1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha mikro, kecil dan menengah UMKM dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia memiliki peran strategis. Berdasarkan data
Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2013, peran strategis UMKM dapat dilihat dari beberapa aspek, pertama jumlah industri UMKM yang besar
yaitu 57 juta unit usaha yang meningkat 2,41 persen dari Tahun 2012. Kedua, mampu menyerap 114 juta tenaga kerja atau 96,9 persen dari total tenaga
kerja yang terdapat pada UMKM dan besar. Ketiga, memberikan kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto PDB. Selama kurun waktu
2008-2013 jumlah PDB UMKM meningkat sebanyak Rp4.328.355,2 miliar atau 50,62. Pada tahun 2012-2013 jumlah PDB UMKM meningkat
sebanyak Rp844.978,7 miliar atau 17,35 persen. Selain itu, UMKM mampu memasuki berbagai sektor terutama pada sektor pertanian.
Meskipun memiliki peran strategis, tidak dapat dipungkiri perkembangan UMKM masih terkendala oleh berbagai permasalahan. Salah
satu permasalahan klasik yang dihadapi adalah keterbatasan pendanaan yang antara lain disebabkan oleh masih sulitnya UMKM dalam akses ke lembaga
keuangan bank dan non bank, padahal pembiayaankredit merupakan salah satu hal yang krusial dalam pengembangan usaha di samping aspek pasar dan
kapasitas teknismanajemen
.
Laporan Bank Indonesia tentang perkembangan kredit UMKM per Triwulan I tahun 2014, menunjukkan bahwa hanya 21,8
persen yang disalurkan bagi usaha mikro www.bi.go.id. Beberapa aspek yang menghambat akses usaha mikro ke perbankan adalah adanya tuntutan
jaminan collateral sebagai persyaratan untuk mendapatkan layanan kredit yang sulit dipenuhi oleh pemilik usaha mikro Badulescu, 2011; Tambunan,
2 2012; BI Solo, 2013. Selain itu, Situmorang dan Situmorang 2008
menemukan tingginya suku bunga kredit perbankan juga sebagai salah satu penyebabnya. Tambunan 2012 juga menegaskan bahwa hambatan-
hambatan lain yang dihadapi usaha mikro dalam mengakses modal dari perbankan adalah ketidaktahuan tentang prosedur pengajuan kredit, prosedur
pengajuan kredit yang berbelit-belit, dan adanya kekuatiran kredit yang diajukan tidak memenuhi standar. Kesulitan dalam mengakses modal dengan
sendirinya akan menghambat pemilik usaha mikro dalam mengembangkan usahanya Ackah dan Vuvor, 2011.
Permasalahan klasik tentang keterbatasan modal juga terjadi pada usaha mikro kain tenun di Sumba Timur Radda, 2005; Babang, 2008.
Keterbatasan modal ini akan menghambat pemilik usaha mikro dalam mengembangkan usahanya. Demi berlangsungnya usaha, maka pemilik usaha
mikro akan mencari tambahan modal dari luar, dalam hal ini hutang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sampai saat ini, keputusan pendanaan
khususnya hutang masih menjadi isu yang penting bagi pemilik usaha mikro, terutama di Sumba Timur.
Penelitian tentang keputusan pendanaan umumnya difokuskan pada perusahaan go-public, yang mendapatkan manfaat dari berbagai peluang
pendanaan Myers, 2001. Sebaliknya usaha yang sangat kecil mikro memiliki karakteristik tertentu dan kendala pendanaan, yang menciptakan
isu-isu pendanaan yang berbeda dibandingkan dengan yang dihadapi oleh perusahaan yang lebih besar atau bahkan usaha kecil dan menengah Aktas,
2011. Salah satu karakteristik yang membedakan usaha mikro dengan skala usaha yang lain adalah kepemilikan usaha. Pada usaha besar terdapat
pemisahan antara pemilik owner dan manajer manager, sedangkan pada usaha mikro pemilik sekaligus sebagai manajer Holmes et al., 2003; Ang
dan Lawson, 2010. Perbedaan ini akan mempengaruhi pada keputusan- keputusan usaha yang diambil, termasuk keputusan pendanaan. Pengambilan
3 keputusan pendanaan pada usaha mikro dilakukan secara individual oleh
pemilik owner yang berperan langsung sebagai pengelola manager. Penelitian tentang keputusan pendanaan pada usaha mikro, kecil, dan
menengah UMKM selama ini lebih menekankan pada kaitannya dengan karakteristik yang melekat pada individu pemilik usaha. Penelitian tersebut
antara lain yang berkaitan dengan karakteristik demografi seperti umur Briozzo dan Vigier, 2007, gender Coleman dan Cohn, 2000; Carter dan
Auken, 2007; Huang dan Kisgen, 2008; Alesina et al., 2008; Cole dan Mehran, 2009; Alina, 2011; Zabri, 2012; Asiedu et al., 2012; Gonzales dan
Ozuna, 2012, etnik Fraser, 2005, pendidikan Vos et al., 2007, dan pengalaman Woldie et al., 2008. Selain faktor demografi, beberapa peneliti
menekankan pada preferensi pemilik usaha dalam memilih pendanaan hutang atau modal sendiri Vos et al., 2005; Briozzo dan Vigier, 2007; Mac an
Bhaird, 2010; Daskalakis, 2010; Zabri, 2012. Studi lainnya meneliti pengaruh bias psikologis terhadap pengambilan keputusan hutang seperti
overconfidence dan illusion of control Supramono dan Putlia, 2010.
Penelitian-penelitian di atas hanya menekankan pada satu dimensi faktor yaitu faktor dari dalam diri individu. Padahal keputusan pendanaan
UMKM dapat ditentukan oleh multidimensi faktor baik dari dalam individu maupun luar individu Michaelas et al., 1998; Holmes et al., 2003. Studi ini
akan menggunakan faktor-faktor yang terdapat dalam Theory of Planned Behavior
TPB sebagai kerangka kerja untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang faktor penentu perilaku pengusaha khususnya skala mikro
dalam membuat keputusan hutang. Adapun pertimbangan penggunaaan Theory of Planned Behavior
yang dikemukakan oleh Ajzen, 1991 adalah pertama
, merupakan salah satu teori yang telah secara luas digunakan untuk menjelaskan perilaku individu, dan telah terbukti dapat menjelaskan berbagai
perilaku pengambilan keputusan individu dalam perusahaan termasuk keputusan keuangan Hailu et al., 2005; Espel et al., 2009; Phan dan Zhou,
4 2014; Koropp et al., 2014. Kedua, Theory of Planned Behavior dapat
mengakomodir faktor multidimensi yang mempengaruhi perilaku individu Lu dan Chen, 2013. Faktor multidimensi dimaksud yaitu faktor dari dalam
diri individu dapat diakomodir oleh faktor sikap, yang menggambarkan perasaan individu apakah menerima atau menolak suatu perilaku, pengaruh
dari luar individu dapat diakomodir oleh faktor norma subyektif, yang menggambarkan pihak-pihak yang mempengaruhi individu untuk melakukan
suatu perilaku, dan faktor-faktor pendukung lainnya dapat diakomodir oleh faktor kontrol perilaku yang dipersepsikan, yang menggambarkan
kemudahan atau kesulitan yang dipersepsikan oleh individu untuk melakukan suatu perilaku.
Penelitian keputusan hutang yang menggunakan faktor-faktor dalam Theory of Planned Behavior
sejauh yang diketahui masih terbatas. Koropp et al. 2014 menggunakan Theory of Planned Behavior untuk melihat
pengambilan keputusan pemilik usaha tentang pilihan berbagai pendanaan termasuk hutang pada family firms saat melakukan investasi. Namun
penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut, di mana Koropp et al. 2014 meneliti tentang keputusan berbagai pilihan pendanaan multiple-
choice behaviors, sedangkan penelitian ini fokus pada satu jenis pendanaan
yaitu hutang. Hal ini sesuai dengan konsep Theory of Planned Behavior yang lebih tepat untuk menggambarkan keputusan yang sifatnya tunggal single-
choice decisions Sharma et al., 2003
Penelitian Koropp et al. 2014 dilakukan di negara Jerman, dengan ukuran perusahaan yang menjadi sampel penelitian cenderung merupakan
usaha besar berdasarkan kriteria Indonesia. Uni Eropa termasuk di dalamnya Jerman mendefinisikan usaha kecil sebagai usaha yang memiliki karyawan
kurang dari 50 orang, pendapatan setahun tidak melebihi 10 juta, dan jumlah aset tidak melebihi 13 juta. Usaha menengah adalah usaha yang
dikelola kurang dari 250 orang, pendapatan setahun tidak melebihi 50 juta,
5 dan jumlah aset tidak melebihi 50 juta. Usaha mikro merupakan usaha yang
dilakukan dengan karyawan kurang dari 10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi 2 juta, jumlah aset tidak melebihi 2 juta Nauwelaerts dan
Hollaenders, 2012. Jika dikurskan dalam rupiah kurs per 31 Desember 2015, 1=Rp13.795, maka pendapatan setahun maksimum untuk usaha
mikro Rp27,59 milyar; usaha kecil Rp137,95 milyar, dan usaha menengah Rp689,75 milyar.
Di Indonesia, sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 disebutkan kriteria usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta; usaha kecil memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta sampai dengan paling banyak Rp500 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp300 juta sampai dengan paling banyak Rp2 milyar; usaha menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500 juta
sampai dengan paling banyak Rp10 milyar termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2,5 milyar sampai
dengan paling banyak Rp50 milyar. Rata-rata penjualan perusahaan yang menjadi sampel penelitian Koropp et al sebesar €36,580,196.70 atau setara
Rp494 milyar sesuai kurs pada tahun 2009 tahun penelitian, dimana jumlah tersebut jauh di atas kriteria penjualan usaha mikro bahkan usaha menengah
di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Perbedaan kriteria definisi UMKM dapat menimbulkan permasalahan
yang berbeda yang dihadapi masing-masing pemilik usaha termasuk dalam keputusan pendanaan. Kondisi tersebut dapat saja mempengaruhi hasil
penelitian. Selain itu, jenis hutang yang diteliti berbeda dengan penelitian ini. Fokus penelitian Koropp et al. 2004 pada hutang yang digunakan untuk
investasi proyek kredit investasi, sedangkan penelitian ini akan difokuskan
6 pada hutang yang digunakan untuk kelangsungan proses produksi dari usaha
mikro yang cenderung bersifat jangka pendek kredit modal kerja. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa masih adanya kesenjangan
research gap dalam penelitian keputusan hutang pada usaha mikro berdasarkan faktor-faktor dalam Theory of Planned Behavior yang meliputi
sikap, norma subyektif, kontrol perilaku yang dipersepsikan, dan niat. Penelitian ini dilakukan pada usaha mikro kain tenun Sumba Timur
karena beberapa karakteristik berikut yang dimiliki oleh usaha tersebut. Karakteristik umum yang dimiliki: Pertama, Usaha kain tenun di Sumba
Timur merupakan usaha mikro terbesar di Sumba Timur yang banyak menyerap tenaga kerja Sumba Timur dalam angka Tahun 2015. Kedua,
sama seperti usaha mikro lainnya, usaha kain tenun mengalami pemasalahan klasik yaitu keterbatasan modal Radda, 2005; Babang, 2008, namun
berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumba Timur menunjukkan jumlah unit usaha kain tenun mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Jumlah unit usaha kain tenun tahun 2011 sebanyak 628 unit yang mengalami peningkatan sebesar 135 persen pada tahun 2014
menjadi 1.477 unit usaha www.sumbatimurkab.go.id. Namun peningkatan jumlah unit usaha tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan skala usaha.
Selain karakteristik umum di atas, usaha kain tenun di Sumba Timur memiliki karakteristik-karakteristik khusus. Pertama, usaha kain tenun di
Sumba Timur merupakan usaha rumah tangga, yang aktivitasnya tidak terlepas dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Aktivitas kehidupan
masyarakat Sumba Timur sangat kuat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang diyakini dan diwariskan oleh nenek moyang. Salah satunya adalah
hubungan kekerabatan menurut kabihu sukumarga yang sangat kuat yang tercermin dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Kabihu marga
memegang peranan sangat penting sebagai unit kesatuan masyarakat Bappenas, 2008. Setiap kegiatan yang dilakukan suatu keluarga seperti
7 syukuran kelahiran, pernikahan, upacara kematian, dan kegiatan lainnya,
akan melibatkan keluarga yang lain, terutama yang berada dalam kabihu yang sama. Kegiatan-kegiatan tersebut cenderung membutuhkan biaya besar.
Hal ini akan mempengaruhi ekonomi rumah tangga, termasuk usaha yang dikelola, sehingga ada kecenderungan dana usaha dicampuradukkan dengan
keperluan keluarga Radda, 2005. Kondisi ini dapat menyulitkan bagi pemilik usaha untuk memperoleh hutang dari pihak luar, yang akan
menghambat perkembangan usaha mereka. Selain itu, biaya sosial yang tinggi dapat membuat pemilik menggunakan dana usaha untuk keperluan
keluarga. Kedua, usaha kain tenun di Sumba Timur umumnya dimiliki oleh perempuan yang telah berkeluarga. Berkaitan dengan karakteristik pertama,
dimana usaha kain tenun merupakan usaha rumah tangga, pengambilan keputusan terkait usaha dapat dipengaruhi oleh suami, orang tua, dan saudara
lainnya. Mengingat dalam satu rumah tangga di Sumba Timur, biasanya terdiri dari beberapa kepala keluarga yang masih berhubungan darah
Bappenas, 2008. Karakteristik-karakteristik di atas dapat mempengaruhi pemilik usaha dalam melakukan keputusan hutang.
Karakteristik-karakteristik khusus di atas dapat diakomodir oleh faktor- faktor yang terdapat dalam Theory of Planned Behavior untuk
menggambarkan perilaku keputusan hutang usaha kain tenun di Sumba Timur. Karakteristik pertama berkaitan dengan hambatan yang dihadapi
pengusaha mikro untuk memperoleh hutang, dapat diakomodir oleh faktor kontrol perilaku yang dipersepsikan. Karakteristik kedua berkaitan dengan
pengaruh dari pihak-pihak di luar pengusaha kain tenun, dapat diakomodir oleh faktor norma subyektif.
1.2. Masalah dan Persoalan Penelitian