ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP

ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA
SISWA SMP

SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
Rahma Fitrah
201210230311013

Oleh:
Rahma Fitrah
201210230311013

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i

ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP


SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi

Oleh :
Rahma Fitrah
201210230311013

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Skripsi


: Adversity Quotient Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa
SMP.

2. Nama Peneliti

: Rahma Fitrah

3. NIM

: 20121023031013

4. Fakultas

: Psikologi

5. Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang


6. Waktu Penelitian

: 12 Desember 2015

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal 4 Januari 2016
Dewan Penguji
Ketua Penguji

: Yuni Nurhamida, S.Psi, M. Si

(

)

Anggota Penguji

: 1. Ari Firmanto, S.Psi., M.Si

(


)

2. Adhyatman Prabowo, S.Psi., M.Si

(

)

3. Muhammad Shohib, S.Psi., M.Si

(

)

Pembimbing I

Pembimbing II

Yuni Nurhamida, S.Psi, M. Si


Ari Firmanto, S.Psi., M.Si

Malang, 04 Januari 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Dra.Tri Dayakisni, M.Si

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

:

Nama

: Rahma Fitrah


NIM

: 201210230311013

Fakultas / Jurusan

: Psikologi

Perguruan Tinggi

: Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah yang berjudul :
Adversity Quotient dengan Perilaku Menyontek pada Siwa SMP
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan
Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar,


maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan

undang-undang yang berlaku.

Malang,

Januari 2016

Mengetahui
Ketua Program Studi

Yang menyatakan
Materai
Rp.6000

Yuni Nurhamida, S.Psi, M. Si

Rahma Fitrah


iii

KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT, degan segala kebesaran, karunia dan izin-Nya peneliti
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Kekasih Allah, Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikut jejak langkahnnya
sampai hari akhir nanti.
Skripsi ini berjudul “Adversity Quotient Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa
SMP”. Maksud penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi
tingkat Strata 1 (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, peneliti menyadari bahwa kelancaran
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan dan dukungan dari semua
pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang
2. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan yang bermanfaat hingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
3. Ari Firmanto, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah turut
membimbing, memberikan arahan dan saran-saran yang bermanfaat hingga tahap

akhir penyusunan skripsi ini
4. Diana Savitri, S.Psi, M.Psi selaku dosen wali yang telah mendukung dan
memberikan pengarahan sejak awal perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi
ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang untuk
semua ilmu yang Bapak dan Ibu berikan sejak awal perkuliahan hingga selesainya
skripsi ini
6. Seluruh staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
atas pelayanan yang diberikan dari awal perkuliahan hingga terselesaiannya
skripsi ini
7. Seluruh Staff TU, Kepala Sekolah, Guru dan BK SMP Negeri 2 Malang yang
telah membantu berjalannya penelitian ini
8. Yang paling aku sayangi dari lubuk hatiku yang paling dalam kepada Abahku
tercinta H.Dewarna Lasser dan Mamaku tersayang Hj. Ratnawaty yang telah
mencurahkan kasih dan sayang, mengorbankan energi, waktu, materi, mendidik,
merawat, mendoakan, dan support yang tiada henti hingga saya bisa sampai ke
tahap ini, saya selalu membutuhkan restu dan keridhoan kalian agar langkah saya
mewujudkan harapan-harapan selanjutnya senantiasa terasa ringan. Jazakumullah
Khairan Katsiran, Ana Uhibbukafillah ya abah wa mama.
9. Kakak-kakak dan keluarga besar terima kasih atas segala nasihat, support, doa,

dan dukungan moril dan materi. Jazakumullah Khairan Katsiran.
10. Untuk teman-teman Fakultas Psikologi universitas Muhammadiyah Malang
angkatan tahun 2012, khususunya Kelas Psikologi A, teman-teman KKN26, Pusat
iv

Layanan Psikologi (PLP), Organisasi LISFA, PSM GITA SURYA. Terima kasih
untuk segala support, kebaikannya, keceriaan, hal positif yang kalian ajarkan
kepadaku. Jazakumullah Khairan Katsiran
11. Dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, Jazakumullah Khairan Katsiran
Akhir kata, tiada satupun karya manusia yang sempurna, saran dan kritik sangat
penulis harapkan untuk kebaikan bersama. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
bagi kita semua.
Malang,

Januari 2016

Peneliti

v


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x

PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
Abstrak ............................................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................... 2

LANDASAN TEORI ............................................................................................... 5
Adversity Quotient .............................................................................................. 5
Perilaku Menyontek ............................................................................................ 7
Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek ....................................................... 7

METODE PENELITIAN ....................................................................................... 11
Rancangan Penelitian......................................................................................... 11
Subjek Penelitian ............................................................................................... 11
Variabel Penelitian ............................................................................................ 11
Instrumen Penelitian dan Reliabilitas Instrumen................................................. 12
Prosedur Penelitian ............................................................................................ 15

HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 17
Deskripsi Subjek Penelitian ............................................................................... 17
Tingkat Adversity Quotient ................................................................................ 17
Tingkat Menyontek............................................................................................ 17
Deskripsi Hasil Analisa Hubungan Adversity Quotient dan
Perilaku Menyontek ........................................................................................... 17
Diskusi .............................................................................................................. 20
vi

SIMPULAN dan IMPLIKASI ............................................................................... 26
Simpulan ........................................................................................................... 25
Implikasi............................................................................................................ 25

REFERENSI ........................................................................................................... 26
LAMPIRAN ............................................................................................................ 28

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Tabel 1 : Format penilaian Skala Adversity Quotient ................................................. 13
Tabel 2 : Blue Print Skala Tryout Adversity Quotient ................................................. 13
Tabel 3 : Format Penilaian Skala Menyontek ............................................................. 15
Tabel 4 : Blue Print Try Out Skala Menyontek ........................................................... 15
Tabel 5 : Katagorisasi Adversity Quotient dan Menyontek .......................................... 17
Tabel 6 : Korelasi Adversity Quotient dan Menyontek ................................................ 18

