LANDASAN TEORI

3. Teori Kesantunan Brown dan Levinson

Teori Kesantunan Brown dan Levinson (1987) (dalam Kunjana Rahardi, 2007: 60-70), kesantunan lebih dikenal dengan nosi ‘penyelamatan muka’ (face saving). Terdapat 3 skala penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala-skala tersebut ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural. Ketiga skala tersebut selegkapnya sebagai berikut: (1) skala jarak sosial antara P dan MT, (2) skala status sosial antara P dengan MT, (3) skala peringkat tindak tutur.

Skala jarak sosial banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Parameter perbedaan umur didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunannya semakin tinggi. Sebaliknya yang berusia muda cenderung memiliki kesantunan yang lebih rendah. Parameter jenis kelamin

commit to user

mengisyaratkan bahwa seorang wanita memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan pria. Hal demikian terjadi karena budaya, bahwa pria lebih memiliki kekuasaan dibanding wanita, sehingga wanita cenderung bersikap hormat. Parameter latarbelakang sosiokultural juga berperan dalam menentukan peringkat kesantunan. Skala status sosial antara penutur dan mitra tutur didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dengan mitra tutur. Seorang lurah memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang RT. Sejalan dengan itu seorang guru memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang murid.

Skala peringkat tindak tutur didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contohnya apabila kita waktu tengah malam bertamu ke rumah seseorang hanya untuk mengobrol atau tidak ada kepentingan yang mendesak. Tindakan tersebut akan dikatakan sebagai tindakan yang tidak tahu sopan santun, bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat itu (setidaknya dalam masyarakat Indonesia yang menganut budaya timur).

Dari ketiga teori mengenai kesantunan berbahasa tersebut, teori yang dipakai dalam penelitian adalah teori milik Geofrey Leech. Teori Leech mencakup maksim dan skala kesantunan yang dianggap paling lengkap, paling mapan, dan paling mutakhir untuk menganalisis data yang didapatkan.

commit to user

E. Praanggapan, Implikatur, Entailment

1. Praanggapan Praanggapan adalah syarat yang diperlukan bagi benar-tidaknya suatu kalimat; mis. ‘Ia berdagang’ adalah praanggapan bagi kebenaran kalimat ‘Barang dagangannya sangat laku’ (Harimurti Kridalaksana, 1983: 137).

Praanggapan merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama (background knowledge) antara penulis dan pembaca yang tidak perlu diutarakan. Praanggapan selalu melibatkan konteks tuturan disekelilingnya, karena praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara sebagai dasar pembicaraan (Muhammad Rohmadi, 2004: 111).

Untuk menjelaskan pengertian di atas, berikut contoh tuturan yang mengandung praanggapan.

a. Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS memiliki 8 jurusan. Praanggapan : UNS memiliki Fakultas Sastra dan Seni Rupa atau ada Fakultas Sastra dan Seni Rupa di UNS.

b. Chairil Anwar mengarang puisi Praanggapan : ada orang yang bernama Chairil Anwar

c. Dia hamil. Praanggapan : dia wanita.

2. Implikatur Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Pemahaman tentang implikatur akan lebih mudah jika penulis atau penutur dan pembaca atau lawan tutur telah berbagi pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan yang

commit to user

dimaksud di sini adalah pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai konteks tuturan yang melingkupi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh penulis. Pembaca tidak akan memahami dan menangkap maksud penulis yang diimplikasi atau tersirat dari tuturan penulis jika tidak memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya tentang dunia di sekitarnya. Hal itu akan sangat membantu pembaca dalam memahami maksud penulis yang tersirat (Muhammad Rohmadi, 2004: 113-114).

Berikut contoh dari implikatur.

1. Bu RT rawuh. Implikatur : gawekake unjukkan.

2. Dheweke professor. Implikatur : ahli, tuwa.

3. Bapake tukang becak. Implikatur : miskin, kasar. Hubungan antara praanggapan dan yang diimplikasikan tidak mutlak,

tetapi tergantung background knowledge/common sense. Bukan merupakan konsekuensi mutlak. Implikatur tidak bersifat semantik (pemaknaan) tetapi penyiratan.

3. Entailment Entailment adalah sesuatu yang secara logis ada atau mengikuti apa yang ditegaskan di dalam tuturan. Yang memiliki entailment adalah kalimat, bukan penutur (George Yule, 2006: 43). Contoh dari entailment adalah sebagai berikut.

a. Dheweke randha.

commit to user

Entailment : dheweke wis tau duwe bojo.

b. Dheweke randha kembang. Entailment : dheweke durung duwe anak.

