Faktor yang Melatarbelakangi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

B. Faktor yang Melatarbelakangi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

Pragmatik merupakan kajian bahasa yang terikat konteks. Sebuah tuturan dapat digunakan untuk menyampaikan beberapa maksud dan sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam tuturan. Hal itu dipengaruhi oleh konteks yang melingkupi tuturan itu. Dalam penyampaiannya, sebuah tindak tutur dipengaruhi oleh faktor-faktor yang melatarbelakangi. Baik dari diri penutur dan mitra tutur sendiri, maupun dari luar seperti konteks tuturan dan kesantunan. Dari hasil pengamatan di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa yang dilakukan adalah mencakup aspek penutur dan lawan atau mitra tutur, konteks tuturan, dan tujuan tuturan (Leech, 1993: 19-20). Berikut uraian mengenai faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

1. Penutur dan Mitra Tutur Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dalam data 2, 15, dan 17 berikut ini.

Data 2

P : “Guwe utusan anu ya kena, utusan PSG.” ‘Itu mengutus itu juga bisa, mengutus PSG’

MT

: “Anu adoh Pak.” ‘Jauh pak’

commit to user

: “Anu biasa, biasa mlaku.” ‘Sudah biasa, biasa jalan’

Tindak tutur yang terjadi pada data 2 adalah tindak tutur direktif merekomendasi. Tindak tutur tersebut terjadi antara MT dengan P. Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan ini menandakan keakraban yang tinggi diantara P dan MT. Walaupun P memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding MT dan P berusia lebih tua dibanding MT, serta perbedaan jenis kelamin diantara keduanya, suasana yang terjadi dalam pertuturan antara P dengan MT pada data 2 di atas tidak mengalami gangguan. Frasa “Ya kena” ‘Juga bisa’ dalam tuturan tersebut merupakan penanda lingual yang berfungsi untuk merekomendasi. Faktor yang meletarbelakangi tindak tutur direktif pada data 2 adalah keakraban yang tinggi antara P dan MT.

Data 15

P :” Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’

MT

:” Di mana?” ‘Di mana?’

P :”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.” ‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’

MT

:” Ya.” ‘Iya’

Pada data 15 di atas, faktor yang melatarbelakangi tindak tutur menyuruh yang dilakukan P kepada MT adalah karena P memiliki

commit to user

kedudukan yang lebih tinggi dari MT, sehingga P merasa berhak untuk menyuruh MT secara langsung tanpa memberikan pilihan kepada MT untuk menolak apa yang dikehendaki P. Tidak adanya pilihan yang diberikan P kepada MT tercermin dalam tuturan,”Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’. Penggunaan ragam ngoko oleh P dikarenakan P memiliki jabatan yang lebih tinggi dibanding MT, dan usia yang lebih tua. Dapat disimpulkan, kedudukan yang lebih tinggi dan usia yang lebih tua dapat menjadi faktor dilakukannya tindak tutur direktif di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

Data 17

P :” Mengko kiye disetorna meng kepala sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’

MT :” Iya,iya.”

‘Iya, iya.’

Tugas dan kewajiban P kepada MT juga dapat menjadi faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif. Hal itu tercermin pada data 17 yang termasuk tindak tutur direktif menasihati. P menasihati MT karena merasa berkewajiban memberikan keterangan yang sejelas-

commit to user

jelasnya kepada MT yang belum mengerti tentang suatu prosedur yang berlaku. Dikarenakan P memiliki kewenangan dalam bidang ini, maka P berkewajiban memberikan keterangan dan menasihati MT yang kurang mengerti, sehingga tugas dan kewajiban P dapat menjadi faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

2. Konteks Tuturan Konteks tuturan dalam penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. Hal ini dapat dilihat dalam data 13 berikut.

Data 13

: “ Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’

MT

: “ Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’

Tuturan percakapan yang dilakukan oleh P dan MT terasa janggal ketika MT menjawab “Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’. Jawaban MT terasa tidak sambung dengan apa yang dikatakan oleh P. Hal itu dilakukan oleh P dan MT karena baik P maupun MT sudah memahami konteks tuturan, yaitu P menyuruh MT

commit to user

memisahkan dokumen-dokumen yang dibawanya menjadi 3 kelompok dengan menuturkan “Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’.

3. Tujuan Tuturan Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh P dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam tuturan. Hal ini dapat dilihat dalam data 32 berikut.

Data 32

P1

:”Sing semene ya!” ‘Yang sebesar ini ya!’

MT1

:”Ya.” ‘Iya’

MT2 :”Kuwene dijajal digawa bae!” engko nek ora pas kepriwe?” ‘Itunya coba dibawa saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’

MT1

:”He?” ‘Apa?’

:”Sih! wis nganah!” ‘Tidak! Sudah sana!’

