Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Keputusan Pendanaan

Keputusan pendanaan merupakan keputusan tentang struktur modal perusahaan yang menjelaskan tentang pemilihan perusahaan terhadap sumber dana hutang dan atau modal sendiri. Teori struktur modal modern mulai berkembang sejak disampaikannya makalah dalam sebuah seminar oleh Modigliani dan Miller (1958), selanjutnya disebut MM, yang mengemukakan berbagai proposisi. Proposisi yang menyatakan tidak relevannya keputusan struktur modal memberikan implikasi penting, yaitu pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi tidak relevan; dan secara implisit juga menimbulkan pertanyaan pada kondisi bagaimana keputusan tersebut menjadi relevan (Harris dan Raviv, 1991; Myers, 2001).

Teori Trade-off muncul karena perdebatan dengan dalil yang disampaikan MM. Ketika pajak penghasilan perusahaan telah ditambahkan ke ketidakrelevanan proposisi asli MM, hal ini menciptakan manfaat bagi utang dimana berfungsi untuk melindungi pendapatan dari pajak. Karena fungsi dan tujuan perusahaan adalah linier dan tidak ada biaya penerbitan utang, sehingga tersirat pembiayaan yang digunakan 100% utang (Frank dan Goyal, 2008). Beberapa riset telah memperkaya proposisi MM, antara lain dengan menghadirkan faktor pajak, costs of financial distress, bankruptcy costs sehingga melahirkan Trade-off Theory (Myers, 1984). Riset-riset tersebut mendukung bahwa perusahaan mempunyai struktur modal yang unik yang menyeimbangkan antara manfaat pajak dari pendanaan hutang dan biaya kesulitan keuangan dan kebangkrutan.

Teori pecking order adalah salah satu implikasi dari bagaimana informasi asimetri mempengaruhi investasi dan pilihan pendanaan (Myers,


(2)

1984). Dalam informasi asimetri, struktur modal perusahaan dirancang untuk mengurangi inefisiensi dalam keputusan investasi perusahaan yang disebabkan oleh asimetri informasi. Karena investor kurang memiliki informasi dibanding manajer mengenai nilai perusahaan, berarti nilai ekuitas yang diterbitkan akan berada di bawah harga pasar. Salah satu cara untuk menghindari situasi ini adalah melalui pembiayaan dengan sekuritas yang tidak dinilai rendah oleh pasar, seperti dana internal atau utang tanpa risiko (Myers dan Majluf, 1984). Berdasarkan argumen ini, Myers (1984) mengusulkan "pecking order" teori pembiayaan, yang mengklaim bahwa perusahaan lebih memilih untuk meningkatkan investasi baru, pertama dari dana internal melalui laba ditahan, kedua oleh hutang berisiko rendah, dan akhirnya dengan menerbitkan ekuitas.

Haris dan Raviv (1991) mereview survei yang dilakukan beberapa peneliti dan menunjukkan ada empat faktor yang menentukan struktur modal perusahaan, yaitu masalah keagenan, informasi asimetri, karakteristik produk dan pasar produk, dan pertimbangan kendali perusahaan. Pertama, model dalam masalah keagenan memprediksi bahwa perubahan leverage dalam struktur modal dipengaruhi oleh salah satu dari faktor berikut: nilai perusahaan, free cash flow, nilai likuidasi, reputasi manajerial, yang disertai dengan perubahan harga saham. Kedua, prediksi utama dari teori informasi asimetri menyangkut reaksi harga saham terhadap penjualan dan pertukaran sekuritas, jumlah leverage, dan apakah perusahaan mengamati “pecking order“ untuk penerbitan sekuritas. Ketiga, struktur modal yang berdasarkan pada karakteristik produk dan pasar produk terbilang masih baru. Teori ini mengeksplorasi hubungan antara struktur modal dengan strategi pasar produk dan atau karakteristik produk/input. Keempat, faktor pertimbangan kendali perusahaan melihat bahwa struktur modal dapat dijadikan alat untuk bagi manajer untuk menolak takeover. Meskipun berbagai penelitian dilakukan


(3)

berdasarkan faktor-faktor tersebut, namun struktur modal yang optimal masih belum dapat ditemukan atau masih “still searching” (Myers, 1993).

