FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS
FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL
BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS
SKRIPSI
Oleh :
Fajrul Islam
201110230311313
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i
FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL
BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi
Oleh :
Fajrul Islam
201110230311313
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
Being Pada
Nama Peneliti
NIM
Fakultas
Perguruan Tinggi
Waktu Penelitian
: Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well
Guru Pembimbing Khusus
: Fajrul Islam
: 201110230311333
: Psikologi
: Universitas Muhammadiyah Malang
: 18 September – 29 Desember 2015
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal
Dewan Penguji
Ketua Penguji
Anggota Penguji
: Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si
: 1. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si
2. Hudaniah, S.Psi, M.Si
3. Tri Muji Ingarianti, S.Psi, M.Psi
Pembimbing I
(
(
(
)
)
)
Pembimbing II
Ni'matuzahroh, S.Psi, M.Si
Yuni Nurhamida, S.Psi, M,Si
Malang, 29 Januari 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Dra.Tri Dayakisni, M.Si
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
: Fajrul Islam
Nim
: 201110230311333
Fakultas
: Psikologi
PerguruanTinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah ini yang berjudul :
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak
bebas royalti noneksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Mengetahui,
Malang, 29 Januari 2016
Ketua Program Studi
Yang Menyatakan
Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si
Fajrul Islam
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
"Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus", sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga dibutuhkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai ahli dan
praktisi psikologi, khususnya psikologi pendidikan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan
ini
penulis
ingin
menyampaikan
ucapan
terima
kasih
yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si selaku dosen wali kelas Psikologi G dan dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingannya
hingga selesainya skripsi ini.
3. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan
bimbingan dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
4. Para dosen dan staff Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah banyak
memberikan pembelajaran serta proses pendewasaan.
5. Kedua orang tua penulis, Zaenal Abidin dan Basyaroh. Terimakasih atas
kesabaran, ketekunan serta keuletan untuk merawat dan membimbing penulis
tanpa keluh kesah, walaupun penulis tahu di setiap perjalanan hidupnya,
keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya.
6. Kakak tercinta dan keluarga kecilnya, Zakiyatul Fakhiroh, Iwan Badi’ dan si
kecil Tiara terimakasih atas kepercayaan yang selalu diberikan untuk penulis.
Serta semua keluarga yang telah memberikan dukungan dalam segala aspek
mulai awal perkuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini.
iv
7. Keluarga besar Imroatuz Zakiyah yang telah memberikan dukungan, motivasi,
dan dukungan aspek lainya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi.
8. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas G yang
memberikan semangat, dukungan serta berbagi ilmu dan saling melengkapi
kekurangan masing-masing.
9. Keluarga di kontrakan perumahan Joyo Grand, terimakasih sudah banyak
memotivasi, memberikan dukungan dan do’a.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik
dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Malang, 29 Januari 2016
Penulis
Fajrul Islam
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ viii
ABSTRAK .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 2
TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 4
METODE PENELITIAN............................... ......................................................... 9
1.
Rancangan Penelitian ....................................................................................... 9
2.
Subyek Penelitian ............................................................................................. 9
3.
Variabel dan Instrumen Penelitian .................................................................... 9
4.
Validitas Instrumen ........................................................................................... 10
5.
Reliabilitas Instrumen ....................................................................................... 10
6.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian............................................................... 11
HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 12
DISKUSI ................................................................................................................. 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI.............................. ................................................ 17
REFERENSI.......... .................................................................................................. 19
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ..............................................................
11
Tabel 2
Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian..........................................................
12
Tabel 3
Deskripsi Subjek ..............................................................................................
12
Tabel 4
Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain ...................................................
13
Tabel 5
Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being ...........................................
13
Tabel 6
Korelasi Caregiver Strain dengan Subjective Well Being ................................
13
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Blue Print Skala (Try Out) .....................................................................
22
LAMPIRAN 2
Kuesioner Try Out ...............................................................................
24
LAMPIRAN 3
Tabulasi Data Try Out ..........................................................................
30
LAMPIRAN 4
Output Hasil Try Out Skala Caregiver Strain ......................................
33
LAMPIRAN 5
Output Hasil Try Out Skala Subjective Well Being ..............................
35
LAMPIRAN 6
Blue Print Skala Penelitian ....................................................................
37
LAMPIRAN 7
Kuesioner Uji Coba .............................................................................
39
LAMPIRAN 8
Kuesioner Setelah Uji Coba ..................................................................
45
LAMPIRAN 9
Output Hasil Penelitian Skala Caregiver Strain ....................................
50
LAMPIRAN 10
Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being (item gugur)
...............................................................................................................................................
52
LAMPIRAN 11
Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being ............................
54
LAMPIRAN 12
Output Hasil deskripsi Data Penelitian ..................................................
56
LAMPIRAN 13
Output Hasil Uji Korelasi Product Moment ..........................................
58
LAMPIRAN 14
Output Hasil Uji Nilai Koefisien Determinasi.......................................
60
LAMPIRAN 15
Tabulasi Data Penelitian ........................................................................
62
LAMPIRAN 16
Surat Penelitian ......................................................................................
69
viii
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
Fajrul Islam
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Guru Pembimbing Khusus merupakan guru dengan latar belakang pendidikan luar
biasa yang bertugas menjembatani kesulitan anak disabilities, guru kelas dan guru
mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Tantangan yang masih terus dihadapi
oleh Guru Pembimbing Khusus hingga saat ini adalah kurangnya pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani anak disabilities, sedangkan anak-anak tersebut
membutuhkan banyak perhatian dan perawatan selama di sekolah. Keadaan
tersebut menimbulkan reaksi subjektif yang bermacam-macam bagi Guru
Pembimbing Khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru
pembimbing khusus di sekolah inklusi. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah kuantitatif korelasi dengan skala caregiver strain dan skala subjective well
being. Jumlah subjek 50 orang Guru Pembimbing Khusus di wilayah Malang,
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode analisa data yang
digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian menyatakan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan subjective
well being.
Kata kunci : formal caregiver strain, subjective well being, guru pembimbing
khusus, anak berkebutuhan khusus, pendidikan Inklusif.
Special guidance teacher is teacher with disabilities educational background that
having job to bridge the difficulties of disability children, classroom teachers and
subject teachers in the learning process. The challenge still faced by Special
guidance teacher to the present is the lack of knowledge and skills in handling
disabilities children, whereas these children need a lot of attention and care during
the school day. The situations cause various subjective reactions for the Special
Guidance Teacher. The purpose of this study is to know the relationship between
the formal caregiver strain toward subjective well being on Special Guidance
Teacher in school inclusion. The data collection methods used in this study is a
quantitative correlation with caregiver strain scale and the scale of subjective well
being. The subjects are 50 Special Guidance Teachers in Malang, using purposive
sampling technique. The Data analysis method used in this study is the product
moment correlation. The result of this study states that there is a significant
negative relationship between caregiver strain and subjective well being.
Keywords : formal caregiver strain, subjective well being, special guidance
teacher, children with special needs, inclusive education.
1
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa
melihat multidimensi perbedaan baik itu status sosial, budaya, keturunan dan lain-lain
untuk memperoleh pendidikan yang ideal, dimana sistem tersebut menyesuaikan
dengan kebutuhan setiap anak. Hal tersebut sejalan dengan konsep inklusi menurut
UNESCO (1994) yang didasarkan pada prinsip bahwa semua anak tanpa memandang
kemampuan atau kecacatan memiliki hak dasar untuk dididik bersama teman-teman
mereka di sekolah lokal. UNESCO mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai sebuah
pendekatan untuk mencari cara bagaimana mengubah sistem pendidikan guna
menghilangkan hambatan yang menghalangi siswa untuk terlibat secara penuh dalam
pendidikan. Hambatan tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang suku, gender,
status sosial, kemiskinan dan kecacatan.
Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler,
dimana siswa-siswanya adalah anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus
dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi kebiasaan
umum bahwa anak-anak normal biasanya belajar di sekolah umum, sementara
anak-anak berkebutuhan khusus belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Keadaan ini
bisa terjadi karena pola pikir masyarakat sudah mengarah kepada pendidikan khusus
bagi anak-anak berkebutuhan yang menempatkan mereka berbeda dengan siswa lain
yang normal. Banyak hal yang dapat mempengaruhinya, mulai dari sikap orang tua
yang tidak menerima kehadirannya, atau menerima tetapi menjadi overprotective,
hingga stigma masyarakat yang menempatkan dalam kelas terpinggirkan, yang
menjadikan anak-anak berkebutuhan khusus kurang dapat mengakses pendidikan
yang luas. Perlakuan yang seperti inilah yang kemudian membuat sebagian anak
berkebutuhan khusus di Indonesia mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, minder,
tertutup, dan mengganggap dirinya hanya menjadi beban orang lain serta tidak
berguna. Dalam kondisi seperti ini, pendidikanlah yang mampu menjembatani segala
pola pikir kita untuk berubah dan mencoba memahami bahwa setiap anak mempunyai
potensi masing-masing untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan di salah satu sekolah inklusi di Kota
Surabaya pada tanggal 31 Oktober 2014. Berdasarkan data yang diperoleh melalui
wawancara pada salah satu guru pembimbing khusus disekolah inklusi tersebut,
diperoleh informasi bahwa tantangan yang masih terus dihadapi dalam pendidikan
inklusi adalah kurangnya tenaga didik yang memiliki kemampuan linier sesuai
dengan kebutuhan pendidikan, sedangkan anak-anak dengan kebutuhan khusus
membutuhkan banyak perhatian dan waktu sehingga tidak mudah untuk mengajar
mereka di kelas reguler. Para guru berpendapat bahwa kebanyakan dari mereka tidak
memiliki keterampilan khusus mengenai anak-anak disabilities untuk memenuhi
kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, sehingga mau tidak mau mereka harus
beradaptasi dengan lingkungan pendidikan yang baru, dimana terdapat anak-anak
yang tidak biasa di sekolah mereka. Keadaan tersebut tentunya menimbulkan reaksi
subjektif yang bermacam-macam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Newton (2014) yang memaparkan bahwa sembilan puluh persen dari
guru yang diwawancarai menyatakan persepsi negatif mengenai pendidikan inklusi.
