Fungsi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

A. Fungsi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap

Tuturan yang sedang dituturkan oleh penutur kepada mitra tuturnya tidak semata-mata hanya untuk diutarakan atau disampaikan kepada mitra tuturnya. Namun, terdapat maksud yang dikandung karena pragmatik adalah ilmu tentang maksud dari penutur. Begitu pula dengan tuturan yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, terdapat maksud dalam data-data yang diperoleh di sana. Fungsi dari tindak tutur direktif tersebut tergolong menjadi 13, yakni (1) Menyuruh, (2) Menasihati, (3) Meminta Ijin, (4) Menyarankan, (5) Menganjurkan, (6) Mempersilakan, (7) Mengingatkan, (8) Melarang, (9) Menginterogasi, (10) Menyumpah, (11) Menantang, (12) Menyapa, dan (13) Mengharap.

commit to user

1. Menyuruh Menyuruh adalah memerintah kepada orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan yang memerintah. Jadi tindak tutur menyuruh adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur agar melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan penutur.

TTD menyuruh yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap antara lain sebagai berikut.

Data 13

P : “ Telu-telu, dipisah telu-telu!”

‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’ MT : “ Anu engko lagi difotokopi.”

‘Sebentar, sedang difotokopi’

Konteks tuturan dalam data 13 adalah P menyuruh MT memisahkan dokumen-dokumen yang dibawanya menjadi 3 kelompok dengan menuturkan “Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’. P adalah seorang Pengawas SD/TK sedangkan MT adalah seorang Kepala Sekolah. Tuturan ini terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada siang hari sekitar pukul 11.00 WIB, dan suasana di kantor tersebut cenderung ramai dikarenakan hari dan jam kerja aktif. Tuturan pada data 13 menggunakan ragam ngoko, baik P maupun MT. P memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding MT, sehingga P menggunakan skala keotoritasannya dalam berkomunikasi dengan MT. Pelanggaran skala jarak sosial dilakukan oleh MT, hal ini terlihat saat MT menuturkan

commit to user

“Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’. MT menggunakan ragam ngoko seperti halnya P untuk merespon tuturan P. Seharusnya dengan kedudukan yang lebih rendah, MT menggunakan ragam krama untuk menghormati P. Tetapi karena derajat keakraban yang tinggi antara P dan MT, proses komunikasi antara keduanya menjadi tidak formal dan terkesan santai walaupun topik pembicaraan tersebut adalah mengenai hal formal yakni urusan dinas.

Data 14

P :” Kiye dicenthang!”

‘Ini dicentang!’ MT :” Iya.”

‘Iya’

Data tindak tutur menyuruh lain yang terdapat di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap adalah pertuturan yang ada pada data 14. Pertuturan ini dilakukan oleh P dan MT mengenai dokumen dinas yang harus diisi oleh MT, dan P membantu MT mengecek ulang dokumennya. Tindak menyuruh ini terlihat saat P mengatakan”Kiye dicenthang!” ‘Ini dicentang!’ kepada MT. P menggunakan ragam ngoko saat berinteraksi dengan MT dikarenakan jabatan yang lebih tinggi dibanding MT. MT menerima perintah P dengan mengatakan ”Iya.” ‘Iya’. Maksim penerimaan ditunjukkan MT pada tanggapan tersebut. MT menerima apa yang disuruh P, hal itu dikarenakan MT memang kurang teliti mengisi

commit to user

dokumen yang menjadi tanggungjawabnya. P juga menunjukkan maksim kesimpatian kepada MT, disamping kewajibannya memberikan informasi kepada MT juga karena sikap simpati yang dimiliki P sehingga P membantu MT dalam mengoreksi dokumen MT. Disamping itu, pelanggaran skala jarak sosial juga terjadi pada tuturan yang terdapat pada data 14 ini. MT menggunakan ragam ngoko untuk menanggapi perintah P, seharusnya untuk menghormati P yang berkedudukan lebih tinggi MT menggunakan ragam krama. Tetapi sekali lagi karena faktor keakraban yang terjalin diantara keduanya, pelanggaran skala ini tidak menimbulkan salah persepsi dalam komunikasi yang terjadi.

Data 15

P :” Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’ MT :” Di mana?”

‘Di mana?’ P :”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.” ‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’ MT :” Ya.”

‘Iya’

Konteks tuturan data 15 ini, P menyuruh MT membelikan plastik di pasar yang terletak di belakang gedung Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. P menggunakan ragam ngoko untuk menyuruh MT dengan tuturan ”Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’. Kemudian MT menanggapi perintah P dengan bahasa Indonesia, MT mengatakan

commit to user

”Di mana?” ‘Di mana?’. Lalu P memberikan informasi di mana plastik tersebut bisa dibeli dengan mengatakan lokasi secara lebih detil kepada MT ”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.” ‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’. Penggunaan ragam ngoko oleh P dikarenakan P memiliki jabatan yang lebih tinggi dibanding MT, dan usia yang lebih tua. Dalam hal ini P telah menggunakan skala keotoritasan, tetapi sekaligus melakukan pelanggaran terhadap skala untung rugi dan skala pilihan kepada MT. P merugikan MT dengan menyuruh MT tanpa memberikan pilihan yang sedikit dapat menguntungkan MT. Tetapi karena keterbatasan kemampuan MT tentang penggunaan bahasa Jawa yang baik dan sesuai dengan unggah ungguh, MT tidak bisa menjawab dengan bahasa Jawa ragam krama tetapi memakai bahasa Indonesia. Walaupun demikian, P masih tetap menggunakan bahasa Jawa dalam memberikan informasi yang ditanyakan oleh MT tentang lokasi tempat pembelian plastik yang diminta P. Akhirnya MT menjawab dengan bahasa Jawa walaupun dengan ragam ngoko dengan mengatakan ”Ya.” ‘Iya’. Dalam hal ini MT melakukan pelanggaran pula, yakni pelanggaran skala jarak sosial karena menggunakan ragam ngoko kepada P yang notabene berkedudukan lebih tinggi daripada MT.

Data 16

:” Pak Jemingan, tulung dhela.” ‘Pak Jemingan, minta tolong sebentar’

MT :” Nggih.”