F. Situasi Tutur

Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1993: 19-20) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah:

1. Penutur dan Mitra Tutur Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan lain-lain.

2. Konteks Tuturan Konteks tuturan dalam penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.

3. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh P dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam tuturan.

commit to user

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatic, seperti yang dikemukakan dalam criteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

G. Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan 2 pihak, yaitu P dan MT, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 2004: 47). Jadi interaksi yang berlangsung antara P dan MT di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya merupakan sebuah peristiwa tutur. Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur harus memenuhi syarat delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertama dari komponen tersebut dirangkaikan akan membentuk akronim SPEAKING (Chaer dan Agustina, 2004: 47). Kedelapan komponen tersebut adalah:

1. Setting and scene

Setting and scene berkenaan dengan waktu dan tempat berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi

commit to user

psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturnya berbeda dapat menyebabkan penggunaan varisai bahasa yang berbeda pula.

2. Participants

Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar.

3. Ends

Ends yaitu maksud dan hasil percakapan. Suatu peristiwa tutur yang terjadi pasti mengandung maksud baik dari P maupun MT.

4. Act

Act yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan. Bentuk pesan mencakup bagaimana topic itu dituturkan, sedangkan isi percakapan berkaitan dengan persoalan apa yang dikatakan oleh P.

5. Key

Key yaitu menunjuk pada cara / semangat (nada/jiwa) dalam melaksanakan percakapan. Tuturan tersebut akan berbeda antara serius dan santai, resmi dan tidak resmi, dan lain sebagainya.

6. Instrumentalities

Instrumentalities yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan; apakah secara lisan atau bukan. Jalur percakapan yang digunakan itu dapat melalui lisan,

commit to user

telegraf, telefon, surat, dan sebagainya. Percakapan secara lisan dapat seperti berbicara, menyanyi, bersiul, dan sebagainya.

7. Norms

Norms yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan. Yang termasuk di dalamnya adalah semua kaidah yang mengatur pertuturan yang bersifat imperatif (memerintah). Misalnya bagaimana cara berinteraksi, bertanya, berbicara dengan sopan, dan lain sebagainya.

8. Genres

Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan. Misalnya penyampaiannya berupa puisi, narasi, do’a, dan sebagainya. Ragam bahasa yang digunakan juga termasuk dalam genres, misalnya ragam ngoko dan krama dalam bahasa Jawa.

H. UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

1. Sejarah Singkat Berdirinya UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

Pada awalnya Kantor Dinas P & K hanya terdapat di wilayah propinsi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 1951 tentang pelaksanaan penyerahan sebagian daripada urusan pemerintah pusat dalam lapangan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan kepada propinsi. Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan perkataan “propinsi” adalah propinsi- propinsi Jawa Timur, DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, dan Sumatera Utara, sedangkan maksud dari Peraturan Pemerintah ini

commit to user

adalah untuk melaksanakan penyerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan kepada propinsi.

Kemudian, dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna, khususnya di bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai tindak lanjut dalam upaya mewujudkan Otonomi Daerah seluas-luasnya yang secara nyata, dinamis dan bertanggungjawab, maka dibentuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap. Pembaharuan ini sesuai dengan Perda Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 8 tahun 1991 tentang pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja Dinas P& K Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap. Sesuai dengan Perda ini, kedudukan Dinas P & K adalah unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dibentuk berdasarkan penyerahan urusan lebih lanjut kepada daerah sebagai urusan rumah tangga daerah di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dinas P & K ini dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati Kepala Daerah.

Pada tahun 2001 terjadi perubahan lagi dengan Perda Kabupaten Cilacap Nomor 8 tahun 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kabupaten Cilacap. Perda ini bertujuan untuk mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di berbagai bidang serta untuk efektivitas dan kelancaran tugas-tugas operasional Dinas Daerah. Kedudukan Cabang Dinas ini adalah unsur pelaksana sebagian tugas dinas di wilayah dan unsur pelaksana operasional di lapangan yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas dan

commit to user

secara operasional dikoordinasi oleh camat, sedangkan tugas pokok Cabang Dinas P & K adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendidikan & Kebudayaan di Kecamatan sesuai wilayah kerjanya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Pada Januari tahun 2004, Cabang Dinas Pendidikan & Kebudayaan berubah menjadi UPT Dinas Pendidikan & Kebudayaa. Pada bulan Januari tahun 2009 UPT Dinas Pendidikan & Kebudayaan kecamatan Sidareja berubah menjadi UPT Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, hingga sekarang.

2. Struktur Organisasi

Sebuah organisasi harus mempunyai tujuan dan perencanaan yang jelas dalam rangka menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, struktur organisasi harus disusun untuk membantu pencapaian tujuan organisasi yang lebih efektif. Tujuan struktur organisasi adalah untuk menunjukkan adanya pembagian tugas dan wewenang yang jelas sehingga kegiatan organisasi dapat berjalan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan. Struktur organisasi merupakan faktor penting dalam suatu organisasi. Dari sinilah nantinya masing-masing pegawai mengerti pembagian kerjanya, demikian pula pada Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

Bagan Struktur Organisasi Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut.

commit to user