain pihak kekhawatiran yang muncul atas upaya pengalihfungsian lahan revegetasi pasca tambang menjadi lahan pasture (ladang pengembalaan) adalah kemungkinan terjadinya akumulasi logam berat pada tanah, rumput dan sumber air yang dapat berdampak akumulasi logam berat pada daging dan organ hewan yang diternakkan. Taggart et al. (2011) menemukan kadar Pb yang berlebihan pada daging domba dan babi hutan yang hidup diareal pertambangan.
Salah satu aspek jalur masuknya xenobiotik (senyawa asing) yang dapat menciderai kesehatan manusia adalah asupan substansi toksik yang bersumber dari makanan yang dikonsumsi. Palar (2004), menyebutkan bahwa logam berat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui rantai makanan, pernapasan atau penetrasi melalui kulit. Daging dan produk daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki banyak penikmat, namun di dalamnya mungkin membawa sejumlah substansi toksik. Walaupun jumlahnya cukup kecil di dalam daging, namun pada bagian tertentu pada tubuh ternak yang juga sering dikonsumsi misalnya pada organ hati dan ginjal, sering menunjukkan konsentrasi substansi toksik yang cukup tinggi (Khalafalla et al. 2011).
Permasalahan keamanan pangan ini seringkali disepelekan oleh masyarakat karena tidak semua kasus pencemaran keamanan pangan memberikan respon negatif bagi tubuh yang dapat langsung diamati satu atau dua hari setelah mengkonsumsinya. Bahan kimia tambahan maupun bahan kimia asing misalnya logam berat yang terkonsumsi tidak menunjukkan respon buruk bagi kesehatan yang dapat teramati pada selang waktu satu atau dua hari setelah konsumsi, namun gangguan kesehatan yang diakibatkan akan tampak dalam jangka waktu yang cukup panjang setelah mengkonsumsinya. Logam berat merupakan senyawa asing dapat masuk melalui makanan kemudian terakumulasi di dalam tubuh dalam kurun waktu tertentu dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Pembudidayaan ternak khususnya ternak sapi potong di wilayah pertambangan dengan memberikan pakan hijauan yang berasal dari rumput di lahan revegertasi tambang berpotensi untuk mencemari daging dan organ tubuh sapi lainnya yang apabila hasil ternak tersebut dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan akumulasi logam berat dalam tubuh manusia. Logam berat yang terakumulasi dalam tubuh akan menghalangi kerja gugus fungsi biomolekul yang esensial untuk proses-proses biologis, menggantikan ion-ion logam esensial yang
(24)
terdapat dalam biomolekul dan mengadakan modifikasi atau perubahan bentuk dari gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul yang mengakibatkan malfungsi sistem metabolisme tubuh. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi tingkat kontaminasi logam berat serta mengkaji potensi risiko yang ditimbulkan jika mengkonsumsi daging sapi yang dipelihara di areal revegetasi tambang tersebut. Penelitian ini menganalisis beberapa mineral baik yang bersifat toksik (Hg, Cd, Pb) maupun mineral yang berpotensi toksik jika dikonsumsi secara berlebihan Fe, Cr, Cu, Zn dan Ni.
Perumusan Masalah
Areal industri pertambangan sering dikaitkan dengan kemungkinan kontaminasi logam berat. Tumbuhnya beberapa jenis rumput misalnya rumput signal (Brachiaria decumbens) dan uraso (Scharum sp) pada areal revegetasi tambang yang sangat cepat dan penutupan lahan yang sangat rapat, memberikan peluang untuk pemanfaatannya sebagai hijauan makanan ternak dan memicu kegiatan pengembalaan ternak di areal tersebut. Pemeliharaan hewan ternak di areal lahan revegetasi tambang kemudian memicu kekhawatiran bahwa ternak dengan mengkonsumsi rumput yang tumbuh di areal revegetasi tambang dan meminum air genangan di lokasi tersebut, dapat terjadi akumulasi logam berat dalam daging dan organnya, kemudian dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, evaluasi dan kuantifikasi logam berat dalam daging dan organ ternak yang hidup di areal revegetasi tambang perlu dilakukan agar diketahui potensi risiko yang mungkin terjadi jika mengkonsumsi daging dari ternak tersebut. Kerangka pikir mengenai penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
(25)
Kerangka Pikir
Gambar 1. Alur kerangka pikir Areal
Pertambangan
Asap Pabrik Kontaminasi
Logam Berat Di Tanah
Kontaminasi Logam Berat Hijauan Pakan (Rumpur & Legum)
Kontaminasi Logam Berat dalam
Tubuh Sapi
Akumulasi Logam Berat pada Daging dan Jeroan
Dikonsumsi Manusia
Akumulasi Logam Berat dalam tubuh Manusia Melalui saluran
pernapasan
Melalui saluran pencernaan
(26)
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah melihat risiko kontaminasi logam berat yang terjadi pada daging dan organ sapi yang dipelihara di lokasi revegetasi tambang.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Mengkuantifikasi tingkat pencemaran logam berat pada pakan dan air dari sapi yang dipelihara di areal revegetasi tambang tambang.
2. Mengkuantifikasi tingkat pencemaran logam berat pada daging dan organ dari sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang serta dibandingkan dengan kontaminasi logam berat pada sapi yang dipelihara di luar areal pertambangan.
3. Menghitung kemungkinan interaksi antar logam berat pada setiap bagian tubuh sapi dari areal revegetasi tambang.
4. Menghitung potensi risiko jika mengkonsumsi daging dan jeroan dari sapi yang dipelihara di areal revegetasi tambang dalam bentuk asupan kronis harian (chronic daily intake, CDI), potensi paparan (hazard quotient, HQ) dan indeks bahayanya (hazard index).
5. Menghitung konsumsi aman maksimal dari daging dan jeroan sapi yang merumput dan hidup di areal revegetasi tambang.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi kemungkinan risiko bahaya konsumsi daging dan organ yang dipelihara di lahan pasca tambang. Serta dapat memberikan rekomendasi mengenai konsumsi maksimal dari daging dan organ dari sapi yang merumput dan hidup di areal lahan revegetasi tambang.
(27)
TINJAUAN PUSTAKA Logam Berat
Logam berat adalah istilah umum yang berlaku untuk kelompok logam dan metaloid dengan berat jenis atom lebih besar dari 4 g/cm3 atau 5 kali lebih
besar dibanding berat jenis air (Huton dan Symon 1986). Logam berat di dalam tubuh manusia, ada yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil (selanjutnya disebut logam berat esensial) dan ada pula mineral yang bersifat toksik bagi tubuh manusia meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Logam esensial dibutuhkan untuk membantu proses fisiologis makhluk hidup, misalnya membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk. Beberapa yang tergolong logam berat adalah Cd, Hg, Pb, Cu, Zn, Ni. Logam berat Cd, Hg, dan Pb terlogolong logam berat toksik bagi makhluk hidup (Darmono 2001). Logam Cu dan Zn merupakan unsur mikroesensial tanaman pada proses metabolisme asam lemak dan karbohidrat, tetapi pada konsentrasi tinggi akan bersifat toksik.
Tanaman pakan seperti rumput dan hijauan lainnya merupakan sumber perolehan logam yang utama baik hewan maupun ternak. Sedangkan perolehan dari air, tanah dan udara biasanya sangat kecil. Unsur-unsur logam dalam tanaman kebanyakan berada dalam sel jaringan tanaman yang diserap dari tanah lewat dinding sel akar. Logam juga dapat ditemukan sebagai partikel di luar dan di dalam permukaan tanaman, namun logam yang berada di luar permukaan tanaman ini dapat dihilangkan dengan cara mencuci dalam larutan asam konsentrasi rendah, tetapi logam yang berada di dalam sel tidak dapat dihilangkan dengan pencucian (Darmono 2001).
Bentuk kepedulian national research council terhadap toksisitas logam berat yang sapi, maka national research council mengeluarkan rekomendasi mengai maksimum logam berat yang ditoleransi oleh sapi dari asupan pakan sehari-harinya. Dalam laporan tersebut kadmium, tembaga, timbal, merkuri, molibdenum, selenium, kromium dan nikel menimbulkan efek toksik pada konsentrasi tertentu. Tingkat anjuran dan tingkat toleransi maksimum dari masing-masing mineral ini tercantum dalam Tabel 1.
Council for responsible nutrition pada tahun 2002, memberikan rekomendasi kebutuhan harian (RDAs, recommended daily allowances) dan level maksimum (UL, upper level) beberapa mineral yang diduga tidak menimbulkan risiko pada manusia yang disajika pada Tabel 2.
(28)
Tabel 1. Kebutuhan diet dan konsentrasi maksimum yang ditoleransi beberapa mineral untuk sapi.
