Laporan Praktik Kerja Magang tentang Pol

PRAKTIK KERJA MAGANG TENTANG POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

Oleh: AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

PRAKTIK KERJA MAGANG TENTANG POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya

Oleh: AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA NIM. 125080600111059 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

PRAKTIK KERJA MAGANG POLA PEMELIHARAAN BLACKTIP REEF SHARK (Carcharhinus melanopterus) DIBAWAH BIMBINGAN KELOMPOK NELAYAN IKAN HIAS (KNIH) SAMUDERA BAKTI DESA BANGSRING, KECAMATAN WONGSOREJO, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Oleh: AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA

NIM. 125080600111059

telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 27 November 2015 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dosen Penguji

(Andik Isdianto, ST.,MT) (Citra Satrya U.D S.Pi., M.Si) NIK. 2013098209281001

NIK. 2013048401272001 Tanggal :

Tanggal :

Mengetahui, Ketua Jurusan

(Dr. Ir. Daduk Setyohadi, MP) NIP. 19630608 198703 1 003 Tanggal :

RINGKASAN

AMBROSIA PUTERI SAKUNTALA. Pola Pemeliharaan Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) dibawah bimbingan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (dibawah bimbingan Andik Isdianto, ST., MT dan Mahyuni).

Hiu memiliki fungsi ekologis untuk menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut sebagai predator tingkat pertama melalui seleksi dalam ekosistem dan mengatur populasi hewan pada tropik yang lebih rendah. Namun, populasi hiu telah berkurang signifikan dan masuk dalam Appendix II CITES. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Indonesia. Salah satunya ialah Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung Bangsring Underwater yang telah diterapkan oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti.

Kolam penangkaran (3mx3mx4m) bertujuan memelihara dan memulihkan hiu yang terluka karena jaring nelayan. Pola pemeliharaan yang dilakukan berupa penyelamatan hiu yang terdampar/terluka di sekitar perairan pantai, pemberian pakan, pembersihan kolam, serta pelepasan hiu yang telah sembuh ke perairan Bangsring. Kelompok nelayan tersebut pun membebaskan wisatawan untuk berfoto/berenang bersama hiu dan berbagai ikan hias lainnya di dalam kolam tersebut.

Praktik Kerja Magang yang dilakukan seputar pengamatan mengenai pola pemeliharaan yang dilakukan terhadap 6 ekor blacktip reef shark/hiu karang sirip hitam pada kolam penangkaran tersebut (Kolam 1: Hiu1, Hiu2, Hiu3; Kolam 2: Hiu4, Hiu5, Hiu6). Hal yang diamati seputar pemberian pakan, pembersihan kolam, pelepasan hiu yang telah sembuh ke perairan Bangsring, dan seputar rambu-rambu mengenai hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk dilakukan wisatawan di kolam penangkaran hiu.

Blacktip reef shark di Rumah Apung diidentifikasi berdasarkan perbedaan pola tips hitam, ukuran morfometrik serta karakteristik dan kondisi tiap individu yang diketahui melalui perbedaan sex, pola gerak, pola jelajah serta kondisi hiu terhadap keberadaan wisatawan. Selain itu, juga dilakukan identifikasi terhadap kondisi kolam penangkaran yang mampu mempengaruhi masa pemulihan luka hiu.

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Magang (PKM) yang berjudul Pola Pemeliharaan Blacktip Reef Shark

(Carcharhinus melanopterus) dibawah bimbingan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo,

Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Laporan Praktik Kerja Magang ini berisi mengenai kegiatan partisipasi

aktif yang dilakukan berkenaan dengan pemeliharaan hiu karang sirip hitam (Blacktip Reef Shark), kondisi dan karakteristik hiu yang terdapat di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung, pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung serta upaya pemeliharaan yang dapat dilakukan terhadap hiu karang sirip hitam di Kolam Penangkaran tersebut. Selain itu, pada laporan ini, akan dibahas beberapa hal terkait Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti selaku pengelola Rumah Apung Bangsring Underwater (BUNDER).

Demikian laporan Praktik Kerja Magang ini disusun, penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan yang dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada masyarakat. Penulis selalu mengharap kritik dan saran demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Malang, 4 November 2015

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya laporan Praktik Kerja Magang (PKM) ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia dan KekuatanNya yang tak terhingga.

2. Keluarga kecil yang hangat dan sangat dirindukan di rumah Bekasi.

3. Bapak Andik Isdianto, ST.,MT selaku Dosen Pembimbing Praktik Kerja Magang (PKM) yang telah dengan sabar dalam memberikan masukan, pengarahan dan bimbingan selama proses pelaksanaan Praktik Kerja Magang.

4. Bapak Ikhwan Arief, S.H.I selaku Ketua KNIH-Samudera Bakti atas bantuan ilmu, fasilitas serta dukungan lainnya guna menunjang kelancaran pelaksanaan Praktik Kerja Magang.

5. Bapak Mahyuni selaku Pembimbing Lapang dari KNIH-Samudera Bakti atas kesabaran dan arahannya dalam membimbing dan membantu memahami kondisi perikanan hiu di perairan Bangsring serta karakteristik hiu secara umum.

6. Pak Suyadi, Pak Lili, Pak Bi, Pak Tohari, Pak Soekir dan segenap keluarga baru di Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti

7. Para kesayangan, Mak Mayang, Nisa Nces, Ay-ay, Bos Mahmed, Dinda Monyong, dan segenap Keluarga Besar Poseidon atas kebersamaan dan ketabahannya dalam menghadapi watak Penulis.

8. Para Penghuni Kamar Bitchiful, Beticuk dan Dite serta Penghuni Kosan Lamhotma 18, Welincuk dan Depik atas kegilaannya dan kesabarannya dalam menghadapi stress Penulis.

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Prosedur Pengurusan Administrasi Praktik Kerja Magang .................... 6 Bagan 2. Struktur Organisasi KNIH Samudera Bakti Desa Bangsring ................. 7

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan telah melakukan Praktik Kerja Magang .............. 46 Lampiran 2. Logbook Praktik Kerja Magang ...................................................... 47 Lampiran 3. Dokumentasi PKM ......................................................................... 53

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiu sebagai predator tingkat pertama dalam rantai makanan di laut, memangsa hewan-hewan pada tingkat tropik dibawahnya. Secara alamiah, hiu memangsa hewan-hewan yang lemah dan sakit sehingga hanya menyisakan hewan-hewan yang masih sehat untuk tetap bertahan hidup di alam. Selain itu, mereka cenderung memangsa hewan yang tersedia di alam dalam jumlah melimpah karena relatif lebih mudah ditangkap. Secara tidak langsung, hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut dengan melakukan seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan-hewan pada tingkat tropik yang lebih rendah (Fahmi dan Dharmadi, 2013).

