Regimen Terapi Eradikasi Hp

Monitoring Pengobatan

Monitoring pengobatan dilakukan setelah 2-4 minggu pemberian obat untuk menentukan respon terapi (gejala terkontrol atau tidak terkontrol). Jika gejala menetap meskipun pengobatan sudah adekuat maka perlu dipikirkan untuk pemeriksaan lanjutan.

Komplikasi/Komorbid

 Rinosinusitis kronis dengan/tanpa polip hidung  Otitis media efusi  Asma bronkial

Daftar Pustaka

 Bosquet J, Cauwenberge P, Khaltaev N, Bachert C, Durham SR, Lund

V, et al. Management of Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA). ARIA Workshop Report. J All Clin Immunol (Suppl). 2001; 108(5)

 Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu th Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. 7

ed. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun

2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015

Langkah ektirpasi lipoma : Bersihkan daerah operasi dengan tindakan antiseptik

Anestesi field blok infiltrations di kedua sudut dengan lidocaine 2%, lalu menyebar ke tepi

Diseksi kedalam di tiap sisi, lalu diseksi tumpul dengan jari

Tarik tepi atas dengan klem sambil diseksi terus menelusuri tiap sisi

Angkat dan identifikasi dasar lipom

Potong dasar lipom dengan kauter, lepaskan dan atasi perdarahan (Kalau tidak ada cauter: bebaskan secara tumpul, jaringan yang mengandung arterial-feeding diikat)

Setelah perdarahan diatasi, jahit subkutis sampai tepi insisi menyatu rapat dan kuat

Jahit bagian kutis dengan rapi dan kuat

Monitoring Pengobatan

Disarankan untuk datang kembali jika ada timbul benjolan ditempat yang sama atau dibagian tubuh lain.

Komplikasi

 Infeksi  Seroma  Hematoma  Cedera saraf  Keloid

Daftar Pustaka

Bland, K.I., Beenken, W.S., Copeland III , E.M. 2005. Dalam Schwartz, SpenserShires.Principle of Surgery. 8 Edition. New York : Mc Graw Hill Company. p. 463-466.

De Jong, W, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta : EGC.

Iglehart, D.J., M.D. 2001. Disease of The Breast. Dalam Sabiston. Textbook of Surgery. 16thEdition. Philadelphia : W.B. Saunders Company.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015

4. Diagnosa banding

- Saluran susu terumbat: benjolan pada payudara tegang tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik - Pembengkakan payudara: biasanya bilateral, ketegangan seluruh payudara, sering terjadi 2-4 hari setelah melahirkan dan berhubungan dengan demam ringan.

- Inflamasi kanker payudara: suatu bentuk yang jarang dari kanker payudara yang hadir dengan payudara tegang dan perubahan kulit payudara.

- Abses payudara: terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan, panas, dan edema pada kulit di atasnya. Pada kasus yang terlambat ditangani, benjolan menjadi berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Demam dapat ada atau tidak ada. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, pus dapat diaspirasi dengan spuit dan jarum berlubang besar.

5. Pencegahan

- mulai menyusui dalam satu jam atau lebih setelah melahirkan (inisiasi menyusui dini) - memastikan bahwa bayi mengisap payudara dengan baik; - menyusui tanpa batas, dalam hal frekuensi atau durasi, dan

membiarkan bayi selesai menyusui satu payudara dulu, sebelum memberikan yang lain;

- menyusui secara eksklusif selama minimal 4 bulan dan bila mungkin

6 bulan.

6. Terapi Analgesik

Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamo. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami mastitis.

Antibiotik

Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah golongan penisilin dan sefalosporin Ampicilin dengan dosis 4 x 500, dan Amoxicillin 3 x 500 mg. Sefasloporin biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin. Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 -

14 hari.

7. Monitoring

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

8. Komplikasi Penghentian menyusui dini

Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses.

Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.

Mastitis berulang

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.

Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

Daftar Pustaka

Bland, K.I., Beenken, W.S., Copeland III , E.M. 2005. The Breast. Dalam Schwartz, SpenserShires.Principle of Surgery. 8 Edition. New York : Mc Graw Hill Company. p. 463-466.

