Perbedaan Psychological Well-Being Caregiver Formal berdasarkan Status Kelembagaan Panti Jompo

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan manusia
sebelum menghadapi kematian. Dalam proses tersebut manusia akan
mengalami tahap perkembangan yang berbeda. Setiap tahap yang dilalui akan
memberikan beberapa penurunan, seperti penurunan pada fungsi biologis,
motoris, pengamatan, berpikir, motif-motif, kehidupan afeksi, hubungan sosial
serta integrasi masyarakat (Hurlock, 2008). Menurunnya fungsi berbagai organ
pada lansia mengakibatkan kerentanan terserang berbagai penyakit yang
bersifat akut dan kronis. Menurut Departemen Kesehatan (2002) penyakitpenyakit yang sering dialami lansia biasanya penyakit degeneratif yang bersifat
kronis dan multipatologis. Masalah pada lansia tidak sama dengan yang
dihadapi pada non-lansia. Masalah yang dihadapi lansia umumnya
berhubungan dengan penuaan dan kematian. Proses penuaan berkaitan dengan
gangguan mobilitas gerasampai gangguan jantung (Depkes, 2002). Proses
penuaan tersebut memberikan dampak pada kemampuan lansia dalam
melakukan aktifitas sehari-hari /activity daily livings (ADL) (Cavanaugh J &
Fields F, 2006) sehingga memerlukan perhatian dan bantuan dari orang lain
(Bayer & Reban, 2004).
Di negara maju maupun berkembang, jumlah lanjut usia semakin
meningkat dan Indonesia cukup signifikan dalam percepatan laju usia lansia di


Universitas Sumatera Utara

2

dunia (Abikusno, 2002). Pada tahun 2000 jumlah lanjut usia mencapai
14,4 juta (7,18%) dari total populasi penduduk Indonesia. Tahun 2004 jumlah
lansia meningkat hingga mencapai 16,5 juta. Pada tahun 2005 jumlah lansia
mencapai 17,6 juta jiwa dan pada data tahun 2012 diketahui bahwa jumlah
lansia meningkat menjadi 8 % dari jumlah penduduk Indonesia yakni mencapai
28 juta jiwa (Kemensos, 2012). Diperkirakan tahun 2025 jumlah lanjut usia
akan meningkat

menjadi 40 jutaan. Bahkan pada 2050 jumlah lansia

diperkirakan mencapai 71,6 juta jiwa di Indonesia (Kemensos, 2012). Proses
penuaan penduduk mempunyai dampak luas bagi lansia dan masyarakat, selain
itu persoalan akan semakin bertambah, seperti meningkatnya kebutuhan
pelayanan dan fasilitas bagi lansia. Dari populasi lansia yang tercatat sebanyak
16.522.311 jiwa, sekitar 20% diantaranya adalah lansia terlantar (Depsos,

2006). Pada tahun 2005 jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan
kesejahteraan sosial sebesar 0,5%. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan
bahwa, terjadi peningkatan jumlah lansia pada tahun 2005 di provinsi Sumatera
Utara. Jumlah penduduk lanjut usia di atas 60 tahun sebesar 4,6% dan tahun
2010 mengalami peningkatan sebesar 5,9%. Dalam Symposium on ageing,
Lanjut Usia Kementerian Sosial RI, Yulia Suharti mengatakan tahun 2012
jumlah lansia sudah mencapai 28 juta jiwa dan 6,4% di antaranya terlantar. Hal
ini juga diperkuat oleh pendapat Hawari (2007) yang menyatakan bahwa, di
negara maju lanjut usia memiliki permasalahan seperti depresi hingga bunuh
diri disebabkan keterasingan, isolasi sosial, dan kesepian, sedangkan di
Indonesia diperkirakan sekitar 3,3 juta lansia memerlukan pelayanan sosial,

