Partisipasi Aktif

B. Kolam Penangkaran Hiu 2

Kolam 2 menjadi pilihan sekunder wisatawan yang ingin memasuki Kolam Hiu karena padatnya wisatawan pada Kolam 1. Jenis dan jumlah ikan hias pada Kolam 2 tidak sebanyak dan beragam seperti pada Kolam 1 (Gambar 21). Kolam

2 umumnya ditempeli oleh jenis makroalga (Gambar 25). Dalam hal ini, terdapat perbedaan jenis biofouling pada 2 jaring kolam penangkaran di lokasi yang sama. Diperkirakan keberadaan makroalga pada Kolam 1 mengalami pergantian dengan jenis moluska. Banyaknya populasi ikan herbivora pada Kolam 1 mampu meminimalisir dan menggusur kelompok makroalga yang hampir/akan 2 umumnya ditempeli oleh jenis makroalga (Gambar 25). Dalam hal ini, terdapat perbedaan jenis biofouling pada 2 jaring kolam penangkaran di lokasi yang sama. Diperkirakan keberadaan makroalga pada Kolam 1 mengalami pergantian dengan jenis moluska. Banyaknya populasi ikan herbivora pada Kolam 1 mampu meminimalisir dan menggusur kelompok makroalga yang hampir/akan

2. Millitary (2005) mengungkapkan bahwa terdapat interaksi biotik yang potensial dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor fisika sehingga mengakibatkan terjadinya suksesi penempelan dan perubahan struktur komunitas biofouling pada jaring. Berdasarkan prinsipnya, biofouling merupakan masalah utama yang dihadapi pada kegiatan budidaya di perairan laut, terlebih bila didukung oleh kondisi laut dengan perairan dangkal, arus lemah, temperatur sesuai serta nutrien yang cukup di perairan. Keberadaan makroalga di Kolam 2 diketahui tidak berbahaya bagi wisatawan maupun ikan-ikan didalamnya. Selain itu, pada saat gelombang besar, kondisi jaring dalam pada Kolam 2 terlihat lebih bersih dibanding sebelumnya (Gambar 26).

Gambar 25. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (8 Juli 2015) Sumber: Dokumentasi PKM

Gambar 26. Kondisi jaring penangkaran Kolam 2 (setelah gelombang besar) Sumber: Dokumentasi PKM

3.2.5 Grading (Sampling) Kolam Budidaya Kerapu

Pada tanggal 29 Juli 2015, KNIH Samudera Bakti sebagai pengelola kawasan BUNDER serta Rumah Apung melakukan grading (Sampling) pada Kolam Budidaya Kerapu (Lampiran 3, Gambar 32). Grading dilakukan sebagai tujuan agar setiap individu dari kerapu yang dibudidaya, yaitu jenis Kerapu Cantang ( Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus ) dapat memperoleh pakan seimbang. Kerapu yang berukuran lebih besar, lebih cepat dan tangkas dalam menerima dan mengambil pakan sehingga menyebabkan beberapa kerapu yang berukuran lebih kecil kurang memperoleh pakan. Kerapu yang berukuran lebih Pada tanggal 29 Juli 2015, KNIH Samudera Bakti sebagai pengelola kawasan BUNDER serta Rumah Apung melakukan grading (Sampling) pada Kolam Budidaya Kerapu (Lampiran 3, Gambar 32). Grading dilakukan sebagai tujuan agar setiap individu dari kerapu yang dibudidaya, yaitu jenis Kerapu Cantang ( Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus ) dapat memperoleh pakan seimbang. Kerapu yang berukuran lebih besar, lebih cepat dan tangkas dalam menerima dan mengambil pakan sehingga menyebabkan beberapa kerapu yang berukuran lebih kecil kurang memperoleh pakan. Kerapu yang berukuran lebih

Kegiatan ini disinyalir dapat mempengaruhi kondisi hiu dan ikan lainnya pada Kolam 2 dengan adanya kompetisi dan perebutan pakan antara hiu, ikan hias dan kerapu. Selain itu, dampak lain dari keberadaan kerapu ialah total pakan yang diberikan lebih banyak dari sebelumnya, yaitu sekitar 2 kilogram.