Sifat humoris yang dimiliki P dan MT dalam sebuah tuturan, juga dapat menjadi tujuan penggunaan tindak tutur direktif di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Data 32 merupakan contoh penggunaan tindak tutur direktif menyarankan yang dilakukan MT2 kepada P dan MT1. MT2 menyarankan untuk membawa benda yang akan dimasukkan ke dalam plastik yang diminta

commit to user

P kepada MT untuk dibelikan. Benda yang dimaksud adalah gaji para pegawai yang secara otomatis tidak mungkin untuk diserahkan kepada orang lain yang tidak berkepentingan. Tindak tutur tersebut dilakukan MT2 hanya untuk menggoda P saja, sehingga saran tersebut hanya lelucon dan tidak dapat diterima oleh P.

4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.

Data 1

: “ Guwe tulung mbak fotokopi ya!” ‘Minta tolong itu difotokopi ya mbak!’

MT

: “Endi?” ‘Mana?’

: “ Kuwe kuwe miki bu Ikah.” ‘Itu itu tadi bu Ikah’

Tindak tutur tersebut di atas dilakukan penutur kepada mitra tutur agar melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan penutur sehingga data 1 merupakan contoh tindak tutur direktif yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Tindak tutur direktif menyuruh tersebut dilakukan oleh penutur yang berkedudukan sebagai pengawas TK/SD kepada mitra tutur yaitu PSG yang sedang melakukan magang di Kantor UPT DISDIKPORA

commit to user

Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Kata “Tulung” ‘Tolong’ dalam tuturan di atas memberi kesan menyuruh tetapi dengan sedikit merendah. Penggunaan kata tersebut berfungsi untuk menyuruh MT melakukan keinginan penutur dengan sukarela. Maksim yang dikemukakan oleh Grice tercapai dalam tuturan ini, baik maksim kuantitas yaitu memberikan informasi secukupnya atau sejumlah yang diperlukan oleh mitra tutur, maksim relevansi yakni memberikan tanggapan secara relevan berdasarkan konteks pembicaraan, serta maksim cara yaitu tuturan tersebut dikomunikasikan secara wajar, tidak bersifat ambigu atau bermakna ganda. Walaupun skala keotoritasan yang dikemukakan oleh Leech terjadi, tetapi P meminimalkan skala keotoritasan tersebut dengan mempergunakan kata “Tulung” ‘Tolong’.

Pelanggaran terhadap skala jarak sosial juga terjadi dalam tuturan pada data 1. MT jauh lebih muda dibandingkan dengan P, umur keduanya terpaut sangat jauh. Tetapi MT menggunakan ragam ngoko untuk menanggapi permintaan P, dan hal ini merupakan pelanggaran skala jarak sosial yang dikemukakan oleh Leech. Berdasarkan skala ini, penutur atau mitra tutur yang berumur lebih muda seharusnya menggunakan ragam yang lebih menghargai mitra tutur atau penuturnya. Hal ini terjadi akibat ketidaktahuan mitra tutur terhadap tingkat tutur yang mengatur kesantunan berbahasa.

commit to user

Data 1 di atas menjelaskan faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif yang keempat, yakni tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Terdapat penutur dan mitra tutur yang jelas, serta waktu dan tempat pengutaraan tuturan tersebut.

5. Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Data berikut merupakan penjabaran dari faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif yang kelima.

Data 2

: “Guwe utusan anu ya kena, utusan PSG.” ‘Itu menyuruh itu juga bisa, menyuruh PSG’

MT : “Anu adoh Pak.”

‘Jauh pak’

: “Anu biasa, biasa mlaku.” ‘Sudah biasa, biasa jalan’

Tindak tutur yang terjadi pada data 2 adalah tindak tutur direktif merekomendasi. Tindak tutur tersebut terjadi antara MT dengan P. MT bermaksud

memfotokopi

berkas-berkasnya,

kemudian P merekomendasikan MT untuk menyuruh PSG memfotokopinya. Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan ini menandakan keakraban yang tinggi diantara P dan MT. Frasa “Ya kena” ‘Juga bisa’ dalam tuturan tersebut merupakan penanda lingual yang berfungsi untuk merekomendasi. Penanda lingual tersebut digunakan P untuk memberikan pilihan kepada MT. Kemudian MT menanggapi

commit to user

rekomendasi tersebut dengan menjawab “Anu adoh pak” ‘Jauh pak’ yang berkesan agak tidak setuju dengan rekomendasi yang dilakukan P. Tapi P akhirnya memberi penekanan yang menegaskan bahwa PSG yang direkomendasikan sudah terbiasa berjalan kaki walaupun jauh.

Data 2 di atas merupakan hasil dari tindak verbal P dan MT sebagai informan di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Penggunaan alat dalam pengujaran atau penuturan akan mempengaruhi bentuk ujaran. Pemilihan ujaran akan dilakukan P ataupun MT jika sarana yang digunakan tidak secara langsung.