Universitas Sumatera Utara

3

sebagian besar terlantar dan memerlukan upaya perlindungan khusus (Komnas
Lanjut Usia, 2000).
Di Indonesia, sebagian besar lansia masih bertempat tinggal dengan
keluarga (extended family system) seperti budaya masyarakat timur pada

umumnya. Selain tinggal bersama keluarga, para lansia sebagian besar tinggal
di panti jompo. Panti jompo adalah suatu instansi hunian bersama yang
diperuntukkan bagi lansia. Panti jompo merupakan suatu bangunan yang
digunakan sebagai tempat penampungan lansia untuk kemudian di asuh,
dirawat, dan diberikan perhatian lebih dalam untuk kehidupannya sehari-hari
(Fitri SWA, dkk, 2011). Selain panti jompo yang dikelola oleh pemerintah,
terdapat juga panti jompo yang dikelola oleh badan-badan swasta. Jumlah panti
jompo yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat
pada tahun 2010 berjumlah 235 unit dengan jumlah lansia yang mampu
ditangani sebanyak 11.397 orang (Kemensos,2010). Di wilayah Binjai sendiri
terdapat satu panti jompo yang didirikan oleh pemerintah yaitu Panti Tresna
Werdha Abdi, yang merupakan satu-satunya panti jompo pemerintah yang
berada dalam naungan Dinas Sosial Kota Medan yang berlokasi di Binjai
sedangkan panti jompo yang dikelola swasta terdiri dari 5 yaitu Panti Jompo
Karya Kasih, Panti Jompo Hisosu, Panti Jompo Harapan Jaya dan Panti Jompo
Yayasan Guna Budi Bakti.
Pelayanan/pendampingan yang ada di panti jompo mempunyai peranan
yang sangat penting dalam meningkatkan keberfungsian sosial lansia. Dalam
kegiatan rutinitasnya, para lansia membutuhkan orang lain untuk membantunya


Universitas Sumatera Utara

4

beraktivitas sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya. Pendamping lansia
tersebut dikenal dengan sebutan caregiver. Barrow (1996 dalam Widiastuti
2009) menyebutkan terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal dan tidak formal.
Caregiver formal adalah individu yang memberikan perawatan dengan
melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat
perawatan ataupun tenaga professional lainnya. Sedangkan caregiver informal
adalah individu yang memberikan perawatan tanpa dibayar biasanya dilakukan
oleh keluarga atau teman. Berdasarkan U.S Departement of Health and Human
Service. Administration On Aging (2007) & Women and Caregiving: Fact and
Figure (2007) menyatakan bahwa tiga per empat caregiver berjenis kelamin
perempuan, kebanyakan caregiver 35-64 tahun dan berstatus nikah, 81%
seluruh pelayanan berbasis home care. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan
yang ada di Indonesia. Menurut Departemen Sosial (2008) sekitar 70%
caregiver berjenis kelamin perempuan, selain itu usia individu yang menjadi
caregiver berada pada rentang usia dewasa madya (30-50 tahun).
Caregiver memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan noncaregivers (Pinquart & Sorensen, 2007). Dari hasil penelitiannya diketahui

bahwa kegiatan rutin bersama kliennya (dalam hal ini lansia) dapat
mengakibatkan kelelahan, dan jika kelelahan meningkat maka dapat
mengakibatkan stres bagi caregiver. Memberikan perawatan pada klien dengan
kondisi penurunan fungsional dirasakan begitu berat dan menyebabkan depresi
bagi para caregiver (Yikilkan & Aypank, 2014). Hal ini juga diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan oleh Okoye dan Asa tahun 2011. Mereka mengatakan

Universitas Sumatera Utara

5

pemberian perawatan terutama kepada orang tua (lansia) menuntut
pengorbanan yang besar baik secara fisik maupun emosional. Hal tersebut
mempengaruhi kondisi caregiver baik secara fisik dan psikis, sehingga pada
saat pelaksanaan kerja dan pemberian pelayanan menjadi kurang maksimal.
Stres tersebut juga berdampak pada kesehatan caregiver. Menurut Journal of
the America Medical Association dalam American Psychological Association
(Simon, Klesey et al, 2012), caregiver yang mengalami tekanan tinggi dalam
merawat lansia berisiko mengalami kematian dini (premature mortality),
penyakit jantung koroner, dan stroke. Survei di Amerika juga menunjukkan

