52
. usaha penangkapan sesuai dengan jumlah stok ikan yang ada di wilayah
perairan penangkapan, sehingga setiap armada yang melakukan penangkapan mendapat keuntungan yang optimum. Menurut Rizwan et al, 2011 bahwa
setiap bidang usaha pada dasarnya ditujukan untuk mendapatkan hasil yang optimal, para nelayan akan selalu berusaha untuk meningkatkan hasil
tangkapan dengan tujuan untuk memperbesar pendapatan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pencapaian pendapatan maksimum pada usaha perikanan tidak terlepas dari penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi hasil tangkapan
dan tingkat produktivitasnya. Faktor-faktor produksi antara lain 1 ukuran kapal, 2 daya mesin kapal, 3 panjang jaring pukat cincin, 4 tinggi jaring
pukat cincin, 5 jumlah awak kapal, 6 BBM, 7 jumlah lampu, 8 jumlah es, 9 air tawar dan 10 perbekalan Aprila, 2014.
4. Pengembangan pasar penjualan hasil perikanan
Pengembangan pasar penjualan dapat dilakukan melalui penjualan hasil olahan produksi ikan kepada masyarakat lokal dan kebutuhan ekspor
keluar negeri. Pane 2009 menyatakan penyedian produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan utamanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan industri pengolahan ikan, selain itu pengembangan juga dapat dilakukan dengan cara membangun pasar tradisional dan mendistribusikan
produksi hasil perikanan ke daerah-daerah terpencil untuk meningkatkan penjualan. Pelabuhan perikanan memiliki peran yang sangat penting dalam
penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi masyarakat, dan juga peningkatan perekonomian
suatu daerah di indonesia. Dalam PER.08MEN2012 BAB I kenentuan umum pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa, pelabuhan perikanan merupakan pusat perekonomian daerah dan nasional yang terkait dengan kegiatan penangkapan ikan.
5. Optimalisasi pengelolaan fasilitas pelabuhan
Optimalisasi pengelolaan fasilitas pelabuhan dilakukan untuk meningkatkan efisiensi. Bila penggunaan fasilitas belum mencapai 100
maka perlu adanya peningkatan penggunaan fasilitas, sedangkan penggunaan fasilitas melebihi 100 maka perlu adanya penambahan fasilitas dan
pengaturan aktivitas operasional pelabuhan yang lebih ketat lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinaga et al, 2013 menyatakan, optimalisasi
pelabuhan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produksi hasil tangkapan, melalui peningkatan penggunaan fasilitas pelabuhan dan
memantapkan peraturanregulasi mengenai aktivitas operasional fasilitas di pelabuhan.
6. Mengatur kegiatan usaha penangkapan
Ikan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama oleh karena itu pengaturan kegiatan
usaha penangkapan perlu dilakukan dalam upaya menjaga stok ikan dan keberlanjutan kegiatan penangkapan. Pengaturan kegiatan usaha penangkapan
di PPP Lampulo diatur oleh lembaga berikut; Badan Konservasi Daerah BKSDA, Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Aceh, dan lembaga adat
53 daerah Panglimat Laot. Ketiga lembaga tersebut bekerjasama dalam
mengawasi kegiatan usaha penangkapan ikan di Pelabuhan Lampulo. Pengaturan dilakukan dengan cara menentukan seleksi ikan target layak
tangkap, daerah penangkapan, alat tangkap yang digunakan, dan hari libur untuk kegiatan usaha penangkapan. Menurut Suhelmi, et al 2013 ikan
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui dan pemanfaatannya harus dilakukan dengan terencana. Pembatasan kegiatan penangkapan harus
diterapkan untuk menjaga stok ikan lestari.
7. Menambah fasilitas dan meningkatkan kualitas pelayanan pelabuhan
Fasilitas dan kualitas pelayanan di PPP Lampulo masih buruk hal ini diindikasikan dengan terlalu lamanya waktu pendaratan hasil tangkapan dan
pemuatan bahan kebutuhan melaut. Waktu rata-rata pendaratan saat ini adalah 1 jam per 1 ton. Menurut hasil penelitian Sunea 2010 waktu efisien yang
dibutuhkan untuk pendaratan hasil tangkapan adalah 25-30 menit per ton. Waktu pendaratan hasil tangkapan yang optimal di pelabuhan adalah 8 jam
sehari yang dibagi menjadi dua kali pendaratan yaitu 4 jam pada pagi hari dan 4 jam pada sore hari. Muatan kapal berukuran 50 GT di Pelabuhan Lampulo
mencapai 5-6 ton artinya waktu per pendaratan hasil tangkapan yang ada terlalu lama bahkan tidak mencukupi. Lamanya waktu pendaratan ini
mengakibatkan mutu ikan menurun hal ini juga sesuai dengan Lubis 2012 menyatakan bahwa ikan merupakan komoditas yang bersifat perishable atau
cepat membusuk sehingga perlu dilakukan pembongkaran cepat dan penyeleksian yang cermat dari keterlambatan waktu bongkar mengakibatkan
turunnya mutu ikan. Mustika 2005 juga menyatakan kualitas pelayanan yang baik memberikan citra yang baik bagi konsumen, sehingga akan
mendatangkan konsumen lainnya. Lubis 2012 menyatakan perlu adanya pengembangan fasilitas dan mekanisasi teknologi untuk penyaluran ikan dari
kapal ke tempat pelelangan ikan untuk efektifitas dan efisiensi.
8. Pengerukan kolam akibat sedimentasi