3.2.6 Transplantasi Terumbu Karang di Pantai Bangsring

Transplantasi terumbu karang dilakukan sebagai upaya mengembalikan transplantasi dan ekosistem terumbu karang yang sempat mengalami kerusakan di perairan Bangsring sebagai akibat dari angin dan gelombang besar Timur Laut pada tanggal 12 –15 Juli 2015 lalu (Gambar 27). Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2015, oleh beberapa anggota KNIH Samudera Bakti selaku pengelola Bangsring Underwater dibantu 4 orang mahasiswa magang dari Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

Gambar 27. Transplantasi Terumbu Karang yang rusak akibat gelombang besar

Sumber: Dokumentasi PKM

Langkah awal tranplantasi dilakukan dengan mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, antara lain substrat untuk karang, rangka dari pipa paralon untuk tempat substrat karang serta fragmen karang sebagai bahan transplantasi.

Pemasangan rangka untuk transplantasi dilakukan dengan melilitkan benang nilon pada pipa paralon berbentuk meja. Pelilitan nilon ini dilakukan dengan memberikan 16 area kosong seukuran substrat sebagai tempat substrat karang dalam 1 (satu) rangka transplantasi karang. Substrat yang digunakan berbahan dasar semen berukuran diameter 7 cm dan tebal 3 cm yang berbentuk melingkar dengan lubang ditengahnya. Kemudian, substrat ditaruh diatas lilitan benang nilon pada pipa paralon tersebut.

Fragmen karang yang digunakan berasal dari terumbu karang di sekitar perairan Kampe yang terletak di sisi utara perairan Bangsring. Pengambilan fragmen dilakukan dengan menggunakan perahu banana kecil menuju perairan Kampe bersama Pak Tohari selaku anggota KNIH Samudera Bakti. Fragmen yang diambil berasal dari induk koloni yang masih hidup di perairan tersebut dengan diameter >25 cm menggunakan tang untuk mematahkannya. Fragmen yang diambil berukuran kurang lebih 10 cm dari beberapa jenis terumbu karang. Fragmen tersebut kemudian disimpan sementara pada bak/baskom berukuran sedang yang berisi air laut agar fragmen tidak mati. Fragmen kemudian dibawa ke pesisir pantai Bangsring untuk dipasangkan pada rangka yang telah dibuat sebelumnya, ditaruh ditengah-tengah substrat pada kerangka pipa transplantasi (Lampiran 3, Gambar 33). Pada pemasangannya, perlu diperhatikan keseimbangan dan kestabilan fragmen pada substrat agar tidak terbawa arus saat ditaruh di perairan nanti, yaitu dengan mengencangkannya menggunakan kabel ties (Gambar 28). Fragmen yang telah dipasang dicelupkan sementara ke dalam air laut agar tidak mati (Gambar 29), kemudian ditaruh pada kedalaman 7 –

10 m dibawah permukaan laut perairan Bangsring. Peletakan transplantasi harus berada diantara karang-karang batu yang cukup besar guna meminimalisir dan meredam kekuatan arus yang dapat menghancurkan transplantasi.

Gambar 28. Metode Transplantasi Terumbu Karang Sumber: Dokumentasi PKM

Mengingat kegiatan transplantasi bertujuan mengembalikan ekosistem perairan laut, terumbu karang berperan sebagai rumah bagi ikan-ikan karang ataupun ikan-ikan kecil yang merupakan pakan bagi hiu di alam liar. Jika transplantasi karang tersebut dapat berhasil dan sukses hingga meningkatkan kerapatan terumbu karang Perairan Bangsring, diperkirakan kondisi tersebut akan meningkatkan asosiasi ikan karang, termasuk bagi jenis hiu karang.

Gambar 29. Pencelupan sementara Rangka Transplantasi yang telah siap Sumber: Dokumentasi PKM