Mineral
Kebutuhan Konsentrasi
Maksimum yang Ditoleransi
(Dihitung berdasarkan berat
pakan) Sapi Masa
pertumbuhan dan perkembangan
Sapi Masa
Kebuntingan Sapi Masa Laktasi
Fluorine, ppm -- -- -- 40
Kadmium, ppm -- -- -- 10
Kalsium, % 0.6 0.25 0.3 1.5
Kobal, ppm 0.10 0.10 0.10 10
Kromium, ppm -- -- -- 1000
Iodin 0.50 0.50 0.50 50
Iron, ppm 40-50 50 50 1000
Merkuri, ppm -- -- -- 2
Magnesium, % 0.10 0.12 0.20 0.40
Mangan, ppm 20 40 40 1000
Molibdenum,
ppm 1-2 1-2 1-2 5
Nikel, ppm -- -- -- 50
Posfor, % 0.22 0.17 0.21 0.7
Selenium, ppm 0.1 0.1 0.1 5
Sodium, % 0.6 0.6 0.7 2
Sodium
Chloride, % 0.06-0.08 0.06-0.08 0.1 4.5 (pertumbuahn) 3.0 (sapi laktasi)
Sulfur, % 0.15 0.15 0.15
0.3 (diet tinggi konsentrat) 0.5 (diet rendah
konsentrat)
Timbal, ppm -- -- -- 100
Tembaga, ppm 10 10 10 100
Seng, ppm 30 30 30 500
-- mineral tanpa nilai kebutuhan merupakan mineral yang tidak diperlukan oleh ternak atau persyaratan belum ditetapkan. Sumber : NRC (2000).
(29)
Tabel 2. Nilai RDA (recommended daily allowance) dan UL (upper level) beberapa jenis mineral untuk manusia.
Jenis Mineral RDA
(mg/hari) UL
Kromium(Cr) P : 0.035
W: 0.025
Tidak ada UL yang ditetapkan untuk kromium. Belum ada efek samping yang terlihat karena asupan kromium yang berlebihan dari makanan atau suplemen, tapi ini tidak berarti bahwa tidak ada potensi efek yang merugikan akibat asupan tinggi.
Tembaga (Cu) 0.9 10 mg/hari untuk dewasa,
dihitung berdasarkan potensi asupan tembaga yang dapat menyebabkan kerusakan hati.
Besi (Fe) P: 18
WPM : 18 45 mg/hari untuk dewasa, dihitung berdasarkan potensi distress gastrointestinal.
Seng (Zn) P : 11
W : 8 40 berdasarkan bukti bahwa mg/hari, dihitung asupan seng yang tinggi dapat merusak status tembaga.
Nikel (Ni) - 1 mg/hari
Merkuri (Hg) - 0.05 mg/hari*
Timbal (Pb) - 0.25 mg/hari*
Kadmium (Cd) - 0.07 mg/hari*
Sumber : CNR (2002); *SNI 7387 (2009) (Data dihitung menggunakan berat badan dewasa = 70 kg)
Keterangan : P = Pria; W = wanita; WPM = wanita yang belum menopause. Penilaian respon dosis dan karakterisasi risiko.
Risiko dapat dicirikan menggunakan hazard quotient (HQ), yaitu rasio dari dosis kronis harian rata-rata (CDI/Chronic daily intake, mg/Kg/hari) dari bahan kimia terhadap dosis referensi (RfD / Reference Dose, mg/Kg/hari). RfD didefinisikan sebagai asupan harian maksimum yang ditoleransi untuk logam tertentu yang tidak mengakibatkan efek kesehatan yang merugikan (EPA, 1989).
HQ =
Jika HQ > 1.00, maka CDI dari logam tertentu melebihi RfD, menunjukkan bahwa ada potensi risiko yang terkait dengan logam itu. Di Inggris, DEFRA dan Badan Lingkungan Hidup telah menerbitkan referensi dosis untuk Cd dan Ni (DEFRA and Environment Agency 2002a; 2002b ). Referensi dosis untuk
(30)
Cu, Pb, Zn dan diturunkan menggunakan kerangka direkomendasikan untuk penilaian risiko Inggris (DEFRA and Environment Agency 2002c). Referensi
dosis beberapa mineral disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai RfD (reference dose) dari logam yang diamati dalam penelitian ini.
Logam Efek Kritis Experimental Dose
(mg/kg/hari) (mg/kg/hari) RfD Cd Gejala proteinuria yang dipelajari
pada manusia melibatkan paparan kronis (WHO, 2001)
NOAEL (food) =
0.01 0.01 x 10
-2
Cu Peningkatan tetesan protein pada sel epitel tubulus proksimal tikus (Herbert 1993)
LOAEL = 10 0.04 x 10 Ni Penurunan berat badan dan organ NOAEL = 5 0.05 x 10-1
Pb Penghambatan ferrochelatase mengakibatkan akumulasi
eritrosit protoporfirin (Mushak et al. 1989)
NOAEL = 25 0.35 x 10-3
Zn 47% penurunan eritrosit konsentrasi superoksida
dismutase pada wanita dewasa (Yadrick et al. 1989)
LOAEL= 59.3 1.00 x 10
Hg* Efek autoimun pada tikus yang diberi makan subkronik dan studi subkutan
NOAEL = 10 3.00 x 10-4
Fe** RfD sementara telah dikembangkan untuk besi berdasarkan asupan makanan khas untuk zat besi
NOAEL = 0.27 0.03 x 10
Cr* efek sistemik pada tikus terkena 2,5 mg kromium (VI) / kg / hari sebagai kalium kromat dalam air minum selama 1 tahun dalam studi oleh MacKenzie et al. (1958).
NOAEL = 2.5 0.03 x 10-1
Diadaptasi dari Hough et al. 2004. *ATSDR (1999); U.S. EPA (2005). ** U.S. EPA (1999).
(31)
Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan unsur mineral yang dikelompokkan ke dalam elemen mikro-esensial. Tembaga dibutuhkan dalam jumlah sedikit di dalam tubuh sehingga konsumsi berlebih dapat mengganggu kesehatan misalnya mengakibatkan keracunan, tetapi kekurangan tembaga dalam darah dapat menyebabkan anemia. Tembaga merupakan komponen dari enzim dalam metabolisme besi dan kekurangan unsur ini menyebabkan anemia (McDowell 2003). Hampir semua mineral esensial baik makro maupun mikro berfungsi sebagai katalisator dalam sel. Beberapa mineral berikatan dengan protein, sedangkan lainnya sebagai ikatan pembentukan komponen siklik antara molekul organik dan ion logam. Selain ikut serta dalam sintesa hemoglobin, tembaga juga merupakan bagian dari enzim-enzim di dalam sel, seperti sebagai kofaktor enzim tirosinase di dalam kulit. Di dalam hati, hampir semua tembaga berikatan dengan enzim, terutama enzim seruloplasmin yang berfungsi sebagai feroksidase dan transportasi di dalam darah (Sharma et al. 2003; Arifin 2007).
Unsur tembaga yang terdapat dalam makanan melalui saluran pencernaan kemudian diserap dan diangkut melalui darah. Segera setelah masuk peredaran darah, unsur tembaga akan berikatan dengan protein albumin. Tembaga kemudian diantarkan dan dilepaskan ke jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein membentuk enzim-enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90 – 94% tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh. Ekskresi utama unsur ini ialah melalui empedu, sebagian kecil melalui air seni, keringat dan air susu. Jika terjadi gangguan-gangguan pada rute eksresi empedu, unsur ini akan diekskresi bersama air seni (Inoue et al. 2002).
Metabolisme dan penyerapan tembaga dalam tubuh hewan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada hewan monogastrik, seng, zat kapur dan besi yang konsentrasinya tinggi dapat mengurangi penyerapan tembaga. Seng dapat menghalangi penyerapan tembaga dengan pemindahan tembaga dari suatu protein yang terdapat di dinding mukosa yang berhubungan dengan usus. Zat kapur dengan kadar tinggi dapat mengurangi penyerapan tembaga dengan meningkatkan darah. Besi dan belerang dapat mengurangi penyerapan tembaga dengan pembentukan sulfida sulfat yang tidak dapat larut. Terjadinya interaksi antara unsur-unsur elemen yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang hampir sama, akan menyebabkan absorpi terganggu (Arifin 2007).
Kasus keracunan tembaga akut pada hewan kebanyakan terjadi pada pemberian campuran mineral (garam tembaga) yang berlebihan dan pemberian obat yang mengandung tembaga (misalnya antelmintika). Penggunaan bahan-bahan tersebut yang tidak tepat dapat membahayakan, terutama untuk ternak yang sangat peka terhadap bahan-bahan tersebut. Walaupun tembaga merupakan logam berat esensial, kecenderungan untuk menimbulkan keracunan pada ternak ruminansia terutama domba cukup besar. Tanaman yang sudah disemprot fungisida atau garam yang mengandung CuSO4 untuk kontrol cacing parasit, dapat menyebabkan bahaya keracunan akut tembaga (Yost 2002).