Swanson et al. (2003) dalam bukunya yang berjudul “The Capital Structure Paradigm: Evolution of Debt/Equity Choices” menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal adalah: corporate tax, personal tax, bankruptcy, agency costs, corporate governance, signaling, ownership structure, macro economic variable, floatation and other direct cost, government and other regulation. Lebih lanjut penulis yang sama juga mengatakan bahwa tidak ada rumus yang unik dalam menghitung struktur modal perusahaan. Namun keputusan manajemen tentang struktur modal merupakan faktor penting dalam kegagalan dan kesuksesan perusahaan.

Struktur modal pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pada dasarnya sama dengan usaha lainnya yaitu terdiri dari modal ekuitas dan modal hutang, namun berbeda sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan modal tersebut (Holmes et al., 2003). Zimmerer et al. (2009) dan Scarborough (2013) menjelaskan sumber modal ekuitas (equity capital) bagi UMKM berasal dari tabungan pribadi, teman dan anggota keluarga, “malaikat penolong” (angel investor), mitra, dan perusahaan modal ventura. Sumber modal sendiri yang berasal dari angel investor, mitra dan modal ventura sering disebut private equity. Sedangkan sumber modal hutang (debt capital) berasal dari bank umum (hutang jangka pendek, hutang jangka menengah dan panjang) dan hutang non bank (antara lain pinjaman berbasis asset, factoring, koperasi simpan pinjam). Selain dari sumber pemberi pinjaman komersial, UMKM dapat juga memperoleh pinjaman dari pemerintah.

2.2. Keputusan Hutang Pada Usaha Mikro

Holmes et al. (2003) mengidentifikasi sumber dana eksternal yang biasa digunakan oleh usaha mikro, kecil dan menengah adalah pinjaman bank


(4)

dan pinjaman non bank (leasing, trade credit, dan factoring). Pinjaman bank sering tidak dimanfaatkan karena keterbatasan informasi (knowledge gap). Usaha mikro cenderung memiliki keterbatasan dalam mengakses hutang atau kredit perbankan walaupun tingkat bunga yang ditawarkan murah. Tetapi karena kebutuhan dana untuk tambahan modal kerja, pemilik usaha mikro sering mencari pinjaman di luar perbankan walau dengan bunga yang relatif lebih tinggi (Supramono, 2007). Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak adanya prosedur rumit sehingga mudah untuk mendapatkan pinjaman tersebut.

Tambunan (2012) mengidentifikasi bentuk hutang atau pinjaman yang sering digunakan oleh pemilik usaha mikro di Indonesia cenderung berupa pinjaman dari pedagang atau pemasok bahan baku (trade credit), pinjaman dari keluarga, peminjam informal, dan dari pembeli yang melakukan kredit/piutang.

Walaupun memiliki keterbatasan dalam mengakses kredit dari lembaga keuangan, studi yang ada menunjukkan bahwa ketika mengalami keterbatasan modal, pemilik usaha mikro dan kecil masih mengandalkan kredit dari lembaga keuangan karena manfaat yang diperoleh. Nuswantara (2012) menunjukkan bahwa kredit dapat meningkatkan pendapatan usaha usaha mikro dan kecil. Selain itu pemilik usaha akan menaikkan jumlah kredit apabila tingkat bunga menurun. Susilo (2010) menunjukkan bahwa pemilik usaha mikro dan kecil dapat mengakses kredit dari lembaga keuangan apabila ada dukungan dari pemerintah, LSM, dan pihak-pihak terkait. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa pemilik usaha mikro dan kecil masih diperhadapkan dengan masalah keputusan hutang atau kredit dalam rangka mengatasi kekurangan modal untuk kelangsungan usahanya.