Ia juga mengungkapkan bahwa faktor yang paling umum mempengaruhi persepsi
negatif guru adalah kurangnya pelatihan dalam pendidikan khusus dan pendidikan
inklusif, serta kurangnya sumber daya manusia. Penelitian lain yang juga
2
berkesinambungan dengan penelitian tersebut dikemukakan oleh Hansen dkk (2013)
yang menyebutkan bahwa status pengasuh sebagian besar berhubungan dengan
aspek-aspek kesejahteraan, dan efek ini lebih ditandai pada pengasuh perempuan
dengan tingkat pendidikan yang rendah. Cramm & Nieboer (2011) juga memaparkan
bahwa stres yang terjadi pada orang tua dan perasaan depresi pada anak sangat
dipengaruhi oleh kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat. Oleh karena itu,
untuk melindungi kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat, layanan dukungan
harus membahas mengenai perasaan depresi di kalangan anak-anak cacat intelektual,
memfasilitasi kegiatan sosial dari pengasuh/perawat, dan mengurangi stres mereka.
Anak-anak berkebutuhan khusus yang kita tahu pada umumnya memiliki banyak
kesulitan. Pada kemampuan interaksi sosial, mereka mengalami keterbatasan
mengenai social awareness. Hal tersebut membuat anak-anak menjadi sulit untuk
merasakan perasaan timbal balik, berbagi aktivitas atau kesenangan dengan orang lain,
memahami perasan orang lain, serta dapat memunculkan berbagai perilaku yang tidak
sesuai. Selain itu, mereka juga ada yang memiliki kesulitan untuk mengembangkan
kemampuan bahasa, kesulitan melakukan percakapan timbal balik dan mengalami
kesulitan dalam beberapa mata pelajaran tapi menunjukkan prestasi di bidang
pelajaran lainnya. Dari fenomena tersebut, tampaklah bahwa anak-anak berkebutuhan
khusus tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari mereka secara mandiri. Mereka
membutuhkan orang lain yang dapat memahami kebutuhan mereka. Mereka juga
membutuhkan orang lain untuk menentukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan
kondisi mereka. Kondisi tersebut membuat individu membutuhkan cargiver dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pendidikan sewaktu di
sekolah. Cargiver merupakan seseorang yang dapat memberikan perawatan dan
bantuan kepada anggota keluarga yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan
mental, penyakit kronis atau anggota keluarga yang berusia lanjut (Duxbury, 2009).
Caregiver dibutuhkan untuk memberikan bantuan dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, memberikan dukungan dan memantau kondisi kesehatan seseorang.
Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua kategori yaitu formal
caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan individu yang berasal
dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu merawat dan memenuhi
kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal caregiver berada di suatu tempat
untuk melakukan perawatan dan orang yang membutuhkan datang ke tempat tersebut
atau formal caregiver memberikan perawatan dengan cara mendatangi rumah orang
yang membutuhkan, sedangkan informal caregiver merupakan individu (pasangan,
teman, anggota keluarga atau tetangga) yang terlibat dalam kegiatan membantu
aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis orang lain tanpa dibayar.
Pada bidang pendidikan, individu yang berperan sebagai formal caregiver tentunya
akan lebih rentan mengalami stres dan tekanan-tekanan dibandingkan dengan orang
lain yang tidak memiliki anak didik yang berkebutuhan khusus. Tekanan-tekanan pada
mereka tersebut disebut sebagai caregiver strain, dimana Duxbury (2009) mengatakan
bahwa caregiver strain merupakan tuntutan tambahan dan dampak dari tuntutan
tersebut bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, guru pembimbing khusus dalam
sekolah-sekolah inklusi merupakan salah satu formal caregiver utama dari individu
yang berkebutuhan khusus di bidang pendidikan yang juga sering mengalami
3
caregiver strain.
Bagi setiap orang, tak terkecuali bagi guru pembimbing khusus di sekolah inklusi yang
menangani anak berkebutuhan khusus, kebahagiaan dianggap sebagai suatu hal yang
utama karena kebahagiaan sangat penting bagi kehidupan manusia. Winarsih (2006)
mengungkapkan bahwa pakar psikologi membagi kebahagiaan menjadi dua macam,
yaitu kebahagiaan yang bersifat objektif dan subjektif. Kebahagiaan objektif diukur
dengan menggunakan sebuah standar, misalnya aturan agama, sedangkan kebahagiaan
subjektif tidak didasarkan pada ketentuan manapun, melainkan mengacu pada
masing-masing pribadi, sehingga pada setiap orang dapat berbeda. Kebahagiaan
subjektif inilah yang disebut sebagai subjective well-being.
Linley (2004) menjelaskan bahwa individu dikatakan memiliki subjective well-being
tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang
merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan.
Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas
dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering
merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.
Berdasarkan dari fenomena itulah peneliti merasa tertarik untuk mengetahui mengenai
hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru
pembimbing khusus di sekolah inklusi, sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusi
nantinya diharapkan mampu mencetak generasi penerus yang dapat memahami dan
menerima segala bentuk perbedaan sehingga tidak menciptakan diskriminasi dalam
kehidupan masyarakat ke depannya.
Subjective Well-being
Menurut Diener (1999), definisi dari subjective well-being dapat dibuat menjadi tiga
kategori. Pertama, subjective well-being bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi
merupakan beberapa keinginan berkualitas yang ingin dimiliki setiap orang. Kedua,
subjective well-being merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan
seseorang yang merujuk pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari subjective
well-being jika digunakan dalam percakapan sehari-hari yaitu dimana perasaan positif
lebih besar daripada perasaan negatif. Merujuk pada pendapat Diener (1999) tersebut,
dapat disimpulkan bahwa subjective well-being menurutnya terletak pada pengalaman
setiap individu yang merupakan pengukuran positif dan secara khas mencakup pada
penilaian dari seluruh aspek kehidupan seseorang.
Linley (2004) mendefinisikan subjective well-being sebagai penilaian seseorang
terhadap diri mereka sendiri, dan penilaian tersebut dapat berdasarkan kepada respon
kognitif dan emosional. Menurutnya, individu dikatakan memiliki subjective
well-being tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan
jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan.
Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas
dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering
merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah
4
persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif
dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Aspek Subjective Well-being
Pengukuran subjective well-being mengacu pada konsep Diener, Suh & Oishi (1997),
Kahneman dan Krueger (2006) yang menyatakan bahwa subjective well-being terdiri
atas tiga buah aspek umum. Ketiga aspek tersebut merupakan faktor global dari
variabel-variabel yang salingberinterelasi. Tiga aspek tersebut adalah :
1.
2.
3.
Afek Positif
Afek positif mempresentasikan mood dan emosi yang menyenangkan seperti kasih
sayang. Emosi positif atau menyenangkan adalah bagian dari subjective
well-being karena emosi-emosi tersebut merefleksikan reaksi seseorang terhadap
peristiwa-peristiwa yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa
yang diinginkan. Afek positif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti tertarik
atau berminat akan sesuatu (interested), gembira (excited), kuat (strong), antusias
(enthusiastic), waspada atau siap siaga (alert), bangga (proud), bersemangat
(inspired), penuh tekad (determined), penuh perhatian (attentive), dan aktif
(active).
Afek Negatif
Afek negatif adalah pravelensi dari emosi dan mood yang tidak menyenangkan
dan merefleksikan respon negatif yang dialami seseorang sebagai reaksinya
terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami. Afek
negatif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti sedih atau susah (distressed),
kecewa (disappointed), bersalah (guilty), takut (scared), bermusuhan (hostile),
lekas marah (irritable), malu (shamed), gelisah (nervous), gugup (jittery),
khawatir (afraid).
Kepuasan hidup
Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif dalam subjective well-being, yang
mengacu pada penilaian global tentang kualitas hidup dan dapat menilai kondisi
hidupnya. Mempertimbangkan kondisi dan mengevaluasi kehidupan dari tidak
puas hingga menjadi atau merasakan puas akan hidup.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek subjective well-being terdiri dari
komponen afektif yang menggambarkan pengalaman emosi berdasarkan kesenangan
dan kegembiraan, dan juga komponen kognitif yang sesuai dengan kepuasan yang
mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif yang dijalani dengan baik.
Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being
Beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener et al
(1997); Kashdan (2004); dan Kahneman dan Krueger (2006) adalah :
1.
2.
Tempramen
Tempramen memiliki pengaruh yang kuat terhadap subjective well-being.
Sifat-sifat kepribadian khusus merupakan prediktor tingkat subjective well-being
tertentu.
Faktor biososial atau demografik
Beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, status pekerjaan,
5
3.
4.
pendidikan, aktifitas sosial juga turut memiliki pengaruh terhadap subjective
well-being
Faktor psikososial
Adanya subjective well-being dalam jangka waktu yang relatif pendek akan
berpengaruh pada aktifitas social yang dilakukan
Faktor budaya
Konstruksi budaya tempat tinggal individu berpengaruh cukup signifikan dalam
membentuk pola pikir (mind set)
Dalam hal ini terdapat empat faktor yang dapat dikaitkan dengan subjective well-being,
yaitu tempramen, faktor biososial atau demografik, faktor psikososial dan faktor
budaya.
Formal Caregiver Strain
Menurut Duxbury (2009), caregiver adalah seseorang yang dapat memberikan
perawatan dan bantuan secara fisik, kognitif maupun mental kepada orang yang
menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau anggota
keluarga yang berusia lanjut. Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua
kategori yaitu formal caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan
individu yang berasal dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu
merawat dan memenuhi kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal
caregiver berada di suatu tempat untuk melakukan perawatan dan orang yang
membutuhkan datang ke tempat tersebut atau formal caregiver memberikan perawatan
dengan cara mendatangi rumah orang yang membutuhkan, sedangkan informal
caregiver merupakan individu (pasangan, teman, anggota keluarga atau tetangga) yang
terlibat dalam kegiatan membantu aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis
orang lain tanpa dibayar.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa formal caregiver adalah
individu yang dapat memberikan perawatan sehari-hari, menyediakan kebutuhan
medis, dan membantu menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari secara fisik,
kognitif, maupun mental kepada anggota keluarga yang sakit atau memiliki kebutuhan
khusus.