De Jong, W, R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta : EGC. p. 387-402.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 514 tahun 2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2015

Faktor risiko

1. Berat badan lebih (IMT ≥ 22,9-<25 kg/m2) dan obese (IMT ≥ 25 kg/m2)

2. Riwayat penyakit DM di keluarga

3. Mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi)

4. Riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4000 gram atau pernah didiagnosis DM Gestasional

5. Perempuan dengan riwayat PCOS (polycistic ovary syndrome)

6. Riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa Terganggu)

7. Aktifitas jasmani yang kurang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)

Pemeriksaan Fisik

1. Penilaian berat badan, tinggi badan  indeks massa tubuh (IMT)

2. Mata : Kelainan pada retina, katarak dini.

3. Extremitas : Uji sensibilitas kulit dengan mikrofilamen

Pemeriksaan Penunjang

1. Gula Darah Puasa

2. Gula Darah 2 jam Post Prandial

3. Urinalisis

Penegakan Diagnosis ( Assessment)

Diagnosis Klinis Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa:

1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, polifagi) + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir ATAU

2. Gejala Klasik DM+ Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam ATAU

3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO)> 200 mg/dL TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa anhidrus 75 gram yang dilarutkan dalam air 200cc.

4. HbA1C > 6,4 % Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Gula Darah Puasa Teranggu (GDPT) tergantung dari hasil yang diperoleh

Kriteria gangguan toleransi glukosa (pre diabetes):

1. GDPT: ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100–125 mg/dl

2. TGT : ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO kadar glukosa plasma 140–199 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram.

3. HbA1C : 5,7 -6,4%

Gambar 1. Algoritme Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2

Komplikasi

1. Akut Ketoasidosis diabetik, Hiperosmolar non ketotik, Hipoglikemia

2. Kronik Makroangiopati, Pembuluh darah jantung, Pembuluh darah perifer, Pembuluh darah otak

Mikroangiopati: Pembuluh darah kapiler retina, pembuluh darah kapiler renal

3. Neuropati

4. Gabungan: Kardiomiopati, rentan infeksi, kaki diabetik, disfungsi ereksi

Penatalaksanaan komprehensif ( Plan)

Penatalaksanaan Terapi untuk Diabetes Melitus didahului dengan melakukan modifikasi gaya hidup, yang meliputi pengaturan makan dan aktivitas fisik dan dilanjutkan dengan pemberian obat-obatan jika diperlukan. (algoritma pengelolaan DM tipe 2)

Perencanaan Makan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

1. Karbohidrat 45 – 65 %

2. Protein 15 – 20 %

3. Lemak 20 – 25 % Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid, contoh: minyak zaitun, minyak biji bunga matahari), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari:

1. Laki-laki: 30 kal/kg BB idaman

2. Wanita: 25 kal/kg BB idaman

Rumus Broca:* Berat badan idaman = ( TB – 100 ) – 10 % *Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi. BB kurang : < 90 % BB idaman BB normal : 90 – 110 % BB idaman BB lebih : 110 – 120 % BB idaman Gemuk : >120 % BB idaman

Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari):

1. Status gizi:

a. BB gemuk

b. BB lebih - 10 %

c. BB kurang

2. Umur > 40 tahun :

3. Stres metabolik (infeksi, operasi,dll): + (10 s/d 30 %)

4. Aktifitas:

a. Ringan

+ 10 %

b. Sedang

+ 20 %

c. Berat

+ 30 %

5. Hamil:

a. trimester I, II

+ 300 kal

b. trimester III / laktasi

+ 500 kal

Latihan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-5 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit minimal 150 menit/minggu intensitas sedang). Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun, harus tetap dilakukan. Kriteria Rujukan Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:

1. DM tipe 2 dengan komplikasi

2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk

3. DM tipe 2 dengan infeksi berat

Gambar 2. Algoritme Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 di

Dokumen yang terkait

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

INTENSI ORANG TUA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MENIKAHKAN ANAK PEREMPUAN DI BAWAH USIA 20 TAHUN DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

10 104 107

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Efisiensi pemasaran kayu jenis sengon (paraserianthes falcataria) (studi kasus Hutan Rakyat Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor)

17 93 118

Penetapan awal bulan qamariyah perspektif masyarakat Desa Wakal: studi kasus Desa Wakal, Kec. Lei Hitu, Kab. Maluku Tengeha, Ambon

10 140 105

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Keabsahan praktik wakaf (studi kasus daerah Pebayuran KM 08 Kertasari-Pebayuran KAB.Bekasi-Jawa

1 43 117