Namun, berdasarkan Ramadhani (2014) diketahui bahwa populasi hiu telah berkurang cukup signifikan sejak beberapa dekade terakhir dan masuk ke dalam Appendix II CITES mengacu pada CITES (2013), daftar spesies pada Appendix II belum terancam punah hanya jika perdangangannya dapat dikendalikan dengan erat. E kosistem bawah laut akan terganggu bila terus terjadi penangkapan hiu yang tidak bertanggung jawab, mengingat peran ekologis hiu sebagai puncak predator . Berdasarkan buku “Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia” yang ditulis oleh Fahmi dan Dharmadi (2013),

setidaknya terdapat 14 hiu di Indonesia yang menjadi perhatian khusus karena populasinya terus menurun dan terancam punah sehingga sangat diperlukan regulasi untuk perlindungan hiu agar tetap seimbang populasinya di laut.

Sebagai negara terluas di kawasan Asia Tenggara, komoditas perikanan hiu di Indonesia memegang peranan yang cukup penting, terutama dalam hal perdagangan sirip hiu. Total produksi perikanan tangkap hiu di Indonesia dalam dua dekade terakhir menunjukkan tren kenaikan yang signifikan (Fahmi dan Dharmadi, 2013). Pada tahun 1987, produksi perikanan hiu di Indonesia tercatat Sebagai negara terluas di kawasan Asia Tenggara, komoditas perikanan hiu di Indonesia memegang peranan yang cukup penting, terutama dalam hal perdagangan sirip hiu. Total produksi perikanan tangkap hiu di Indonesia dalam dua dekade terakhir menunjukkan tren kenaikan yang signifikan (Fahmi dan Dharmadi, 2013). Pada tahun 1987, produksi perikanan hiu di Indonesia tercatat

Oleh karena itu, diperlukan adanya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Indonesia. Berdasarkan kutipan dari “Konservasi Hiu untuk Pariwisata” yang ditulis oleh Toni Ruchimat (2013), kini Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah serius melakukan upaya pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi. Melalui upaya ini, habitat hiu telah memliki tempat yang lebih aman dari penangkapan illegal. Upaya yang dilakukan ialah memberikan konservasi dan merubah paradigma konservasi yang dipahami hanya sebagai perlindungan tanpa memandang keseimbangan pelestarian dan pemanfaatan yang dilakukan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan untuk mendukung program strategis Blue economy. Perlu diketahui, sebagian tindakan Konservasi Hiu telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas, khususnya untuk jenis hiu tikus. Dalam hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah serius melakukan upaya konservasi hiu. Kini, Diretorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (KKJI) bekerjasama dengan WWF (World Wide Fund for Nature), P4KSI (Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan) dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sedang menyusun buku status perikanan hiu di Indonesia.

Salah satu contoh aksi pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi yang telah diterapkan ialah Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung Bangsring

Underwater (BUNDER), dikelola oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kolam penangkaran ini diadakan sebagai bentuk perawatan dan pemulihan terhadap kondisi hiu yang terluka karena jaring nelayan. Terdapat 3 kolam penangkaran hiu di Rumah Apung, 2 diantaranya berada di sisi selatan Rumah Apung dimana disediakan untuk jenis hiu karang sirip hitam/Blacktip Reef Shark, sedangkan sisanya terdapat di sisi utara Rumah Apung untuk jenis hiu karang sirip putih/Whitetip Reef Shark. Pengelolaan dan pemeliharaan kedua jenis kolam penangkaran mirip, namun diberikan kebebasan bagi wisatawan yang ingin masuk ke dalam kolam penangkaran hiu karang sirip hitam dengan persyaratan tertentu guna menjaga keselamatan kedua belah pihak, baik wisatawan maupun hiu yang dirawat dan ditangkarkan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pola pemeliharaan hiu karang spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

2. Mengetahui dan menganalisis kondisi dan karakteristik hiu karang spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) terhadap pola pemeliharaan yang diperoleh di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

3. Mengetahui kondisi kolam penangkaran Hiu spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

4. Mengembangkan upaya pemeliharaan Hiu spesies Blacktip Reef Shark (Carcharhinus melanopterus) di Rumah Apung, Pantai Bangsring, Banyuwangi.

2. METODE

2.1 Lokasi Praktik Kerja Magang Kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) dilaksanakan di Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung Bangsring Underwater (BUNDER) (Lampiran 1). Lokasi penelitian terletak di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Gambar 1). Rumah Apung sendiri berada dibawah kepengurusan Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

2.2 Waktu Praktik Kerja Magang

Rangkaian pelaksanaan kegiatan PKM terdiri dari penyusunan proposal, pengajuan proposal, pelaksanaan PKM, penyusunan laporan dan ujian PKM dimana keabsahan laporan akan diuji oleh dosen pembimbing dan penguji. Waktu pelaksanaan kegiatan PKM selama 30 hari terhitung dari tanggal 29 Juni –

7 Agustus 2015 di instansi terkait (Lampiran 2). Sedangkan, proses penyusunan laporan dan ujian PKM dilaksanakan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang.

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Praktik Kerja Magang Kegiatan

Proposal Pengajuan

Proposal Pelaksanaan

PKM Penyusunan

Laporan

Ujian PKM

2.3 Prosedur Praktik Kerja Magang

Prosedur yang dilakukan terkait pelaksanaan kegiatan PKM, antara lain seputar pengajuan judul, pembuatan proposal, pengurusan administrasi dan perizinan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya melalui Surat Ijin PKM dan di KNIH Samudera Bakti terkait pengajuan proposal serta pelaksanaan PKM terkait partisipasi aktif yang dilakukan di Rumah Apung Bangsring Underwater.

Mahasiswa mengurus Surat Keterangan PKM di Akademik Kemahasiswaan

Syarat :

1. Form Surat Pengantar (dapat di-download di website fpik.ub.ac.id) 2. KHS & KRS terakhir

3. SKS ≥ 100

Surat Keterangan PKM diserahkan ke Surat Ijin/Survei PKM Ketua Program Studi

Ketua Program Studi menentukan pembagian Dosen Pembimbing PKM mahasiswa

Menyerahkan Draft Surat Tugas ke Sekretaris Jurusan

Draft Surat Tugas masuk Akademik Kemahasiswaan

Akademik Kemahasiswaan membuat

TANDA TANGAN DEKAN

Surat Tugas PKM secara kolektif

Bagan 1. Prosedur Pengurusan Administrasi Praktik Kerja Magang

3. HASIL

3.1 Profil Instansi: Kelompok Ikan Hias Samudera Bakti Desa Bangsring

3.1.1 Struktur Organisasi

(Ketua)

Ikhwan Arief, S.H.I

(Wakil Ketua)

Soekirno

(Sekretaris) (Bendahara)

A. Sahriy Jailani E.

(Humas) (Konservasi)

Mahyuni

(Perlengkapan)

Amir R.