Caregiver pada anggota keluarga dari anak yang berkebutuhan khusus akan lebih
rentan mengalami caregiver strain dibandingkan keluarga yang tidak memiliki
anggota keluarga yang berkebutuhan khusus. Menurut Thornton (2003), strain pada
caregiver adalah persepsi caregiver atas segala masalah yang dihadapi atau keadaan
well-being yang berubah selama proses caregiving. Pendapat lain disampaikan oleh
Duxbury (2009), yang mengatakan bahwa caregiver strain merupakan tuntutan
tambahan dan dampak dari tuntutan tersebut bagi keluarga yang memiliki anggota
keluarga berkebutuhan khusus. Hal tersebut dikarenakan, individu yang berperan
sebagai caregiver selain mengurus dirinya sendiri juga memiliki tugas untuk
memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang membutuhkan. Given (2008)
mengemukakan bahwa seorang caregiver memiliki tugas yang cukup kompleks,
mereka memiliki tugas untuk membantu melakukan perawatan langsung seperti
mengangkat dan mengubah posisi, mengubah lingkungan sesuai kebutuhan,
menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta memantau keadaan dari
6
individu yang dirawat.
Walker (2007) membagi caregiver strain menjadi dua kategori, yaitu :
a.
b.
Physical strain, muncul karena adanya kebutuhan fisik dalam proses caregiving.
Faktor utama yang dapat menyebabkan physical strain adalah banyaknya
kebutuhan fisik selama proses caregiving dan kurangnya waktu tidur.
Emotional strain, adalah perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai
bagaimana cara untuk menghadapi masalah yang muncul. Penyebab terjadinya
emotional strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan
kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka rawat.
Caregiver strain dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu maupun karakteristik
orang yang dirawat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya diantaranya adalah :
a.
b.
c.
Usia
Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan usia caregiver dapat mempengaruhi
bagaimana ia dapat menerima kondisi anak dan dapat menangani masalah yang
timbul selama proses caregiving.
Jenis kelamin caregiver
Penelitian pada pria dan wanita yang menjadi caregiver menunjukkan bahwa
wanita mengalami tekanan dan strain yang lebih tinggi dibandingkan pria (Hoyert
dan Seltzer, 1992)
Durasi perawatan
Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan bahwa ada dua kemungkinan
mengenai dampak negatif caregiving yang dialami caregiver berkaitan dengan
durasi perawatan. Pertama, semakin lama durasi perawatan maka dampak negatif
yang dirasakan menjadi berkurang. Hal ini dapat terjadi karena adanya adaptasi
selama proses caregiving. Kedua, semakin lama durasi perawatan maka dampak
negatif yang dirasakan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena adanya
efek kumulatif dari berbagai dampak negatif yang dirasakan caregiver.
Caregiver strain penting untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada
terganggunya kesehatan fisik dan kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat
menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan hidup (Duxbury, 2009). Strain yang dapat
diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan caregiver termasuk
mempengaruhi kondisi well-being caregiver (Wu, Cho, Li, Chen, Tse, 2010).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa formal caregiver strain merupakan
tuntutan tambahan yang dirasakan oleh individu yang memberikan perawatan
sehari-hari, menyediakan kebutuhan medis dan membantu menjalankan aktifitas
kehidupan sehari-hari secara fisik, kognitif maupun mental untuk anak-anak
berkebutuhan khusus.
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
7
Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa inklusi membutuhkan bantuan dari orang lain
dalam melakukan aktifitas sehari-harinya di sekolah, dan bantuan tersebut dapat
diberikan oleh seorang caregiver. Pada umumnya, peran caregiver pada siswa inklusi
dilakukan oleh guru pembimbing khusus, karena guru pembimbing khusus dianggap
memiliki tugas untuk merawat anak didiknya dan lebih mengerti akan kebutuhan
mereka. Selama proses perawatan siswa inklusi, nyatanya guru pembimbing khusus
sering mendapatkan dampak negatif seperti caregiver strain. Terdapat dua kategori
caregiver strain, yaitu physical strain dan Emotional strain. Caregiver strain penting
untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan
kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat menyebabkan rendahnya tingkat
kepuasan hidup.
Caregiver strain juga dapat mempengaruhi proses perawatan yang dilakukan oleh guru
pembimbing khusus. Strain yang tidak dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek
lain dalam kehidupan caregiver termasuk menurunkan kondisi subjective well being
guru pembimbing khusus sebagai caregiver. Caregiver yang mengalami physical
strain cenderung memiliki subjective well being negatif, karena banyaknya kebutuhan
fisik selama proses caregiving dan kurangnya waktu tidur yang mereka alami. Pada
caregiver yang mengalami emotional strain, seseorang juga cenderung memiliki
subjective well being negatif, akibat perasaan kelelahan yang mereka alami, beban
kerja yang terlalu banyak, juga kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka
rawat.
8
Kerangka Berpikir
Caregiver
1.
Formal Caregiver
Informal Caregiver
Memberikan perawatan
Memberikan dukungan
Memantau kondisi kesehatan
Berangkat lebih
pagi dari guru kelas
Memberikan terapi
Mengajar pada
banyak kelas
Kelelahan
2.
3.
4.
Ketegangan fisik
1.
2.
Mengalami ketegangan
Ketegangan emosi
1.
2.
3.
4.
Keterangan :
: Diteliti
5.
3.
Kecamasan yang berlebihan
Kekhawatiran akan masa
depan anak didik
Minimnya
penguasaan
materi dalam mendampingi
anak ABK
Akibat yang dirasakan :
Mudah marah
Merasa gelisah
Gugup
Kurang maksimal dalam
menjalankan aktifitas
Mudah menyerah
: Tidak diteliti
1.
2.
3.
4.
Tidak merasakan kenyamanan
Merasa pesimis dalam menjalankan
aktifitas
Tidak memiliki kontrol diri yang
baik
Merasa tidak memiliki dukungan
sosial dari lingkungan sekitar
Subjective Well Being Rendah
Hipotesa
Ada hubungan yang negatif antara formal caregiver strain dengan subjective well
being. Semakin tinggi formal caregiver strain maka akan semakin rendah subjective
well being, sebaliknya semakin rendah formal caregiver strain maka akan semakin
tinggi subjective well being
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasi. Menurut
Azwar (2013), penelitian kuantitatif korelasi merupakan jenis metode penelitian yang
9
menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu
atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi, dengan begitu peneliti dapat
memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi diantara formal
caregiver strain dan subjective well being, bukan mengenai ada tidaknya efek
variabel diantara keduanya.
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah guru pembimbing khusus di sekolah inklusi di
kota Malang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini akan menggunakan
teknik non-probability sampling. Teknik non-probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008).
Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling, dimana peneliti hanya akan meminta informasi dari individu
yang dinilai memiliki kriteria yang sesuai dengan karakteristik partisipan penelitian
yang sebelumnya telah ditetapkan. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 50
Guru Pembimbing Khusus dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK dari 18 sekolah di
kota Malang.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah formal caregiver strain dan
subjective well being. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah subjective
well-being. Subjective well-being adalah penilaian seseorang terhadap diri mereka
sendiri, dan penilaian tersebut didasarkan pada respon kognitif dan emosional yang
diukur dengan indikator afek positif, afek negatif dan kepuasan hidup. Sedangkan
variabel bebas adalah formal caregiver strain, yaitu tuntutan tambahan yang diterima
oleh pengasuh akibat memberikan perawatan dan pemenuhan kebutuhan pada anak
berkebutuhan khusus, sehingga mengakibatkan terjadinya ketegangan fisik seperti
kelelahan, dan ketegangan emosional yang diukur dengan indikator physical strain dan
emotional strain.
Metode pengumpulan data variabel caregiver strain dengan menggunakan skala
caregiver strain yang disusun berdasarkan aspek-aspek caregiver strain, yakni
physical strain dan emotional strain. Variabel subjective well being diukur dengan
skala subjective well being yang juga disusun berdasarkan aspek-aspek subjective
well being yaitu : afek positif, afek ngatif dan kepuasan hidup.
Pengujian validitas dalam penelitian ini akan menggunakan pengujian validitas aitem
atau validitas konstruk yang akan diuji dengan pengujian terhadap hasil tes yang
dihitung menggunakan korelasi product moment. Penghitungan korelasi product
moment dilakukan karena penelitian ini ingin mengetahui hubungan antar variabel
yang diteliti. Perhitungan ini akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu
program SPSS versi 16.0 for Windows. Dengan mengacu pada penggunaan batas
skor diatas 0,3 untuk menentukan valid atau tidaknya aitem tersebut. Perhitungan uji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji reliabilitas koefisien alpha cronbach
dengan bantuan program SPSS versi 16.0 for windows. Koefisien Alpha Cronbach
yang digunakan sebagai batas reliabel adalah diatas > 0,9.
10
Validitas Instrumen
Menurut Arikunto (2006), validitas merupakan ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, dengan kata lain validitas
mengukur seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap gejala atau bagian yang akan
diukur. Sugiyono (2008) membagi pengujian validitas menjadi tiga jenis, yaitu
validitas konstrak, validitas isi dan validitas eksternal.
Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas konstrak, yaitu validitas
yang menunjukkan sejauh mana item-item tes mengukur konstrak teoritik yang
hendak diukur. Uji validitas konstrak dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor
tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari tiap skor total. Syarat yang
harus dipenuhi agar aitem dapat dinyatakan memuaskan menurut Azwar (2010)
adalah memiliki koefisien minimal 0,30, dengan begitu jika terdapat aitem yang
bernilai kurang dari 0,30 maka aitem tersebut dianggap tidak memuaskan, tidak akan
dibetulkan atau tidak akan diteliti lebih lanjut. Aitem yang valid ditentukan dari skor
correction item total correlation yang lebih besar dari 0,30. Pengujian terhadap hasil
tes dilakukan dengan analisis aitem dengan menggunakan alat bantu program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 16.00 for windows. Berikut hasil
pengujian validitas instrument.
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat ukur validitas
Skala caregiver strain
Skala subjective well being
Jumlah item
Diujikan
19
24
Jumlah Item
Valid
19
21
Indeks
0.322 - 0.869
0.373 - 0.769
Berdasarkan tabel 1, diperoleh hasil sebanyak 19 item valid dari skala caregiver
strain yang diujikan. Indeks validitas dari skala caregiver strain berkisar antara 0.322
- 0.869, sedangkan dari 24 item skala subjective well being yang diujikan, terdapat 21
item valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan program SPSS. Indeks
validitas dari skala subjective well being berkisar antara 0.373 - 0.769
Reliabilitas Instrumen
Arikunto (2006) menjelaskan reliabilitas sebagai suatu instrumen yang cukup
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
dapat dikatakan sudah baik. Dalam penelitian ini, reliabilitas yang digunakan adalah
teknik Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas
yang angkanya berada dalam rentang 0 hingga 1,00. Jadi semakin tinggi koefisien
reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya,
sebaliknya jika koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti reliabilitasnya
juga semakin rendah (Azwar, 2010). Perhitungan akan dilakukan dengan
menggunakan bantuan dari program SPSS (Statistical Product and Service Solution)
versi 16.00 for windows.