bahwa prevalensi penyakit kronis pada caregiver lebih tinggi (80%)
dibandingkan dengan populasi umum (61%), disamping itu kesehatan caregiver
yang berusia dibawah atau sama dengan 49 tahun memiliki kondisi kesehatan
yang lebih buruk daripada orang-orang seusianya di populasi umum (APA,
2012). Data menurut National Alliance for caregiving (2009, dalam Natasia
2013) faktanya 17% caregiver memiliki keluhan kesehatan yang lebih buruk
sebagai akibat dari mengasuh lansia. Studi penelitian menunjukkan bahwa 30%
sampai 40% dari caregiver lansia dementia mengalami depresi dan stres
(Alzheimer’s Association & National Alliance for Caregiving, 2004)
Caregiver berada pada risiko kesehatan yang lebih besar daripada
penerima perawatan, karena ketika caregiver berfokus dengan kebutuhan orang
lain, mereka cenderung mengabaikan kebutuhan mereka sendiri. Mereka
mungkin tidak mengenali atau mungkin mengabaikan tanda-tanda penyakit,
kelelahan atau depresi yang mereka alami, stres dapat berdampak pada

Universitas Sumatera Utara

6

kesehatan mental caregiver atau menyebabkan caregiver secara fisik atau

verbal, agresif terhadap lansia. Studi juga menunjukkan bahwa salah satu alasan
untuk penelantaran dan kekerasan pada lansia adalah stres pada caregiver
(Gupta R, Chaudhuri A, 2008 dalam Okoye, 2011)
Masalah, tantangan dan isu yang dialami caregiver di panti jompo
sangat berdampak pada kesejahteraan hidup (psychological well-being)
caregiver serta berimbas pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada lansia
(Akupunne, 2015). Caregiver dituntut untuk melakukan pekerjaannya secara
professional, sehingga dapat membantu individu yang membutuhkan
pertolongan dengan baik dan efisien. Tingkat stres yang tinggi pada caregiver
yang disebabkan oleh aktivitas sehari-hari bersama lansia dapat menekan
caregiver secara fisik dan psikis (Brown, 2007; Savage dan Bailey, 2004;
Vitaliano et al, 2003). Beban dan stres yang dirasakan oleh caregiver
berdampak langsung dengan psychological well-being. Psychological wellbeing adalah suatu keadaan dimana individu memiliki sikap positif terhadap diri
sendiri dan orang lain, dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang
kompatibel dengan kebutuhannya, serta berusaha mengeksplorasi dan
mengembangkan potensi pribadinya. Beberapa studi menyatakan depresi
berhubungan dengan stres dan ketidakpuasan pada caregiver. Stres dan
ketidakpuasan meliputi fisik, sosial, pendapatan, isolasi sosial, pendidikan, dan
buruknya kesehatan dari caregiver (Livingstone et al, 1996; Shugarman et al,
2002).


Universitas Sumatera Utara

7

Menurut Andrean & Elmstahl, (2006) pendapatan caregiver signifikan
berperan dalam kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Pendapatan
berkorelasi positif dengan kepuasan hidup caregiver (Lee, Brennan & Daly,
2001). Caregiver dengan pendapatan tinggi memiliki kepuasan hidup yang
tinggi, dan tidak depresi. Pendapatan yang tinggi juga membuat caregiver lebih
efektif untuk memberikan pendampingan/pelayanan kepada anak berkebutuhan
khusus (Chen & Greenberg, 2004). Berdasarkan studi demografi (The National
Alliance for Caregiving & AARP, 2009) di Nigeria, didapatkan bahwa 12%
berpenghasilan diatas 100.000 Naira (diatas 5.000.000), 35,2% berpenghasilan
diantara 100.000-50.000 Naira (Rp 5.000.000-2.500.000), mayoritas 38,2%
dilaporkan menerima upah antara 49.999-30.000 Naira (Rp 2.500.0001.500.000), dan 14,3% berpenghasilan 29.999-10.000 Naira (Rp 1.500.000500.000). Ini menunjukkan bahwa pendapatan caregiver formal di Nigeria
cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan Indonesia dengan tingkat pendapatan
caregiver rata-rata Rp.750.000 - 1.500.000 (bps, 2013). Stres dalam pemberian
pelayanan/pendampingan berdampak lebih besar pada wanita daripada laki-laki
(Greene, 2012). 75% kasus emosi, fisik dan finansial dialami oleh wanita (Basti