Amir R.

(Usaha) (Pengawasan)

Abdul Karim

Asyari

Bagan 2. Struktur Organisasi KNIH Samudera Bakti Desa Bangsring

Gambar 2. Logo Samudera Bakti Sumber: samuderabakti.weebly.com

3.1.2 Deskripsi Kelompok Nelayan Ikan Hias (KNIH) Samudera Bakti didirikan sebagai bentuk tanggap beberapa kelompok Nelayan terhadap permasalahan hasil tangkapan dengan tujuan, usaha dan kepentingan yang sama. Kelompok ini dibentuk oleh/dari nelayan ikan hias dengan komitmen “Kelompok Nelayan Ikan Hias

Tanpa Potas” yang berkedudukan setara Unit Desa (UD). KNIH Samudera Bakti dibentuk sebagai kelompok binaan yang bekerja sama dengan Pemda

Banyuwangi, Yayasan PELANGI INDONESIA dan Lembaga PILANG dalam program “Adaptasi Perubahan Iklim Desa Bangsring”. Tindak lanjut dari kegiatan

tersebut ialah membentuk area Konservasi Terumbu Karang (Marine Protected Area) dengan Zona Inti seluas 1 ha dan Zona Pendukung (Buffer Zone) disekitarnya yang diawasi bersama masyarakat melalui Peraturan Desa No. 2 tahun 2009 tentang Pengelolaan Zona Perlindungan Bersama (ZPB). Lokasi ZPB ini kemudian dikelola sebagai kawasan Ekowisata Bahari Bangsring Underwater (BUNDER) yang merupakan lokasi Rumah Apung (Gambar 3).

KNIH Samudera Bakti difungsikan sebagai kelompok Pengawas Kelautan yang telah membina dan mendirikan beberapa kelompok Binaan, yaitu Kelompok Bina Samudera Desa Bangsring (2010) dan Kelompok Armada Timur Desa Alasbuluh (2012) di Banyuwangi serta Kelompok Samudera Bakti di Desa Puger, Kabupaten Jember (2011).

Kegiatan yang dilakukan oleh KNIH Samudera Bakti, antara lain  Menginisiasi dan mengimplementasikan upaya pengelolaan wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan serta berperan aktif dalam proses pelaksanaannya.

 Mereplikasi dan mengembangkan praktik-praktik terbaik pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil  Mendirikan/membina kelompok nelayan tangkap berwawasan lingkungan  Melakukan inovasi diversifikasi usaha  Merintis pengelolaan kawasan Ekowisata Bahari  Mengadakan Marine Education bagi siswa Sekolah Dasar.

Tantangan terberat pada awal kinerja Samudera Bakti ialah membersihkan seluruh anggotanya dari pemakaian potasium dan cara pemanfaatan kelompok laut yang tidak ramah lingkungan. Adanya sejarah mengenai asal mula berkembangnya pemakaian potas oleh nelayan-nelayan desa ini, di beberapa desa lainnya di Indonesia menjadi penguat sulitnya pembersihan tersebut dilakukan. Namun, dilakukan penyaluran simpan pinjam jaring dan permodalan bagi anggota KNIH Samudera Bakti untuk memudahkan permodalan nelayan dalam bekerja, serta untuk memotong mata rantai tengkulak, sehingga kini nelayan memiliki kebebasan dalam menjual dan memasarkan hasil tangkapannya. KNIH Samudera Bakti harus melaksanakan penangkapan ikan berwawasan lingkungan dan memperbaiki kondisi pantai di sekitar lokasi penangkapan agar habitat ikan kembali ke kondisi semula.

3.1.3 Visi, Misi dan Program Kerja

Visi KNIH Samudera Bakti, yaitu mewujudkan kesejahteraan nelayan ikan hias melalui peningkatan sumberdaya nelayan dan pelestarian lingkungan. Sedangkan, misinya ialah meningkatkan sumberdaya nelayan ikan hias, menjaga kelestarian lingkungan laut serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya ikan hias.

Gambar 3. Rumah Apung Bangsring Underwater Sumber: Dokumentasi PKM

Program kerja yang disusun oleh KNIH Samudera Bakti bertujuan mengatasi permasalahan kerusakan karang yang menyebabkan rendahnya pendapatan nelayan, maka orientasi yang dilaksanakan, antara lain meningkatkan kesadaran nelayan ikan hias mengenai bahaya penggunaan potas, pengadaan fasilitas penangkapan anggota, pengadaan kegiatan dan program Patroli Terpadu dengan pihak terkait, membuat Zona Perlindungan (Marine Protected Area) Bersama, membentuk Lembaga Ekonomi Mikro, pengadaan alat tangkap (jaring) ramah terumbu karang, armada dan peralatan selam. Selain itu, diperlukan penyadaran hukum bagi nelayan yang masih melakukan pelanggaran.

3.1.4 Mitra Kerja dan Kompetensi

Sampai saat ini, KNIH Samudera Bakti telah memiliki mitra kerja terkait program konservasi lingkungan, kelautan dan perikanan. Beberapa lembaga/ instansi terkait, antara lain Yayasan Pelangi dan Yayasan Pilang yang bergerak di bidang lingkungan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk Banyuwangi, Situbondo dan provinsi Jawa Timur, Pangkalan Angkatan Laut (LANAL) Banyuwangi, Satuan Kerja (SatKer) Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Banyuwangi, Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi, Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (KEMENKOKESRA), Terminal BBM (TBBM) Pertamina Banyuwangi serta Kelompok Binaan KNIH Samudera Bakti lainnya. Berikut merupakan beberapa kompetensi yang telah diraih oleh KNIH Samudera Bakti di bidang- bidang tertentu.

a) Konservasi - Sertifikat Transplantasi Terumbu Karang - Sertifikat Pendataan dan Monitoring Jenis Terumbu Karang

b) Tangkap

- Sertifikat Penangkapan Ikan dengan Pancing - Sertifikat Pelatihan Penangkapan Ramah Lingkungan - Sertifikat Penyuluh Swadaya

c) Manajemen - Sertifikat Manajemen Usaha Perikanan - Sertifikat Manajemen Organisasi, Manajemen Administrasi dan

Keuangan

d) Pengolahan - Sertifikat Pengolahan ikan lemuru

e) KUB - Sertifikat Pelatihan Manajemen Usaha Bersama

f) Ecotourism - Sertifikat Pengelolaan Kawasan Ekowisata Bahari

3.2 Partisipasi Aktif

3.2.1 Sosialisasi Kerentanan Hiu di Indonesia dan Kegiatan Praktik Kerja Magang

Pada rapat anggota KNIH Samudera Bakti tanggal 3 Juli 2015, dilakukan sosialisasi mengenai kerentanan hiu di Indonesia serta mengenai kegiatan Praktik Kerja Magang (PKM) (Lampiran 3, Gambar 31). Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya edukasi kepada anggota KNIH Samudera Bakti melalui presentasi mengenai kerentanan hiu dan jenis-jenis hiu yang dilindungi saat ini, manfaat keberadaan hiu bagi ekosistem, manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi dan ekowisata serta guna mengajak anggota KNIH Samudera Bakti untuk ikut memelihara hiu di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung sebagai bentuk pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di perairan Bangsring.