Sebuah skala dapat dikatakan reliabel apabila koefisien (rxx) tersebut bernilai ≥ 0,80.
Wibowo (2012) mengelompokkan skala Aplha Cronbach dengan interpretasi sebagai
berikut :
11
a.
b.
c.
d.
e.
Nilai Aplha Cronbach > 0,20 berarti reliabel sangat rendah.
Nilai Aplha Cronbach 0,20 – 0,399 berarti reliabel rendah.
Nilai Aplha Cronbach 0,40 – 0,599 berarti reliabel cukup.
Nilai Aplha Cronbach 0,60 – 0,799 berarti reliabel tinggi.
Nilai Aplha Cronbach 0,80 – 1,00 berarti reliabel sangat tinggi
Tabel 2. Indeks Reliabitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala caregiver strain
Skala subjective well being
Nilai Reliabilitas
(Cronbach’s Alpha)
0,928
0,913
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Hasi uji reliabilitas pada skala caregiver strain yang telah disebar memiliki nilai
reliabilitas sebesar 0,928, sedangkan skala subjective well being memiliki nilai
reliabilitas sebesar 0,913. Menurut Wibowo (2012), apabila nilai Alpha Cronbach
berada dalam rentang 0,80 – 1,00 maka reliabilitas skala tersebut tergolong sanggat
tinggi. Jadi sesuai dengan kriteria tersebut maka skala caregiver strain dan subjective
well being tergolong dalam kriteria sangat reliabel.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan
analisa. Tahap persiapan terdiri dari mempersiapkan instrumen berupa skala yaitu
skala caregiver strain dan skala subjective well being. Setelah kedua skala siap untuk
digunakan, kemudian peneliti melakukan try out (uji coba) pada 24 guru pembimbing
khusus di sekolah inklusi di wilayah Malang, Jawa Timur. Berdasarkan hasil yang
telah didapatkan dari uji coba, peneliti melakukan beberapa perbaikan pada aitem
skala caregiver strain juga skala subjective well being. Perbaikan ini dimaksudkan
agar penelitian pada tahap selanjutnya dapat mengungkap hasil yang sebenarnya, dan
mendapat hasil terbaik dari penelitian terhadap guru pembimbing khusus. Penelitian
dilakukan mulai tanggal 18 September – 29 Desember 2015. Analisis terhadap data
hasil penelitian akan dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul. Pada
penelitian ini analisis data yang akan digunakan adalah analisis assosiatif (hubungan)
yang bertujuan untuk mengatahui hubungan variabel bebas dengan varibel terikat.
Analisis akan dilakukan dengan menggunakan product moment dengan bantuan
program SPSS versi 16.00 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang terdiri dari 50 orang guru pembimbing khusus,
sebanyak 37 subjek berjenis kelamin perempuan, dan 13 subjek berjenis kelamin
laki-laki. Hasil penelitian menunjukan adanya variasi sampel yang meliputi usia, jenis
kelamin, dan lamanya bekerja sebagai guru pembimbing khusus (GPK).
Tabel 3. Deskripsi Subjek
Kategori
Prosentase
12
Usia
18 – 28 tahun
29 – 39 tahun
40 – 50 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
30 orang (60%)
14 orang (28%)
6 orang (12%)
13 orang (26%)
37 orang (74%)
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa subjek penelitian sebanyak 50 orang guru
pembimbing khusus yang terdiri dari 13 subjek laki-laki (26%) dan 37 subjek
perempuan (74%). Sedangkan usia guru pembimbing khusus dibagi dalam 3 rentang
usia. Rentang usia 18 – 28 tahun terdiri dari 30 orang (60%), 29 – 39 tahun terdiri
dari 14 orang (28%) dan usia 40 – 50 tahun terdiri dari 6 orang (12%).
Tabel 4. Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain
Kategori
Tinggi
Rendah
Total
Interval
T-skor > 50
T-skor < 50
Frekuensi
14
36
50
Prosentase
28%
72%
100%
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa subjek yang memiliki caregiver strain
rendah lebih banyak dari pada subjek yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal
tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek yang memiliki caregiver strain tinggi atau
setara dengan 28% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam
caregiver strain rendah berjumlah 36 atau setara dengan 72% dari total subjek.
Tabel 5. Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being
Kategori
Tinggi
Rendah
Total
Interval
T-skor > 50
T-skor < 50
Frekuensi
49
1
50
Prosentase
98%
2%
100%
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki subjective well
being tinggi lebih banyak dari subjek yang memiliki subjective well being rendah.
Hal tersebut dikarenakan terdapat 49 subjek yang memiliki subjective well being
tinggi atau setara dengan 98% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk
dalam subjective well being rendah berjumlah 1 atau setara dengan 2% dari total
subjek.
Tabel 6. Korelasi Caregiver Strain Dengan Subjective Well Being
Koefisien Korelasi (r)
Koefisien korelasi (r)
Koefisien determinasi (r2)
Indeks Analisis
-0.30
0.091
13
Taraf kemungkinan kesalahan
P (nilai siginifikan)
5% (0.05)
0.03
Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi dengan SPSS, diperoleh angka korelasi
(r) -0,302 yang menunjukkan arah hubungan yang negatif antara kedua variabel. Nilai
signifikansi 0.03 yang ditunjukkan pada tabel 3 lebih kecil dari taraf signifikansi yang
digunakan, yaitu 0.05 (0.033 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara caregiver strain dan subjective well
being pada guru pembimbing khusus. Hal ini menunjukkan semakin tinggi caregiver
strain maka semakin rendah subjective well being pada guru pembimbing khusus,
atau semakin rendah caregiver strain maka semakin tinggi subjective well being pada
guru pembimbing khusus. Demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
diterima.
DISKUSI
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat dijelaskan bahwa caregiver strain memiliki
hubungan negatif dengan subjective well being pada guru pembimbing khusus.
Penelitian ini memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.091, yang mengartikan
bahwa caregiver strain menjadi faktor yang cukup penting untuk mempengaruhi
subjective well being pada guru pembimbng khusus yang bersangkutan. Faktor
caregiver strain memberikan sumbangan efektif sebesar 9,1% untuk menurunkan
subjective well being pada guru pembimbing khusus, sedangkan sisanya sebesar
90,9% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diungkap dalam penelitian ini,
namun Diener, dkk (2005) menyatakan bahwa faktor kepribadian dan faktor
demografis memiliki hubungan dengan subjective well being, sedangkan yang
dimaksud dengan faktor demografis meliputi usia, jenis kelamin, dan pendapatan.
Peneliti belum menemukan penelitian yang spesifik mengenai hubungan caregiver
strain dengan subjective well being pada guru pembimbing khusus, namun terdapat
tiga penelitian yang mendukung hasil penelitian ini. Pertama, penelitian yang telah
dilakukan oleh Abbeduto, dkk (2004) pada ibu dari anak dengan autism spectrum
disorder di Amerika yang menunjukkan bahwa ibu mengalami tingkat kecemasan,
stress, depresi tinggi yang disebabkan oleh berbagai kemungkinan dan perilaku
maladaptif anak. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Shaffer (2012) pada ibu dari
anak dengan autism spectrum disorders yang juga menunjukkan adanya level stress
dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan
oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, serta rendahnya penerimaan perilaku
stereotip anak oleh lingkungan sekitar. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2013) pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders, yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan
psychological well being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism
spectrum disorders. Sejalan dengan ketiga penelitian tersebut, hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kegiatan perawatan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah
dapat menimbulkan strain dan menurunkan subjective well being pada guru
pembimbing khusus.
14
Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang terpenting adalah adanya
tenaga pendidik atau guru yang professional dalam bidangnya masing-masing,
sehingga mereka dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal,
untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. Dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif didalamnya terdapat tenaga pendidik meliputi guru kelas, guru
mata pelajaran dan guru pembimbing khusus, dan salah satu aspek penting ketika
sebuah sekolah akan dikembangkan menjadi sekolah model inklusif adalah
tersedianya guru pembimbing khusus sebagai pendamping di sekolah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Malak (2013) menghasilkan salah satu cara terbaik
untuk menghasilkan guru yang berkualitas, yakni guru harus memperkaya
pengetahuan, sikap, pengalaman dan keterampilan dalam pendidikan inklusif dengan
mengefektifkan program pendidikan guru ketika mereka selama di universitas,
dengan begitu pengalaman belajar ketika selama di universitas memiliki pengaruh
besar bagi guru pembimbing khusus terhadap anak berkebutuhan khusus. Perilaku
guru di kelas menentukan bagaimana siswa akan belajar, sehingga guru yang tidak
memiliki pengalaman dalam mengajar anak berkebutuhan khusus akan mengalami
frustasi dan stress yang mengakibatkan guru tidak bisa mengajar dengan baik.
Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa aspek
yang mendominasi terjadinya caregiver strain adalah aspek emosional, dimana aspek
emosional merupakan perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai bagaimana cara
untuk menghadapi masalah yang muncul, sedangkan penyebab terjadinya emotional
strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan kekhawatiran akan masa
depan orang yang mereka rawat. Berdasarkan keterangan pada tabel 4, diketahui
bahwa subjek yang memiliki caregiver strain rendah lebih banyak dari pada subjek
yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek
yang memiliki caregiver strain tinggi atau setara dengan 28% dari total subjek,
sedangkan subjek yang termasuk dalam caregiver strain rendah berjumlah 36 atau
setara dengan 72% dari total subjek. Guru Pembimbing Khusus menyadari bahwa
mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang tidak mudah, dan salah satu
yang har
BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS
SKRIPSI
Oleh :
Fajrul Islam
201110230311313
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i
FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL
BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang
sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi
Oleh :
Fajrul Islam
201110230311313
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
Being Pada
Nama Peneliti
NIM
Fakultas
Perguruan Tinggi
Waktu Penelitian
: Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well
Guru Pembimbing Khusus
: Fajrul Islam
: 201110230311333
: Psikologi
: Universitas Muhammadiyah Malang
: 18 September – 29 Desember 2015
Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal
Dewan Penguji
Ketua Penguji
Anggota Penguji
: Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si
: 1. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si
2. Hudaniah, S.Psi, M.Si
3. Tri Muji Ingarianti, S.Psi, M.Psi
Pembimbing I
(
(
(
)
)
)
Pembimbing II
Ni'matuzahroh, S.Psi, M.Si
Yuni Nurhamida, S.Psi, M,Si
Malang, 29 Januari 2016
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Dra.Tri Dayakisni, M.Si
ii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
: Fajrul Islam
Nim
: 201110230311333
Fakultas
: Psikologi
PerguruanTinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah ini yang berjudul :
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam
bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak
bebas royalti noneksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Mengetahui,
Malang, 29 Januari 2016
Ketua Program Studi
Yang Menyatakan
Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si
Fajrul Islam
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
"Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus", sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga dibutuhkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai ahli dan
praktisi psikologi, khususnya psikologi pendidikan.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan
ini
penulis
ingin
menyampaikan
ucapan
terima
kasih
yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si selaku dosen wali kelas Psikologi G dan dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingannya
hingga selesainya skripsi ini.
3. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan
bimbingan dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
4. Para dosen dan staff Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah banyak
memberikan pembelajaran serta proses pendewasaan.
5. Kedua orang tua penulis, Zaenal Abidin dan Basyaroh. Terimakasih atas
kesabaran, ketekunan serta keuletan untuk merawat dan membimbing penulis
tanpa keluh kesah, walaupun penulis tahu di setiap perjalanan hidupnya,
keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya.
6. Kakak tercinta dan keluarga kecilnya, Zakiyatul Fakhiroh, Iwan Badi’ dan si
kecil Tiara terimakasih atas kepercayaan yang selalu diberikan untuk penulis.
Serta semua keluarga yang telah memberikan dukungan dalam segala aspek
mulai awal perkuliahan sampai terselesaikannya skripsi ini.
iv
7. Keluarga besar Imroatuz Zakiyah yang telah memberikan dukungan, motivasi,
dan dukungan aspek lainya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi.
8. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas G yang
memberikan semangat, dukungan serta berbagi ilmu dan saling melengkapi
kekurangan masing-masing.
9. Keluarga di kontrakan perumahan Joyo Grand, terimakasih sudah banyak
memotivasi, memberikan dukungan dan do’a.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik
dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya
dan pembaca pada umumnya.
Malang, 29 Januari 2016
Penulis
Fajrul Islam
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ viii
ABSTRAK .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 2
TINJAUAN TEORI ................................................................................................. 4
METODE PENELITIAN............................... ......................................................... 9
1.
Rancangan Penelitian ....................................................................................... 9
2.
Subyek Penelitian ............................................................................................. 9
3.
Variabel dan Instrumen Penelitian .................................................................... 9
4.
Validitas Instrumen ........................................................................................... 10
5.
Reliabilitas Instrumen ....................................................................................... 10
6.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian............................................................... 11
HASIL PENELITIAN ............................................................................................. 12
DISKUSI ................................................................................................................. 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI.............................. ................................................ 17
REFERENSI.......... .................................................................................................. 19
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ..............................................................
11
Tabel 2
Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian..........................................................
12
Tabel 3
Deskripsi Subjek ..............................................................................................
12
Tabel 4
Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain ...................................................
13
Tabel 5
Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being ...........................................
13
Tabel 6
Korelasi Caregiver Strain dengan Subjective Well Being ................................
13
vii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Blue Print Skala (Try Out) .....................................................................
22
LAMPIRAN 2
Kuesioner Try Out ...............................................................................
24
LAMPIRAN 3
Tabulasi Data Try Out ..........................................................................
30
LAMPIRAN 4
Output Hasil Try Out Skala Caregiver Strain ......................................
33
LAMPIRAN 5
Output Hasil Try Out Skala Subjective Well Being ..............................
35
LAMPIRAN 6
Blue Print Skala Penelitian ....................................................................
37
LAMPIRAN 7
Kuesioner Uji Coba .............................................................................
39
LAMPIRAN 8
Kuesioner Setelah Uji Coba ..................................................................
45
LAMPIRAN 9
Output Hasil Penelitian Skala Caregiver Strain ....................................
50
LAMPIRAN 10
Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being (item gugur)
...............................................................................................................................................
52
LAMPIRAN 11
Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being ............................
54
LAMPIRAN 12
Output Hasil deskripsi Data Penelitian ..................................................
56
LAMPIRAN 13
Output Hasil Uji Korelasi Product Moment ..........................................
58
LAMPIRAN 14
Output Hasil Uji Nilai Koefisien Determinasi.......................................
60
LAMPIRAN 15
Tabulasi Data Penelitian ........................................................................
62
LAMPIRAN 16
Surat Penelitian ......................................................................................
69
viii
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
Fajrul Islam
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Guru Pembimbing Khusus merupakan guru dengan latar belakang pendidikan luar
biasa yang bertugas menjembatani kesulitan anak disabilities, guru kelas dan guru
mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Tantangan yang masih terus dihadapi
oleh Guru Pembimbing Khusus hingga saat ini adalah kurangnya pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani anak disabilities, sedangkan anak-anak tersebut
membutuhkan banyak perhatian dan perawatan selama di sekolah. Keadaan
tersebut menimbulkan reaksi subjektif yang bermacam-macam bagi Guru
Pembimbing Khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru
pembimbing khusus di sekolah inklusi. Metode pengumpulan data yang digunakan
adalah kuantitatif korelasi dengan skala caregiver strain dan skala subjective well
being. Jumlah subjek 50 orang Guru Pembimbing Khusus di wilayah Malang,
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode analisa data yang
digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian menyatakan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan subjective
well being.
Kata kunci : formal caregiver strain, subjective well being, guru pembimbing
khusus, anak berkebutuhan khusus, pendidikan Inklusif.
Special guidance teacher is teacher with disabilities educational background that
having job to bridge the difficulties of disability children, classroom teachers and
subject teachers in the learning process. The challenge still faced by Special
guidance teacher to the present is the lack of knowledge and skills in handling
disabilities children, whereas these children need a lot of attention and care during
the school day. The situations cause various subjective reactions for the Special
Guidance Teacher. The purpose of this study is to know the relationship between
the formal caregiver strain toward subjective well being on Special Guidance
Teacher in school inclusion. The data collection methods used in this study is a
quantitative correlation with caregiver strain scale and the scale of subjective well
being. The subjects are 50 Special Guidance Teachers in Malang, using purposive
sampling technique. The Data analysis method used in this study is the product
moment correlation. The result of this study states that there is a significant
negative relationship between caregiver strain and subjective well being.
Keywords : formal caregiver strain, subjective well being, special guidance
teacher, children with special needs, inclusive education.
1
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa
melihat multidimensi perbedaan baik itu status sosial, budaya, keturunan dan lain-lain
untuk memperoleh pendidikan yang ideal, dimana sistem tersebut menyesuaikan
dengan kebutuhan setiap anak. Hal tersebut sejalan dengan konsep inklusi menurut
UNESCO (1994) yang didasarkan pada prinsip bahwa semua anak tanpa memandang
kemampuan atau kecacatan memiliki hak dasar untuk dididik bersama teman-teman
mereka di sekolah lokal. UNESCO mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai sebuah
pendekatan untuk mencari cara bagaimana mengubah sistem pendidikan guna
menghilangkan hambatan yang menghalangi siswa untuk terlibat secara penuh dalam
pendidikan. Hambatan tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang suku, gender,
status sosial, kemiskinan dan kecacatan.
Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler,
dimana siswa-siswanya adalah anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus
dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi kebiasaan
umum bahwa anak-anak normal biasanya belajar di sekolah umum, sementara
anak-anak berkebutuhan khusus belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Keadaan ini
bisa terjadi karena pola pikir masyarakat sudah mengarah kepada pendidikan khusus
bagi anak-anak berkebutuhan yang menempatkan mereka berbeda dengan siswa lain
yang normal. Banyak hal yang dapat mempengaruhinya, mulai dari sikap orang tua
yang tidak menerima kehadirannya, atau menerima tetapi menjadi overprotective,
hingga stigma masyarakat yang menempatkan dalam kelas terpinggirkan, yang
menjadikan anak-anak berkebutuhan khusus kurang dapat mengakses pendidikan
yang luas. Perlakuan yang seperti inilah yang kemudian membuat sebagian anak
berkebutuhan khusus di Indonesia mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, minder,
tertutup, dan mengganggap dirinya hanya menjadi beban orang lain serta tidak
berguna. Dalam kondisi seperti ini, pendidikanlah yang mampu menjembatani segala
pola pikir kita untuk berubah dan mencoba memahami bahwa setiap anak mempunyai
potensi masing-masing untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya.
Peneliti telah melakukan studi pendahuluan di salah satu sekolah inklusi di Kota
Surabaya pada tanggal 31 Oktober 2014. Berdasarkan data yang diperoleh melalui
wawancara pada salah satu guru pembimbing khusus disekolah inklusi tersebut,
diperoleh informasi bahwa tantangan yang masih terus dihadapi dalam pendidikan
inklusi adalah kurangnya tenaga didik yang memiliki kemampuan linier sesuai
dengan kebutuhan pendidikan, sedangkan anak-anak dengan kebutuhan khusus
membutuhkan banyak perhatian dan waktu sehingga tidak mudah untuk mengajar
mereka di kelas reguler. Para guru berpendapat bahwa kebanyakan dari mereka tidak
memiliki keterampilan khusus mengenai anak-anak disabilities untuk memenuhi
kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, sehingga mau tidak mau mereka harus
beradaptasi dengan lingkungan pendidikan yang baru, dimana terdapat anak-anak
yang tidak biasa di sekolah mereka. Keadaan tersebut tentunya menimbulkan reaksi
subjektif yang bermacam-macam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Newton (2014) yang memaparkan bahwa sembilan puluh persen dari
guru yang diwawancarai menyatakan persepsi negatif mengenai pendidikan inklusi.