(32)
Besi (Fe)
Besi (Fe) ada dua bentuk yaitu bentuk tereduksi disebut fero (Fe2 +) dan bentuk teroksidasi disebut feri (Fe3 +). Besi adalah katalis yang efisien untuk transfer elektron dan reaksi radikal bebas. Oleh karena itu besi berpotensi beracun dan organisme perlu untuk meminimalkan terpapar oleh besi secara berlebihan. Perlindungan dari paparan bergantung pada protein khusus yang terlibat terhadap penyerapannya dari makanan dan transfernya ke dalam sistem sirkulasi yang akan mentransportasikannya ke tubuh dan jaringan (Geissler dan Singh 2011).
Zat besi adalah komponen hemoglobin di dalam sel darah merah (eritrosit) yang tersedia untuk mentransportasikan oksigen ke seluruh tubuh dan dalam bentuk mioglobin untuk penyimpanan dan penggunaan oksigen di otot. Oksigen dikeluarkan ke jaringan dalam bentuk hemoglobin dan digunakan untuk metabolime oksidatif (Geissler dan Singh 2011).
Fe sangat berguna untuk pembentukan sel darah dan proses enzimatis dalam tubuh. Dari total kandungan Fe dalam tubuh, sebagian digunakan untuk proses metabolisme dan sebagian disimpan sebagai cadangan. Fe yang digunakan dalam proses metabolisme enzimatis dalam hemoglobin sekitar 55% dan dalam mioglobin 15% (King 2006). Sebagian Fe dalam tubuh ternak terikat erat dengan protein yang mengangkut Fe ke dalam jaringan dan menyimpannya dalam bentuk ion Fe(III) yang stabil dan tidak terhidroksidasi. Bentuk Fe transferin yang berada dalam protein darah mempunyai dua ikatan kuat dalam bentuk Fe(III), yang terdiri atas dua kelompok tirosinat dan fenolat. Bila tempat ikatan tersebut mengikat Fe(II), ikatannya menjadi lemah. Transferin merupakan kelompok glikoprotein yang termasuk laktoferin (dalam air susu), konalbumin atau ovotransferin (dalam putih telur), dan transferin serum. Semua protein tersebut mengikat Fe (Brown et al. 2004).
Kandungan zat besi dalam tubuh sekitar 4.0 g pada pria dan 3.5 g pada wanita. Pada manusia dewasa, kebanyakan zat besi tubuh hadir dalam bentuk hemoglobin (60-70%) di dalam sirkulasi eritrosit dimana kehadiranya esensial untuk transport oksigen dan mioglobin jaringan (10%). Zat besi tubuh yang tersimpan (20-30%) ditemukan terutama di hati dan sistem reticulo-endothelia (makrofag) sebagai ferritin dan hemosiderin (Geissler dan Singh 2011).
Medicine Institute di Amerika pada tahun 2001 mengusulkan tingkat toleransi asupan zat besi per hari adalah 45 mg berdasarkan gejala gastrointestinal dan efek akut yang paling jelas. Hal ini mewakili lebih dari lima kali lipat kecukupan gizi yang dianjurkan untuk laki (8 mg/hari) dan sekitar 3 kali lipat untuk wanita yang belum menopause (18 mg/hari) (IOM 2001). JECFA menetapkan asupan harian maksimum yang ditoleransi sementara untuk besi dari semua sumber, kecuali oksida besi yang digunakan sebagai zat pewarna yaitu 0,8 mg / kg bb (WHO 1983). Konsentrasi Fe pada hati (mg/mg), ginjal dan daging sapi masing-masing adalah 69 (44-72), 110 (65-150) dan 21 (17-23) (EFSA 2013).
(33)
Seng (Zn)
Secara kimia seng mempunyai keunikan karena berperan sebagai regulator, katalitik dan struktural yang penting pada berbagai sistem biologi. Seng berperan pada lebih dari 300 enzim yang terdapat pada bermacam-macam spesies. Seng berperan dalam metabolism karbohidrat, lipid dan protein serta sintesis dan degradasi asam nukleat melalui peranannya pada enzim karbonik anhidrase (metabolism CO2 dan HCO3), thimidin kinase/DNA dan RNA polymerase
(sintesis asam nukleat dan protein). Seng juga berperan dalam stabilisasi struktur protein, asam nukleat, serta integritas organella subseluler seperti proses transport, fungsi imun dan ekspresi informasi genetik serta perlindungan terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Seng penting untuk berbagai fungsi sensori dan kekebalan, antioksidan serta stabilitas membran (Anderson 2004).
Seng memiliki interaksi dengan besi yang pertama kali terjadi di usus. Tipe interaksi antara keduanya berupa kesamaan jalur absorbsi, artinya bila kadar salah satu elemen tinggi maka akan mempengaruhi absorbsi elemen lain. Protein transpor besi pada sisi apikal enterosit diketahui juga menjadi protein transpor seng. Besi sedikit mempengaruhi absorbsi seng jika rasio seng : besi = 1: 1, tetapi efek inhibisi terhadap absobsi seng terjadi bila rasio seng : besi = 1:2 (Gropper et al 2005).
Prasad et al. 2004 menyatakan bahwa efek antioksidan seng telah dipelajari pada manusia. Salah satu contohnya, penelitian yang dilakukan pada 20 orang subjek penelitian (9 pria dan 11 wanita yang berumur 19-50 tahun) dibagi menjadi dua kelompok yang dipilih secara acak dan masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Kelompok pertama diberikan placebo dan kelompok kedua diberikan seng secara oral (45 mg seng dan bentuk seng glukonat) setiap hari selama 8 minggu. Darah dari subjek penelitian diteliti sebelum dan setelah pemberian perlakuan, dengan parameter yang teramati adalah konsentrasi seng dalam plasma, lemak peroksidase, DNA oksidasi, TNF-α dan interleukin-1β mRNA dan NF-κB. Secara statistic, terbukti bahwa konsentrasi seng dalam plasma mengalami peningkatan. Penanda lipid peroksidase (4-hydoxynonenol dan malonaldehyde) dan DNA oksidasi (8-hydroxy-2’-deoxyguanosine) dalam plasma mengalami penurunan pada kelompok yang diberi perlakuan seng secara oral.
Kromium (Cr)
Kromium terdapat dimana-mana misalnya di air, tanah dan sistem biologi. Kromium terjadi pada tiap status oksidasi dari Cr0 hingga Cr6+. Ada tiga bentuk
kromium yang paling stabil di lingkungan yaitu kromium dengan valensi 0, +3 dan +6, masing-masing berupa metal dan paduannya, kromium trivalent dan kromium heksavalen. Elemen kromium (Cr0 tidak terjadi secara alami. Senyawa
kromium dengan status oksidasi di bawah +3 adalah mereduksi dan diatas +3 mengoksidasi. Terjadinya senyawa kromium heksavalen jarang dan hampir selalu buatan manusia. Diperlukan energi tinggi untuk mengoksidasi trivalen untuk menjadi kromium heksavalen yang dalam kenyataannya bahwa oksidasi ini tidak pernah terjadi dalam sistem biologi. Sifat pengoksidasi yang kuat dari kromium heksvalen menyebabkan reduksi spontan terhadap kehidupan organisme (EC
(34)
2003). Cr membantu untuk mempertahankan tingkat glukosa darah normal dan secara luas digunakan dalam obat diabetes (Broadhurst and Domenico 2006).
Peran utama Cr secara fisiologis adalah meningkatkan potensi aktivitas hormon insulin, yaitu hormon yang berperan dalam meningkatkan pengambilan glukosa dan asam amino di dalam sel. Glucose tolerance factor sangat diperlukan sebagai potensi aktivitas insulin. Kerja GTF pada sistem transport glukosa dan asam amino adalah meningkatkan pengikatan insulin dengan reseptor spesifiknya pada organ target. Struktur GTF mengandung kromium sebagai komponen aktifnya, sehingga tanpa adanya kromium pada intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin. Kromium merupakan komponen aktif pada GTF dan dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein, sehingga keberadaan Cr dalam ransum perlu diperhatikan (Suryadi et al. 2011).
Saat insulin mengikat reseptor spesifiknya, pengambilan glukosa seluler dan asam amino dipermudah karena fungsi GTF adalah meningkatkan efektivitas potensi insulin. Pada ternak yang kekurangan kromium, penambahan kromium dapat meningkatkan penggunaan glukosa oleh insulin untuk pembentuk organ seperti otot dan jaringan adipose (Mc Namara dan Valdez 2005).