‘Iya’

commit to user

Fungsi dari tindak tutur menyuruh yang dilakukan P yang terdapat dalam data 16 di atas kepada MT adalah untuk menyuruh MT melakukan sesuatu yang dikehendaki P. Penggunaan kata “tulung” oleh P untuk menghargai dan menghormati MT agar tidak tersinggung dan mau melakukan suruhan P dengan sukarela. Walaupun P dalam penyampaian tuturannya menggunakan ragam ngoko karena usianya yang lebih tua disbanding MT, MT tetap menghormati P dengan penggunaan ragam karma dalam menanggapi tindak tutur yang dilakukan oleh P kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pelanggaran skala jarak sosial pada data 16, karena MT menghormati P yang berusia lebih tua darinya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi tindak tutur yang dilakukan P kepada MT yang terdapat pada data 13, 14, 15, dan 16 di atas adalah untuk menyuruh MT melakukan sesuatu yang dikehendaki P.

2. Menasihati Menasihati adalah memberikan suatu petunjuk yang baik kepada orang lain, dengan tujuan agar orang lain mengikuti apa yang dikatakannya. Jadi tindak tutur menasihati adalah tindak pertuturan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk memberikan sesuatu yang baik agar mitra tutur tidak salah langkah.

Berikut TTD menasihati yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

commit to user

Data 17

P :” Mengko kiye disetorna meng kepala sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’

MT :” Iya,iya.”

‘Iya, iya.’

Tindak tutur direktif menasihati pada data 17 terjadi antara P dan MT di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada waktu siang hari di hari dan jam kerja aktif. P menasihati MT dalam hal bagaimana cara memperoleh surat keterangan. MT masih belum mengerti surat apa yang harus MT buat, sehingga P yang dianggap lebih tahu bermaksud memberikan informasi sekaligus menasihati MT yang memang benar-benar belum mengerti. Tindak tutur menasihati tercermin dalam tuturan P pada data 17, yakni ”Mengko kiye disetorna meng kepala sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’ Ragam bahasa yang

commit to user

digunakan adalah ragam ngoko, hal ini dilakukan P agar MT lebih memahami dan mengerti apa yang dikatakan P sehingga MT bisa memutuskan surat apa yang seharusnya dibuat MT. Maksim kemurahhatian serta maksim kesimpatian telah ditunjukkan P pada tuturannya kepada MT. P memberikan informasi yang dibutuhkan MT dengan senang hati dan penuh kesimpatian karena disampaikan dalam bentuk nasihat. Hal ini menunjukkan kemurahhatian dan kesimpatian yang dimiliki P. Skala pilihan juga dilakukan P untuk memberikan pilihan yang dapat menguntungkan MT, hal ini sekaligus menunjukkan bahwa P juga melakukan skala untung rugi kepada MT karena telah menguntungkan MT. Kemudian MT menerima nasihat P dengan mengatakan ”Iya,iya.” ‘Iya, iya.’. Dengan demikian, MT menunjukkan telah melakukan maksim penerimaan terhadap nasihat yang diberikan oleh P.

Data 18

:” Anu kepleset pak mau.” ‘Tadi tergelincir pak.’

MT :” Kudune liwate papringan mrika.”

‘Seharusnya lewat kebun bambu sana’

P :” Iya ya, anu mau liwat wit klapa, teles dadi mleset.” ‘Iya ya, tadi lewat pohon kelapa, basah sehingga tergelincir’

MT :” Nggih..”

‘Iya…’

Data lain yang didapat dari Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan tindak tutur direktif menasihati adalah data 18. Konteks pertuturan pada data 18 adalah bahwa

commit to user

P tergelincir dikarenakan melewati pohon kelapa yang basah, pohon kelapa yang dimaksud adalah akar pohon kelapa. Pernyataan P tadi mendorong MT melakukan maksim kesimpatian dengan memberikan nasihat untuk menggunakan jalur lain agar tidak tergelincir kembali dengan mengatakan,”Kudune liwate papringan mrika.” ‘Seharusnya lewat kebun bambu sana’. Ragam bahasa yang digunakan MT adalah ragam krama, hal ini digunakan MT karena P memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding MT juga karena P berusia lebih tua dibanding MT. Sehingga tidak terjadi pelanggaran skala jarak sosial oleh MT. Di lain pihak, P telah menggunakan maksim keotoritasan dalam tuturannya, hal ini dapat ditunjukkan dengan penggunaan ragam ngoko kepada MT yakni saat menyatakan ”Anu kepleset pak mau.” ‘Tadi tergelincir pak.’ Dan saat memberikan tanggapan atas nasihat MT,”Kudune liwate papringan mrika.” ‘Seharusnya lewat kebun bambu sana’, yaitu ”Iya ya, anu mau liwat wit klapa, teles dadi mleset.” ‘Iya ya, tadi lewat pohon kelapa, basah sehingga tergelincir’. P merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan umur yang lebih tua, sehingga memakai ragam ngoko kepada MT. Dalam hal ini P telah mematuhi skala jarak sosial yang ada di antara P dan MT.

Data 11

P :”Angger kemringet kuwe gampang tambane. Diiliri sikile bae.” ‘Jika berkeringat itu mudah obatnya. Dikipas kakinya saja.’

MT :”Iya ya?”

‘Iya ya?’

commit to user

Tindak tutur menasihati yang terdapat dalam data 11 di atas berfungsi untuk memberikan nasehat kepada MT untuk melakukan apa yang menjadi nasihat P kepadanya, yakni mengipasi kakinya jika sedang berkeringat. MT melakukan respon yang baik dengan mengatakan, ”iya ya?” ‘iya ya?’ untuk menghargai nasehat yang telah diberikan kepadanya.

Tindak tutur Menasihati yang terdapat dalam data 17, 18, dan 11 di atas berfungsi untuk memberikan nasihat kepada MT untuk melakukan apa yang menjadi nasehat P kepadanya, yakni bagaimana cara memperoleh surat keterangan, menggunakan jalur lain agar tidak tergelincir kembali, dan mengipasi kakinya jika sedang berkeringat. MT melakukan respon yang baik dengan mengatakan,”Iya ya?” ‘Iya ya?’ untuk menghargai nasihat yang telah diberikan kepadanya.