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Hubungan Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek ...................... 10
Gambar 2 : Perbandingan Skor Mean Adversity Quotient dan Perilaku
Menyontek berdasarkan Jenis Kelamin ......................................................... 18
Gambar 3 : Perbandingan Skor Mean Adversity Quotient dan
Perilaku Menyontek berdasarkan Tingkatan Kelas........................................ 19
Gambar 4 : Perbandingan Skor Mean Adversity Quotient dan Perilaku
Menyontek berdasarkan Kelompok / Jenis Kelas .......................................... 19

ix

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Instrumen Penelitian.............................................................................. 29
LAMPIRAN 2 : Data Kasar Adversity Quotient .............................................................. 47
LAMPIRAN 3 : Data Kasar Perilaku Menyontek ............................................................ 54
LAMPIRAN 4 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas........................................................ 60
LAMPIRAN 5 : Hasil Analisa Data ................................................................................ 71
LAMPIRAN 6 : Rangkuman Hasil Perhitungan Mean Skor dan SD
Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek berdasarkan
Jenis Kelamin, Tingkatan Kelas dan Kelompok Kelas ............................ 104
LAMPIRAN 7 : Data Kasar Entri SPSS ......................................................................... 109
LAMPIRAN 8 : Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN 9 : Surat Ijin Peneitian

x

ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA
SISWA SMP
Rahma Fitrah
(201210230311013)
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
rahmafitrafi@gmail.com

Menyontek adalah permasalahan di dunia pendidikan yang belum menemukan jalan keluar.
Sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan tingginya skorsebagai tolak ukur kemajuan
dan penguasaan ilmu siswa, menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya dari
skor akhir yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut menimbulkan tekanan pada
siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tuntutan menguasai standar kompetensi dengan
tingkat kesulitan yang bervariasi menjadi tantangan tersendiri bagi diri siswa untuk
mengerahkan segala usaha dan tak jarang menyontek menjadi pilihan untuk menyelesaikan
kesulitan belajar yang dihadapi. Adversity Quotien terkait kemampuan seseorang bertindak
mengatasi kesulitan diduga menjadi salah satu komponen psikologis yang diduga
berhubungan dengan perilaku menyontek siswa. Desain penelitian ini adalah non-eksperimen
kuantitatif dengan instrumen berupa skala Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek yang
disusun sendiri oleh peneliti. Terdapat 180 partisipan penelitian yang dipilih dengan teknik
non-random sampling dengan model cluster sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara Adversity Quotient dan Menyontek yang
ditunjukkan dengan nilai p = 0,000 dan nilai r sebesar -0,536. Artinya semakin tinggi
Adversity Quotientyang dimiliki siswa-siswi tersebut maka semakin rendah perilaku
menyontek yang dimunculkan begitupun sebaliknya.
Kata Kunci: Adversity Quotient, Menyontek, Siswa SMP, Remaja
Cheating is a problem in the world of education that has not found a way out. Indonesian
education system that uses highscores as a measure of student progress and mastery of
knowledge students, learning achievement led to public view only of the achievement of a
high scores, rather than on the process. Therefore, that view led to pressure on students to
achieve a high score. Demands to master the competency standards with varying levels of
difficulty to challenge for the students to exert all efforts and cheat as an option to complete
the learning difficulties encontered. Adversity Quotient related to a person’s ability to act to
overcome difficulties is thought to be one of the psycological components that were related to
the behavior of cheating students. This study design is non-experimental quantitative with
instument in the form of Adversity Quotient scale and Cheating Behavior compiled by
researcher. There are 180 study participants were selected by non-random sampling
technique with model of cluster sampling. The result showed a significant negative
correlation between Adversity Quotient and Cheating indicated with p = 0,000 and r value of
= 0,536. This means that the higher the Adversity Quotient owned students, the lower
cheating behavior that is raised and vice versa.
Keyword: Adversity Quotient, Cheating, Junior High School, Adolescent
1

Pendidikan nasional Indonesia saat ini memiliki tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut tercantum dalam
Undang-undang nomor 2 tahun 1989 bab 2 pasal 4 yang ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (2006), yang kemudian ditegaskan kembali dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia tahun 2005 nomor 19 tahun 2005 bab 2 pasal 4, mengenai
tujuan standar pendidikan nasional. Secara singkat, pendidikan nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas secara utuh, yaitu yang bermutu dalam
seluruh dimensinya: kepribadian, intelektual, dan kesehatannya.
Kenyataan bahwa sistem pendidikan Indonesia yang menggunakan nilai dari tes atau evaluasi
belajar terhadap materi yang diberikan sebelumnya untuk menunjukkan kemajuan dan
penguasaan ilmu anak didik, menyebabkan masyarakat memandang prestasi belajar hanya
dari pencapaian nilai yang tinggi, bukan pada prosesnya. Pandangan tersebut menimbulkan
tekanan pada siswa untuk mencapai nilai yang tinggi. Tekanan yang dirasakan akan membuat
siswa lebih berorientasi pada nilai, bukan pada ilmu. Siswa dapat mempersepsi ujian sebagai
alat untuk menyusun peringkat dan dapat menyebabkan dirinya mengalami kegagalan, bukan
sebagai instrumen yang dapat menunjukkan kemajuan dalam proses belajar (Sujana dan
Wulan, 1994). Kemungkinan mengalami kegagalan diangggap sebagai ancaman dan
merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Ada berbagai respon yang dilakukan siswa
dalam menghadapi ancaman kegagalan, misalnya mempelajari materi secara teratur atau
berlatih mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan guru. Ada pula siswa yang memberikan
respon menghindari ancaman kegagalan tersebut dengan menyontek (Schweitzer & Gibson
dalam Peer, E., Acquisti, A., and Shalvi, S. 2014).
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Frankly-Stokes dan Newstead (Anderman dan
Mudrock, 2007) ditemukan bahwa bentuk perilaku menyontek yang paling sering dilakukan
oleh siswa adalah memberi izin kepada orang lain untuk menyalin pekerjaan (72%),
peringkat kedua adalah mengerjakan pekerjaan orang lain (66%), menyalin atau mencatat
tanpa mencantumkan sumber literatur (66%), dan peringkat terakhir yaitu menyalin pekerjaan
orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan (64%). Hasil survey Litbang Media Group
pada tanggal 19 April 2007, yang dilakukan di enam kota besar di Indonesia (Makasar,
Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan), menyebutkan hampir 70 % responden
menjawab pernah melakukan praktik menyontek ketika masih sekolah maupun kuliah.
Artinya, mayoritas responden penelitian pernah melakukan kecurangan akademik berupa
menyontek. Survey juga dilakukan disalah satu universitas negeri terkemuka di Bandung
menyatakan bahwa 58 % responden pernah menyontek ketika di bangku SD, 78% di bangku
SMP, 80% di SMA dan 37 % setelah masuk kuliah (cetak.kompas.com).
Mengutip sebuah artikel dalam harian Jawa Pos yang memuat tentang hasil poling yang
dilakukannya atas siswa-siswi SMP di Surabaya mengenai persoalan menyontek dengan hasil
yang mengejutkan. Data itu menyebutkan bahwa, jumlah penyontek langsung tanpa malumalu mencapai 89,6 %, langsung bertanya kepada teman mencapai 46,5 %, sedangkan 20%
lebih berhati-hati menggunakan kode dan 14,9 % mengandalkan lirikan, jumlah responden
yang lulus dari pengawasan “sensor” guru, sejumlah 65,%