Dalam presentasi, dijelaskan mengenai daftar jenis hiu yang rentan punah di perairan Indonesia, berdasarkan Fahmi dan Dharmadi (2013), antara lain jenis hiu paus (Whale shark/Rhincodon typus), hiu monyet/hiu tikus (Pelagic Thresher Shark/Alopias pelagicus), hiu lutung (Bigeye Thresher Shark/Alopias superciliosus), hiu mako (Shortfin mako/Isurus oxyrinchus), hiu martil/mungsing capil (Scalloped hammerhead shark/Sphyrna lewini, Great hammerhead shark/ Sphyrna mokarran, Smooth hammerhead shark/Sphyrna zygaena), hiu koboi (Oceanic whitetip shark/Carcharhinus longimanus), hiu merak (Dusky shark/Carcharhinus obscurus), hiu super (Sandbar shark/Carcharhinus plumbeus), hiu lanjaman (Silky shark/Carcharhinus falciformis), hiu lembu (Bull shark/Carcharhinus leucas), hiu macan (Tiger shark/Galeocerdo cuvier) dan hiu karet/hiu biru/hiu selendang (Blue shark/Prionace glauca). Selain itu, dijelaskan pula mengenai peran penting hiu dalam ekosistem laut (Gambar 4). Secara tidak langsung, hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut melalui seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan pada tropik yang lebih rendah serta berperan menjaga keragaman dan kekayaan jenis di alam sebagai predator.

Gambar 4. Dampak Kepunahan Hiu Sumber: WWF –Indonesia, 2013

Meningkatnya permintaan sirip hiu saat ini, menyebabkan menurunnya populasi perikanan hiu di Indonesia. Berdasarkan poster grafis kampanye SaveOurSharks oleh WWF –Indonesia (Gambar 5), perdagangan sirip hiu hanya mampu memberikan valuasi sebesar Rp. 1.300.000,- untuk seekor sirip ikan hiu setiap tahunnya. Jika hiu mengalami kepunahan maka perdagangan tersebut akan terhenti. Perdagangan sirip tersebut dianggap kurang menjanjikan perihal valuasi keberadaan hiu dibanding atraksi wisata selam/berenang bersama hiu. Dilansir dari detikTravel (3/6/2013), wisatawan lebih menyukai melihat hiu di laut daripada memakannya. Wisata melihat hiu diperkirakan akan menjadi tren dalam beberapa tahun ke depan. Wisata melihat hiu diperkirakan mampu meraup untung sebesar Rp. 300.000.000,- hingga Rp. 1.800.000.000,- setiap tahunnya. Indonesia pun memiliki beberapa destinasi untuk melihat hiu, antara lain di perairan Teluk Cendrawasih, Nabire, Papua dan di Teluk Belongas, Lombok.

Pada Kolam Penangkaran Hiu di Rumah Apung BUNDER, terdapat 2 jenis hiu karang yang dikonservasikan, yaitu hiu karang sirip hitam (Blacktip reef shark/Carcharhinus melanopterus) dan hiu karang sirip putih (Whitetip reef shark/Triaenodon obesus). Dalam hal ini, bahan yang akan dikaji ialah hiu karang sirip hitam dimana kolam penangkarannya terbuka untuk umum dan sebagai area ekowisata bagi wisatawan. Bangsring Underwater telah memanfaatkan pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Rumah Apung sebagai salah satu atraksi wisata bagi wisatawan yang ingin melihat hiu.

Gambar 5. Valuasi dari Konservasi dan Ekowisata Hiu Sumber: WWF –Indonesia, 2013

3.2.2 Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

Pemeliharaan Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung merupakan salah satu program Bangsring Underwater (BUNDER) mengenai pengelolaan perikanan hiu berbasis konservasi di Perairan Bangsring. McCord (2008) mengungkapkan bahwa hiu karang sirip hitam rutin ditangkap oleh perikanan dekat pantai di beberapa area wilayah teritorialnya, untuk konsumsi manusia dan makanan lain berbahan dasar ikan. Selain itu, sirip hiu ini telah memasuki perdagangan oriental sirip hiu untuk sup sirip ikan hiu. Di Australia Utara, hiu ini ditangkap dan dimakan oleh komunitas Aborigin. Karena eksploitasi seperti itu, diperkirakan populasi hiu karang sirip hitam dengan status Near Threatened (NT) atau Hampir Terancam berdasarkan IUCN Red List, akan semakin berkurang dan punah.

Hiu ini dapat ditemukan di Perairan Bangsring karena sering terlihat berada di perairan terumbu karang dangkal, dekat area karang tepi dan kadang di laut lepas. Bahkan, diperkirakan telah menembus danau payau, estuari dan perairan tawar di beberapa area. Hiu ini dapat ditemukan di Pasifik Barat,

Samudera Hindia, termasuk Teluk Arab dan Mediterania Timur, berdasarkan Compagno (1984) (Gambar 6).

Gambar 6. Peta Persebaran Hiu Karang Sirip Hitam di Dunia Sumber: en.wikipedia.org

Kegiatan yang dilakukan pada program ini, yaitu penyelamatan hiu yang terdampar/terluka di perairan sekitar, pemberian pakan hiu yang dirawat di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung, pembersihan Kolam Penangkaran Hiu serta pelepasan hiu yang telah sembuh ke perairan Bangsring. KNIH Samudera Bakti sebagai pengelola Rumah Apung pun memberikan ijin kepada wisatawan yang ingin berenang/berfoto bersama hiu di dalam Kolam Penangkaran Hiu. Dalam hal ini, hanya Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam yang diijinkan untuk dimasuki (Gambar 7) karena hiu jenis ini senang berada di permukaan sehingga pergerakannnya dapat dipantau. Wisatawan dibiarkan berada dekat dengan hiu tanpa mengganggu/mengancam hiu tersebut. Hal ini dilakukan sebagai bentuk edukasi mengenai karakteristik hiu serta bertujuan menghilangkan opini masyarakat mengenai hiu yang “ganas dan mematikan”. Program edukasi ini diharapkan dapat mengajak masyarakat/wisatawan untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan konservasi perikanan hiu yang kini sedang digalakkan di Indonesia maupun di dunia. Selain itu, secara tidak langsung masyarakat telah ikut berpartisipasi dalam menjaga ekosistem perairan laut.