& Qureshi, 2013). Berdasarkan pasal 43 Undang–undang No. 13 tahun 2013
menyatakan upah minimum regional honorer adalah 2 juta. Temuan awal dari
hasil wawancara dengan caregiver yang ada di panti jompo pemerintah PSTW
Binjai, diketahui pendapatan caregiver per bulan adalah Rp 750.000 - Rp
4.000.000. Sedangkan pada panti jompo swasta pendapatan caregiver Rp
700.000- Rp 3.000.000.

Universitas Sumatera Utara

8

Di Indonesia idealnya seorang caregiver dalam pelayananya terhadap
klien menangani 5 klien (Depsos RI, 1995 dalam Marsaoly, 2001). Berdasarkan
temuan awal peneliti ditemukan rasio perbandingan antara pengasuh dan lansia
di panti jompo pemerintah 1:9, sedangkan rasio perbandingan pelayanan pada
panti jompo swasta adalah 1:6. Semakin banyak jumlah lansia yang diasuh,
maka semakin tinggi nilai skor stresnya (Desbiens, 2001). Caregiver yang
mengalami depresi sangat mungkin untuk mendapatkan gangguan kecemasan,
gangguan tidur, penyalahgunaan atau ketergantungan zat psikotropika dan
penyakit kronis (Spector dan Tampi, 2005)

Peraturan mengenai lama waktu kerja di Indonesia diatur dalam pasal
77

sampai

pasal

85

Undang-Undang

No.13

tahun

2013

tentang

Ketenagakerjaan, untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam

waktu kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam seminggu.
Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban
bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Para caregiver
yang bekerja di panti jompo pemerintah memiliki lama kerja 10 jam dalam 1
hari dan 70 jam dalam seminggu. Pada hari libur juga para caregiver tetap
bekerja. Sedangkan untuk panti jompo swasta, memiliki lama kerja rata-rata 7
jam per hari dengan sistem shift. Ditemukan juga bahwa beberapa caregiver
mengalami penurunan kesehatan akibat waktu istirahat yang kurang. Penelitian
Gaugler et al tahun 2005 menyatakan durasi/ banyaknya waktu yang dihabiskan
caregiver untuk mengasuh lansia dapat mempengaruhi stres, sehingga banyak
caregiver yang mengidap jantung koroner, depresi, dan sakit kepala akut.

Universitas Sumatera Utara

9

Kondisi/ keadaan ini juga sejalan dengan temuan Sarwendah (2013) yang
menyatakan bahwa durasi kerja yang terlalu lama dapat membuat caregiver
stres, sehingga dengan alasan tersebut muncul tindakan kekerasan dan
penelantaran pada lansia. Hal ini juga mempengaruhi kualitas pelayanan pada
lansia.
Pendidikan berhubungan dengan psychological well-being yang dialami
individu. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan (Contador,
Fernandez-Calvo, Palenzuel & Ramos, 2012; Maria Garcia, Pablo Lara & Luis
Berhier, 2011; Sansoni, Vellone & Piras, 2004). Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa, level pendidikan yang lebih tinggi lebih mampu mengembangkan
kemampuan mengatur stres dan mengatur tindakan yang berhubungan dengan
individu yang menerima pelayanan. Temuan awal di lapangan, diketahui ratarata pendidikan caregiver yang ada di panti jompo pemerintah adalah lulusan
SD, SMP, SMA/SMPS (Sekolah Menengah Pekerja Sosial), D3, dan sebagian
S1 . Sedangkan di panti jompo swasta, caregiver adalah lulusan SMA, SMP,
lulusan akper, D3 bidang kesehatan, dan S1
Marital status juga memiliki dampak pada pendampingan/pelayanan
bagi klien, khususnya psychological well-being mereka, caregiver yang single
atau belum menikah memiliki psychological well-being lebih baik
dibandingkan caregiver yang telah menikah, hal ini dikarenakan caregiver yang
tidak menikah, tidak memiliki tanggung jawab seputar keluarga, jika
dibandingkan dengan caregiver yang telah menikah (Kim McJenry, 2002;
Simon, 2002). Caregiver di panti jompo yang dikelola oleh swasta rata-rata