2

Namun demikian pada kenyataannya tidak semua siswa setuju dengan intensitas perilaku
menyontek. Berita juga mengutip mengenai siswa yang mengaku tidak mau menyontek
dengan beberapa alasan diantaranya: menyontek menunjukkan bahwa siswa tidak percaya
pada kemampuan sendiri, menyontek sebagai perbuatan membohongi diri sendiri, tidak
menghargai diri sendiri, menyontek memberi dampak siswa tidak mempunyai keinginan
untuk mencapai suatu prestasi dengan kemampuan sendiri karena tergantung pada orang lain
dan pemalas (www.kabar-indonesia.com).
Perilaku menyontek sering dijumpai dikalangan pelajar, mulai dari tingkat sekolah dasar
hingga perguruan tinggi. Schab (dalam Sujana dan Wulan, 1994) menunjukkan 93% siswa
menyatakan bahwa menyontek merupakan sesuatu yang normal dalam pendidikan. Pelajar
yang sebagian besar berada pada tahap perkembangan remaja merasakan kesulitan dalam
pembentukan kode moral karena ketidak konsistenan dalam konsep benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari. Ketidak konsistenan membuat remaja bingung dan terhalang dalam
proses pembentukan kode moral yang tidak hanya memuaskan tetapi akan membimbingnya
untuk memperoleh dukungan sosial. Dalam studi skala besar, Steinberg dan rekan-rekannya
melaporkan bahwa dua pertiga dari siswa dalam sampel mereka menunjukkan bahwa mereka
telah mengkhianati tes di sekolah selama tahun ajaran lalu. Selain itu, hampir sembilan dari
sepuluh peserta mengakui bahwa mereka telah disalin pekerjaan orang lain selama setahun
terakhir (Steinberg, dalam Anderman dan Murdock, 2006).
Remaja dikenal sebagai masa transisi perubahan dari dalam diri yang meliputi perubahan
fisik, kognitif dan emosi serta perubahan dari luar diri meliputi perubahan pada lingkungan
sosial.Salah satu contoh kesulitan yang dialami oleh remaja saat menghadapi perubahan
tersebut adalah kesulitan saat mereka memasuki masa transisi menuju sekolah lanjutan.
Beberapa penelitian diantaranya yang dilakuakan Eccles dan Midgley (Santrock, 2002)
meneliti masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan atau sekolah menengah pertama
menemukan bahwa tahun pertama sekolah lanjutan atau Sekolah Menengah Pertama dapat
menyulitkan siswa. Misalnya persepsi remaja tentang kehidupan sekolah mereka menurun di
kelas tujuh. Mereka kurang puas terhadap sekolah, kurang bertanggungjawab terhadap
sekolah atau kurang menyukai guru-guru mereka.
Orientasi siswa terhadap prestasi sekolah dan kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas
sekolah menurun saat mereka memasuki SMP. Penelitian oleh Anderman, dkk (1998) Siswa
mengadopsi motivasi tujuan pribadi mereka, karena menganggap kelas dan sekolah
menekankan pencapaian berbagai jenis tujuan. Akibatnya, meningkatnya penekanan pada
kemampuan peforma dan kinerja yang terkait dengan sekolah menengah, bersama dengan
dampak bahwa meningkatnya persepsi akan budaya sekolah terhadap motivasi selama tahun
sekolah menengah, dapat menyebabkan beberapa siswa kelas menengah menggunakan
kecurangan sebagai sarana mengatasi lingkungan yang dianggap sebagai menekankan
kemampuan dan kinerja. Pengamatan yang dilakukan oleh Challan (2004) adalah bahwa
kekhawatiran tentang resiko tinggi pengujian adalah penyebab perilaku menyontek, terutama
oleh mahasiswa setelah adanya pengalaman kesulitan memenuhi kompetensi keahlian
minimal yang diperlukan untuk lulus SMA (Callahan, 2004).
Transisi dari sekolah dasar menuju sekolah lanjutan dapat menjadi sesuatu yang sangat sulit
bagi remaja. Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Stoltz (2000 dalam Diana Nidau,
2008) mengklasifikasikan tantangan atau kesulitan menjadi tiga: 1) social adversity, 2)
workplace adversity, 3) individual adversity. Pada siswa Sekolah Menengah Pertama, setiap
3