Gambar 7. Hiu Karang Sirip Hitam (Blacktip Reef Shark) di Rumah Apung Sumber: Dokumentasi PKM

A. Pemberian Pakan

Pemberian pakan direncanakan dengan matang guna menekan anggaran pengeluaran, namun tetap mempertimbangkan selera hiu. Pakan diberikan setiap harinya pada pukul 09.00 WIB, atau menyesuaikan dengan waktu buka loket/kantor BUNDER. Namun, selambat-lambatnya pakan diberikan 2 hari sekali terkait kendala perolehan pakan. Pakan diperoleh melalui penjaringan ikan-ikan pada malam sebelumnya guna menjaga kesegaran pakan, oleh anggota KNIH Samudera Bakti yang bertugas sebagai Penjaga Rumah Apung. Hal tersebut dilakukan guna meminimalisir anggaran yang perlu dikeluarkan dari pembelian pakan melalui pengepul/nelayan lokal. Pakan berupa ikan-ikan kecil, seperti belanak, lemuru dan beberapa jenis ikan karang lainnya yang mudah ditemukan di perairan Bangsring (Gambar 8). Sedangkan, McCord (2008) berpendapat bahwa hiu karang sirip hitam memakan berbagai ikan karang kecil dan invertebrata, termasuk ikan mullet, kerapu, wrasse, sotong, cumi-cumi, udang, kepiting maupun jenis moluska lainnya.

Gambar 8. Pakan untuk Kolam Penangkaran Hiu dan Kolam Kerapu Sumber: Dokumentasi PKM

Jumlah pakan menyesuaikan hasil tangkapan malam sebelumnya sehingga tidak dapat dipastikan total pakan setiap harinya. Pakan dibagi untuk 3 Kolam Rumah Apung, yaitu Kolam Hiu 1 dan 2 serta Kolam Budidaya Kerapu (Gambar 9). Pada Kolam Hiu, pakan diberikan kepada hiu dan setiap jenis ikan didalamnya. Pakan Kolam 1 lebih banyak dibanding Kolam 2 mengingat banyaknya individu ikan pada kolam tersebut. Selain itu, pada Kolam 1 juga masih terdapat beberapa ekor lobster jenis Panulirus versicolor, sisa hasil budidaya sebelumnya, sehingga sisa pakan dapat dihabiskan oleh lobster. Umumnya setiap individu hiu hanya memakan 2 –3 ekor ikan dari total pakan. Pemberian pakan dilakukan dengan memotong kecil pakan yang kemudian dilemparkan ke sisi tengah kolam guna mencegah pakan dimakan oleh ikan/invertebrata lain diluar jaring dengan menggerogoti pakan di sisi dekat jaring (Lampiran 3, Gambar 30).

Keterangan.

a. Kolam Penangkaran Hiu 1 (Kolam Hiu 1/Kolam 1)

b. Kolam Penangkaran Hiu 2 (Kolam Hiu 2/Kolam 2)

c. Kolam Budidaya Kerapu

Gambar 9. Kolam Penangkaran pada Rumah Apung Bangsring Underwater Sumber: Dokumentasi PKM

B. Pembersihan Jaring Kolam Penangkaran

Pembersihan jaring kolam penangkaran dilakukan setiap bulan dengan mencabuti macrofouling menggunakan sarung tangan (gloves) guna mencegah biota dan wisatawan terluka karena macrofouling tersebut. Pembersihan juga dilakukan dengan menjaring sampah-sampah yang masuk ke dalam jaring penangkaran, mengingat pengairan kolam berasal dari perairan laut yang berbatasan dengan pelabuhan Ketapang di sisi selatan Desa Bangsring. Penjaringan sampah dilakukan hanya jika terdapat sampah pada kolam tersebut. Jika jaring penangkaran mengalami kerusakan, jaring akan diganti dengan jaring baru dengan menambatkan jaring baru pada pilar-pilar jaring diatas jaring lama.

C. Pelepasan Hiu ke Alam Liar

Pada tanggal 25 Juli 2015, KNIH Samudera Bakti melakukan kegiatan pelepasan hiu ke perairan Bangsring. Hiu yang dilepaskan pada kegiatan ini ialah jenis hiu karang sirip putih (Whitetip Reef Shark/Triaenodon obesus). Hiu ini sempat ditangkarkan di kolam penangkaran sisi utara Rumah Apung, kemudian dipindahkan ke Kolam Hiu 2 pada tanggal 9 Juli 2015 karena kolam sebelumnya akan digunakan untuk budidaya lobster. Pemindahan ini menyebabkan Kolam 2 ditutup (Gambar 10) karena hiu jenis ini senang berada di dasar perairan sehingga pergerakannya sulit untuk dipantau. Kegiatan pelepasan dilakukan karena diperkirakan hiu telah sembuh serta guna memfungsikan kembali Kolam

2. Pelepasan hiu dilakukan oleh 4 orang anggota KNIH Samudera Bakti, 3 orang mengangkat jaring kolam penangkaran dan 1 orang menangkap hiu menggunakan serok berdiameter 1 meter (Gambar 11).