Ia juga mengungkapkan bahwa faktor yang paling umum mempengaruhi persepsi
negatif guru adalah kurangnya pelatihan dalam pendidikan khusus dan pendidikan
inklusif, serta kurangnya sumber daya manusia. Penelitian lain yang juga
2
berkesinambungan dengan penelitian tersebut dikemukakan oleh Hansen dkk (2013)
yang menyebutkan bahwa status pengasuh sebagian besar berhubungan dengan
aspek-aspek kesejahteraan, dan efek ini lebih ditandai pada pengasuh perempuan
dengan tingkat pendidikan yang rendah. Cramm & Nieboer (2011) juga memaparkan
bahwa stres yang terjadi pada orang tua dan perasaan depresi pada anak sangat
dipengaruhi oleh kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat. Oleh karena itu,
untuk melindungi kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat, layanan dukungan
harus membahas mengenai perasaan depresi di kalangan anak-anak cacat intelektual,
memfasilitasi kegiatan sosial dari pengasuh/perawat, dan mengurangi stres mereka.
Anak-anak berkebutuhan khusus yang kita tahu pada umumnya memiliki banyak
kesulitan. Pada kemampuan interaksi sosial, mereka mengalami keterbatasan
mengenai social awareness. Hal tersebut membuat anak-anak menjadi sulit untuk
merasakan perasaan timbal balik, berbagi aktivitas atau kesenangan dengan orang lain,
memahami perasan orang lain, serta dapat memunculkan berbagai perilaku yang tidak
sesuai. Selain itu, mereka juga ada yang memiliki kesulitan untuk mengembangkan
kemampuan bahasa, kesulitan melakukan percakapan timbal balik dan mengalami
kesulitan dalam beberapa mata pelajaran tapi menunjukkan prestasi di bidang
pelajaran lainnya. Dari fenomena tersebut, tampaklah bahwa anak-anak berkebutuhan
khusus tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari mereka secara mandiri. Mereka
membutuhkan orang lain yang dapat memahami kebutuhan mereka. Mereka juga
membutuhkan orang lain untuk menentukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan
kondisi mereka. Kondisi tersebut membuat individu membutuhkan cargiver dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pendidikan sewaktu di
sekolah. Cargiver merupakan seseorang yang dapat memberikan perawatan dan
bantuan kepada anggota keluarga yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan
mental, penyakit kronis atau anggota keluarga yang berusia lanjut (Duxbury, 2009).
Caregiver dibutuhkan untuk memberikan bantuan dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, memberikan dukungan dan memantau kondisi kesehatan seseorang.
Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua kategori yaitu formal
caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan individu yang berasal
dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu merawat dan memenuhi
kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal caregiver berada di suatu tempat
untuk melakukan perawatan dan orang yang membutuhkan datang ke tempat tersebut
atau formal caregiver memberikan perawatan dengan cara mendatangi rumah orang
yang membutuhkan, sedangkan informal caregiver merupakan individu (pasangan,
teman, anggota keluarga atau tetangga) yang terlibat dalam kegiatan membantu
aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis orang lain tanpa dibayar.
Pada bidang pendidikan, individu yang berperan sebagai formal caregiver tentunya
akan lebih rentan mengalami stres dan tekanan-tekanan dibandingkan dengan orang
lain yang tidak memiliki anak didik yang berkebutuhan khusus. Tekanan-tekanan pada
mereka tersebut disebut sebagai caregiver strain, dimana Duxbury (2009) mengatakan
bahwa caregiver strain merupakan tuntutan tambahan dan dampak dari tuntutan
tersebut bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus.
Berkaitan dengan permasalahan diatas, guru pembimbing khusus dalam
sekolah-sekolah inklusi merupakan salah satu formal caregiver utama dari individu
yang berkebutuhan khusus di bidang pendidikan yang juga sering mengalami
3
caregiver strain.
Bagi setiap orang, tak terkecuali bagi guru pembimbing khusus di sekolah inklusi yang
menangani anak berkebutuhan khusus, kebahagiaan dianggap sebagai suatu hal yang
utama karena kebahagiaan sangat penting bagi kehidupan manusia. Winarsih (2006)
mengungkapkan bahwa pakar psikologi membagi kebahagiaan menjadi dua macam,
yaitu kebahagiaan yang bersifat objektif dan subjektif. Kebahagiaan objektif diukur
dengan menggunakan sebuah standar, misalnya aturan agama, sedangkan kebahagiaan
subjektif tidak didasarkan pada ketentuan manapun, melainkan mengacu pada
masing-masing pribadi, sehingga pada setiap orang dapat berbeda. Kebahagiaan
subjektif inilah yang disebut sebagai subjective well-being.
Linley (2004) menjelaskan bahwa individu dikatakan memiliki subjective well-being
tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang
merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan.
Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas
dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering
merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.
Berdasarkan dari fenomena itulah peneliti merasa tertarik untuk mengetahui mengenai
hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru
pembimbing khusus di sekolah inklusi, sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusi
nantinya diharapkan mampu mencetak generasi penerus yang dapat memahami dan
menerima segala bentuk perbedaan sehingga tidak menciptakan diskriminasi dalam
kehidupan masyarakat ke depannya.
Subjective Well-being
Menurut Diener (1999), definisi dari subjective well-being dapat dibuat menjadi tiga
kategori. Pertama, subjective well-being bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi
merupakan beberapa keinginan berkualitas yang ingin dimiliki setiap orang. Kedua,
subjective well-being merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan
seseorang yang merujuk pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari subjective
well-being jika digunakan dalam percakapan sehari-hari yaitu dimana perasaan positif
lebih besar daripada perasaan negatif. Merujuk pada pendapat Diener (1999) tersebut,
dapat disimpulkan bahwa subjective well-being menurutnya terletak pada pengalaman
setiap individu yang merupakan pengukuran positif dan secara khas mencakup pada
penilaian dari seluruh aspek kehidupan seseorang.
Linley (2004) mendefinisikan subjective well-being sebagai penilaian seseorang
terhadap diri mereka sendiri, dan penilaian tersebut dapat berdasarkan kepada respon
kognitif dan emosional. Menurutnya, individu dikatakan memiliki subjective
well-being tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan
jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan.
Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas
dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering
merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah
4
persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif
dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis.
Aspek Subjective Well-being
Pengukuran subjective well-being mengacu pada konsep Diener, Suh & Oishi (1997),
Kahneman dan Krueger (2006) yang menyatakan bahwa subjective well-being terdiri
atas tiga buah aspek umum. Ketiga aspek tersebut merupakan faktor global dari
variabel-variabel yang salingberinterelasi. Tiga aspek tersebut adalah :
1.
2.
3.
Afek Positif
Afek positif mempresentasikan mood dan emosi yang menyenangkan seperti kasih
sayang. Emosi positif atau menyenangkan adalah bagian dari subjective
well-being karena emosi-emosi tersebut merefleksikan reaksi seseorang terhadap
peristiwa-peristiwa yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa
yang diinginkan. Afek positif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti tertarik
atau berminat akan sesuatu (interested), gembira (excited), kuat (strong), antusias
(enthusiastic), waspada atau siap siaga (alert), bangga (proud), bersemangat
(inspired), penuh tekad (determined), penuh perhatian (attentive), dan aktif
(active).
Afek Negatif
Afek negatif adalah pravelensi dari emosi dan mood yang tidak menyenangkan
dan merefleksikan respon negatif yang dialami seseorang sebagai reaksinya
terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami. Afek
negatif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti sedih atau susah (distressed),
kecewa (disappointed), bersalah (guilty), takut (scared), bermusuhan (hostile),
lekas marah (irritable), malu (shamed), gelisah (nervous), gugup (jittery),
khawatir (afraid).
Kepuasan hidup
Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif dalam subjective well-being, yang
mengacu pada penilaian global tentang kualitas hidup dan dapat menilai kondisi
hidupnya. Mempertimbangkan kondisi dan mengevaluasi kehidupan dari tidak
puas hingga menjadi atau merasakan puas akan hidup.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek subjective well-being terdiri dari
komponen afektif yang menggambarkan pengalaman emosi berdasarkan kesenangan
dan kegembiraan, dan juga komponen kognitif yang sesuai dengan kepuasan yang
mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif yang dijalani dengan baik.
Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being
Beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener et al
(1997); Kashdan (2004); dan Kahneman dan Krueger (2006) adalah :
1.
2.
Tempramen
Tempramen memiliki pengaruh yang kuat terhadap subjective well-being.
Sifat-sifat kepribadian khusus merupakan prediktor tingkat subjective well-being
tertentu.
Faktor biososial atau demografik
Beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, status pernikahan, status pekerjaan,
5
3.
4.
pendidikan, aktifitas sosial juga turut memiliki pengaruh terhadap subjective
well-being
Faktor psikososial
Adanya subjective well-being dalam jangka waktu yang relatif pendek akan
berpengaruh pada aktifitas social yang dilakukan
Faktor budaya
Konstruksi budaya tempat tinggal individu berpengaruh cukup signifikan dalam
membentuk pola pikir (mind set)
Dalam hal ini terdapat empat faktor yang dapat dikaitkan dengan subjective well-being,
yaitu tempramen, faktor biososial atau demografik, faktor psikososial dan faktor
budaya.
Formal Caregiver Strain
Menurut Duxbury (2009), caregiver adalah seseorang yang dapat memberikan
perawatan dan bantuan secara fisik, kognitif maupun mental kepada orang yang
menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau anggota
keluarga yang berusia lanjut. Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua
kategori yaitu formal caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan
individu yang berasal dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu
merawat dan memenuhi kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal
caregiver berada di suatu tempat untuk melakukan perawatan dan orang yang
membutuhkan datang ke tempat tersebut atau formal caregiver memberikan perawatan
dengan cara mendatangi rumah orang yang membutuhkan, sedangkan informal
caregiver merupakan individu (pasangan, teman, anggota keluarga atau tetangga) yang
terlibat dalam kegiatan membantu aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis
orang lain tanpa dibayar.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa formal caregiver adalah
individu yang dapat memberikan perawatan sehari-hari, menyediakan kebutuhan
medis, dan membantu menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari secara fisik,
kognitif, maupun mental kepada anggota keluarga yang sakit atau memiliki kebutuhan
khusus.