Kadmium (Cd)
Kadmium memiliki nomor atom 48 dengan berat molekul 112.41 g serta bobot jenis 8.642 g/cm3 pada 20oC. Kadmium meleleh pada suhu 320.9oC dan
mendidih pada 767oC. Kadmium merupakan logam yang ditemukan alami dalam
kerak bumi. Kadmium murni berupa logam lunak berwarna putih perak. Namun sejauh ini belum pernah ditemukan cadmium dalam keadaan logam murni di alam. Kadmium biasanya ditemukan sebagai mineral yang terikat dengan unsur lain seperti oksigen, klorin atau sulfur. Kadmium tidak memiliki rasa maupun aroma spesifik. Kadmium digunakan dalam industri sebagai bahan dalam pembuatan baterai, pigmen, pelapis logam dan plastik. Toksisitas cadmium adalah mematikan pada dosis konsumsi 225 mg/Kg (LD50) dan asupan mingguan yang
ditoleransi yaitu 0.007 mg/Kg berat badan (provisional tolerable weekly intake/PTWI) (SNI 2009).
Dalam kondisi asam lemah, cadmium akan mudah terabsobsi ke dalam tubuh. Sebanyak 5% cadmium diserap melalui saluran pencernaan dan terakumulasi dalam hati dan ginjal. Kadmium dan senyawanya bersifat karsinogen dan bersifat racun kumulatif. Selain saluran pencernaan dan paru-paru, organ yang paling parah akibat mencerna cadmium adalah ginjal. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh proses destruksi eritrosit, proteinuria, rhinitis, emphysema dan bronchitis kronis. Gejala keracunan kronis adalah terjadinya ekstresi β-mikro-globulin dalam urin akibat kerusakan fungsi ginjal. Kadmium juga mengakibatkan terjadinya deformasi ulang. Di Jepang, penyakit itai-itai disebabkan konsumsi beras berkadar Cd lebih dari 0.4 mg/Kg. Di Indonesia terdapat kajian kadar cadmium dalam beras coklat (beras pecah kulit) 0.04-0.39 mg/Kg (SNI 2009). Standar maksimum cemaran kadmium pada beberapa Negara disajikan pada table 4.
(35)
Tabel 4. Standar Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Daging dan Produk Olahannya.
Pembuat Regulasi Kategori Pangan Batas Maksimum (mg/Kg) SNI 7387 (2009) Daging dan hasil
olahannya Jeroan
0.3 0.5
FSANZ (2001) Daging
Jeroan Hati Ginjal 0.05 1.25 2.5 EC (2006) Daging sapi, kambing,
babi dan unggas Daging kuda Jeroan Hati Ginjal 0.05 0.2 0.5 1.0 Nikel (Ni)
Nikel adalah nutrisi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil oleh beberapa spesies hewan, mikroorganisme dan tumbuhan. Gejala defisiensi dan toksisitas dapat terjadi jika mengkonsumsi nikel dalam jumlah yang sangat kecil (lebih rendah dari kebutuhan) ataupun sangat banyak. Meskipun sejumlah efek seluler nikel telah didokumentasikan, keadaan kekurangan pada manusia belum dijelaskan (Cempel and Nikel 2005).
Belum ada bukti yang menyatakan bahwa nikel esensial bagi manusia. Nikel dalam bentuk garam nikel ketika tertelan, terbukti menyebabkan efek buruk pada ginjal, limpa, paru-paru dan sistem myeloid pada hewan percobaan. Selain itu kematian perinatal dilaporkan akan meningkat pada keturunan tikus betina yang menelan garam nikel pada dosis rendah (1.3 mg/kg bb/hari). Meskipun telah ada bukti bahwa inhalasi nikel bersifat karsinogenik pada hewan pengerat dan manusia, belum ada bukti garam nikel bersifat karsinogenik jika tertelan (EFSA 2006).
Nikel dilepaskan ke atmosfer oleh industri yang membuat atau menggunakan nikel, paduan nikel, atau senyawa nikel. Nikel juga dilepaskan ke atmosfer oleh pembangkit listrik pembakaran batu bara, dan insinerator sampah. Di udara, nikel menempel pada partikel kecil debu yang mengendap di tanah atau dibawa keluar dari udara di hujan atau salju, hal ini biasanya memakan waktu beberapa hari. Nikel dikeluarkan pada air limbah industri berakhir di tanah atau sedimen. Nikel melekat pada partikel yang mengandung besi atau mangan. Nikel tampaknya tidak menumpuk pada ikan atau hewan lain yang digunakan sebagai makanan (ATSDR 2005).
Banyak efek berbahaya dari nikel disebabkan oleh gangguan dengan metabolisme logam penting, seperti Fe (II), Mn (II), Ca (II), Zn (II), Cu (II) atau Mg (II). Fungsi beracun nikel utamanya disebabkan oleh kemampuannya untuk menggantikan ion logam lainnya pada enzim dan protein atau untuk mengikat
(36)
senyawa seluler yang mengandung O-, S-, dan N-atom, seperti enzim dan asam nukleat (Coogan et al. 1989).
Nikel adalah logam yang sering menyebabkan alergi pada kulit. Perkembangan reaksi yang tidak di inginkan terhadap nikel telah berkolerasi positif dengan perluasan sel T-CD8+ tertentu, yang menginduksi apoptosis keratinosit melalui mekanisme perforin-dependent (Cavani 2005). Sekitar 10-20% dari populasi manusia sensitif terhadap nikel. Manusia dapat menjadi sensitif terhadap nikel ketika perhiasan atau benda lain yang mengandung nikel mengalami kontak langsung dengan kulit dalam jangka waktu yang panjang. Sekali seseorang tersensititasi oleh nikel, untuk selanjutnya kontak dengan logam lain dapat menimbulkan reaksi. Kebanyakan reaksi pada daerah kulit yang kontak dengan logam adalah munculnya ruam. Ruam di kulit juga dapat muncul pada areal kulit yang tidak kontak dengan nikel. Sejumlah kecil orang yang sensitif terhadap nikel dapat terserang asma. Beberapa orang yang sensitif terjadi ketika mengkonsumsi makanan atau air yang mengandung nikel atau menghirup debu yang mengandung nikel (ATSDR 2005).
Kerusakan pada paru-paru dan saluran pernapasan telah diobservasi pada tikus dan mencit menghirup kandungan nikel. Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung nikel dalam jumlah besar dapat menyebabkan penyakit paru-paru pada anjing dan tikus. Kanker paru-paru dan sinus hidung dapat terjadi pada para pekerja yang menghirup debu yang mengandung senyawa nikel dengan level dan waktu paparan yang tinggi saat bekerja di kilang nikel atau pabrik pengolahan nikel. Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (Departement of Health and Human Services/DHHS) telah menetapkan bahwa logam nikel wajar dapat diantisipasi menjadi karsinogen dan senyawa nikel diketahui karsinogen manusia. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (International Agency for Research on Cancer/IARC) telah menetapkan bahwa beberapa senyawa nikel bersifat karsinogenik bagi manusia dan kemungkinan logam nikel karsinogenik bagi manusia. EPA (Enviromental Protection Agency) telah menetapkan bahwa debu kilang nikel dan nikel subsulfide sebagai karsinogen pada manusia (ATSDR 2005).
Nikel berperan dalam proses psikologi sebagai kofaktor pada penyerapan besi dalam saluran pencernaan. Interaksi antara nikel dan besi terjadi hanya pada kondisi tertentu. Nikel meningkatkan penyerapan besi pada makanan tikus dengan defisiensi besi, tapi hanya ketika diet besi tidak tersedia dalam bentuk feri sementara campuran Fero dan Feri sulfat (60% Feri dan 40% Fero) sebagai suplemen untuk diet tidak menimbulkan efek. Studi pada hewan dengan perlakuan dalam jangka waktu pendek dan panjang diberikan beberapa nikel yang terlarut dalam garam secara oral, nikel umumnya ditemukan pada ginjal (Das et al. 2008). Nikel merupakan polutan anorganik yang dapat mencemari lingkungan pada konsentrasi kurang dari 0.04 ppm dalam air konsumsi manusia. Konsentrasi yang lebih tinggi mempengaruhi flora normal dalam ekosistem dan beracun bagi manusia (Rodriguez et al. 2006). Nikel juga sangat toksik pada konsentrasi yang sangat rendah untuk organism perairan (Wang et al. 2007). Konsumsi nikel (II) yang melebihi batas yang diperbolehkan menyebabkan beberapa penyakit seperti pulmonary fibrosis, renal edema dan gastrointestinal distress (misalnya mual, muntah dan diare) (Cavani, 2005; Gupta et al. 2010).