siswa pasti akan menghadapi kesulitan, sehingga kemampuan masing-masing siswa untuk
menyelesaikan kesulitan berpengaruh dalam sekolah dan cita-citanya.
Remaja awal mengalami perubahan yang drastis dalam hampir semua aspek kehidupannya.
Remaja awal juga dikenal sebagai fase negatif, yaitu mudah merasakan perasaan negatif pada
diri sendiri (Ahmadi & Sholeh, 2005). Seringkali hal ini menyebabkan keputusan-keputusan
yang dibuat remaja awal bersifat emosional dan menjadi tidak efektif.
Hasil penelitian longitudinal Anderman (2006) menunjukkan bahwa menyontek sering
dilakukan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dikarenakan adanya perubahan keadaan
lingkungan belajar yang dialami siswa, yaitu siswa mengalami masa transisi dari sekolah
dasar ke sekolah menengah, lalu perubahan struktur kelas yang kecil menjadi struktur kelas
yang lebih besar, sehingga lingkungan sekolah menjadi lebih kompetitif. Adapun faktor yang
menyebabkan siswa ingin menyontek, salah satu faktornya yaitu malas belajar (Schab, dalam
Klausmeier, 1985). Menurut Thornburg (dalam Sujana & Wulan,1994) malas belajar akan
menyebabkan siswa lebih memilih untuk menyontek, karena kemalasan merupakan alasan
utama yang menjadikan siswa memiliki niat untuk menyontek. Malas belajar terkait dengan
daya juang seorang siswa. Apakah seorang siswa berjuang dengan keras atau tidak untuk
mendapat hasil yang diinginkan yaitu prestasi tinggi. Stoltz (2000) berpendapat bahwa pada
dasarnya setiap orang memendam hasrat untuk mencapai kesuksesan, tidak terkecuali bagi
siswa yang juga ingin mendapatkan prestasi belajar tinggi, namun kemalasanlah yang
sebenarnya menjadi faktor penghambat siswa meraih kesuksesan.
Menyontek yang menjadi kebiasaan akan berakibat negatif bagi diri pelajar sendiri maupun
dalam skala yang lebih luas. Pelajar yang terbiasa menyontek akan senang menggantungkan
pencapaian hasil belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan
dirinya sendiri. Pelajar yang merasakan tingkat persaingan yang tinggi dan merasa tidak
percaya diri dengan kemampuannya akan terdorong untuk menyontek. Beberapa dampak
psikologis yang dapat dialami siswa saat terus menerus gagal dalam usaha mengatasi
perubahan ada masa transisi dapat berupa penarikan diri secara psikologis yang ditandai
dengan berkurangnya keterlibatan dan komitmen pada aktivitas yang sedang dilakukan siswa,
rendahnya tingkat partisipasi dan aspirasi di kelas, rasa terasing atau aliensi, meningkatnya
ketegangan dan rasa tidak puas dan bahkan siswa dapat melakukan penolakan pada pelajaran
dan menolak bersikap kooperatif (Johnson dalam Puspitasari, 2012).
Berbagai hambatan yang dirasakan oleh siswa saat memasuki jenjang pendidikan yang lebih
tinggi dapat diatasi dengan adanya Adversity Quotient (AQ) pada diri siswa tersebut.Menurut
Stoltz (2000), dalam meraih kesuksesan, bukan IQ (IntelligenceQuotient) ataupun EI
(Emotional Intelligence) yang berperan besar, namun diperlukan AI (Adversity Intelligence).
Adversity intelligence adalah kemampuan seseorang dalam berjuang menghadapi dan
mengatasi masalah, hambatan atau kesulitan yang dimilikinya serta akan mengubahnya
menjadi peluang keberhasilan dan kesuksesan; (Stoltz, 2000). Stoltz (2000) mengemukakakn
dasar teori yang membaangun AQ dengan istilah the three bilding blocks of AQ, yaitu
psikologi kognitif, psikoneuromunolgi, dan neurophysiology. Pada psikologi kognitif dalam 3
hal yaitu: a) locus of control, b) Learned Helplessness, c) Teori atribusi, gaya penjelasan dan
optimisme. Selain itu, Stoltz (2000) merumuskan Adversity Quotient memiliki empat aspek
pokok yaitu: 1) Control (C), 2) Origin dan Ownership (O2), 3) Reach, 4) Endurance (E).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stoltz (2000), yang menemukan bahwa
orang-orang yang memiliki Adversity Intelligence tinggi merupakan orang-orang yang
4

memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi dan tujuan yang diinginkan. Mereka akan
mengerjakan tugas sebaik mungkin, termasuk mencari informasi serta memanfaatkan
peluang-peluang yang tersedia dalam hidupnya. Kesimpulannya individu tersebut akan
berusaha aktif bertindak, tidak hanya bersikap pasif menunggu kesempatan datang. (Stoltz,
2000)
Penelitian telah menunjukkan bahwa siswa akan menggunakan berbagai strategi akademik
berkaitan dengan orientasi tujuan pada lingkungan yang dirasakan menekankan. Siswa yang
memanfaatkan strategi kognitif secara mendalam sering disengaja dan merupakan pilihan
sadar mereka (Paris, Wasik, & Turner, dalam Anderman 1998). Akibat dari penggunaan
strategi yang tepat, memungkinkan mereka untuk mengalahkan hasrat untuk terlibat dalam
perilaku menyontek, karena bagi mereka menyontek berarti merusak usaha yang telah mereka
kerahkan selama menggunakan strategi kognitifyang tepat. Penelitian yang dilakukan oleh
Anderman (1998), menghasilkan temuan bahwa hubungan perilaku kecurangan (menyontek)
dan senggunaan strategi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kecurangan
(menyontek) terkait negatif dengan penggunaan Strategi Kognitif tingkat dalam dan
berhubungan positif dengan penggunaan strategy self-handicapping.
Berdasarkan pemaparan diatas menunjukkan bahwa banyak faktor dan aspek dari Adversity
Quotient yang turut berperan dalam perilaku menyontek. Menurut Poedjinugroho (Kompas,
2005, h. 4-5) permasalahan pokok dunia pendidikan Indonesia yang sebenarnya adalah
perilaku menyontek. Perilaku menyontek dapat membuat seseorang menjadi pembohong
publik sejak dini (Suara Merdeka, 2006, h. 18). Sebagian orang berpendapat bahwa siswa
yang terbiasa menyontek di sekolah memiliki potensi untuk menjadi koruptor atau penipu
ulung nantinya (Alhadza, 1998). Perilaku menyontek terjadi karena masyarakat memiliki
pandangan bahwa prestasi belajar tercermin dari pencapaian nilai yang tinggi, sehingga
membuat siswa terpaku untuk memperoleh nilai tinggi dengan cara apa pun.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa menyontek merupakan suatu permasalahan yang
menarik untuk dikaji lebih lanjut dari tinjauan Psikologi. Kesadaran untuk memahami
kapasitas diri, peka mengenali kesulitan yang dirasakan, diharapkan memotivasi pemerintah,
para pendidik maupun siswa untuk mengatur strategi pendidikan agar dapat untuk
menumbuhkan daya juang yang tinggi dan kemampuan beradaptasi yang baik dalam
menghadapi kesulitan di bangku sekolah, dimana kemampuan ini mempersiapkan remaja
untuk termotivasi secara mandiri mengerahkan kemampuan dirinya untuk berprestasi dan
tujuan-tujuan yang ingin mereka capai dan menjadi pribadi yang sesuai cita-cita bangsa
Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji: 1) Ada tidaknya hubungan antara
Adversity Quotient dengan Perilaku Menyontek pada Siswa SMP , dan 2) menggambarkan
Adversity Quotient serta Perilaku Menyontek pada siswa ditinjau dari perbedaan skor mean
berdasarkan jenis kelamin, tingkatan kelas dan kelompok kelas yang terdiri dari kelas
Unggulan dan Kelas Reguler.

Adversity Quotient
Dalam kamus bahasa Inggris, Adversity berasal dari kata adverse yang artinya kondisi tidak
menyenangkan, kemalangan. Sedangkan qoutient menurut kamus bahasa inggris adalah
derajat atau jumlah dari kualitas apesifik/karakteristik atau dengan kata lain yang mengukur
kemampuan seseorang. Jadi dapat diartikan bahwa Adversity Qoutient adalah kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan, masalah atau ketidakberuntungan. Stoltz (2000)
5

mengatakan AQ mempunyai tiga bentuk yaitu:1) AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual
yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan, 2) AQ adalah suatu
ukuran untuk mengetahui respons seseorang terhadap kesulitan, 3) AQ adalah serangkaian
peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan.
Adversity Quotient dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang dalam menentukan
responnya agar dapat bertahan dalam kesulitan, mengatasi krisis, tantangan hidup,dan mampu
merumuskan apa saja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah dengan dan
mengerahkan kinerjanya untuk mengkolaborasikan berbagai aspek yang dipercaya secara
ilmiah mampu mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan mencapai tujuan (Stoltz,
2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi Adversity Quotient menurut Stoltz (2000) yaitu: 1)
Daya Saing, 2) Produktivitas, 3) Kreativitas, 4) Motivasi, 5) Mengambil Resiko, 6) Perbaikan,
7) Ketekunan dan 8) Belajar.
Menurut Stoltz (2000) Adversity Quotient memiliki empat dimensi pokok yaitu: a) Control
(C)mengungkap berapa banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa
yang menimbulkan kesulitan. Dalam penelitian penelitian yang dilakukan oleh 74
mahasiswa pria yang memiliki IPK ≥3.5 di sebuah lembaga di timur Arab Saudi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan dan pengendalian diri berkorelasi secara signifikan
dengan IPK (Muammar, 2011). Study oleh Buechela,Mechtenberga, dan Petersena (2014)
menemukan bahwa kontrol diri dan jumlah teman berbakat mampu meningkatkan kinerja
siswa. Temuan yang dilaporkan adalah bahwa seseorang dengan kontrol diri yang tinggi lebih
mungkin untuk membangun relasi orang lain. Selain itu,berita positif tentang perilaku
mengendalikan diri dari rekan-rekan mereka meningkatkan ketekunan dalam diri siswa,
Selanjutnya b) Origin dan Ownership (O2)merupakan gabungan dari Origin (asal usul) dan
Ownership (pengakuan), menjelaskan mengenai bagaimana seseorang memandang sumber
masalah yang ada. Apakah ia cenderung memandang masalah yang terjadi bersumber dari
dirinya atau dari faktor-faktor lain diluar dirinya dan mengacu sejauh mana seorang individu
bertanggung jawab untuk perbaikan situasi kesulitan yang ia hadapi saat ini. Penelitian yang
dilakukan oleh Cornista, G., & macasaet, C. (2012) responden dengan tingkat kepemilikan
yang tinggi memiliki tingkat motivasi berprestasi yang tinggi pula, c) Reach (R)memiliki arti
jangkauan, R menjelaskan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dalam
kehidupan seseorang. Rendahnya nilai dari dimensi ini akan membuat kesulitan menyebar
luas menjangkau segi-segi lain dari kehidupannya. Penelitian yang dilakukan oleh Cornista,
G., & macasaet, C.(2012) melaporkan, mereka yang memiliki ketahanan yang tinggi
memiliki inner ressource (sumber daya batin) yang tinggi. Selanjutnya, penelitian yang
dilakukan oleh Sachdev, (dalam Jain, 2012)melaporkan terdapat korelasi negatif yang
signifikan antara jangkauan dan sress kerja staf TI, AQ tinggi memiliki dimensi Reach yang
tinggi pula hal tersebut membuat ia cenderung mampu membatasi jangkauan kesulitan
sehingga akan memungkinkan seseorang untuk berpikir jernih dan mempertimbangkan dalam
mengambil tindakan (Stoltz, 2000)
Adapun aspek keempat,d) Endurance (E) yang memiliki arti daya tahan, menjelaskan tentang
bagaimana seseorang memandang jangka waktu berlangsungnya masalah yang muncul.
Apabila endurance seseorang itu tinggi, maka akan semakin besar kemungkinan orang itu
akan menganggap kesulitan adalah hal yang akan berlalu dan tidakberlangsung lama,
begitupula sebaliknya. Penelitian oleh Cura, J., & Gozum, J. (2011) membuktikan hubungan
antara Adversity Quotient dan Prestasi Matematika. Hasil yang dilaporkan dari penelitian
6

tersebut adalah, terdapat korelasi positif yang signifikan antara dimensi AQ seperti Kontrol,
Kepemilikan dan Ketahanan dengan pencapaian prestasi Matematika responden.
Perilaku Menyontek(Cheating)
Perilaku menyontek(Cheating) adalah strategi yang digunakan siswa untuk meningkatkan
kinerja (dalam hal ini kinerja yang dimaksud adalah nilai) mereka dengan cara yang tidak
benar (Anderman, Griesinger & Westerfield, 1998). Menurut Gehring dan Pavela (dalam
Pincus & Schmelkin 2003) perilaku menyontek(cheating) merupakan suatu tindakan curang
yang disengaja dilakukan ketika seorang siswa mencari dan membutuhkan adanya pengakuan
atas hasil belajarnya dari orang lain meskipun dengan cara yang tidak sah seperti memalsukan
informasi terutama ketika dilaksanakan evaluasi akademis.
Berdasarkan pengertian diatas, dalam penelitian ini perilaku menyontek diartikan sebagai
tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan sengaja melakui cara-cara yang yang tidak
jujur atau perbuatan curang dengan menghalalkan segala cara yang dilakukan siswa
khususnya dalam pelaksanaan ujian ataupun penyelesaian tugas akademis untuk mencapai
tujuan tertentu.
Anderman dan Mudrock (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi Perilaku menyontek (Cheating). Faktor-faktor tersebut digolongkan ke dalam
empat karakteristik, yaitu: 1) Karakteristik demographic (Gender, usia, status sosio-ekonomi
dan agama), 2) Karakteristik akademik (Ability dan Area Subjek), 3) Karakteristik Motivasi
(Self-Efficacy dan Goal Orientation), 4) Karakteristik Personality (Impulsivitas dan
sensation-seeking,Self-Control dan Locus of Control)
Perilaku Menyontek Menurut Anderman dan Mudrock (2007) terbagi menjadi 3 katagori,
yaitu: 1) Giving (memberi), taking (mengambil), or receiving (menerima informasi), 2)
Menggunakan materi (bahan) yang terlarang, 3) Memanfaatkan kelemahan seseorang,
prosedur atau proses untuk memperoleh keuntungan.
Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek
Transisi dari sekolah dasar menuju sekolah lanjutan dapat menjadi sesuatu yang sangat sulit
bagi remaja. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya pengalaman remaja dalam mengatasi
perubahan yang terjadi perubahan struktur kelas, tingkat kesulitan belajar yang meningkat,
membuat lingkungan sekolah menengah yang dialami remaja semakin menekan dan menjadi
lebih kompetitif. Penjelasan mengenai keberhasilan dan kegagalan yang biasa ditanamkan
pada siswa akan menyebabkan harapan yang mempengaruhi siswa untuk menentukan usaha
mencapai keberhasilan dan menghindari kegagalan dimasa depan. Kesulitan beradaptasi pada
lingkungan baru, kurangnya penguasaan akan materi pelajaran dan tuntutan berprestasi,
menjadi tantangan tersendiri bagi siswa dalam mengarahkan kinerja dan menyelesaikan
permasalahan yang mereka alami disekolah.
Stoltz (2000) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap orang memendam hasrat untuk
mencapai kesuksesan, tidak terkecuali bagi siswa yang juga ingin mendapatkan prestasi
belajar tinggi. Kemungkinan mengalami kegagalan diangggap sebagai ancaman dan
merupakan stimulus yang tidak menyenangkan. Ada berbagai respon yang dilakukan siswa
dalam menghadapi ancaman kegagalan, misalnya mengerahkan usaha dan berjuang
mempelajari materi secara teratur atau berlatih mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan
7

guru. Ada pula siswa yang memberikan respon menghindari ancaman kegagalan tersebut
dengan menyontek.
Adapun faktor yang menyebabkan siswa ingin menyontek, salah satu faktornya yaitu malas
belajar (Schab, dalam Klausmeier, 1985). Menurut Thornburg (dalam Sujana & Wulan,1994)
malas belajar akan menyebabkan siswa lebih memilih untuk menyontek, karena kemalasan
merupakan alasan utama yang menjadikan siswa memiliki niat untuk menyontek. Malas
belajar terkait dengan daya juang seorang siswa. Apakah seorang siswa berjuang dengan keras
atau tidak untuk mendapat hasil yang diinginkan yaitu prestasi tinggi, namun kemalasanlah
yang sebenarnya menjadi faktor penghambat siswa meraih kesuksesan. Adapun menyontek
yang menjadi kebiasaan akan berakibat negatif bagi diri pelajar sendiri maupun dalam skala
yang lebih luas. Pelajar yang terbiasa menyontek akan senang menggantungkan pencapaian
hasil belajarnya pada orang lain atau sarana tertentu dan bukan pada kemampuan dirinya
sendiri.
Suasana bersaing, tantangan menguasai kompetensi dan tingkat kesulitan pelajaran
dilingkungan yang dirasakan siswa saat transisi jenjang pendidikan menuntut siswa
bertanggungjawab dalam mengenali dan membatasi sumber-sumber masalahnya, mampu
menerapkan kontrol diri yang baik atas dirinya untuk mengatur strategi-strategi
mengembangkan kemampuan kognitifnya, dan bertahan dalam berjuang agar berhasil
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami dalam transisi jenjang pendidikan tersebut.
Beberapa dampak psikologis yang dapat dialami siswa saat terus menerus gagal dalam usaha
mengatasi perubahan ada masa transisi dapat berupa penarikan diri secara psikologis yang
ditandai dengan berkurangnya keterlibatan dan komitmen pada aktivitas yang sedang
dilakukan siswa, rendahnya tingkat partisipasi dan aspirasi di kelas, rasa terasing atau aliensi,
meningkatnya ketegangan dan rasa tidak puas dan bahkan siswa dapat melakukan penolakan
pada pelajaran dan menolak bersikap kooperatif terhadap peraturan sekolah misalnya
memutuskan untuk mengambil cara-cara yang tidak benar untuk berprestasi atau
mempertahankan nilai seperti menyontek.
Berdasarkan kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang telah dibahas banyak
membuktikan bahwa peforma siswa disekolah dipengaruhi oleh taraf Adversity Quotient yang
mereka miliki, penelitian yang telah dilakukan melaporkan hasil bahwa seseorang dengan
Adversity Quotient yang tinggi memiliki motivasi berprestasi dan kepercayaan diri yang, serta
kecerdasan emosional yang tinggi pula. Penelitian pada dimensi-dimensi Adversity Quotient
seperti Control, Origin and Ownership (asal-usul dan kepemilikan), Reach dan Endurande
juga menjelaskan mengenai peformasi siswa disekolah. Dimana siswa dengan tingkat kontrol
yang tinggi memiliki motivasi berprestasi yang tinggi serta responden dengan rendah tingkat
kontrol memiliki kebiasaan kerja yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Cornista, G., &
Macasaet, C. (2012) responden dengan tingkat kepemilikan yang tinggi memiliki tingkat
motivasi berprestasi yang tinggi pula selain itu pada pekerja, kepemilikan yang tinggi
menurunkan stress kerja dan membut tingkat kepuasan yang tinggi hal itu , mereka yang
memiliki ketahanan yang tinggi memiliki inner ressource (sumber daya batin) yang tinggi
korelasi positif yang signifikan antara dimensi AQ seperti Kontrol, Kepemilikan dan
Ketahanan dengan pencapaian prestasi Matematika responden. Lebih lanjut Shen dan Chan
(dalam Ying, 2014) juga menemukan dalam penelitiannya daya tahan memiliki efek negatif
pada tekanan kerja.

8

Beberapa faktor dari Adversity Quotient seperti Motivasi berprestasi, ketekunan dan belajar
memiliki pengaruh dalam mengurangi perilaku perilaku Menyontek. Menurut Gage dan
Beliner (dalam Kumara) motivasi berprestasi adalah sesuatu yang memberikan energi kepada
individu untuk mengarahkan dirinya pada aktifitas untuk mencapai prestasi. Motivasi
berprestasi menjadi suatu hal yang penting karena memotivasi dapat menjadi sesuatu yang
mendorong individu mencapai prestasi dalam tujuan pendidikan. Penelitian yang dilakukan
oleh Stoltz (2000) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat
mampu menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan motivasi yang kuat
akan berupaya menyelesaikan kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuan.
Gage dan Berliner (1976) mengemukakan beberapa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi, yaitu: 1) memilih teman yang giat dalam kegiatan belajar. Seorang
pelajar yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memilih teman dalam mengerjakan
tugas atau belajar bersama. Mereka akan memilih teman yang baik dan giat dalam belajar; 2)
Tekun dalam mengerjakan tugas. Pelajar yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan
memiliki ketekunan dan lebih suka mencari solusi atas permasalahan yang ditemuinya.
Mereka akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut sesuai dengan waktu yang
ditentukan; 3) mengetahui kemampuan belajar diri sendiri. Pelajar yang memiliki motivasi
berprestasi yang tinggi akan menunjukkan kemampuan belajar yang baik meskipun
dihadapkan pada tugas yang mendadak karena mereka dapat menetapkan tingkat kemampuan
belajarnya. Menurut Carol Dweck (dalam Stoltz, 2000) membuktikan bahwa anak-anak yang
merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan
anak-anak yang memiliki pola pesimistis ; 4) berusaha sendiri dalam mengerjakan tugas.
Pelajar yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memiliki ketahanan yang baik ketika
mengalami suatu kegagalan. Mereka akan memandang kegagalan tersebutsebagai suatu akibat
dari usahanya dibandingkan pengaruh dari luar, 5) dapat menyelesaikan tugas yang sulit.
Pelajar yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan membuat susunan kegiatan
dalam jangka panjang dari kegiatan pokok dan kegiatan sampingan. Susunan kegiatan
tersebut akan mengarahkan mereka pada langkah-langkah pencapaian tujuan, meskipun
dalam prosesnya harus dikerjakan dalam jangka waktu yang lebih panjang.
Berdasarkan penjelasan kelima ciri dari faktor motivasi berprestasi yang terdapat pada
Adversity Quotient diduga memilki pengaruh langsung dalam meningkatkan kemampuan
siswa untuk bertahan dan mengarahkan kinerja mereka pada kegiatan belajar dalam rangka
menguasai kompetensi dengan tingkat kesulitan yang menjadi tuntutan setiap mata pelajaran
di sekolah. Sejalan dengan pemaparan diatas, Adversity Quotient akan meningkatkan
semangat juang siswa dalam belajar secara mandiri dengan strategi yang mendalam,
kesadaran untuk mengasah kompetensi dan mengarahkan kemampuan untuk mencapai
berprestasi dengan cara yang sportif. Adversity Quotient dirasa perlu untuk dikembangkan
dalam rangka mengatasi permasalahan menyontek yang seringkali dilakukan siswa. Sehingga
peneliti menduga akan ada hubungan dari Adversity Quotient yang memungkinkan terhadap
rendahnya perilaku menyontek.

9

Siswa mengalami Transisi jenjang pendidikan dari SD ke SMP
Dihadapkan pada tuntutan pencapaian kompetensi dengan kerumitan yang lebih
kompleks dan bervariasi disetiap materi pelajaran, tugas akademis serta uji
kompetensi
ADVERSITY QUOTIENT PADA DIRI SISWA

1.
2.

3.

4.

Control : Mempersepsikan seberapa besar kendali yang dimiliki untuk mengatasi kesulitan yang sedang
dihadapi saat belajar, mengerjakan tugas sekolah maupun mengerjakan ujian/tes.
Origin & Ownership :Mempersepsikan apa yang menjadi penyebab kesulitan dalam memahami pelajaran,
mengerjakan tugas sekolah, maupun mengerjakan dan siapa yang harus bertanggungjawab dalam
memahami pelajaran, menyelesaikan kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah dan ujian/tes yang
menjadi tugasnya.
Reach:Mempersepsikan seberapa besar kesulitan yang sedang dihadapi dalam memahami pelajaran,
mengerjakan tugas sekolah dan atau ujian/tes akan berkembang menjangkau atau mempengaruhiaspek
/bagian-bagian lain dari kehidupan atau tidak.
Endurance : Mempersepsikan berapa lama waktu yang dilalui untuk mengatasi kesulitan memahami
pelajaran, mengerjakan tugas sekolah, ujian/tes.

Adversity Quotient Tinggi

Adversity Quotient

Memandang kesulitan yang dihadapi sebagai sesuatu
yang bersifat sementara, sehingga mampu
membangun harapan ntuk menyelesaikan kesulitan di
sekolah, optimis dan bertanggungjawab dan
profesional dalam menguasai kompetensi pada setiap
mata pelajaran sehingga mendorong keterlibatan
yang aktif dan mandiri dalam belajar, mengerjakan
tugas dan tes (ujian)

Memandang kesulitan yang dihadapi sebagai sesuatu
yang bersifat stabil (berlangsung lama), sulit
membangun harapan bahwa kesulitan yang dihadapi
disekolah
sulit
diatasi,
pesimis,
enggan
bertanggungjawab dan cenderung tidak profesional
dalam menguasai kompetensi pada setiap mata
pelajaran sehingga keterlibatan yang dalam belajar
menjadi pasif, menggantungkan harapan pada orang
lain, pencapaian kompetensi disetiap mata pelajaran
kurang maksimal dan tidak kurang mandiri dalam
belajar, mengerjakan tugas dan tes (ujian)

Merasa tidak perlu menyelesaikan kesulitan dalam
memahami pelajaran, mengerjakan tugas dan ujian
kompetensi dengan melibatkan diri pada bentukbentuk menyontek baik terlibat dalam dalam bentuk
Giving, Taking Receiving, menggunakan peralatan
terlarang selama ujian, plagiat dan memanfaatkan
kelemahan prosedur dan pengawasan saat tes.

Merasa perlu menyelesaikan kesulitan dalam
memahami pelajaran, mengerjakan tugas dan ujian
kompetensi dengan melibatkan diri pada bentukbentuk menyontek baik terlibat dalam dalam bentuk
Giving, Taking Receiving, menggunakan peralatan
terlarang selama ujian, plagiat dan memanfaatkan
kelemahan prosedur dan pengawasan saat tes.

Perilaku Menyontek Rendah

Perilaku Menyontek Tinggi

Gambar 1. Bagan Hubungan Adversity Quotient dan Perilaku Menyontek

10

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini menggunakan penelitian non-eksperimental dengan
mengunakan metode penelitian kuantitatif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan
antara Adversity Quotient dengan Perilaku Menyontek.
Penelitian ini juga termasuk penelitian field study yang non-eksperimental dimana peneliti
tidak dapat memanipulasi variabel-variabel yang ingin diteliti karena dilakukan pada situasi
sehari-hari yang sudah terberi (Arikunto, 2006). Desain ini memiliki tujuan untuk megetahui
hubungan dan interaksi diantara variabel-variabel psikologis,sosiologis, edukasional dalam
struktur sosial.
Subyek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah populasi siswa-siswi SMP Negeri 2 Malang yang masih aktif
(terdaftar) menjadi pelajar disekolah tersebut. Sesuai dengan permasalahan penelitian,
populasi yang akan diteliti harus memenuhi karakteristik yaitu berstatus Siswa/Pelajar yang
berada di jenjang SMP.
Pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe non-random sampling.
Mengandung pengertian bahwa tidak semua orang dalam populasi tersebut memiliki
kesempatan yang sama untuk dapat dijadikan subjek penelitian, (Arikunto, 2006). Teknik
non-random sampling yang digunakan adalah cluster sampling. Adapun pengambilan sampel
dengan metode ini dilakukan dari setiap strata tidak dilakukan terhadap individu, melainkan
pada kelasnya (cluster). Populasi penelitian adalah seluruh siswa di SMP Negeri 2 Malang,
terdiri atas tiga jenjang kelas, yaitu kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Dari setiap jenjang
dipilih 2 kelas tertentu yang sisiwa didalamnya kemudian dijadikan sample penelitian.
Menurut Arikunto (2006) melalui cara ini diharapkan sampel dapat terambil dan mewakili
semua kelompok yang ada, sehingga tidak ada kelompok yang terabaikan. Selain itu
diharapkan pengaruh tiap kelompok terhadap sampel dapat diabaikan. Tanpa stratifikasi,
dapat terjadi sampel (atau sebagian besar sampel) yang terambil hanya akan terambil dari
kelompok (strata) tertentu saja.
Besaran sample minimal menurut Arikunto (2006) untuk populasi penelitian kurang dari 100
orang lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.
Peneliti berusaha mendapatkan sample lebih dari jumlah minimum yang ditentukan agar
semakin besar sample yang digunakan dan diharapkan akan semakin tepat dalam mewakili
populasi dan memberikan hasil yang akurat.
Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat dua variabel yaitu Variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y).
Adapun variabel yang menjadi variabel bebas (X) yaitu Adversity Quotient, sedangkan
variabel terikatnya (Y) yaitu Perilaku Menyontek.

11

Adversity Quotient dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menentukan
responnya agar dapat bertahan dalam kesulitan yang dihadapi saat belajar, memahami
pelajaran, mengerjakan tugas dan ujian dengan mengerahkan empat dimensi Adversity
Quotient yaitu: Control, Origin dan Ownership, Reach serta Endurande.
Adapun masing-masing aspek dalam Adversity Quotient pada penelitian ini memilik definisi
operasional sebagai berikut:Control : Mempersepsikan seberapa besar kendali yang dimiliki
untuk mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi saat belajar, mengerjakan tugas sekolah
maupun mengerjakan ujian/tes. Origin and Ownership: Mempersepsikan apa yang menjadi
penyebab kesulitan dalam memahami pelajaran, mengerjakan tugas sekolah, maupun
mengerjakan ujian/ tes dan siapa yang bertanggungjawab dalam memahami pelajaran,
menyelesaikan kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah dan ujian/tes yang menjadi
tugasnya. Reach : Mempersepsikan seberapa besar kesulitan yang sedang dihadapi dalam
memahami pelajaran, mengerjakan tugas sekolah dan atau ujian/tes akan berkembang
menjangkau atau mempengaruhiaspek/bagian-bagia

Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Adversity Quotient (AQ) Dengan Prestasi Belajar Mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2014

3 66 97

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN ADVERSITY QUOTIENT PADA REMAJA Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Dengan Adversity Quotient Pada Remaja.

1 3 11

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI AKADEMIK DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP Hubungan Antara Prokrastinasi Akademik Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa SMP.

10 47 17

HUBUNGAN ANTARA PROKRASTINASI AKADEMIK DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP Hubungan Antara Prokrastinasi Akademik Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa SMP.

0 5 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Prokrastinasi Akademik Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa SMP.

1 2 8

HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP N 1 SELO BOYOLALI Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa Smp N 1 Selo Boyolali.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PENGAWASAN DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP N 1 SELO BOYOLALI Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa Smp N 1 Selo Boyolali.

0 1 19

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP N 1 SELO BOYOLALI Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa Smp N 1 Selo Boyolali.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP N 1 SELO BOYOLALI Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa Smp N 1 Selo Boyolali.

0 2 13

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMP - Unika Repository

0 0 30