Gambar 10. Penutupan Kolam Penangkaran Hiu 2 (9 Juli 2015) Sumber: Dokumentasi PKM

Gambar 11. Pelepasan Whitetip Reef Shark ke Perairan Bangsring (25 Juli 2015)

Sumber: Dokumentasi PKM

D. Rambu-rambu Keselamatan Hiu dan Wisatawan

McCord (2008) menjelaskan bahwa hiu karang sirip hitam termasuk dalam spesies yang tidak membahayakan, meskipun mereka juga bertanggung jawab terhadap beberapa serangan terprovokasi dan tak beralasan pada manusia. Banyak manusia berenang/berendam di perairan karang terkena serangan hiu yang kemungkinan disebabkan karena mereka keliru dengan mangsanya. Hiu jenis ini lebih berhati-hati ketika penyelam memasuki wilayah mereka, bahkan menjauhi. Namun, untuk menjaga keselamatan wisatawan dan hiu karang sirip hitam di Rumah Apung, Penjaga Rumah Apung senantiasa memberikan rambu- rambu mengenai tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam Kolam Penangkaran Hiu (Lampiran 3, Gambar 34). Rambu-rambu yang diberikan, antara lain mengenai metode/cara wisatawan memasuki kolam penangkaran, McCord (2008) menjelaskan bahwa hiu karang sirip hitam termasuk dalam spesies yang tidak membahayakan, meskipun mereka juga bertanggung jawab terhadap beberapa serangan terprovokasi dan tak beralasan pada manusia. Banyak manusia berenang/berendam di perairan karang terkena serangan hiu yang kemungkinan disebabkan karena mereka keliru dengan mangsanya. Hiu jenis ini lebih berhati-hati ketika penyelam memasuki wilayah mereka, bahkan menjauhi. Namun, untuk menjaga keselamatan wisatawan dan hiu karang sirip hitam di Rumah Apung, Penjaga Rumah Apung senantiasa memberikan rambu- rambu mengenai tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam Kolam Penangkaran Hiu (Lampiran 3, Gambar 34). Rambu-rambu yang diberikan, antara lain mengenai metode/cara wisatawan memasuki kolam penangkaran,

Jumlah/kuota maksimal yang diijinkan untuk memasuki Kolam Penangkaran Hiu ialah 5 orang, baik orang dewasa maupun anak kecil. Ketentuan ini berlaku bagi wisatawan yang menyewa guide. Hal ini diperlukan guna memberikan ruang gerak bagi hiu untuk tetap dapat berenang di permukaan perairan, khususnya di sekitar tepi kolam penangkaran. Jika tidak, hiu akan menghindari area kolam yang penuh dan berada di kedalaman selama area permukaan kolam masih sempit untuk dilalui. Selain itu, kondisi kolam penangkaran yang terlalu penuh akan membuat wisatawan sulit memperoleh ruang gerak untuk berfoto bersama hiu dan memperoleh hasil foto yang memuaskan.

Rambu mengenai tindakan wisatawan terhadap hiu yang dirawat ialah memberikan ijin bagi wisatawan untuk berenang bersama hiu tanpa adanya tindakan memegang/menggenggam/mencengkram bagian tubuh hiu. Wisatawan diharapkan membiarkan hiu untuk berenang bebas tanpa adanya gangguan. Tindakan memegang/menggenggam/mencengkram bagian tubuh hiu dapat membuat hiu merasa terganggu dan terancam, sehingga hiu akan melakukan pertahanan diri, seperti gigitan ataupun hentakan tubuh yang dapat melukai wisatawan. Tindakan wisatawan tersebut juga dapat memberikan gangguan/luka fisik pada hiu dan berakibat pada melambatnya pemulihan tubuh hiu. Selain itu, dapat memberikan dampak psikologis bagi hiu, berupa stres yang diketahui melalui perubahan pola geraknya yang tidak teratur. Jika tidak segera Rambu mengenai tindakan wisatawan terhadap hiu yang dirawat ialah memberikan ijin bagi wisatawan untuk berenang bersama hiu tanpa adanya tindakan memegang/menggenggam/mencengkram bagian tubuh hiu. Wisatawan diharapkan membiarkan hiu untuk berenang bebas tanpa adanya gangguan. Tindakan memegang/menggenggam/mencengkram bagian tubuh hiu dapat membuat hiu merasa terganggu dan terancam, sehingga hiu akan melakukan pertahanan diri, seperti gigitan ataupun hentakan tubuh yang dapat melukai wisatawan. Tindakan wisatawan tersebut juga dapat memberikan gangguan/luka fisik pada hiu dan berakibat pada melambatnya pemulihan tubuh hiu. Selain itu, dapat memberikan dampak psikologis bagi hiu, berupa stres yang diketahui melalui perubahan pola geraknya yang tidak teratur. Jika tidak segera

3.2.3 Penentuan Karakteristik dan Kondisi serta Pengukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam di Rumah Apung

M cCord (2008) menjelaskan bahwa hiu karang sirip hitam/blacktip reef shark (Carcharhinus melanopterus) sering ditemui di perairan karang tropis Indo- Pasifik, berukuran sedang dan ramping, berwarna abu-abu kecoklatan dengan sisi putih dibawah tubuhnya. Hiu ini memiliki warna hitam pada ujung siripnya, khususnya pada sirip punggung pertama. Hiu karang sirip hitam di Kolam Penangkaran Hiu Rumah Apung berjumlah 6 ekor dengan identifikasi berdasarkan karakteristik, kondisi dan ukuran morfometrik. Karakteristik dan kondisi diperoleh melalui penentuan pola tips hitam dan jenis kelamin (sex) serta pengamatan pola gerak, pola jelajah dan respon terhadap wisatawan. Perbedaan pola tips diketahui melalui dokumentasi tips hitam sirip punggung pertama tiap individu. Berdasarkan b uku “Panduan & Logbook Survei Monitoring Hiu”, sex hiu ditentukan dari ada/tidaknya claspers, yaitu panggul modifikasi dari tulang rawan dan terdapat pada sirip pelvis untuk pengiriman sperma (Gambar 12).

Gambar 12. Clasper pada hiu Sumber: KKP, 2014

Pengukuran morfometrik dilakukan pada tanggal 5 Juli 2015 (I), 11 Juli 2015 (II), 27 Juli 2015 (III) dan 7 Agustus 2015 (IV) untuk tiap individu dengan mengestimasi panjang tubuh hiu karena hiu terus bergerak (Lampiran 3, Gambar

29) . Berdasarkan Buku “Panduan & Logbook Survei Monitoring Hiu”, pengukuran morfometrik dilakukan terhadap 3 karakter (Gambar 13), yaitu:

Gambar 13. Pengukuran morfometrik hiu Sumber: KKP, 2014

 TL = total length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga ujung ekor atas (panjang total)  FL = fork length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga pangkal cabang ekor (panjang cagak)  SL = precaudal length, diukur dari bagian terdepan moncong mulut hingga ujung gurat sisi (panjang standar) Berdasarkan metode identifikasi tersebut, diperoleh Hiu1, Hiu2, Hiu3 pada Kolam

1 dan Hiu4, Hiu5, Hiu6 pada Kolam 2. Berikut merupakan hasil identifikasi tiap individu hiu berdasarkan karakteristik dan kondisinya.