(37)
Merkuri (Hg)
Merkuri merupakan unsur logam yang terjadi secara alami yang dapat hadir dalam bahan makanan dengan penyebab alami. Peningkatan konsentrasi juga dapat terjadi karena pencemaran lingkungan oleh kegiatan industri atau industri merkuri lainnya. Metilmerkuri dan jumlah kadar merkuri pada hewan darat serta tumbuhan biasanya sangat rendah. Penggunaan tepung ikan sebagai pakan ternak dapat menyebabkan kadar metilmerkuri lebih tinggi dalam produk hewani lainnya (CAC 1999). Asupan mingguan yang ditoleransi yaitu 0.005 mg/kg berat badan (provisional tolerable weekly intake/PTWI). Maksimum level pada air mineral alami adalah 0.001 mg/kg (CAC 1995).
Merkuri (Hg) adalah salah satu jenis logam berat yang sangat berbahaya. Bahaya Hg, khususnya Hg metil (MeHg), telah dikenal luas dari tragedi yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang, dimana produk sampingan yang mengandung MeHg dibuang ke dalam teluk tersebut oleh pabrik kimia penghasil vinil kloridal dan formaldehida milik Perusahaan Chisso. Melalui proses akumulasi secarja biologi (bioakumulasi), proses perpindahan secara biologi (biotransfer), dan pembesaran secara biologi (biomagnifikasi) yang terjadi secara alamiah, organisme laut mengakumulasi MeHg dalam konsentrasi tinggi dan selanjutnya terjadi keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya (Yasuda 2000).
Merkuri masuk ke dalam tubuh hewan biasanya dalam bentuk senyawa organik metal merkuri melalui inhalasi (paru) maupun melalui pakan (saluran pencernaan). Keracunan anorganik merkuri pada sapi pernah dilaporkan Irving dan Butler (19750 di Kanada. Sekelompok sapi yang menderita penyakit kulit yang diakibatkan jamur diobati dengan salep yang mengandung merkuri (Thydrargiri ammoniated 5%). Tetapi sapi tersebut saling menjilat salep yang dioleskan dan setelah 5 minggu kemudian banyak sapi menderita diare serta menunjukkan gejala sakit. Sapi menderita kelumpuhan bagian tubuh belakang, tremor otot, kontraksi rumen terhenti, batuk setelah minum dan akhirnya mati (Darmono 2001).
Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah pencemar yang hadir di lingkungan atau disebabkan oleh berbagai kegiatan antropogenik. Hal ini terutama ditemukan dalam anorganik dari lingkungan meskipun juga terdapat dalam bentuk organik (EFSA 2010). Akumulasi Pb pada tanah dan air permukaan tergantung pada berbagai faktor seperti pH, komposisi mineral atau jumlah dan jenis bahan organik. Manusia dapat terpapar Pb melalui makanan, air, udara, tanah dan debu, tapi makanan merupan sumber utama.
Penyerapan Pb anorganik dalam saluran pencernaan tergantung pada faktor fisiologis (seperti usia, kehamilan, dll) serta karakteristik fisikokimia partikel dicerna (ukuran, kelarutan, dll). Kehadiran makanan mengurangi penyerapan senyawa Pb yang larut dalam air. Terlebih lagi, penyerapan senyawa-senyawa tersebut lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa (EFSA 2010). Standar timbal dalam daging sapi menurut Codex Alimentarius Commision adalah 0.1 dan 0.5 pada organ sapi yang dapat dikonsumsi. Asupan mingguan yang ditoleransi yaitu 0.005 mg/kg berat badan (CAC 1995).
(38)
Di dalam tubuh, timbal diperlukan seperti halnya kalsium. Tempat penyerapan pertama adalah plasma dan membrane jaringan lunak. Selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian dimana kalsium memegang peranan penting seperti gigi pada anak-anak dan tulang pada semua umur. Timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dan makanan. Konsumsi timbal dalam jumlah banyak secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan, termasuk kerusakan jaringan mukosa. Sistem yang paling sensitif adalah sistem sintesis jaringan darah (hematopoietik) sehingga biosintesis haema terganggu. Semua sel-sel yang sedang aktif berkembang sensitif terhadap timbal. Timbal juga dapat merusak syaraf (SNI 2009).
Beberapa penelitian yang melihat pengaruh lingkungan yang terkontaminasi logam berat terhadap akumulasi logam berat di dalam tubuh ternak, secara sederhana dirangkum pada Tabel 5.
Tabel 5. Beberapa penelitian yang melihat pengaruh lingkungan yang terkontaminasi logam berat terhadap akumulasi logam berat di dalam tubuh ternak.
Peneliti Lokasi Penelitian Hasil Penelitian Suyanto et al. 2002 Tempat pembuangan
sampah akhir (TPA) Jatibarang Kota Semarang
Ternak yang mengkonsumsi sampah di areal tersebut diketahui tercemar logam berat hingga melampaui batas yang ditetapkan Departemen
Kesehatan RI, WHO, JECFA, UK, USA dan kemanan pangan Australia. Jenis logam yang mencemari daging tersebut adalah HG, Cd dan Co. Residu terdapat pada daging maupun organ dalamnya meliputi daging bagian paha, daging bagian punggung, hati, rumen, abomasums, usus, lemak abdominal dan darah.
Korenekova et al.
2002 Tempat pemeliharaan sapi yang berada di dekat pabrik
metalurgi.
Pada hati diperoleh Pb (1.072 ppm), Cd (0.456 ppm), Zn (79.946 ppm), Cu (84.091 ppm), Fe (146.822), Ni (0.231ppm). Sementara pada daging diperoleh Pb (0.671 ppm), Cd (0.126 ppm), Zn (81.180), Cu (6.312 ppm), Fe (51.800 ppm), Ni (0.350 ppm). Suyanto et al. 2010 TPA Putri Cempo
Mojosongo Kota Surakarta, TPA Jatibarang Kota Semarang, TPA Tanggan Kab. Sragen
Peneltian ini melihat residu logam berat yang terdapat dalam daging dan organ sapi yang makan di tempat pembuangan sampah akhir. Sapi dari TPA Putri Cempo terdapat Zn (44.50 ppm) pada daging paha dan Cd (0.05 ppm) pada hati yang melebihi ambang batas yang dipersyaratkan Ditjen POM RI tahun 1989 (40 ppm). Sapi dari TPA Jatibarang ditemukan Zn (64.75
(39)
ppm) dan Cd (0.06 ppm) pada hati yang melebihi ambang batas. Sapi pada TPA Tanggan ditemukan Zn (43.89 ppm) pada daging paha yang melebihi ambang batas.
Swaileh et al. 2009 Sampel daging dan organ sapi, domba, kambing dan unggas dari pasar di West Bank, Palestina.
Dari penelitiannya ditemukan kisaran logam berat yang terdapat pada beberapa organ adalah Cd=0.34-0.57 ppm, Pb=0.2-4.7 ppm, Cr=0.44-3.62 ppm dan Cu=1.03-217.9 ppm. Miranda et al. 2006 Areal industri dan
pertambangan di North Spayol
Sejumlah akumulasi mineral seperti Cu, Zn, Mn, dan Fe terdapat dalam hati, daging dan darah.
Millan et al. 2008 Areal Pertambangan di Pegunungan Sierra Madrona
Menguji kontaminasi Pb yang
terakumulasi pada Lynx pardinus yang hidup disekitar areal pertambangan. Dari hasil penelitian ditemukan Pb yang tinggi pada tulangnya (2.05 µg/g). Selain itu juga
Reglero et al. 2008 Areal Pertambangan di Pegunungan Sierra Madrona
Ditemukan kadar Pb yang tinggi pada hati dan tulang rusa merah (Cervus elaphus).
Taggart et al. 2011 Areal Pertambangan di Pegunungan Sierra Madrona
Dianalisis kadar kontaminan Pb pada babi liar (Sus scrofa) dalam jumlah besar yaitu 352-2408 µg/g.
(40)
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ekor sapi jantan berumur 2 tahun yang diperoleh dari areal revegetasi tambang dan 4 ekor diperoleh dari luar areal pertambangan, akuades, asam nitrat (HNO3), gas etilen
(C2H2), larutan standar logam tembaga (Cu), besi (Fe), seng (Zn), kromium (Cr),
nikel (Ni), kadmium (Cd), merkuri (Hg) dan timbal (Pb). Seluruh larutan standar diperoleh dari merck.
Alat yang digunakan adalah AAS (Shimadzu AA-7000) (Atomic Absorption Spectroscopy) untuk analisa Cu, Fe Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb. Sedangkan Hg dikuantifikasi menggunakan AAS tanpa nyala (Flameless AAS Shimadzu AA-6200), lampu halow katoda Cu, Fe, Zn, Cr, Ni, Cd, Pb dan Hg timbangan analitik, gelas piala 250 ml, pipet ukur, labu ukur 100 mL, corong, erlenmeyer, pemanas listrik, kertas saring whatman 20 dengan ukuran pori θ 0.42 µm dan labu semprot.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 – Juli 2014, di lahan revegetasi pasca tambang PT.VALE Tbk Sorowako Kab.Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan Laboratorium Kimia Balai Besar Kesehatan Makassar. Untuk melihat konsumsi harian daging dari sapi yang hidup di lahan revegetasi tambang, dilakukan survey dengan metode wawancara di Kec. Malili Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Metode
Secara umum penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu pemeliharaan, pemotongan ternak, analisa logam pada daging dan organ dan analsis risiko terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Tahapan kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Logam berat sampel dianalisis menggunakan Flame Atomic Absorption Spectrophotometer (Shimadzu AA-7000) laboratorium kimia balai besar laboratorium kesehatan Makassar. Preparasi sampel dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi (0, 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 & 1.0 ppm) dari tembaga, besi, seng, kromium, kadmium dan nikel digunakan untuk mengkalibrasi spektrofotometer sebelum menganalisis menggunakan aquades sebagai kontrol.
Manajemen Pemeliharaan Sapi
Sapi yang digunakan dalam percobaan ini adalah jenis Sapi Bali jantan sejumlah 4 ekor yang lahir, tumbuh dan merumput di lahan revegetasi tambang PT. VALE berumur 2 tahun dengan bobot hidup 220-250 Kg. Sistem pemberian pakan yang dilakukan adalah sistem pengembalaan. Sapi digembalakan di lahan
(41)
revegetasi pertambangan dan meminum air genangan di areal lahan revegetasi pertambangan.
Pengumpulan Sampel
Tahap awal dimulai dengan proses penyembelihan, yaitu dengan memotong leher sapi untuk memutuskan vena jugularis dan arteri karotis, esofagus dan trakea, tanpa memutuskan sumsum tulang belakang. Kemudian hewan yang telah disembelih digantung untuk mengeluarkan seluruh darah dan pengeluaran kulit dari tubuh ternak. Bagian tubuh ternak yang dijadikan sampel adalah daging pada bagian otot Longissimus dorsi (punggung), bicep femoris (paha), jantung, hati, paru-paru, limpa, ginjal dan tulang (Os tibia). Pengambilan sampel darah dilakukan pada vena jugularis menggunakan spoit 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacum yang telah berisi antikoagulan. Pengambilan sampel rumput dilakukan secara acak dengan melemparkan kuadran 1 m2 di areal sapi merumput dan di luar areal lahan revegetasi tambang yang menjadi kontrol. Pengambilan sampel air dilakukan di beberapa tempat yang menjadi tempat minum ternak sapi. Air yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik Polypropilen.
Untuk memperoleh gambaran jumlah konsumsi daging maka dilakukan wawancara pada beberapa responden. Responden penelitian ini diambil secara purposive dengan syarat sebagai berikut: usia antara 15-40 tahun, mengkonsmumsi daging sapi, tinggal di Kec. Malili Kab.Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Jumlah responden yang diambil adalah 45 orang. Pengambilan data dilakukan dengan bertanya langsung kepada responden, lalu informasi yang didapatkan diisikan ke dalam lembar kuisioner. Kuisioner yang digunakan merupakan kuisioner tipe perorangan.
Preparasi sampel
a. Preparasi Sampel Air Minum untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb (SNI 2004)
Analisis logam berat pada sampel air minum ternak dilakukan dengan cara 100 mL sampel air diberikan asam nitrat pekat dan diuapkan pada suhu 100oC hingga sampel pekat dan tersisa lebih kurang 50 mL. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL melalui kertas saring dan ditepatkan 100 mL dengan air suling.
b. Preparasi Sampel Rumput untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb (Solidum et al. 2013).
Sebanyak 5 g sampel uji dimasukkan kedalam gelas piala. Sampel rumput yang digunakan diambil dari daun dan batang rumput. Sebanyak 10 mL asam nitrat ditambahkan hingga seluruh sampel terendam. Sampel dipanaskan di pemanas listrik sampai sampel uji larut seutuhnya dan larutan berwarna kuning jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur melalui kertas saring untuk menyaring lemak yang ada.
(42)
c. Preparasi Sampel untuk Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni dan Pb (Daging, darah dan Organ) (Solidum et al. 2013).
Dimasukkan 5 g sampel uji kedalam gelas piala, lalu ditambahkan 10 mL asam nitrat hingga seluruh sampel terendam. Dipanaskan di pemanas listrik sampai sampel uji larut seutuhnya dan larutan berwarna kuning jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 50 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur melalui kertas saring untuk menyaring lemak yang ada.
d. Preparasi sampel air, rumput, daging dan organ sapi untuk Hg (SNI 2006).
Sebanyak 0.5-2 g sampel yang sebelumnya telah halus digerus dimasukkan ke dalam botol BOD dan ditutup. Kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 30 menit. Setelah 30 menit, ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat, 5 ml
HNO3 pekat dan 15 ml KMnO4 5%. Diamkan selama 5 menit. Dimasukkan ke
dalam oven selama 2 jam pada suhu 60oC. Setelah 2 jam dinginkan terlebih
dahulu, lalu ditambahkan 5 ml K2S2O8 5% dan didiamkan semalam. Selanjutnya
ditambahkan NH2OH-HCl sampai warna coklat MnO2 hilang. Didiamkan 5 menit,
lalu disaring menggunakan kertas whatman, dimasukkan dalam labu ukur 100. Ditambahkan aquades sampai tanda batas.
Kuantifikasi (AOAC, 1999).
Seluruh konsentrasi logam (Cu, Fe, Zn, Cd, Cr, Ni dan Pb) dianalisis dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS, Shidamzu AA-7000) dan Hg menggunakan AAS (Shimadzu AA-6200). Pengukuran Fe dilakukan pada panjang gelombang 248.3 nm, Cr 357.9 nm, Ni 232.0 nm, Cd 228.8 nm, Cu 324.8 nm, Zn 213.9 nm, Pb 283.3 nm dan Hg 253.7 nm. Konsentrasi logam dihitung dengan menggunakan rumus :
Konsentrasi logam dalam sampel (mg/1000 g) = Dimana :
C = konsenrasi yang terbaca pada AAS (mg/1000 mL) V = volume larutan sampel
FP = Faktor Pengencer W = Berat Sampel
Paparan dan Perkiraan Risiko
Paparan dan risiko yang terkait dengan kontaminan logam berat pada sapi yang merumput dan hidup di lahan revegetasi pasca tambang dinilai sesuai dengan pedoman yang dikembangkan oleh US Enviromental Protection Agency (USEPA 1989). Asupan harian kronis (chronic daily intake/CDI, mg kg-1hari-1) masing-masing logam yang dikonsumsi dikalkulasi menggunakan rumus :
(43)
Dimana :
C = konsentrasi logam dalam makanan/sampel (mg kg-1 atau mg L-1) IR = jumlah asupan (g hari-1)
EF = frekuensi paparan (hari-1 atau tahun-1)
ED = durasi paparan (tahun) BW = Berat Badan
AT = Rata-rata waktu (hari)
Potensi paparan spesifik yang tidak membahayakan yang terkait dengan paparan oral terhadap logam dinilai menggunakan rumus (Hough et al. 2004) :
HQ = CDI/RfD Dimana :
RfD = Dosis referensi untuk logam individu dalam jalur paparan tertentu
Indeks bahaya (Hazard index/HI) dilakukan dengan melalui pendekatan potensi keseluruhan untuk risiko non-karsinogenik yang ditimbulkan oleh logam menggunakan rumus (USEPA 1989) :
HI = HQFe + HQCu+HQZn+HQCd+HDCr+HDNi
Jika nilai HI<1, maka tidak ada risiko yang signifikan yang dapat ditimbulkan pada kesehatan, namun jika HI>1 menyarankan mungkin ada risiko yang dapat ditimbulkan.
Analisis Data
Analisis data hasil uji logam berat di laboratorium dihitung secara statistik deskriptif dengan menggunakan software Microsoft Excel® 2007. Hasil analisa logam berat (Cu, Fe, Zn, Cr, Ni, Cd, Hg dan Pb) kemudian dibandingkan dengan standar keamanan pangan yang berlaku. Untuk mendapatkan keadalaman hasil penelitian dilakukan pembanding dengan sampel yaitu daging sapi dari luar areal pertambangan. Interaksi antar logam ditentukan dengan melihat kolerasi yang signifikan antar logam (P-Value<0.05). Kolerasi dihitung dengan menggunakan Minitab 16 Statistical Software.
(44)
Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian 4 ekor sapi dipelihara di areal
pertambangan Disembelih
Organ yangdiambil :
1. Daging bagian punggung 5.Paru-Paru
Longissimus dorsi) 6. Limpa
2. Daging bagian paha 7. Ginjal
(Bicep femoris) 8. Tulang
3. Jantung 9. Darah
4. Hati
Analisis menggunakan AAS dengan mengukur :
1. Nikel 2. Cadmium 3. Besi 4. Tembaga 5. Seng 6. Cromium
Mengandung logam berat yang melebihi
ambang batas
Analisis risiko terhadap kesehatan
(45)
HASIL DAN PEMBAHASAN Logam Berat pada Rumput dan Air
Salah satu jalur masuk logam berat dalam tubuh ternak adalah melalui makanan yang dikonsumsi. Sama halnya dengan manusia, kontaminasi logam berat pada pakan ternak dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ternak, sehingga national research council merekomendasikan maksimum toleransi mineral dalam pakan ternak (tabel 1). Rumput merupakan sumber makanan utama bagi ternak sehingga keberadaan logam berat dalam rumput dapat memicu pengendapan sejumlah logam berat dalam tubuh ternak. Hasil analisis beberapa logam berat pada rumput dan air yang dikonsumsi oleh ternak di areal revegetasi tambang di sajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Konsentrasi logam berat (mg/kg berat basah) yang terdapat pada rumput (tanpa pencucian) dan air minum ternak
Jenis Logam
Konsentrasi logam berat (mg/kg) pada
beberapa rumput di areal revegetasi tambang Air Minum Sapi dari areal revegetasi tambang (mg/kg) Maks. Toleransi mineral pada pakan (mg/kg)* Maks. Toleransi mineral pada air minum (mg/kg)** Siratro (Macroptilium
atropurpureum)
BD (Brachiaria decumbens)
Cu 1.03 ± 0.07 0.64 ± 0.04 0.03 ± 0.00 100 - Fe 108.34 ± 0.53 98.99 ± 0.14 0.05 ± 0.05 1000 Tb Zn 7.11 ± 0.12 3.88 ± 0.06 0.00 ± 0.00 500 25 Cr 125.48 ± 0.54 184.84 ± 0.21 0.52 ± 0.01 1000 1.0 Ni 0.61 ± 0.08 290.78 ± 0.03 0.05 ± 0.00 50 1.0
Cd Tt Tt 0.05 ± 0.00 10 0.05
Hg - Tt 0.011 ± 0.005 2 0.01
Pb - Tt 0.034±0.003 100 0.1
* NRC (2000) (perkiraan untuk sapi dewasa); **NRC (2011); Tb = belum ada batas maksimum toleransi.
Konsentrasi Cu, Fe, Zn dan Cr pada kedua jenis rumput yang diamati, tidak melebihi angka maksimum toleransi mineral pada pakan. Logam berat yang tergolong toksik seperti Cd, Hg dan Pb tidak ditemukan pada kedua jenis rumput yang diamati. Konsentrasi yang melebihi maksimum toleransi mineral dalam pakan adalah nikel pada Brachiaria decumbens (BD), sementara konsentrasi nikel pada rumput Macroptilium atropurpureum (siratro) tidak melebihi maksimum toleransi. Tingginya konsentrasi nikel pada rumput BD dapat bersumber dari debu pabrik mengingat lahan revegetasi tersebut merupakan areal penambangan nikel dan tidak dilakukannya pencucian rumput sebelum proses preparasi sampel. Proses pencucian sampel sebelum preparasi, sengaja tidak dilakukan mengingat rumput yang dikonsumsi oleh ternak bercampur dengan debu yang menempel pada permukaan daunnya. Dalam lingkungan pertambangan, debu logam menyebar sebagai lapisan debu pada setiap permukaan di daerah karena peledakan batuan saat penambangan. Kontaminan ini dapat tersebar ke atmosfer melalui perantara angin dengan tingkat penghapusan logam dari tanah tergantung pada faktor-faktor seperti mineralogi buangan pertambangan, konsentrasi logam total,
(46)
spesiasi dan ada atau tidak adanya ion bersaing (Onder et al. 2007; Gutiérrez-Ginés et al. 2010; Bruce et al. 2003). Nikel adalah nutrisi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil oleh beberapa spesies hewan, mikroorganisme dan tumbuhan sehingga gejala defisiensi dan toksisitas dapat terjadi jika mengkonsumsi nikel dalam jumlah yang sangat kecil (lebih rendah dari kebutuhan) ataupun sangat banyak. (Cempel and Nikel 2005).
Mineral memiliki pengaruh signifikan terhadap nutrisi dan metabolisme ruminansia, tetapi ketersediaan mineral dari tanah untuk hijauan ternak sangat bervariasi (Ashraf et al. 2007). Rata-rata konsumsi bahan kering bagi ruminansia adalah 3-4% dari berat badan, namun meskipun tingkat konsumsi didasarkan pada kadar bahan kering pakan, namun pemberian bahan kering pakan yang diberikan terbatas pada kapasitas rumen mengolah bahan pakan yaitu 10% dari berat badan sapi. Asupan rumput harian ternak yang cukup besar, sehingga rumput yang terkontaminasi logam berat berpotensi menimbulkan akumulasi logam berat pada tubuh ternak yang mengkonsumsinya.
Konsentrasi Cu, Fe, Zn, Cr dan Ni pada air minum yang dikonsumsi oleh ternak tidak melebihi maksimum toleransi mineral dalam air minum ternak. Logam berat yang tergolong toksik seperti Pb ditemukan dalam jumlah yang melebihi batas maksimum toleransi mineral dalam air minum ternak, sementara Hg dan Cd mencapai maksimum toleransi mineral dalam air minum ternak. Air minum yang dikonsumsi oleh ternak di areal revegetasi tambang adalah air yang tergenang pada kubangan tanah di areal revegetasi tambang. Kontaminasi logam berat pada air dapat bersumber dari sedimen tanah dan aliran air yang melewati tempat-tempat pembuangan limbah industri sebelum tergenang di sebuah kubangan. Hal ini dikuatkan Mendie (2005) bahwa air dapat memperoleh kontaminan dari aktivitas manusia (misalnya aktivias dalam kegiatan industri) dan hewan serta aktivitas biologis lainnya. Air memiliki sifat yang sangat unik karena polaritas dan ikatan hydrogen yang dimiliki mampu melarutkan, menyerap atau menyimpan senyawa yang berbeda (WHO 2007). Air drainase pertanian yang mengandung pestisida, pupuk dan limbah dari kegiatan industri dapat memasok sejumlah besar anion organik dan logam berat pada air dan sedimen (EC 2002). Selain dari makanan, air minum juga dapat menjadi sumber masuknya logam berat dalam tubuh ternak. Ternak besar seperti sapi yang hidup pada suhu lingkungan sekitar 27-32oC dapat mengkonsumsi air sekitar 33.69-48.07 liter air setiap harinya (NRC 2011), sehingga konsumsi air yang terkontaminasi logam berat, dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan ternak.
Logam Berat pada Daging dan Jeroan Sapi
Kontaminasi daging oleh logam berat dapat menjadi ancaman yang serius karena beberapa logam berat dapat bersifat toksik pada level tertentu. Logam berat dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi sepanjang rantai makanan (Demirezen and Uruc 2006). Hasil analisis beberapa logam berat pada daging dan organ sapi yang merumput di areal revegetasi tambang maupun dari sapi di luar areal pertambangan disajikan pada tabel 7-14.
(47)
Tembaga
Tabel 7. Konsentrasi tembaga pada daging dan berbagai organ (mg/kg berat basah) dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang.
Lokasi Sapi dari lahan pasca tambang (mg/kg)
Sapi dari luar areal lahan pasca tambang
(mg/kg)
Standar* (mg/kg)
Daging Punggung 0.04 ± 0.07 Tt 10
Daging Paha 0.01 ± 0.02 0.18 ± 0.06
Jantung 1.35 ± 0.20 1.07 ± 0.11
Hati 1.92 ± 1.26 0.71 ± 0.07
Paru-paru 0.41 ± 0.04 0.53 ± 0.07
Limpa 0.26 ± 0.03 0.21 ± 0.03
Ginjal 2.37 ± 0.18 1.80 ± 0.22
Tulang 0.07 ± 0.05 0.07 ± 0.01
Darah 0.18 ± 0.08 0.15 ± 0.03
* Chinese Standard (GB 15999-94 dan GB13106-1999). Tt : Tidak terdeteksi
Konsentrasi tembaga (tabel 7) pada sapi yang merumput dan hidup di lahan revegetasi tambang dan sapi yang berasal dari luar lahan pasca tambang di daging dan di seluruh organ yang biasa dikonsumsi oleh manusia tidak melebihi ambang batas maksimum tembaga dalam daging yang ditetapkan Chinese standard.