Universitas Sumatera Utara

10

masih berstatus single atau belum menikah, sedangkan caregiver di panti jompo
yang dikelola pemerintah, hampir semua caregiver sudah menikah, dan ratarata usianya sudah mencapai usia dewasa madya. Namun, Neugarten (1986
dalam Fhadjrin, 2013) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat
psychological well-being yang tinggi biasanya adalah individu yang berada
pada tahap dewasa madya yang mempresentasikan titik tertinggi individu dalam
hal mengambil keputusan dan pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga dan
pekerjaan.
Dalam hal peraturan terdapat perbedaan antara panti jompo yang
dikelola swasta dan panti jompo yang dikelola oleh pemerintah. Aturan yang di
panti jompo yang dikelola swasta lebih terstruktur dibandingkan dengan aturan
di panti jompo yang dikelola pemerintah. Hal ini terlihat dari pemilihan
caregiver melalui proses seleksi, dan caregiver yang memenuhi kriteria di panti
jompo yayasan swasta adalah individu yang terampil dalam, hal pemberian
perawatan secara fisik dan emosional. Yayasan juga membekali setiap
caregiver pelatihan untuk merawat lansia yang diberikan oleh seorang
professional di bidang caregiving. Selain itu absensi juga dilakukan setiap hari
oleh para caregiver, tata ruangan yang ada di panti jompo swasta juga rapi dan
bersih, dan setiap caregiver juga memakai seragam putih, caregiver formal
yang bertugas di panti jompo swasta sering disebut dengan panggilan suster.
Lain halnya dengan yang berada di panti jompo yang dikelola pemerintah,
sebutan caregiver di panti jompo (Tresna Werdha Abdi, Binjai) adalah
pengasuh dan pendamping. Di panti jompo pemerintah tidak terdapat proses

Universitas Sumatera Utara

11

seleksi pada caregiver, caregiver yang bekerja di panti jompo pemerintah pada
umunya adalah individu yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat, yang
ingin bekerja sebagai caregiver. Menurut Lubis (2004) Caregiver yang bekerja
di panti jompo Indonesia terdiri dari pramu sosial dan pekerja sosial. Secara
umum , keduanya memiliki fungsi yang sama dalam pemberian pelayanan
sosial, yang membedakan keduanya adalah status kepegawaian dan
administratif. Oleh karena itu, caregiver formal yang bertugas di panti jompo
selanjutnya akan disebut pekerja sosial yang mencangkup pramu sosial. Di
dalam panti jompo pemerintah caregiver terdiri dari dua yaitu: pendamping dan
pengasuh. Tugas dari pendamping tersebut adalah memberikan arahan kepada
para pengasuh di panti jompo pemerintah, misalnya ketika terdapat masalah
antar lansia, maka pengasuh akan melapor kepada pendamping dan mereka
yang bersama-sama menyelesaikannya. Absensi dilakukan secara teratur,
namun jika seorang caregiver tidak hadir, maka pelayanan/ pendampingan
lansia dibebankan kepada caregiver lain hal tersebut dikarenakan jumlah
caregiver yang ada di panti jompo sedikit. Para caregiver juga dibekali seragam
berupa kaos berkerah, namun ketika berada di panti jompo tidak semua
caregiver menggunakan seragam tersebut, selain itu caregiver mendapat
pengarahan dari dinas sosial, namun hanya sewaktu-waktu diberikan
Pada intinya psychological well-being merujuk kepada perasaanperasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat
berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan,
dan lain sebagainya) sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi

Universitas Sumatera Utara

12

potensi atau aktualisasi (Bradburn dalam Ryff & Keyes, 1995). Studi
pendahuluan dilakukan terhadap 22 responden dari PTSW Budi Mulia 04 yang
berlokasi di Margaguna Jakarta Selatan dan PSTW Budi Mulia 01 yang terletak
di Cipayung Jakarta Timur. Hasil studi diketahui bahwa dari 22 responden
81,8% mengalami stres sedang dan 18,2 % mengalami stres ringan terhadap
beban kerja yang meliputi tugas dan lama waktu kerja (Endah, 2013). Di
Indonesia profesi sebagai caregiver masih dipandangan sebelah mata,
masyarakat menganggap para caregiver ini setara dengan perawat pada
umumnya. Sedangkan di luar negri seperti di Jepang profesi caregiver dianggap
sebagai profesi yang sangat dihormati. Oleh karena itu, kesejahteraan caregiver
di Jepang sangat diperhatikan, baik caregiver panti swasta maupun caregiver
pemerintah (Avianda, 2015). Ryff (dalam Allan Carr, 2004) menyatakan
psychological well-being sebagai suatu dorongan untuk menggali potensi diri
individu secara keseluruhan. Dorongan tersebut dapat menyebabkan seseorang
pasrah dan putus asa terhadap keadaannya yang membuat psychological wellbeing individu menjadi rendah atau berusaha untuk bangkit dan memperbaiki
keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-being individu
tersebut menjadi tinggi (Ryff & Keyes, 1995). Psychological well-being yang
dimiliki oleh para caregiver baik swasta dan pemerintah akan berdampak pula
pada kualitas pelayanan (quality of care) yang mereka berikan kepada lansia,
sehingga hal itu berpengaruh juga kepada keberlangsungan hidup lansia di panti
jompo.

Universitas Sumatera Utara

13

Berdasarkan fenomena dan temuan diatas, peneliti ingin mengetahui
perbedaan Psychological well-being antara caregiver formal panti jompo yang
dikelola pemerintah dan panti jompo swasta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan
beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan
demikian dapat dirumuskan masalah utama penelitian ini adalah :
“Apakah terdapat perbedaan Psychological well-being antara caregiver
Panti Jompo yang di kelola Swasta dan Panti Jompo yang dikelola
Pemerintah?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk

mengetahui

perbedaan

Psychological well-being antara caregiver panti jompo yang dikelola swasta
dan panti jompo yang dikelola pemerintah.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu
psikologis, khususnya di bidang psikologi klinis, dan psikologi lansia serta
bermanfaat menjadi salah satu sumber informasi bagi peneliti lain yang ingin
meneliti lebih lanjut masalah yang berkaitan dengan psychological well-being dan
caregiver.

Universitas Sumatera Utara

14

2. Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan
kepada caregiver mengenai gambaran psychological well-being yang mereka
miliki, baik yang ada di panti jompo pemerintah maupun swasta.



Sebagai data awal dalam membuat program untuk memperbaiki dan
meningkatkan psychological well-being pada caregiver yang ada di panti
jompo swasta dan panti jompo pemerintah



Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada instansi atau
lembaga yang menaungi caregiver, agar lebih memperhatikan Psychological
well-being caregivernya

E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: Landasan Teori
Berisikan teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu teori
psychological well-being, dimensi psychological well-being, faktor yang
mempengaruhi psychological well-being, definisi caregiver, karakteristik
caregiver, data statistik caregiver, jenis caregiver, dan tugas caregiver

Universitas Sumatera Utara

15

BAB III : Metode Penelitian
Berisikan pendekatan yang digunakan, subjek penelitian, metode
pengumpulan data, alat bantu data penelitian, prosedur penelitian dan
prosedur analisis data.
BAB IV : Hasil dan Analisis
Berisikan penjelasan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum
responden, gambaran psychological well-being responden, serta hasil
analisis dan interpretasi dari hasil utama penelitian.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Berisikan uraian kesimpulan dari hasil analisis penelitian secara
keseluruhan dan jawaban dari permasalahan penelitian, diskusi mengenai
proses pelaksanaan penelitian, serta saran untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara