Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru

2. Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Soeharto perlu waktu sekitar dua belas tahun untuk meraih keberhasilan pembangunan dalam bidang ekonomi dan ke- pendudukan. Masa keemasan Orde Baru terjadi pada tahun 1976– 1988. Keberhasilan itu didukung melonjaknya harga minyak dunia, mengalirnya bantuan negara-negara donor, dan efektifnya rencana pembangunan lima tahun (Repelita) I–III. Pada tahun 1980-an Indonesia adalah penghasil gas alam cair terbesar di dunia. Kedudukan Indonesia sebagai negara antikomunis mempermudah bantuan Barat.

Pelaksanaan Repelita bisa tepat sasaran dan program. Upaya Orde Baru untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat berhasil pada periode itu. Pendapatan per kapita Indonesia naik dari US$70 pada tahun 1968 menjadi US$1.000 pada tahun 1996.

a. Prestasi Orde Baru

Prestasi yang perlu dicatat selama Orde Baru sebagai berikut. Program transmigrasi bisa mengatasi kepadatan penduduk di Pulau Jawa dan membuka lahan-lahan baru di luar Pulau Jawa. Program keluarga berencana (KB) mampu menekan laju pertumbuhan penduduk. Untuk memberantas buta huruf, pemerintah membuat program bebas tiga buta (B3B). Pemerintah Orde Baru juga sukses menerapkan Gerakan Sumber: www.jabar.go.id Wajib Belajar Wajar 9 Tahun dan Gerak- ▲ ▲ ▲ ▲ ▲ Gambar 7.4

an Nasional Orang-Tua Asuh (GNOTA). Lambang keluarga berencana. Keberhasilan Soeharto menjaga stabilitas keamanan dalam

negeri mendorong masuknya investor asing. Mereka menanam- kan modal di Indonesia sehingga memperluas kesempatan kerja. Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menggalakkan cinta atas produk dalam negeri dan menumbuhkan rasa nasionalisme.

b. Swasembada Beras

Prestasi Orde Baru yang fenomenal adalah swasembada pangan pada tahun 1980-an. Usaha mencapai swasembada beras berlangsung selama Repelita I dan Repelita II. Usaha ini dilaksanakan melalui rehabilitasi saluran irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru, penyediaan fasilitas kredit, penerapan kebijaksanaan harga, serta pemanfaatan Sumber: Lands and Peoples 2

▲ ▲ ▲ ▲ teknologi dan penyuluhan. ▲ Gambar 7.5

Swasembada beras tahun 1980-an.

Repelita III menekankan usaha intensifikasi khusus (insus) pada tahun 1979. Misalnya, dengan memperluas penggunaan benih varietas unggul, penggunaan pupuk secara optimal, meningkatkan usaha pengendalian hama dan penyakit, serta meningkatkan pengelolaan air irigasi. Atas usaha yang dilakukan sejak Repelita I, impor beras tidak dilaksanakan mulai tahun 1984 dan swasembada beras berhasil dicapai.

Untuk mempertahankan swasembada beras dilaksanakan suprainsus pada Repelita IV. Sistem ini meningkatkan partisipasi kelompok tani. Programnya antara lain pembangunan dan pemeliharaan sarana irigasi, pencetakan sawah, dan pengendalian hama terpadu. Pada tahun pertama Repelita V, peningkatan produksi padi dilaksanakan dengan meningkatkan luas areal suprainsus dan pencetakan sawah. Prestasi pembangunan bidang pertanian selama Orde Baru bisa dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 7.2 Perkembangan Produksi Beberapa Hasil Pertanian Terpenting 1968–1989 (ribu ton)

No. Jenis Hasil

5.087 6.652 6.213 3. Ubi kayu

12.103 15.471 17.091 4. Ubi jalar

536 1.270 1.301 6. Kacang tanah

460 589 615 7. Ikan laut

1.682 2.170 2.272 8. Ikan darat

1.007 1.176 1.256 13. Kelapa sawit/minyak

982 1.800 1.879 14. Inti sawit

35 64 94 116 360 376 15. Kelapa/kopra

54 80 81 109 116 106 21. Gula/tebu

14.165 39.731 38.374 23. Kayu bulat 6)

24.180 28.485 19.789 24. Kayu olahan 6)

Sumber: www.bappenas.go.id Keterangan:

1) Angka diperbaiki

4) Dalam juta liter

2) Angka sementara

5) Dalam ton

3) Dalam gabah kering giling

6) Dalam ribu m 3

Dari tabel di depan kita bisa melihat produksi padi terus mengalami kenaikan. Dari 17,2 juta ton pada tahun 1968 menjadi 41,7 juta ton pada akhir Repelita IV atau meningkat lebih dua kali. Peningkatan produksi padi yang begitu pesat telah menghasil- kan swasembada beras pada tahun 1984. Peningkatan produksi padi disebabkan meningkatnya hasil rata-rata padi per hektare. Sejak awal Repelita I sampai akhir Repelita IV, hasil rata-rata per hektare meningkat dari 2,13 ton per hektare (1968) menjadi 4,11 ton per hektare (1988). Peningkatan hasil rata-rata tersebut disebabkan meningkatnya mutu usaha intensifikasi. Misalnya, pengelolaan air irigasi, penyuluhan dan penyediaan fasilitas kredit, serasinya hubungan antara harga pupuk dan padi, semakin baiknya prasarana dan distribusi pupuk, serta semakin efisiennya penggunaan pupuk. Faktor lain yang menyebabkan kenaikan produksi padi adalah semakin luasnya areal panen, terutama luas panen intensifikasi.