3. Meminta Ijin Meminta ijin adalah menginginkan sesuatu kepada orang lain agar sesuatu tersebut dikabulkan. Jadi tindak tutur meminta ijin adalah tindak pertuturan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur agar mengijinkan apa yang dikehendaki penutur.

Berikut beberapa contoh TTD meminta ijin di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

Data 3

:” Saya tek pamit dulu.” ‘Saya mohon diri dulu.’

MT :” Ya ya ya.”

‘Ya, ya, ya’

commit to user

Konteks tuturan pada data 3 adalah, P meminta ijin untuk permisi kembali ke tempat kerjanya kepada MT setelah mendapat informasi yang cukup dari MT. Tindak tutur meminta ijin pada data3 ini tercermin pada tuturan P ”Saya tek pamit dulu.” ‘Saya mohon diri dulu.’ kepada MT. Tanggapan MT terhadap permintaan ijin P adalah dengan mengatakan ”Ya ya ya.” ‘Ya, ya, ya’ kepada P. Maksim kesetujuan telah terjadi saat MT menuturkan tanggapannya. MT setuju atas permintaan ijin permisi yang dilakukan P.

Data19

:” Mangga sedaya mawon.” ‘Mari semua…’

MT :” Nggih…”

‘Iya…’

Data 19 menunjukkan permintaan ijin permisi yang dilakukan P kepada MT. MT yang merespon tindak tutur direktif meminta ijin pada data 19 adalah beberapa pegawai yang sedang berada di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, sehingga MT pada data 19 adalah jamak. Ragam bahasa yang digunakan P adalah ragam krama, P menggunakan ragam krama karena ragam tersebut dianggap paling netral dibandingkan dengan bahasa lain. Hal ini dilakukan mengingat MT dalam tuturan ini jamak, sehingga tidak semua berkedudukan dan berusia sama. Penggunaan ragam krama tersebut menunjukkan telah terjadi penggunaan maksim kerendahhatian oleh P. P

commit to user

dengan rendah hati melakukan permintaan ijin permisi dengan ragam bahasa krama kepada MT karena MT yang dihadapi adalah jamak dan berbeda kedudukan serta usianya dengan P.

Data 20

:” Ya wis ya pak…” ‘Ya sudah ya pak…’

MT :” Ya…”

‘Iya…’

Tindak tutur meminta ijin dalam data 20 berfungsi untuk meminta ijin permisi yang dilakukan P kepada MT. Walaupun tidak secara tersurat dalam mengungkapkan ijin permisi, tetapi maksud dari P dapat diterima MT dengan baik. Yakni meminta ijin permisi kepada MT. Hal ini juga sekaligus dapat menunjukkan bahwa maksim peneimaan telah dilakukan oleh P.

Tindak tutur meminta ijin dalam data 3, 19, dan 20 tersebut berfungsi untuk meminta ijin permisi yang dilakukan P kepada MT. Pada data 20 walaupun tidak secara tersurat dalam mengungkapkan ijin permisi, tetapi maksud dari P dapat diterima MT dengan baik. Yakni meminta ijin permisi kepada MT. Hal ini juga sekaligus dapat menunjukkan bahwa maksim penerimaan telah dilakukan oleh P dan fungsi dari tindak tutur meminta ijin adalah untuk meminta ijin permisi.

commit to user

4. Menyarankan Menyarankan adalah memberitahukan kepada orang lain dengan tujuan agar orang lain mmpertimbangkan masak-masak apa yang menjadi saran penutur. Jadi tindak tutur menyarankan adalah tindak tutur yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur mempertimbangkan masak-masak apa yang disarankan penutur.

TTD menyarankan yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap antara lain sebagai berikut.

Data 21

P : “ Jane wingi ngger enyong matur kaya guwe, terus….” ‘Sebenarnya jika kemarin saya bicara seperti itu, lalu…’

MT : “ Genah wingi ya ra kober pak. Wingi ra kober.” ‘Memang tidak sempat pak, kemarin tidak sempat’

Tindak tutur menyarankan pada data 21 tersebut terjadi antara P dan MT di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada siang hari dengan suasana tidak terlalu formal. P menyarankan dan sekaligus agak menyesal terhadap MT dikarenakan tidak melakukan apa yang menjadi sarannya. Saran yang dikemukakan P tercermin dalam tuturannya, yakni “Jane wingi ngger enyong matur kaya guwe, terus….” ‘Sebenarnya jika kemarin saya bicara seperti itu, lalu…’. Lalu penyesalan P tersirat dalam tuturan yang dikemukakan MT, yaitu “Genah wingi ya ra kober pak. Wingi ra kober.” ‘memang tidak sempat pak, kemarin tidak sempat’. Maksim kesimpatian sebenarnya ditunjukkan

commit to user

oleh P kepada MT, yakni dengan rasa penyesalan tersebut. Hal itu membuktikan bahwa P memiliki rasa simpati terhadap MT yang memiliki permasalahan yang belum dapat teratasi dengan memberikan saran tersebut. Ragam bahasa yang digunakan keduanya adalah ragam ngoko, hal itu dilakukan keduanya karena keduanya memiliki jabatan yang sama yakni Pengawas SD/TK. Walaupun jenis kelamin P dan MT berbeda, hal itu tidak menjadi penghalang antara keduanya untuk lebih akrab. Skala pilihan juga ditunjukkan oleh P kepada MT, yakni dengan saran tersebut. Tetapi MT menganggap saran tersebut sudah tidak diperlukan lagi karena baik MT maupun P tidak sempat melakukan apa yang disarankan P pada saat itu, dan dalam hal ini MT melakukan pelanggaran terhadap maksim penerimaan.

Data 22

P1

:” Makan siang ayam goreng.” ‘Makan siang ayam goreng.’

P2

:” Lalaban bae.” ‘Lalapan saja’

MT :” Sing penting aja ngulu ban.”

‘Yang penting tidak menelan ban.’

P1

:” Ya ora kolu pak.” ‘Ya tidak tertelan pak.’

Tindak tutur menyarankan juga terdapat dalam tuturan pada data

22. Konteks tuturan ini adalah terdapat 2 P dan 1 MT, dan tema pembicaraannya adalah tentang menu makan siang acara piknik yang akan diadakan oleh Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten

commit to user

Cilacap. Suasana pertuturan ini sangat santai dan sama sekali tidak formal, hal ini tercermin dalam penggunaan ragam ngoko dalam penuturannya. Terdapat dua saran yang dikemukakan pada data 22, yakni saran P1 untuk menggunakan menu ayam goreng dengan mengatakan ”Makan siang ayam goreng.” ‘Makan siang ayam goreng.’ Kemudian saran kedua yang dikemukakan oleh P2 untuk menggunakan lalapan sebagai menu makan siang dengan menuturkan ”Lalaban bae.” ‘Lalapan saja’. MT menanggapi usulan dari P1 dan P2 dengan humor, dengan mengatakan ”Sing penting aja ngulu ban.” ‘Yang penting tidak nguluban.’ Maksim pilihan dilakukan P1 dan P2 kepada MT, dengan memberikan pilihan yang dapat dipilih oleh MT sebagai menu makan siang acara piknik. Sedangkan MT menerima saran-saran yang diberikan P dengan makna tersirat dalam humornya, yakni mengatakan ”Sing penting aja ngulu ban.” ‘Yang penting tidak nguluban .’ Pelanggaran skala jarak sosial dilakukan P1 dan P2 kepada MT, karena menggunakan ragam bahasa ngoko kepada orang yang lebih tua dan memiliki jabatan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan karena situasi yang tidak formal dan cenderung didominasi oleh humor yang dilakukan MT. Hal ini sekaligus sebagai tanda bahwa maksim penerimaan telah dilakukan MT terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh P1 dan P2. MT menerima penggunaan ragam ngoko yang dilakukan P1 danP2 dikarenakan tingkat keakraban yang tinggi diantara ketiganya.

commit to user

Data 23

P :” Nek awan pas nang Prambanan mangane dhewek mbok. Nek mbengi kan mangan bareng.” ‘Saat siang di Prambanan makan sendiri kan. Jika malam makan

bersama.’ MT :” Ya wis, aja diwenekna disit duite.”

‘Ya sudah, jangan diberikan dulu honornya’

Saran yang diberikan MT kepada P berfungsi sebagai saran untuk menunda pemberian honor sopir dan kernet bus yang akan dikendarai saat acara piknik di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Skala pilihan telah disebutkan sebelumnya dengan saran oleh P, sehingga menguntungkan MT untuk mengambil keputusan untuk menunda pemberian honornya. Skala pilihan dan skala untung rugi telah dilakukan pada data 23.

Dapat disimpulkan bahwa fungsi dari tindak tutur direktif pada data 21, 22, dan 23 adalah untuk menyarankan.

5. Menganjurkan Menganjurkan adalah meminta orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan niat baik penutur. Jadi tindak tutur menganjurkan adalah tindak pertuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur agar melakukan sesuatu sesuai dengan maksud baik penutur.

Data 24

:” Nggih ten mriki mawon.” ‘Ya di sini saja’

MT1

:” Pak, mangga…” ‘Pak, silakan….’

MT2

:” Nggih, nuwunsewu…”

commit to user

‘Iya, permisi…’

:” Mangga pak…” ‘Silakan pak…’

Tindak tutur menganjurkan dilakukan P kepada MT2 pada data 24. Hal itu tercermin dalam tuturan P, yakni ”Nggih ten mriki mawon.” ‘Ya di sini saja’. Konteks pertuturan ini adalah, P menganjurkan kepada MT2 untuk membahas permasalahannya di ruang yang dikehendaki P. Lalu MT1 selaku penerima tamu mempersilakan MT2 untuk mengikuti anjuran P dengan mengatakan ”Pak, mangga…” ‘Pak, silakan….’ Kemudian MT2 melakukan apa yang menjadi anjuran P kepada MT2 dengan mengatakan ”Nggih, nuwunsewu…” ‘Iya, permisi…’ Respon yang diperlihatkan MT2 terhadap anjurannya membuat P mempersilakan MT2 untuk memasuki ruangan yang menjdi anjurannya dengan mengatakan ”Mangga pak…” ‘silakan pak…’. Ragam bahasa yang digunakan ketiganya adalah ragam krama, hal ini dilakukan karena situasi formal yang mengharuskan penggunaan ragam yang menunjukkan penghormatan kepada tamu. Sehingga telah terjadi maksim kebijaksanaan dalam tuturan pada data 24 tersebut. Skala keotoritasan juga telah dilakukan oleh P kepada MT1 dan MT2. P merasa berhak memberikan anjuran yang akan membuat situasi bisa lebih baik dengan melakukan anjuran itu. Sehingga maksim penerimaan juga dilakukan oleh MT1 dan MT2, karena MT 1dan MT2 mengetahui maksud baik P. Fungsi dari tindak tutur yang dilakukan pada

commit to user

data 24 di atas adalah untuk membahas permasalahannya di ruang yang dikehendaki P.

Data 25

:”Sangu vitamin pak Tikno!” ‘Membawa vitamin pak Tikno’

MT :”Iya ya?”

‘Iya ya?’

P :”Ya biasane nganggo doping ora? La siki nek disortir Senen sampai Jum’at ful, ya ngedrop lah.” ‘ya biasanya memakai doping tidak? Jika disortir dari Senin sampai Jum’at ful, pasti ngedrop’

Pada data 25 terdapat tindak tutur direktif menganjurkan yang dilakukan oleh P kepada MT. Anjuran yang diberikan P adalah anjuran untuk menyertakan vitamin ke dalam bawaan MT saat DIKLATnya nanti. P mengatakan ”Sangu vitamin pak Tikno!” ‘Membawa vitamin pak Tikno’. Lalu MT menanggapi anjuran P dengan pertanyaan ”Iya ya?” ‘Iya ya?’ seolah tidak sempat terpikir oleh MT untuk membawa vitamin jika tidak dianjurkan P. Menjawab pertanyaan yang diajukan MT kepadanya, P menegaskan anjurannya dengan mengatakan ”Ya biasane nganggo doping ora? La siki nek disortir Senen sampai Jum’at ful, ya ngedrop lah.” ‘Ya biasanya memakai doping tidak? Jika disortir dari Senin sampai Jum’at ful, pasti ngedrop’. Anjuran ini dilatarbelakangi rasa simpati terhadap MT yang belum pernah melakukan DIKLAT sebelumnya. Sehingga telah terjadi maksim kesimpatian dalam tuturan pada data 25. Maksim penerimaan yang ditunjukkan dengan pertanyaan yang diajukan MT menandakan telah terjadinya penerimaan atas anjuran yang diberikan P

commit to user

kepada MT. P juga telah melakukan skala untung rugi kepada MT karena telah menguntungkan MT dengan anjurannya yang bermanfaat bagi MT. Fungsi dari tindak tutur menganjurkan pada data 25 ini adalah untuk menganjurkan agar MT menyertakan vitamin ke dalam bawaan MT saat DIKLATnya nanti.

Data 26

P1

: “ Ndeleng-ndeleng! Jenis kelamin urung diisi!” ‘Coba saya lihat! Jenis kelamin belum diisi!’

MT : “ P apa W?

‘P atau W?

P2 : “ P. Aku maune be W, tapi koh wagu temen, waria kari.” ‘P. saya sebelumnya W, tapi kelihatannya janggal sekali, seperti waria.’

Fungsi tindak tutur menganjurkan pada data 26 di atas adalah untuk menganjurkan MT agar mengisi dokumen milik MT yang belum diisi, yakni kolom jenis kelamin. P1 ingin membantu mengecek dokumen tersebut, lalu P2 menganjurkan untuk mengisi kolom jenis kelamin dengan P bukan W. Hal itu dilakukan P2 karena maksud baik P2 tidak ingin MT merasakan hal yang sama dengan P2 karena pengisian kolom jenis kelamin dengan W terasa janggal. Maksim kerendahhatian dan kesimpatian telah ditunjukkan oleh P2 dalam tuturan pada data 26.

6. Mempersilakan Mempersilakan adalah menyuruh orang lain untuk memasuki ruangan yang disediakan penutur atau menyuruh sesuatu hal yang menjadi kehendak mitra tutur. Jadi tindak tutur mempersilakan adalah tindak

commit to user

pertuturan yang dilakukan penutur untuk menyuruh atau mengijinkan memasuki ruangan yang disediakan penutur atau menyuruh sesuatu hal yang menjadi kehendak mitra tutur.

Data 19

:” Mangga sedaya mawon.” ‘Mari semua…’

MT :” Nggih…”

‘Iya…’

Tindak tutur mempersilakan adalah tindak tutur yang tidak akan terlepas dari tindak tutur meminta ijin. Karena jika tidak ada yang meminta ijin, maka tidak akan ada yang mempersilakan. Pada data 19, MT mempersilakan P untuk keluar dari kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap dengan mengatakan ”Nggih…” ‘Iya…’. Dengan tuturan ini sekaligus menunjukkan bahwa maksim penerimaan telah terjadi. MT menerima permohonan ijin permisi yang dilakukan P kepadanya. Maksim kebijaksanaan juga telah dilakukan oleh P dengan meminta ijin permisi kepada pegawai yang bekerja di kantor tersebut. Jika tidak melakukannya P dianggap tidak memliki sopan santun karena pergi begitu saja tanpa pamit kepada yang empunya rumah. Fungsi dari tindak tutur direktif pada data 19 adalah untuk mempersilakan P untuk keluar dari kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.

commit to user

Data 27

:” Dhahar pak?” ‘Makan pak?’

MT :” Mangga, sing sekeca mawon.”

‘Silakan, silakan…’

Data 27 menunjukkan tindak tutur direktif mempersilakan yang dilakukan MT kepada P. Konteks situasi tuturnya adalah, P menawari MT untuk makan dengan mengatakan ”Dhahar pak?” ‘Makan pak?’. Lalu MT memberikan tanggapan dengan mengatakan,”Mangga, sing sekeca mawon.” ‘Silakan, silakan…’. Dengan tuturan ini MT telah melakukan tindak tutur direktif mempersilakan kepada P. Skala jarak sosial tidak terlanggar pada tuturan data 27 ini dikarenakan P menggunakan ragam krama untuk berkomunikasi dengan P yang memiliki jabatan yang lebih tinggi dan usia yang lebih tua. Fungsi tindak tutur direktif pada data 27 di atas adalah mempersilakan P untuk makan sesuai dengan apa yang dimintakan permisi kepada MT.

Data 10

: “ Kula ten BPD nggih.” ‘Saya ke BPD ya’

MT : “ O, nggih nggih.”

‘O iya, iya’

Tindak tutur mempersilakan terdapat di data 10, fungsi tuturan tersebut adalah mempersilakan P melakukan apa yang dimintakan ijin ke MT. P meminta ijin permisi ke BPD kepada MT dengan menuturkan,

commit to user

“Kula ten BPD nggih.” ‘Saya ke BPD ya’, lalu MT mempersilakan P dengan mengatakan, “O, nggih nggih.” ‘O iya, iya’. Maksim kesetujuan telak ditunjukkan MT kepada P. maksim kebijaksanaan juga ditunjukkan P kepada MT dengan meminta ijin permisi, jika tidak melakukannya P dianggap tidak memiliki sopansantun karena mengakhiri pembicaraan tanpa permisi.

7. Mengingatkan Mengingatkan adalah memberitahu kepada orang lain agar

mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya. Jadi tindak tutur mengingatkan adalah tindak tutur yang dilakukan seorang penutur kepada mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur mempertimbangkan tentang apa yang akan dilakukannya.

Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan TTD mengingatkan antara lain sebagai berikut.

Data 28

:”Sabukke sabuk kae loh!” ‘Sabuknya sabuk itu lo!’

MT :”Kaya giye mbok? Kiye?”

‘Seperti ini kan? Ini?’

:”Iya.” ‘Iya’

Konteks pada data 28 adalah P mengingatkan MT tentang sabuk yang seharusnya digunakan saat DIKLAT. Tindak tutur mengingatkan tercermin dalam tuturannya yakni,”Sabukke sabuk kae loh!” ‘Sabuknya

commit to user

sabuk itu lo!’. Lalu MT menyatakan bahwa ia tahu jenis sabuk yang dimaksud P dengan mengatakan ”Kaya giye mbok? Kiye?” ‘Seperti ini kan? Ini?’. Maksim kesetujuan atau kecocokkan ditunjukkan oleh P atas keterangan MT kepadanya dengan mengatakan,”Iya.” ‘Iya’. Skala untung rugi juga terlihat dilakukan oleh P kepada MT dengan tindak tutur mengingatkan yang dilakukan P kepada MT. P telah menguntungkan MT dengan peringatannya. Penggunaan ragam ngoko diantara keduanya dikarenakan derajat keakraban yang tinggi yang dimiliki keduanya.

Data 29

P :”Ora nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’

MT :”Ngesuk pesen maninglah.”

‘Besok pesan lagi’

:”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami di sana!’

Tindak tutur direktif mengingatkan terjadi pula pada data 29 di atas. Tindak tutur mengingatkan dilakukan P kepada MT mengenai tidak dipakainya papan nama saat DIKLAT tetapi memakai lencana KORPRI. Tuturan yang mengandung tindak tutur mengingatkan adalah,”Ora nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’. Maksim penerimaan ditunjukkan oleh MT secara tersirat dengan tuturan,”Ngesuk pesen maninglah.” ‘Besok pesan lagi’. Dalam tuturan

commit to user

tersebut MT secara tersirat menerima peringatan P, dan sekaligus bermaksud menindaklanjuti peringatan tersebut dengan menindakkan sesuatu untuk memaksimalkan usahanya dalam melaksanakan peringatan yang dilakukan P. Lalu P melarang secara tersirat pula dengan mengatakan,”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami di sana!’. Sehingga telah terjadi 2 (dua) tindak tutur direktif sekaligus dalam data 29 tersebut, yakni tindak tutur mengingatkan dan tindak tutur melarang. Ragam bahasa yang digunakan pada data 29 adalah ragam ngoko, hal itu dilakukan karena antara P dan MT memiliki tingkat kekraban yang tinggi.

Data 30

P :” Sangu semir, sangu sikat. Keton bae nek ora disemir.” ‘Membawa semir dan sikat. Terlihat juga jika tidak disemir.’

MT :”Ya.”

‘Iya’

Pada data 30, P mengingatkan MT untuk membawa serta semir dan sikat sepatu saat DIKLAT. Maksim penerimaan dilakukan MT dengan tuturan,”Ya.” ‘Iya’.

Fungsi dari tindak tutur mengingatkan yang dilakukan P kepada MT yang terdapat pada data 28, 29, dan 30 adalah mengingatkan MT untuk jangan melupakan hal kecil seperti sabuk, papan nama, semir dan sikat sepatu saat DIKLATnya.

commit to user

8. Melarang Melarang adalah mencegah orang lain untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi tindak tutur melarang adalah tindak pertuturan yang disampaikan penutur untuk mencegah mitra tutur melakukan sesuatu yang tidak diinginkan penutur.

Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan tindak tutur direktif melarang antara lain sebagai berikut.

Data 31

P :”Umpamane pak Koran ora bisa melu, terus bojone njenengan arep dilebokena, ora dadi!” ‘Jika pak Koran tidak bisa ikut, lalu istri anda ingin dimasukkan, tidak bisa!’

MT :”Ya ora olih!”

‘Iya tidak boleh!’

Pada data 31 di atas, konteks tuturannya adalah P bermaksud menjelaskan apa yang menjadi larangan dalam aturan piknik yang akan dilaksanakan. Salah satu larangan yang tidak boleh dilakukan adalah memasukkan salah seorang kerabat ke dalam acara jika salah seorang pegawai tidak bisa mengikuti acara tersebut. Hal itu tercermin dalam tuturan,”Umpamane pak Koran ora bisa melu, terus bojone njenengan arep dilebokena, ora dadi!” ‘Jika pak Koran tidak bisa ikut, lalu istri anda ingin dimasukkan, tidak bisa!’. Lalu MT yang merupakan koordinator acara tersebut menekankan kembali dengan mengatakan,”Ya ora olih!” ‘Ya tidak boleh!’. Tuturan P tersebut menunjukkan tindak tutur melarang,

commit to user

sedangkan tuturan MT menunjukkan telah terjadi maksim kesetujuan atau kecocokkan.

Data 32

P1

:”Sing semene ya!” ‘Yang sebesra ini ya!’

MT1 :”Ya.”

‘Iya’ MT2 :”Kuwene dijajal digawa bae!” engko nek ora pas kepriwe?” ‘itunya coba dibawa saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’ MT1 :”He?”

‘Apa?’

:”Sih! wis nganah!” ‘Tidak! Sudah sana!’

Konteks tuturan pada data 32 adalah, P mula-mula menyuruh MT1 untuk membeli plastik yang berukuran tertentu. Lalu MT1 menyanggupinya. Kemudian MT2 menyarankan agar apa yang akan dimasukkan plastik tersebut untuk dibawa sebagai pengukur pas tidaknya ukuran plastik yang diminta P. Tetapi P melarang dan menolak saran MT2, dikarenakan benda yang akan dimasukkan ke dalam plastik adalah gaji para pegawai. Sehingga saran yang diberikan MT2 kepada P adalah semata-mata bertujuan untuk menggoda P atau sebagai humor saja. Skala pilihan sebenarnya terdapat pada tuturan yang dituturkan MT2,”Kuwene dijajal digawa bae!” engko nek ora pas kepriwe?” ‘Itunya coba dibawa saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’. Tetapi karena isi dari pilihan yang diajukan adalah sebagi humor saja, P menolak pilihan tersebut. Sehingga maksim penerimaan tidak berlangsung di data 32. Skala jarak sosial tidak pula menjadi soal dalam tuturan ini, dikarenakan walaupun ketiganya

commit to user

memakai ragam ngoko dalam penyampaian tuturannya. Ketiganya menerima keadaan masing-masing individu. P menerima tanggapan MT1 yang dalam tuturannya menggunakan ragam ngoko dikarenakan ketidaktahuannya akan sopan santun dalam berkomunikasi. Lalu P juga menerima penggunaan ragam ngoko oleh MT2, dikarenakan keakraban yang tinggi antara keduanya dan sifat humoris yang dimiliki MT2.

Data 8

:” Ngesuk nang ngebisan ora ulih ngrokok!” ‘Besok tidak boleh merokok di dalam bus!’

MT :” Ora lah, ngesuk rokoke dibenahi ben awet.”

‘Tidak, besok rokoknya disimpan agar awet’

Tindak tutur melarang dalam data 33 ini terletak pada tuturan yang dikatakan oleh P,”Ngesuk nang ngebisan ora ulih ngrokok!” ‘Besok tidak boleh merokok di dalam bus!’. Penanda lingual “ora ulih” ‘tidak boleh’ dalam data 33 menjadi ciri mengapa data 33 ini termasuk dalam tindak tutur melarang. Hal ini ditanggapi oleh MT dengan mengatakan,”Ora lah, ngesuk rokoke dibenahi ben awet.” ‘Tidak, besok rokoknya disimpan agar awet’. Tuturan tersebut menandakan bahwa maksim penerimaan telah dilakukan oleh MT terhadap larangan yang disampaikan P. Walaupun telah terjadi pelanggaran terhadap skala kelangsungan yang dilakukan oleh P, yakni dengan mengatakan secara langsung apa yang menjadi kehendaknya yaitu melarang adanya rokok di dalam bus yang akan dikendarai dalam acara piknik. Ragam ngoko juga mewarnai tuturan pada data 33, sekali lagi karena derajat keakraban yang tinggi diantara para

commit to user

pegawai sehingga skala jarak sosial seringkali bukan merupakan jurang pemisah antarpegawai untuk saling akrab.

Data 29

P :”Ora nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’

MT :”Ngesuk pesen maninglah.”

‘Besok pesan lagi’

:”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami di sana!’

Tindak tutur melarang pada data 34 tersirat dalam tuturan yang dituturkan oleh P,”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami di sana!’. Walaupun tidak secara tegas dan jelas melarang tetapi tersirat dalam tuturan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindak tutur melarang pada data 34 berfungsi untuk melarang dan tindak tutur pada data 31, 32, serta 34 juga berfungsi untuk melarang.

9. Menginterogasi Tindak tutur direktif menginterogasi adalah tindak pertuturan yang dilakukan P kepada MT untuk mengetahui sesuatu atau meminta keterangan yang mungkin diketahui MT.

Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan TTD menginterogasi antara lain sebagai berikut.

commit to user

Data 35

:”Mangga…” “Potone pun diasta?” ‘Silakan…Fotonya sudah dibawa?’

MT :”Aduh jan…”

‘Aduh,….’

:”Ini pake bulan apa?” ‘Ini memakai bulan apa?’

MT :”Akhir Januari.”

‘Akhir Januari’

:”Karo apa? Februari?” ‘Dengan apa? Februari?’

MT :” Nggih…”

‘Iya…’

Data 35 di atas termasuk dalam tindak tutur direktif yang berfungsi menginterogasi atau meminta keterangan, yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan P kepada MT, yakni “Potone pun diasta?” ‘Silakan…Fotonya sudah dibawa?’,”Ini pake bulan apa?” ‘Ini memakai bulan apa?’,”Karo apa? Februari?” ‘Dengan apa? Februari?’. Data 35 menunjukkan bahwa P meminta keterangan MT mengenai beberapa hal yang menyangkut dokumen resmi yang harus dilengkapi MT. Prinsip kerjasama dalam data 35 tersebut telah terpenuhi, sehingga orang lain yang tidak mengetahui konteks dan isi pertuturan tidak akan mengerti dengan jelas apa yang menjadi topik pertuturan tersebut. Penggunaan ragam ngoko yang dilakukan P pada data 35 tersebut mengindikasikan bahwa P merasa memiliki kewenangan atau kekuasaan yang lebih dibanding MT, bisa dikatakan bahwa P merasa lebih tahu dibanding MT dan P merasa MT membutuhkan bantuannya. Bahasa Indonesia yang juga digunakan P dalam pertuturan pada data 35 tersebut menunjukkan bahwa

commit to user

antara P dan MT memiliki hubungan yang tidak terlalu akrab, sehingga terkadang digunakan bahasa formal. Maksim penerimaan atas penginterogasian yang dilakukan P kepada MT telah ditunjukkan MT pada tuturannya, yakni”Aduh jan…” ‘Aduh,….’, ”Akhir Januari.” ‘Akhir Januari’, ”Nggih…” ‘Iya…’.Pertanyaan-pertanyaan sebagai alat interogasi serta jawaban-jawaban sebagai maksim penerimaan atas penginterogasian P kepada MT yang ditunjukkan pada data 35 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut berfungsi sebagai tindak tutur menginterogasi atau meminta keterangan.

Data 36

:”Mbak, buku sejarahnya UPT?” ‘Mbak, buku sejarah UPT?’

MT :”O nggih pak, menawi dinten Senen pripun bapak?” ‘O, iya pak. Kalau hari Senin bgamana pak?’

P :”O nggih saged, soale onten sing ngampil. Njenengan ajeng teras teng pundi?” ‘O, iya bisa soalnya ada yang ingin meminjam. Anda mau ke mana setelah ini?’

MT :”Nggih tesih ten mriki.”

‘Iya masih di sini’

Fungsi dari tindak tutur direktif pada data 36 di atas adalah menginterogasi atau meminta keterangan. Partisipan pada data 36 tersebut adalah peneliti sebagai MT dan pegawai Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai P. P meminta keterangan kepada peneliti mengenai kapan buku sejarah Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dipinjam MT akan dikembalikan. Penginterogasian tersebut tercermin dalam tuturan P

commit to user

berikut,”Mbak, buku sejarahnya UPT?” ‘Mbak, buku sejarah UPT?’. Maksim penerimaan atas penginterogasian P diterima MT dengan menuturkan,”O nggih pak, menawi dinten Senen pripun bapak?” ‘O, iya pak. Kalau hari Senin bagamana pak?’. Penggunaan bahasa Indonesia oleh P dilatarbelakangi oleh kurang akrabnya hubungan di antara keduanya. Oleh karena itu, untuk memunculkan data berbahasa Jawa peneliti sebagai MT merespon tuturan P dengan penggunaan bahasa Jawa ragam krama. Disamping dapat memunculkan data berbahasa Jawa, MT juga melaksanakan skala jarak sosial yakni menghormati orang yang lebih tua dengan ragam krama yang MT gunakan. Pancingan MT dengan bahasa Jawa ragam krama berhasil dan membuat P mengalihkan kodenya menjadi bahasa Jawa pula ragam krama, dengan menuturkan :”O nggih saged, soale onten sing ngampil. Njenengan ajeng teras teng pundi?” ‘O, iya bisa soalnya ada yang ingin meminjam. Anda mau ke mana setelah ini?’. Maksim penerimaan ditunjukkan pula oleh P dengan tuturan ini. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa data 36 tersebut memiliki fungsi sebagai tindak tutur direktif menginterogasi atau meminta keterangan.