A. Karakteristik dan Kondisi Hiu Karang Sirip Hitam Rumah Apung

1. Hiu1

Gambar 14. Pola tips hitam Hiu1 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu1 Hiu1 termasuk hiu betina di Kolam 1. Hiu1 sering berada di permukaan perairan, bahkan sampai menunjukkan sirip punggungnya. Pola jelajah Hiu1 umumnya berada di area dekat jaring. Ketika gelombang dan angin dari arah Selat Bali sedang kencang, Hiu1 berada pada kedalaman 20 –30cm.

 Kondisi Hiu1 terhadap Keberadaan Wisatawan Hanya Hiu1 dari Kolam 1 yang dapat bergerak dengan tenang dan stabil ketika Kolam 1 dimasuki oleh wisatawan. Hiu1 mampu melalui jalur jelajah yang cukup sempit di area permukaan perairan yang tidak dipilih oleh hiu lainnya pada kolam tersebut, khususnya di sela antara jaring dan tubuh wisatawan. Meskipun kadang menjauhi wisatawan yang mendekat, namun pergerakan Hiu1 cukup stabil seperti saat tidak terdapat wisatawan pada kolam tersebut. Bila area permukaan perairan dipenuhi wisatawan dan terlalu sempit sebagai area jelajah dan gerak hiu, Hiu1 berada pada kedalaman sekitar 100cm. Pada tanggal 27 Juli 2015, sirip punggung pertama Hiu1 sobek yang diperkirakan disebabkan oleh wisatawan. Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan pola gerak Hiu1 yang tidak teratur karena stres sebagai akibat traumatik terhadap wisatawan. Kondisi  Kondisi Hiu1 terhadap Keberadaan Wisatawan Hanya Hiu1 dari Kolam 1 yang dapat bergerak dengan tenang dan stabil ketika Kolam 1 dimasuki oleh wisatawan. Hiu1 mampu melalui jalur jelajah yang cukup sempit di area permukaan perairan yang tidak dipilih oleh hiu lainnya pada kolam tersebut, khususnya di sela antara jaring dan tubuh wisatawan. Meskipun kadang menjauhi wisatawan yang mendekat, namun pergerakan Hiu1 cukup stabil seperti saat tidak terdapat wisatawan pada kolam tersebut. Bila area permukaan perairan dipenuhi wisatawan dan terlalu sempit sebagai area jelajah dan gerak hiu, Hiu1 berada pada kedalaman sekitar 100cm. Pada tanggal 27 Juli 2015, sirip punggung pertama Hiu1 sobek yang diperkirakan disebabkan oleh wisatawan. Hal tersebut menyebabkan adanya perubahan pola gerak Hiu1 yang tidak teratur karena stres sebagai akibat traumatik terhadap wisatawan. Kondisi

2. Hiu2

Gambar 15. Pola tips hitam Hiu2 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu2 Hiu2 berjenis kelamin betina dan berada pada Kolam 1. Hiu2 jarang melakukan gerak jelajah sendiri dan umumnya sering mendekati Hiu1 ataupun Hiu3. Namun, lebih sering beriringan dengan Hiu1, baik diatas sirip punggung maupun dibawah sirip dada Hiu1.

 Kondisi Hiu2 terhadap Keberadaan Wisatawan Hiu2 sering menjauhi wisatawan. Namun, ketika bisa beradaptasi dan merasa aman dengan keberadaan wisatawan pada Kolam 1, Hiu2 dapat mendekati wisatawan tersebut, bahkan sampai menyenggolkan sirip punggung ataupun ekornya. Pada tanggal 2 Agustus 2015, sebagian tubuh Hiu2 beberapa kali diangkat wisatawan untuk dijadikan sebagai objek fotografi sehingga dari kepala hingga setengah bagian punggungnya berada diatas permukaan perairan.

Berdasarkan pengamatan tanggal 3 Agustus 2015, pola gerak Hiu2 lebih gelisah di permukaan saat wisatawan memasuki Kolam 1.

3. Hiu3

Gambar 16. Pola tips hitam Hiu3 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu3 Hiu3, satu-satunya hiu jantan di Kolam 1. Hiu3 selalu berada pada kedalaman 200 –300 cm dengan pola gerak yang stabil dan tenang dengan pola jelajah dekat jaring kolam.

 Kondisi Hiu3 terhadap Keberadaan Wisatawan Hiu3 selalu menjauhi wisatawan dan area permukaan yang ramai/padat. Bahkan, ketika hanya terdapat 2 –3 orang wisatawan pada Kolam 1, Hiu3 tetap berada di area teritorialnya. Namun, ketika tidak terdapat wisatawan pada kolam tersebut, sesekali Hiu3 berada pada kedalaman <100 cm. Diketahui terdapat kondisi mengejutkan dimana Hiu3 tetap berada di permukaan perairan ketika Kolam 1 hanya dimasuki oleh Pak Lili, Guide snorkling. Hal tersebut diperkirakan bahwa Hiu3 telah mengenal kondisi Guide melalui sensitivitasnya.

4. Hiu4

Gambar 17. Pola tips hitam Hiu4 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu4 Hiu4 berjenis kelamin betina dan berada pada Kolam 2. Karakteristik Hiu4 seperti Hiu1 yang sering berada di permukaan perairan, bahkan sampai menunjukkan sirip punggungnya. Pola gerak Hiu4 stabil dan tenang ketika telah dapat beradaptasi dengan wisatawan pada Kolam 2. Pola jelajah Hiu4 berada pada area dekat jaring. Ketika gelombang dan angin dari arah Selat Bali sedang kencang, Hiu4 berada pada kedalaman 20 –35cm.

 Kondisi Hiu4 terhadap Keberadaan Wisatawan Tidak seperti Hiu1 yang mampu menemukan celah sempit antara jaring dan lengan wisatawan, Hiu4 lebih memilih melewati wisatawan atau memutar arah tubuhnya jika tidak menemukan jalur yang cukup bagi tubuhnya. Sejak Hiu6 berada di Kolam 2, Hiu4 terlihat tidak menolak keberadaan Hiu6 yang sering mengikuti pola gerak Hiu4 dan sering berada dibawah sirip perutnya. Diperkirakan Hiu4 telah sembuh dan dilepaskan ke perairan BUNDER pada tanggal 17 Agustus 2015.

5. Hiu5

Gambar 18. Pola tips hitam Hiu5 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu5 Hiu5 termasuk hiu betina di Kolam 2 dengan area teritorial pada kedalaman 150 –200cm. Gerak jelajah Hiu5 pada kedalaman tidak menentu dengan gerak kayuh sirip ekor yang lebih cepat dibanding hiu lainnya. Namun, Hiu5 sesekali berada di permukaan dan mengikuti pola jelajah Hiu4. Pada awal keberadaan Hiu6 di Kolam 2, Hiu5 terlihat belum menerima keberadaan Hiu6. Hal tersebut diketahui melalui pengamatan terhadap reaksi Hiu6 yang sering berenang menjauh dengan cepat saat mendekati Hiu4 yang akan didekati oleh Hiu5.

