53 daerah Panglimat Laot. Ketiga lembaga tersebut bekerjasama dalam
mengawasi kegiatan usaha penangkapan ikan di Pelabuhan Lampulo. Pengaturan dilakukan dengan cara menentukan seleksi ikan target layak
tangkap, daerah penangkapan, alat tangkap yang digunakan, dan hari libur untuk kegiatan usaha penangkapan. Menurut Suhelmi, et al 2013 ikan
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui dan pemanfaatannya harus dilakukan dengan terencana. Pembatasan kegiatan penangkapan harus
diterapkan untuk menjaga stok ikan lestari.
7. Menambah fasilitas dan meningkatkan kualitas pelayanan pelabuhan
Fasilitas dan kualitas pelayanan di PPP Lampulo masih buruk hal ini diindikasikan dengan terlalu lamanya waktu pendaratan hasil tangkapan dan
pemuatan bahan kebutuhan melaut. Waktu rata-rata pendaratan saat ini adalah 1 jam per 1 ton. Menurut hasil penelitian Sunea 2010 waktu efisien yang
dibutuhkan untuk pendaratan hasil tangkapan adalah 25-30 menit per ton. Waktu pendaratan hasil tangkapan yang optimal di pelabuhan adalah 8 jam
sehari yang dibagi menjadi dua kali pendaratan yaitu 4 jam pada pagi hari dan 4 jam pada sore hari. Muatan kapal berukuran 50 GT di Pelabuhan Lampulo
mencapai 5-6 ton artinya waktu per pendaratan hasil tangkapan yang ada terlalu lama bahkan tidak mencukupi. Lamanya waktu pendaratan ini
mengakibatkan mutu ikan menurun hal ini juga sesuai dengan Lubis 2012 menyatakan bahwa ikan merupakan komoditas yang bersifat perishable atau
cepat membusuk sehingga perlu dilakukan pembongkaran cepat dan penyeleksian yang cermat dari keterlambatan waktu bongkar mengakibatkan
turunnya mutu ikan. Mustika 2005 juga menyatakan kualitas pelayanan yang baik memberikan citra yang baik bagi konsumen, sehingga akan
mendatangkan konsumen lainnya. Lubis 2012 menyatakan perlu adanya pengembangan fasilitas dan mekanisasi teknologi untuk penyaluran ikan dari
kapal ke tempat pelelangan ikan untuk efektifitas dan efisiensi.
8. Pengerukan kolam akibat sedimentasi
Kolam PPP Lampulo yang berada di sungai mengalami pendangkalan akibat adanya sedimentasi yang dibawa oleh arus sungai dari hulu hingga ke
muara dekat laut. Sedimentasi tersebut menghambat keluar masuknya kapal. Pengerukan kolam pelabuhan secara berkala merupakan solusi yang dapat
digunakan untuk saat ini. Menurut Ronggodigdo 2012 sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui tingkat pendangkalan yang diakibatkan oleh
sedimentasi adalah dengan cara melakukan perhitungan transport bahan sedimentasi Pane 2013 juga menyatakan bahwa pengerukan kolam
pelabuhan dilakukan berdasarkan kepada tingginya bahan sedimentasi pada kolam pelabuhan, dan setiap pelabuhan memiliki tingkat sedimentasi yang
berbeda. Pengerukan pelabuhan di PPP Lampulo dilakukan minimal satu kali dalam satu tahun dan maksimal dua kali dalam satu tahun, hal ini bergantung
pada kondisi curah hujan dalam satu tahun, karena semakin besar curah hujan maka transport sedimen yang di bawa dari hulu menuju hilir sungai tempat
kolam pelabuhan akan semakin besar.
54
.
9. Membangun dermaga baru dan Penambahan fasilitas penunjang
pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan bahan kebutuhan melaut pelabuhan
Pemanfaatan dermaga yang melebihi kapasitas, dan terbatasnya peralatan penunjang pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan bahan
kebutuhan melaut menyebabkan adanya antrian kapal di PPP Lampulo. Dukungan pemerintah dalam pengembangan PPP Lampulo diharapkan antara
lain untuk menambah dermaga baru dan fasiltas penunjang pendaratan ikan.
10. Penggunaan mekanisasi fasilitas pendaratan hasil tangkapan dan
pemuatan bahan kebutuhan melaut
Dermaga yang overcapacity dan keterbatasan fasilitas penunjang yang dapat mengatasi antrian kapal menghendaki adanya mekanisasi untuk
pendaratan ikan hasil tangkapan dan pemuatan bahan perbekalan melaut. Mekanisasi fasilitas tersebut menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi
antrian kapal. Hal ini merupakan permasalahan teknologi fasilitas dalam pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan bahan kebutuhan melaut; seperti
adanya crane dan conveyor akan mempercepat proses pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan bahan kebutuhan melaut hasil tangkapan sehingga
waktu dibutuhkan untuk pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan kebutuhan melaut akan menjadi lebih cepat. Perlunya mekanisasi fasilitas ini sesuai
dengan Lubis 2012 yang menyatakan bahwa pelabuhan perikanan di Indonesia kiranya masih terbatas sekali dalam hal mekanisasi fasilitasnya,
dan tingginya produksi hasil tangkapan ikan mendorong diperlukannya mekanisasi untuk mempercepat pembongkaran, peyortiran, penimbangan
sampai pengangkutan. Setiajid dan Buana 2013 menyatakan mekanisasi pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan kebutuhan melaut dapat
mempercepat waktu sebesar 35 dari awal pendaratan hasil tangkapan dan pemuatan kebutuhan melaut secara manual.
11. Pengelolaan sanitasi dan kebersihan dermaga dan tempat pelelangan