10. Menyumpah Menyumpah adalah tindakan yang dilakukan seseorang kepada orang lain untuk mendoakan agar orang lain terkena sesuatu sesuai dengan sumpahannya. Data yang dapat ditemukan mengenai tindak tutur

commit to user

menyumpah di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.

Data 37

P :”Engko, tek supatani ben dadi jambu mete ngger saru!” ‘Nanti saya sumpahi biar jadi jambu mete kalau tidak sopan!’

MT :”Ya nganah!”

‘Biar saja!’

Fungsi tindak tutur yang terdapat pada data 37 di atas adalah fungsi menyumpah. Fungsi menyumpah tersebut tercermin dalam penuturan P di atas, yakni: ”Engko, tek supatani ben dadi jambu mete ngger saru!” ‘Nanti saya sumpahi biar jadi jambu mete kalau tidak sopan!’. Penanda lingual yang menunjukkan bahwa tuturan pada data 37 tersebut termasuk fungsi menyumpah adalah kata “supatani” ‘sumpahi’. Situasi yang terdapat pada peristiwa tutur tersebut adalah situasi tidak formal dan penuh humor, sehingga skala jarak sosial tidak diperhatikan. Hal ini tercermin dalam penggunaan ragam ngoko oleh kedua belah pihak. Berdasarkan uraian di atas, simpulan yang dapat diambil adalah data 37 tersebut memiliki fungsi menyumpah.

11. Menantang Tindak tutur direktif menantang adalah tindakan P dalam mengujarkan sesuatu hal yang memancing keberanian MT. Data yang dapat ditemukan mengenai tindak tutur menantang di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.

commit to user

Data 38

:”Apa wani bali jam rolas?” ‘Apa berani pulang jam dua belas?’

MT :”Ya wani!”

‘Ya berani!’

Fungsi dari tindak tutur pada data 38 di atas adalah fungsi menantang. Hal itu tercermin dalam tuturan yang diujarkan P kepada MT, yakni ”Apa wani bali jam rolas?” ‘Apa berani pulang jam dua belas?’. Tuturan tersebut merupakan tantangan kepada MT untuk pulang pada jam duabelas malam. Respon MT dengan tantangan P menunjukkan pembuktian dan kepercayaan diri bahwa MT berani melakukan tantangan P. Respon MT tersebut tercermin dalam tuturannya,”Ya wani!” ‘Ya berani!’. Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan pada data 38 tersebut menunjukkan keakraban yang tinggi diantara P dan MT, sehingga skala jarak sosial tidak menjadi hal yang dipersoalkan dalam peristiwa tutur tersebut. Penggunaan ragam ngoko tersebut juga menunjukkan bahwa situasi yang terdapat pada peristiwa tutur tersebut tidak formal, jika tuturan tersebut terjadi pada situasi formal sangat dimungkinkan terjadinya percekcokan atau perkelahian antara P dan MT. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tuturan yang terdapat pada data 38 tersebut memiliki fungsi menantang.

12. Menyapa Menyapa adalah tindak pertuturan yang dilakukan seseorang untuk

menegur orang lain sebagai keramahtamahan. Data yang dapat ditemukan

commit to user

mengenai tindak tutur menyapa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.

Data 39

:”Sugeng bu?” ‘Bagaimana kabarnya bu?’

MT :”Preian mbak?”

‘Liburan mbak?’

:”Nggih…” ‘Iya…’

MT :”Wis semester pira mbak?”

‘Sudah semester berapa?’

:”Pun wolu niki bu, saweg skripsi.” ‘Sudah delapan bu, sedang skripsi.’

Data 39 di atas merupakan fungsi dari tindak tutur menyapa. Partisipan dalam peristiwa tutur di atas adalah peneliti sebagai P dan tamu di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai MT. P melakukan tindak tutur menyapa dengan menuturkan,”Sugeng bu?” ‘Bagaimana kabarnya bu?’ dan tuturan tersebut merupakan penanda dari tindak tutur menyapa. Respon yang diberikan MT saat tindak tutur menyapa dilakukan P adalah dengan menyalami P dan memberi isyarat dengan anggukkan kepalanya. Penggunaan ragam krama oleh P merupakan pelaksanaan skala jarak sosial yang harus dilakukan jika MT memiliki usia yang lebih tua dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding P. Tujuan dari tindak tutur menyapa ini adalah sebagai keramahtamahan, karena di dalam masyarakat Jawa terdapat norma yang tidak tertulis tentang keramahtamahan jika bertemu dengan orang lain.

commit to user

Dapat disimpulkan bahwa tindak pertuturan pada data 39 tersebut memiliki fungsi menyapa.

13. Mengharap Tindak tutur mengharap adalah tindak pertuturan yang disampaikan P kepada MT atau orang lain agar MT ataupun orang lain tersebut mengabulkannya. Data yang dapat ditemukan mengenai tindak tutur mengharap di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.

Data 40

P :” Nyong kon mangguli, tuli kudune nggawa sarapan kae ya!” ‘Saya disuruh membawa seharusnya dia membawa sarapan ya!’

MT :” Ya engko tuli nggawa.”

‘Ya nanti paling membawa’

Fungsi dari tindak tutur yang terdapat pada data 40 tersebut adalah fungsi mengharap. P mengharap orang yang dibicarakan bersama MT membawa sarapan untuknya, karena P merasa sudah dimintai pertolongannya membawa sesuatu. Tindak tutur mengharap tercermin dalam tuturan P berikut,” Nyong kon mangguli, tuli kudune nggawa sarapan kae ya!” ‘Saya disuruh membawa seharusnya dia membawa sarapan ya!’. Lalu MT mmberi respon dengan menuturkan,” Ya engko tuli nggawa.” ‘Ya nanti paling membawa’. Respon itu dilakukan untuk memberi harapan kepada P akan mendapatkan apa yang diharapkannya. Fungsi mengharap tercermin dalam tuturan P tersebut, sehingga dapat disimpulkan data 40 tersebut memiliki fungsi mengharap.

commit to user