Caregiver pada anggota keluarga dari anak yang berkebutuhan khusus akan lebih
rentan mengalami caregiver strain dibandingkan keluarga yang tidak memiliki
anggota keluarga yang berkebutuhan khusus. Menurut Thornton (2003), strain pada
caregiver adalah persepsi caregiver atas segala masalah yang dihadapi atau keadaan
well-being yang berubah selama proses caregiving. Pendapat lain disampaikan oleh
Duxbury (2009), yang mengatakan bahwa caregiver strain merupakan tuntutan
tambahan dan dampak dari tuntutan tersebut bagi keluarga yang memiliki anggota
keluarga berkebutuhan khusus. Hal tersebut dikarenakan, individu yang berperan
sebagai caregiver selain mengurus dirinya sendiri juga memiliki tugas untuk
memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang membutuhkan. Given (2008)
mengemukakan bahwa seorang caregiver memiliki tugas yang cukup kompleks,
mereka memiliki tugas untuk membantu melakukan perawatan langsung seperti
mengangkat dan mengubah posisi, mengubah lingkungan sesuai kebutuhan,
menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, serta memantau keadaan dari
6
individu yang dirawat.
Walker (2007) membagi caregiver strain menjadi dua kategori, yaitu :
a.
b.
Physical strain, muncul karena adanya kebutuhan fisik dalam proses caregiving.
Faktor utama yang dapat menyebabkan physical strain adalah banyaknya
kebutuhan fisik selama proses caregiving dan kurangnya waktu tidur.
Emotional strain, adalah perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai
bagaimana cara untuk menghadapi masalah yang muncul. Penyebab terjadinya
emotional strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan
kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka rawat.
Caregiver strain dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu maupun karakteristik
orang yang dirawat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya diantaranya adalah :
a.
b.
c.
Usia
Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan usia caregiver dapat mempengaruhi
bagaimana ia dapat menerima kondisi anak dan dapat menangani masalah yang
timbul selama proses caregiving.
Jenis kelamin caregiver
Penelitian pada pria dan wanita yang menjadi caregiver menunjukkan bahwa
wanita mengalami tekanan dan strain yang lebih tinggi dibandingkan pria (Hoyert
dan Seltzer, 1992)
Durasi perawatan
Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan bahwa ada dua kemungkinan
mengenai dampak negatif caregiving yang dialami caregiver berkaitan dengan
durasi perawatan. Pertama, semakin lama durasi perawatan maka dampak negatif
yang dirasakan menjadi berkurang. Hal ini dapat terjadi karena adanya adaptasi
selama proses caregiving. Kedua, semakin lama durasi perawatan maka dampak
negatif yang dirasakan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena adanya
efek kumulatif dari berbagai dampak negatif yang dirasakan caregiver.
Caregiver strain penting untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada
terganggunya kesehatan fisik dan kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat
menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan hidup (Duxbury, 2009). Strain yang dapat
diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan caregiver termasuk
mempengaruhi kondisi well-being caregiver (Wu, Cho, Li, Chen, Tse, 2010).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa formal caregiver strain merupakan
tuntutan tambahan yang dirasakan oleh individu yang memberikan perawatan
sehari-hari, menyediakan kebutuhan medis dan membantu menjalankan aktifitas
kehidupan sehari-hari secara fisik, kognitif maupun mental untuk anak-anak
berkebutuhan khusus.
Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru
Pembimbing Khusus
7
Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa inklusi membutuhkan bantuan dari orang lain
dalam melakukan aktifitas sehari-harinya di sekolah, dan bantuan tersebut dapat
diberikan oleh seorang caregiver. Pada umumnya, peran caregiver pada siswa inklusi
dilakukan oleh guru pembimbing khusus, karena guru pembimbing khusus dianggap
memiliki tugas untuk merawat anak didiknya dan lebih mengerti akan kebutuhan
mereka. Selama proses perawatan siswa inklusi, nyatanya guru pembimbing khusus
sering mendapatkan dampak negatif seperti caregiver strain. Terdapat dua kategori
caregiver strain, yaitu physical strain dan Emotional strain. Caregiver strain penting
untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan
kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat menyebabkan rendahnya tingkat
kepuasan hidup.
Caregiver strain juga dapat mempengaruhi proses perawatan yang dilakukan oleh guru
pembimbing khusus. Strain yang tidak dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek
lain dalam kehidupan caregiver termasuk menurunkan kondisi subjective well being
guru pembimbing khusus sebagai caregiver. Caregiver yang mengalami physical
strain cenderung memiliki subjective well being negatif, karena banyaknya kebutuhan
fisik selama proses caregiving dan kurangnya waktu tidur yang mereka alami. Pada
caregiver yang mengalami emotional strain, seseorang juga cenderung memiliki
subjective well being negatif, akibat perasaan kelelahan yang mereka alami, beban
kerja yang terlalu banyak, juga kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka
rawat.
8
Kerangka Berpikir
Caregiver
1.
Formal Caregiver
Informal Caregiver
Memberikan perawatan
Memberikan dukungan
Memantau kondisi kesehatan
Berangkat lebih
pagi dari guru kelas
Memberikan terapi
Mengajar pada
banyak kelas
Kelelahan
2.
3.
4.
Ketegangan fisik
1.
2.
Mengalami ketegangan
Ketegangan emosi
1.
2.
3.
4.
Keterangan :
: Diteliti
5.
3.
Kecamasan yang berlebihan
Kekhawatiran akan masa
depan anak didik
Minimnya
penguasaan
materi dalam mendampingi
anak ABK
Akibat yang dirasakan :
Mudah marah
Merasa gelisah
Gugup
Kurang maksimal dalam
menjalankan aktifitas
Mudah menyerah
: Tidak diteliti
1.
2.
3.
4.
Tidak merasakan kenyamanan
Merasa pesimis dalam menjalankan
aktifitas
Tidak memiliki kontrol diri yang
baik
Merasa tidak memiliki dukungan
sosial dari lingkungan sekitar
Subjective Well Being Rendah
Hipotesa
Ada hubungan yang negatif antara formal caregiver strain dengan subjective well
being. Semakin tinggi formal caregiver strain maka akan semakin rendah subjective
well being, sebaliknya semakin rendah formal caregiver strain maka akan semakin
tinggi subjective well being
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasi. Menurut
Azwar (2013), penelitian kuantitatif korelasi merupakan jenis metode penelitian yang
9
menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu
atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi, dengan begitu peneliti dapat
memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi diantara formal
caregiver strain dan subjective well being, bukan mengenai ada tidaknya efek
variabel diantara keduanya.
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah guru pembimbing khusus di sekolah inklusi di
kota Malang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini akan menggunakan
teknik non-probability sampling. Teknik non-probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan yang sama bagi
setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008).
Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
purposive sampling, dimana peneliti hanya akan meminta informasi dari individu
yang dinilai memiliki kriteria yang sesuai dengan karakteristik partisipan penelitian
yang sebelumnya telah ditetapkan. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 50
Guru Pembimbing Khusus dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK dari 18 sekolah di
kota Malang.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah formal caregiver strain dan
subjective well being. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah subjective
well-being. Subjective well-being adalah penilaian seseorang terhadap diri mereka
sendiri, dan penilaian tersebut didasarkan pada respon kognitif dan emosional yang
diukur dengan indikator afek positif, afek negatif dan kepuasan hidup. Sedangkan
variabel bebas adalah formal caregiver strain, yaitu tuntutan tambahan yang diterima
oleh pengasuh akibat memberikan perawatan dan pemenuhan kebutuhan pada anak
berkebutuhan khusus, sehingga mengakibatkan terjadinya ketegangan fisik seperti
kelelahan, dan ketegangan emosional yang diukur dengan indikator physical strain dan
emotional strain.
Metode pengumpulan data variabel caregiver strain dengan menggunakan skala
caregiver strain yang disusun berdasarkan aspek-aspek caregiver strain, yakni
physical strain dan emotional strain. Variabel subjective well being diukur dengan
skala subjective well being yang juga disusun berdasarkan aspek-aspek subjective
well being yaitu : afek positif, afek ngatif dan kepuasan hidup.
Pengujian validitas dalam penelitian ini akan menggunakan pengujian validitas aitem
atau validitas konstruk yang akan diuji dengan pengujian terhadap hasil tes yang
dihitung menggunakan korelasi product moment. Penghitungan korelasi product
moment dilakukan karena penelitian ini ingin mengetahui hubungan antar variabel
yang diteliti. Perhitungan ini akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu
program SPSS versi 16.0 for Windows. Dengan mengacu pada penggunaan batas
skor diatas 0,3 untuk menentukan valid atau tidaknya aitem tersebut. Perhitungan uji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji reliabilitas koefisien alpha cronbach
dengan bantuan program SPSS versi 16.0 for windows. Koefisien Alpha Cronbach
yang digunakan sebagai batas reliabel adalah diatas > 0,9.
10
Validitas Instrumen
Menurut Arikunto (2006), validitas merupakan ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, dengan kata lain validitas
mengukur seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap gejala atau bagian yang akan
diukur. Sugiyono (2008) membagi pengujian validitas menjadi tiga jenis, yaitu
validitas konstrak, validitas isi dan validitas eksternal.
Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas konstrak, yaitu validitas
yang menunjukkan sejauh mana item-item tes mengukur konstrak teoritik yang
hendak diukur. Uji validitas konstrak dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor
tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari tiap skor total. Syarat yang
harus dipenuhi agar aitem dapat dinyatakan memuaskan menurut Azwar (2010)
adalah memiliki koefisien minimal 0,30, dengan begitu jika terdapat aitem yang
bernilai kurang dari 0,30 maka aitem tersebut dianggap tidak memuaskan, tidak akan
dibetulkan atau tidak akan diteliti lebih lanjut. Aitem yang valid ditentukan dari skor
correction item total correlation yang lebih besar dari 0,30. Pengujian terhadap hasil
tes dilakukan dengan analisis aitem dengan menggunakan alat bantu program SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 16.00 for windows. Berikut hasil
pengujian validitas instrument.
Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat ukur validitas
Skala caregiver strain
Skala subjective well being
Jumlah item
Diujikan
19
24
Jumlah Item
Valid
19
21
Indeks
0.322 - 0.869
0.373 - 0.769
Berdasarkan tabel 1, diperoleh hasil sebanyak 19 item valid dari skala caregiver
strain yang diujikan. Indeks validitas dari skala caregiver strain berkisar antara 0.322
- 0.869, sedangkan dari 24 item skala subjective well being yang diujikan, terdapat 21
item valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan program SPSS. Indeks
validitas dari skala subjective well being berkisar antara 0.373 - 0.769
Reliabilitas Instrumen
Arikunto (2006) menjelaskan reliabilitas sebagai suatu instrumen yang cukup
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
dapat dikatakan sudah baik. Dalam penelitian ini, reliabilitas yang digunakan adalah
teknik Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas
yang angkanya berada dalam rentang 0 hingga 1,00. Jadi semakin tinggi koefisien
reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya,
sebaliknya jika koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti reliabilitasnya
juga semakin rendah (Azwar, 2010). Perhitungan akan dilakukan dengan
menggunakan bantuan dari program SPSS (Statistical Product and Service Solution)
versi 16.00 for windows.
Sebuah skala dapat dikatakan reliabel apabila koefisien (rxx) tersebut bernilai ≥ 0,80.
Wibowo (2012) mengelompokkan skala Aplha Cronbach dengan interpretasi sebagai
berikut :
11
a.
b.
c.
d.
e.
Nilai Aplha Cronbach > 0,20 berarti reliabel sangat rendah.
Nilai Aplha Cronbach 0,20 – 0,399 berarti reliabel rendah.
Nilai Aplha Cronbach 0,40 – 0,599 berarti reliabel cukup.
Nilai Aplha Cronbach 0,60 – 0,799 berarti reliabel tinggi.
Nilai Aplha Cronbach 0,80 – 1,00 berarti reliabel sangat tinggi
Tabel 2. Indeks Reliabitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala caregiver strain
Skala subjective well being
Nilai Reliabilitas
(Cronbach’s Alpha)
0,928
0,913
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Hasi uji reliabilitas pada skala caregiver strain yang telah disebar memiliki nilai
reliabilitas sebesar 0,928, sedangkan skala subjective well being memiliki nilai
reliabilitas sebesar 0,913. Menurut Wibowo (2012), apabila nilai Alpha Cronbach
berada dalam rentang 0,80 – 1,00 maka reliabilitas skala tersebut tergolong sanggat
tinggi. Jadi sesuai dengan kriteria tersebut maka skala caregiver strain dan subjective
well being tergolong dalam kriteria sangat reliabel.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan
analisa. Tahap persiapan terdiri dari mempersiapkan instrumen berupa skala yaitu
skala caregiver strain dan skala subjective well being. Setelah kedua skala siap untuk
digunakan, kemudian peneliti melakukan try out (uji coba) pada 24 guru pembimbing
khusus di sekolah inklusi di wilayah Malang, Jawa Timur. Berdasarkan hasil yang
telah didapatkan dari uji coba, peneliti melakukan beberapa perbaikan pada aitem
skala caregiver strain juga skala subjective well being. Perbaikan ini dimaksudkan
agar penelitian pada tahap selanjutnya dapat mengungkap hasil yang sebenarnya, dan
mendapat hasil terbaik dari penelitian terhadap guru pembimbing khusus. Penelitian
dilakukan mulai tanggal 18 September – 29 Desember 2015. Analisis terhadap data
hasil penelitian akan dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul. Pada
penelitian ini analisis data yang akan digunakan adalah analisis assosiatif (hubungan)
yang bertujuan untuk mengatahui hubungan variabel bebas dengan varibel terikat.
Analisis akan dilakukan dengan menggunakan product moment dengan bantuan
program SPSS versi 16.00 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang terdiri dari 50 orang guru pembimbing khusus,
sebanyak 37 subjek berjenis kelamin perempuan, dan 13 subjek berjenis kelamin
laki-laki. Hasil penelitian menunjukan adanya variasi sampel yang meliputi usia, jenis
kelamin, dan lamanya bekerja sebagai guru pembimbing khusus (GPK).
Tabel 3. Deskripsi Subjek
Kategori
Prosentase
12
Usia
18 – 28 tahun
29 – 39 tahun
40 – 50 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
30 orang (60%)
14 orang (28%)
6 orang (12%)
13 orang (26%)
37 orang (74%)
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa subjek penelitian sebanyak 50 orang guru
pembimbing khusus yang terdiri dari 13 subjek laki-laki (26%) dan 37 subjek
perempuan (74%). Sedangkan usia guru pembimbing khusus dibagi dalam 3 rentang
usia. Rentang usia 18 – 28 tahun terdiri dari 30 orang (60%), 29 – 39 tahun terdiri
dari 14 orang (28%) dan usia 40 – 50 tahun terdiri dari 6 orang (12%).
Tabel 4. Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain
Kategori
Tinggi
Rendah
Total
Interval
T-skor > 50
T-skor < 50
Frekuensi
14
36
50
Prosentase
28%
72%
100%
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa subjek yang memiliki caregiver strain
rendah lebih banyak dari pada subjek yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal
tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek yang memiliki caregiver strain tinggi atau
setara dengan 28% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam
caregiver strain rendah berjumlah 36 atau setara dengan 72% dari total subjek.
Tabel 5. Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being
Kategori
Tinggi
Rendah
Total
Interval
T-skor > 50
T-skor < 50
Frekuensi
49
1
50
Prosentase
98%
2%
100%
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki subjective well
being tinggi lebih banyak dari subjek yang memiliki subjective well being rendah.
Hal tersebut dikarenakan terdapat 49 subjek yang memiliki subjective well being
tinggi atau setara dengan 98% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk
dalam subjective well being rendah berjumlah 1 atau setara dengan 2% dari total
subjek.
Tabel 6. Korelasi Caregiver Strain Dengan Subjective Well Being
Koefisien Korelasi (r)
Koefisien korelasi (r)
Koefisien determinasi (r2)
Indeks Analisis
-0.30
0.091
13
Taraf kemungkinan kesalahan
P (nilai siginifikan)
5% (0.05)
0.03
Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi dengan SPSS, diperoleh angka korelasi
(r) -0,302 yang menunjukkan arah hubungan yang negatif antara kedua variabel. Nilai
signifikansi 0.03 yang ditunjukkan pada tabel 3 lebih kecil dari taraf signifikansi yang
digunakan, yaitu 0.05 (0.033 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan negatif yang sangat signifikan antara caregiver strain dan subjective well
being pada guru pembimbing khusus. Hal ini menunjukkan semakin tinggi caregiver
strain maka semakin rendah subjective well being pada guru pembimbing khusus,
atau semakin rendah caregiver strain maka semakin tinggi subjective well being pada
guru pembimbing khusus. Demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
diterima.
DISKUSI
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat dijelaskan bahwa caregiver strain memiliki
hubungan negatif dengan subjective well being pada guru pembimbing khusus.
Penelitian ini memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.091, yang mengartikan
bahwa caregiver strain menjadi faktor yang cukup penting untuk mempengaruhi
subjective well being pada guru pembimbng khusus yang bersangkutan. Faktor
caregiver strain memberikan sumbangan efektif sebesar 9,1% untuk menurunkan
subjective well being pada guru pembimbing khusus, sedangkan sisanya sebesar
90,9% dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diungkap dalam penelitian ini,
namun Diener, dkk (2005) menyatakan bahwa faktor kepribadian dan faktor
demografis memiliki hubungan dengan subjective well being, sedangkan yang
dimaksud dengan faktor demografis meliputi usia, jenis kelamin, dan pendapatan.
Peneliti belum menemukan penelitian yang spesifik mengenai hubungan caregiver
strain dengan subjective well being pada guru pembimbing khusus, namun terdapat
tiga penelitian yang mendukung hasil penelitian ini. Pertama, penelitian yang telah
dilakukan oleh Abbeduto, dkk (2004) pada ibu dari anak dengan autism spectrum
disorder di Amerika yang menunjukkan bahwa ibu mengalami tingkat kecemasan,
stress, depresi tinggi yang disebabkan oleh berbagai kemungkinan dan perilaku
maladaptif anak. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Shaffer (2012) pada ibu dari
anak dengan autism spectrum disorders yang juga menunjukkan adanya level stress
dan depresi yang tinggi serta penurunan kondisi fisik dan psikologis yang disebabkan
oleh sulitnya menghadapi perilaku anak, serta rendahnya penerimaan perilaku
stereotip anak oleh lingkungan sekitar. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2013) pada ibu dari anak dengan autism spectrum disorders, yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan
psychological well being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism
spectrum disorders. Sejalan dengan ketiga penelitian tersebut, hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kegiatan perawatan pada anak berkebutuhan khusus di sekolah
dapat menimbulkan strain dan menurunkan subjective well being pada guru
pembimbing khusus.
14
Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang terpenting adalah adanya
tenaga pendidik atau guru yang professional dalam bidangnya masing-masing,
sehingga mereka dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal,
untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. Dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif didalamnya terdapat tenaga pendidik meliputi guru kelas, guru
mata pelajaran dan guru pembimbing khusus, dan salah satu aspek penting ketika
sebuah sekolah akan dikembangkan menjadi sekolah model inklusif adalah
tersedianya guru pembimbing khusus sebagai pendamping di sekolah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Malak (2013) menghasilkan salah satu cara terbaik
untuk menghasilkan guru yang berkualitas, yakni guru harus memperkaya
pengetahuan, sikap, pengalaman dan keterampilan dalam pendidikan inklusif dengan
mengefektifkan program pendidikan guru ketika mereka selama di universitas,
dengan begitu pengalaman belajar ketika selama di universitas memiliki pengaruh
besar bagi guru pembimbing khusus terhadap anak berkebutuhan khusus. Perilaku
guru di kelas menentukan bagaimana siswa akan belajar, sehingga guru yang tidak
memiliki pengalaman dalam mengajar anak berkebutuhan khusus akan mengalami
frustasi dan stress yang mengakibatkan guru tidak bisa mengajar dengan baik.
Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa aspek
yang mendominasi terjadinya caregiver strain adalah aspek emosional, dimana aspek
emosional merupakan perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai bagaimana cara
untuk menghadapi masalah yang muncul, sedangkan penyebab terjadinya emotional
strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan kekhawatiran akan masa
depan orang yang mereka rawat. Berdasarkan keterangan pada tabel 4, diketahui
bahwa subjek yang memiliki caregiver strain rendah lebih banyak dari pada subjek
yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek
yang memiliki caregiver strain tinggi atau setara dengan 28% dari total subjek,
sedangkan subjek yang termasuk dalam caregiver strain rendah berjumlah 36 atau
setara dengan 72% dari total subjek. Guru Pembimbing Khusus menyadari bahwa
mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang tidak mudah, dan salah satu
yang har