Tembaga paling banyak ditemukan pada ginjal sapi yang merumput di lahan revegetasi tambang maupun sapi dari luar areal tambang. Unsur tembaga yang terdapat dalam makanan, masuk melalui saluran pencernaan dan diangkut melalui darah. Setelah masuk peredaran darah, unsur tembaga akan berikatan dengan protein albumin. Kemudian diantarkan dan dilepaskan ke jaringan hati dan ginjal lalu berikatan dengan protein membentuk enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90 – 94% tembaga dari total kandungan tembaga dalam tubuh. Ekskresi utama unsur ini ialah melalui empedu, sebagian kecil dikeluarkan bersama air seni, keringat dan air susu. Jika terjadi gangguan-gangguan pada rute pembuangan empedu, tembaga akan diekskresi bersama air seni (Inoue et al. 2002).
Tembaga merupakan unsur mineral mikro esensial, asupan harian yang direkomendasikan untuk manusia adalah 0.9 mg/hari (tabel 2). Tembaga dibutuhkan dalam jumlah kecil, kekurangan asupan tembaga dapat menyebabkan gejala defisiensi. Namun asupan tembaga yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan. Tembaga sebagai tembaga sulfat telah dievaluasi oleh JECFA pada tahun 1966, 1970, dan 1982. Maksimum asupan harian yang diizinkan (provosional maximum tolerable daily intake/PMDTI) adalah 0,05-0,5 mg / kg berat badan atau setara dengan 35 mg per hari untuk manusia dewasa dengan berat badan 70 kg (CAC 2010).
Hampir semua mineral esensial baik makro maupun mikro berfungsi sebagai katalisator dalam sel. Beberapa mineral berikatan dengan protein, sedangkan lainnya sebagai ikatan pembentukan komponen siklik antara molekul
(48)
organik dan ion logam Selain ikut serta dalam sintesa hemoglobin, tembaga juga merupakan bagian dari enzim-enzim di dalam sel, seperti sebagai kofaktor enzim tirosinase di dalam kulit. Di dalam hati, hampir semua tembaga berikatan dengan enzim, terutama enzim seruloplasmin yang berfungsi sebagai feroksidase dan transportasi di dalam darah (Sharma et al. 2003; Arifin 2007).
Besi
Mineral Fe dalam jumlah besar di daging dan seluruh organ (Tabel 8). Belum dapat dipastikan apakah konsentrasi Fe yang ditemukan ini berlebih atau masih dalam kisaran yang dibutuhkan, karena belum ada standar batas maksimum Fe untuk daging, mengingat daging sering dijadikan sebagai sumber Fe dari pangan. Namun EFSA menyebutkan bahwa, konsentrasi Fe normal pada hati, ginjal dan daging sapi masing-masing adalah 69 (44-72), 110 (65-150) dan 21 (17-23) (mg/kg).
Kadar Fe paling tinggi terdapat di darah, hal ini terjadi karena Fe adalah komponen hemoglobin di dalam sel darah merah (eritrosit) yang tersedia untuk mentransportasikan oksigen ke seluruh tubuh dan dalam bentuk mioglobin untuk penyimpanan dan penggunaan oksigen di otot. (Geissler dan Singh 2011). Namun pada sapi dari luar areal pertambangan, Fe banyak terdapat pada bagian limpa kemudian paru-paru dan jantung. Hal ini mungkin terjadi interaksi dengan mineral di dalam darah.
Tabel 8. Konsentrasi besi (Fe) pada daging dan berbagai organ (mg/kg berat basah) dari sapi yang dipelihara di lahan pasca tambang dan di luar lahan pasca tambang.
Lokasi Sapi dari lahan pasca tambang (mg/kg)
Sapi dari luar areal lahan pasca tambang
(mg/kg)
Standar* (mg/kg) Daging Punggung 10.10 ± 3.49 28.10 ± 4.58 - Daging Paha 12.07 ± 3.13 26.52 ± 3.53
Jantung 32.89 ± 2.12 25.24 ± 1.92
Hati 57.95 ± 14.37 33.91 ± 2.02
Paru-paru 50.65 ± 9.90 41.68 ± 1.28
Limpa 81.22 ± 2.74 62.43 ± 2.11
Ginjal 47.36 ± 3.01 24.44 ± 1.16
Tulang 3.26 ± 1.22 3.79 ± 0.26
Darah 91.95 ± 10.65 35.24 ± 1.34
Besi terjadi sebagai konstituen alami dari semua makanan yang berasal dari tumbuahan dan hewan. Zat besi ditemukan dalam jumlah yang kecil pada buah-buahan, sayuran dan lemak. Besi ditemukan dalam jumlah sedang pada daging merah, ayam dan telur. Sementara pada jaringan organ, ikan, sayuran hijau dan tomat mengandung zat besi dalam jumlah tinggi.
Pada umumnya besi adalah mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh dan kejadian penyakit yang disebabkan oleh kelebihan besi jarang terjadi. Yang sering terjadi di Indonesia adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan zat
(1)
Lampiran 15. Analisis korelasi antar mineral di paru-paru
Correlations: Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb, Hg
Cu Fe Zn Cr Cd Ni Pb Fe 0.642
0.358
Zn 0.542 0.855 0.458 0.145
Cr * * * * * *
Cd -0.680 -0.406 0.037 * 0.320 0.594 0.963 *
Ni 0.685 0.995 0.890 * -0.380 0.315 0.005 0.110 * 0.620
Pb -0.613 -0.427 0.048 * 0.993 -0.391 0.387 0.573 0.952 * 0.007 0.609
Hg -0.721 -0.443 -0.015 * 0.998 -0.422 0.987 0.279 0.557 0.985 * 0.002 0.578 0.013
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
(2)
Lampiran 16. Analisis korelasi antar mineral di limpa
Correlations: Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb, Hg
Cu Fe Zn Cr Cd Ni Pb Fe 0.204
0.796
Zn 0.630 -0.351 0.370 0.649
Cr * * * * * *
Cd 0.729 -0.287 0.363 * 0.271 0.713 0.637 *
Ni * * * * * * * * * *
Pb -0.734 0.483 -0.656 * -0.930 * 0.266 0.517 0.344 * 0.070 *
Hg -0.341 -0.485 0.499 * -0.496 * 0.148 0.659 0.515 0.501 * 0.504 * 0.852
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
(3)
Lampiran 17. Analisis korelasi antar mineral di ginjal
Correlations: Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb, Hg
Cu Fe Zn Cr Cd Ni Pb Fe -0.317
0.683
Zn 0.217 -0.836 0.783 0.164
Cr * * * * * *
Cd 0.497 0.317 -0.684 * 0.503 0.683 0.316 *
Ni 0.606 -0.486 -0.018 * 0.666 0.394 0.514 0.982 * 0.334
Pb -0.717 0.336 0.127 * -0.786 -0.974 0.283 0.664 0.873 * 0.214 0.026
Hg -0.810 -0.273 0.373 * -0.809 -0.450 0.639 0.190 0.727 0.627 * 0.191 0.550 0.361
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
(4)
Lampiran 18. Analisis korelasi antar mineral di tulang
Correlations: Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb, Hg
Cu Fe Zn Cr Cd Ni Pb Fe -0.885
0.115
Zn 0.456 -0.147 0.544 0.853
Cr -0.861 0.562 -0.820 0.139 0.438 0.180
Cd 0.490 -0.839 -0.283 -0.037 0.510 0.161 0.717 0.963
Ni * * * * * * * * * *
Pb -0.965 0.810 -0.664 0.938 -0.381 * 0.035 0.190 0.336 0.062 0.619 *
Hg 0.383 -0.265 -0.372 -0.151 0.083 * -0.162 0.617 0.735 0.628 0.849 0.917 * 0.838
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
(5)
Lampiran 19. Analisis korelasi antar mineral di darah
Correlations: Cu, Fe, Zn, Cr, Cd, Ni, Pb, Hg
Cu Fe Zn Cr Cd Ni Pb Fe 0.237
0.763
Zn 0.445 0.968 0.555 0.032
Cr * * * * * *
Cd 0.138 0.964 0.884 * 0.862 0.036 0.116 *
Ni * * * * * * * * * *
Pb 0.103 0.274 0.164 * 0.500 * 0.897 0.726 0.836 * 0.500 *
Hg 0.167 0.593 0.672 * 0.368 * -0.610 0.833 0.407 0.328 * 0.632 * 0.390
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
(6)