 Kondisi Hiu5 terhadap Keberadaan Wisatawan Hiu5 selalu menghindari wisatawan yang memasuki Kolam 2 dengan gerakan cepat. Pola gerak Hiu5 lebih mudah panik dan gelisah saat banyak wisatawan memasuki Kolam 2.

6. Hiu6

Gambar 19. Pola tips hitam Hiu6 Sumber: Dokumentasi PKM

 Karakteristik Hiu6 Hiu6 berjenis kelamin jantan dan berada pada Kolam 2. Hiu6 dipindahkan ke Kolam Penangkaran Rumah Apung BUNDER pada tanggal 5 Juli 2015, pukul

06.00 WIB. Hiu6, awalnya dirawat di Kolam Rumah Pak Mahyuni karena kondisi mata kanan, sirip dada kiri dan bibirnya yang terluka akibat jaring nelayan. Pada awal pemindahannya ke Rumah Apung, warna kulit Hiu6 terlihat lebih pucat dibanding hiu lainnya di Kolam 2. Hal tersebut diperkirakan karena adanya proses adaptasi kondisi tubuh Hiu6 terhadap kondisi lingkungan yang baru atau aklimatisasi. Siregar (2010) menjelaskan bahwa aklimatisasi, yakni perubahan pada lingkungan yang dapat menghasilkan perubahan fisiologi hewan. Setelah beberapa hari berada dalam Kolam 2, warna kulit Hiu6 mulai seperti warna kulit hiu lainnya. Pola gerak jelajah Hiu6 tidak khusus, terkadang mendekati jaring ataupun berada di kedalaman menjauhi area dekat jaring. Hiu6 lebih sering melakukan gerak jelajah sendiri dan jauh dari Hiu4 dan Hiu5 dengan gerak yang aktif. Namun, Hiu6 sesekali mendekati dan mengikuti pola gerak jelajah Hiu4 dengan berada dekat dengan sirip perutnya. Ketika sedang mengikuti gerak jelajah Hiu4, Hiu6 berenang cepat dan menjauh saat Hiu5 mendekati Hiu4.

 Kondisi Hiu6 terhadap Keberadaan Wisatawan Hiu6 sering menjadi objek fotografi wisatawan karena ukurannya yang kecil dan tidak menakutkan. Oleh karena itu, banyak wisatawan yang senang berada dekat Hiu6. Namun, adanya wisatawan yang memegang/menggenggam ekor Hiu6, menjadikan Hiu6 mudah mengalami stress melalui pola gerak dan jelajah yang tidak teratur.

B. Ukuran Morfometrik Hiu Karang Sirip Hitam Rumah Apung

Berikut merupakan hasil pengukuran morfometrik yang dilakukan tanggal 5 Juli 2015 (I), 11 Juli 2015 (II), 27 Juli 2015 (III) dan 7 Agustus 2015 (IV) pada tiap individu hiu dengan mengestimasi panjang tubuh hiu. Tabel 2. Ukuran Morfometrik Blacktip Reef Shark di Rumah Apung

7 Agt 2015 No.

3.2.4 Pengondisian Kolam Penangkaran Hiu Karang Sirip Hitam

Pengondisian Kolam Penangkaran hiu karang sirip hitam di Rumah Apung dilakukan melalui pengamatan. Kolam Penangkaran terbuat dari jaring apung dengan pengairan langsung dari laut, sehingga kondisi perairan kolam menyesuaikan ekosistem perairan sekitar. Setiap kolam penangkaran berukuran

3 meter x 3 meter x 4 meter yang dilingkupi jaring di tiap sisinya, kecuali sisi permukaan sebagai tempat keluar masuk wisatawan. Selain itu, kedua kolam penangkaran juga diisi oleh berbagai jenis ikan hias untuk menarik perhatian pengunjung. Pada tabel 3, akan ditampilkan jenis-jenis ikan hias pada Kolam

Penangkaran Hiu 1 dan 2 beserta beberapa perbedaan lainnya yang terdapat pada kedua kolam penangkaran tersebut.

A. Kolam Penangkaran Hiu 1

Kolam 1 lebih sering dimasuki wisatawan karena terdapat banyak ikan hias didalamnya (Gambar 20). Kondisi dominansi tersebut disebabkan karena banyaknya wisatawan yang selalu berada pada Kolam 1 untuk melempar makanan pada ikan-ikan kecil, sehingga juvenile maupun ukuran kecil dari jenis ikan-ikan tersebut sering keluar masuk dan berada pada Kolam 1 hingga berkembang dan terjebak didalamnya. Selain itu, banyaknya ikan hias pada Kolam 1 juga disebabkan oleh tindakan penjaga Rumah Apung yang memasukkan beberapa jenis ikan hias dari sekitar perairan Bangsring.

Tabel 3. Perbedaan Kolam Penangkaran Hiu 1 dan 2

Kolam Hiu 1

Kolam Hiu 2

Lokasi Sisi barat Rumah Apung

Sisi timur Rumah Apung

Isi Hiu1, Hiu2, Hiu3, Ikan hias

Hiu4, Hiu5, Hiu6, Ikan hias

Kolam Lobster sisa Budidaya

Kerapu (29 Juli 2015)

Dominasi

Ikan sersan (Abudefduf vaigiensis)

Ikan

Ikan Terongan (Terapontidae)

Jenis Ikan (a)

, (b)

Hias

(a)

, (b)

(c)

, (d)

(c)

, (d)

Gambar 21. Ikan hias Kolam 2 Sumber: Dokumentasi PKM

Keterangan.

a. Polimas (Amphiprion clarkii)

b. Moris (Zanclus cornutus)

(g)

, (h)

c. Buntal Babi (Arothron nigropunctatus)

Gambar 20. Ikan hias Kolam 1

d. Buntal (Arothron mappa)

Sumber: Dokumentasi PKM

e. Angel Batman (Pomacanthus imperator)

f. Kompele (Plectorhinchus vittatus)

Keterangan

a. Ketambak Kuncir (Symphorichthys spilurus)

b. Angel Koran (Pomacanthus sexstriatus)

c. Buntal Durian (Diodon holocanthus)

d. Dakocan Hitam (Dascyllus trimaculatus)

e. Podangan Palsu (Chrysiptera parasema)

f. Angel Piyama (Pomacanthus navarchus)

g. Brustun roti (Pomacanthus semicirculatus)

h. Ceplok (Plectorhinchus chaetodonoides) Biofouling Moluska (Sacoostrea spp.)

Makroalga