Peristiwa DI/TII

3. Peristiwa DI/TII

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi berdiri tanggal

7 Agustus 1949. Namun, akar sejarahnya telah ada sejak zaman Jepang, saat muncul keinginan untuk membentuk negara berdasarkan Islam. Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.

a. DI/TII Jawa Barat

DI/TII sempat menguasai Jawa Barat setelah Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville. Namun, Kartosuwirjo bersama empat ribu tentaranya tetap bertahan. Beliau bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal

25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI. Gerakan DI/TII sulit dipadamkan karena mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu, gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi alam daerah Jawa Barat. Mereka tidak segan untuk mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan ke- pentingan pemerintah daerah.

Ajakan damai pernah dilontarkan Moh. Natsir sebagai wakil pemerintah. Namun, belum bisa meluluhkan perjuangan Kartosuwirjo. Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di bawah pengaruh Darul Islam. Gerakan DI/TII mampu bertahan selama 13 tahun. Gerakan DI/TII baru berakhir setelah Kartosuwirjo tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang II/328 Siliwangi dipimpin Letda Suhanda, menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka

▲ ▲ ▲ ▲ Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung. ▲ Gambar 6.19

S.M. Kartosuwirjo

b. DI/TII Jawa Tengah

Perjuangan DI/TII memperoleh dukungan dari Jawa Tengah. Tokoh utamanya adalah Amir Fatah. Beliau sebelumnya adalah pejuang dan komandan laskar Hizbullah. Selanjutnya ia berhasil mempengaruhi laskar Hizbullah yang mau bergabung dengan TNI di Tegal. Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri dan bergabung DI/TII Kartosuwirjo tanggal 23 Agustus 1949. Mereka menciptakan pemerintahan tandingan di daerahnya.

Gerakan yang sama muncul di Kebumen. Pemimpinnya adalah Mohammad Mahfu’dh Abdulrachman atau yang dikenal dengan Kiai Sumolangu. Gerakannya juga merupakan penerus

DI/TII Kartosuwirjo dengan basis di Brebes dan Tegal. Gerakan ini kuat setelah Batalion 423 dan 426 bergabung dengan mereka. Pembelotan ini merupakan pukulan bagi TNI saat itu.

Pemerintah kemudian membentuk pasukan Banteng Raiders untuk menghadapi gerakan tersebut. Dengan pasukan ini, pemerintah menggelar operasi Gerakan Banteng Negara. Sisa- sisa gerakan DI/TII di Jawa Tengah kemudian berhasil dipatahkan oleh pemerintah melalui Operasi Guntur.

c. DI/TII Sulawesi Selatan

Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Beliau sebelumnya adalah pejuang bersama-sama Andi Mattalatta dan Saleh Lahade. Mereka membentuk Tentara Republik Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Ide itu disetujui Panglima Besar Jenderal Sudirman tanggal 16 April 1946. Setibanya di Sulawesi Selatan, Kahar membentuk Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Namun, Kahar menolak ketika pemerintah hendak mengada- kan perampingan organisasi ketentaraan. Kahar ingin membentuk Brigade Hasanuddin dan menolak bergabung dengan APRIS. Dengan pasukan dan peralatan, Kahar lari ke hutan pada bulan Agustus 1951. Mereka memproklamasikan diri sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Bahkan, mereka sering meneror rakyat dan tentara APRIS. Gerakan ini baru bisa dipadamkan bulan Februari 1965. Lamanya penanggulangan gerakan ini disebabkan mereka sangat menguasai medan.

d. DI/TII Aceh

Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh oleh Daud Beureuh. Latar belakang gerakan ini terjadi saat Indonesia kembali ke negara kesatuan pada tahun 1950. Beureuh tidak puas dengan status Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap mengurangi kekuasaannya. Beliau kemudian mengeluarkan maklumat tanggal 21 September 1953. Isinya adalah Aceh merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwirjo.

Gerakan Beureuh sulit dipatahkan karena menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi wilayah Aceh. Beureuh berhasil mempengaruhi rakyat Aceh. Selain menyadarkan rakyat agar percaya kepada pemerintah, TNI juga melakukan

Sumber: Sabili ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ Gambar 6.20

Daud Beureuh

Itulah beberapa peristiwa yang sempat mengganggu jalannya pemerintahan hingga tahun 1960-an. Ada beragam latar belakang yang menyebabkan meletusnya peristiwa tersebut. Pemerintah melakukan perundingan dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.