Keputusan hutang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keputusan pemilik usaha mikro untuk menggunakan dana eksternal yang berasal dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk keperluan modal


(5)

kerja. Sumber dana eksternal dalam hal ini disesuaikan dengan konteks usaha mikro di Indonesia. Menurut Tambunan (2012), sumber dana eksternal bagi usaha mikro di Indonesia dapat dipiliah menjadi dua yaitu sumber keuangan formal dan informal. Sumber keuangan formal merupakan lembaga-lembaga keuangan mikro yang menyediakan pinjaman bagi usaha mikro seperti Bank Rakyat Indonesia Unit, Bank Perkreditan Rakyat, dan Lembaga Dana Kredit Perdesaan, Koperasi Simpan Pinjam, Pegadaian. Sedangkan sumber keuangan informal seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, proyek-proyek pemerintah dan pemberi pinjaman perorangan (Arsyad, 2008).

Berkenaan dengan karakteristik usaha mikro (owner-manager), keputusan pendanaan pada usaha mikro cenderung tergantung pada preferensi manajerial. Salah satu aspek terkait preferensi manajerial adalah aspek perilaku (Holmes et al., 2003). Lebih lanjut Holmes et al. (2003) menjelaskan bahwa pendekatan perilaku lebih relevan dalam melihat keputusan pendanaan pada usaha mikro. Oleh karena itu, penelitian-penelitian mulai diarahkan pada penekanan faktor-faktor yang dapat menentukan perilaku pendanaan usaha mikro. Beberapa penelitian melihat keputusan pendanaan berdasarkan faktor demografis seperti umur, etnik, gender, tingkat pendidikan, dan pengalaman (Fraser, 2005; Vos et al., 2007; Briozzo dan Vigier, 2007; Alina, 2011; Woldie et al., 2008). Selain itu penelitian lainnya mencoba melihat dari aspek bias psikologis (Supramono dan Putlia, 2010). Penelitian-penelitian tersebut lebih menekankan pada karakteristik yang melekat pada individu. Padahal dalam mengambil keputusan, individu (pengusaha) dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak di sekitarnya dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menggambarkan faktor-faktor yang menentukan keputusan hutang usaha mikro. Koropp et al. (2014) memberikan bukti bahwa faktor-faktor dalam TPB dapat digunakan untuk menjelaskan keputusan hutang pemilik usaha.


(6)

2.3. Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) dikemukakan oleh Ajzen (1991, 2005) sebagai salah satu teori psikologi sosial yang secara luas digunakan dalam menjelaskan perilaku manusia. Theory of Planned Behavior merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA). Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1975) menjelaskan bahwa perilaku (behavior) dilakukan karena individu mempunyai niat atau keinginan untuk melakukannya (intention). Dalam Theory of Reasoned Action, niat perilaku ditentukan oleh dua faktor utama yaitu sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavior) dan norma subyektif (subjective norm).

Ajzen menganggap bahwa hubungan antara sikap dan perilaku dalam Theory of Reasoned Action tidak menjelaskan mengenai perilaku yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh individu meskipun individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap perilaku yang dimaksud. Oleh karena itu Ajzen menambahkan satu penentu perilaku yaitu kontrol perilaku yang dipersepsikan (Ajzen, 1991, 2005; Jogiyanto, 2007; Sarwono dan Meinarno, 2009). Kontrol perilaku yang dipersepsikan memiliki peran ganda, yaitu sebagai salah satu penentu faktor niat dan penentu perilaku.

Model Theory of Planned Behavior dapat dilihat pada gambar berikut:


(7)

Gambar 2.1

Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991; 2005)

2.3.1.Niat

Niat (Intention) terhadap perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan individu sebelum perilaku sesungguhnya (actual behavior). Ajzen (2005) mendefinisikan niat sebagai variabel yang menangkap faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Niat dapat juga didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan perilaku (Jogiyanto, 2007).

Dalam Theory of Reasoned Action (TRA), Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa niat merupakan prediktor utama dari perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan orang dalam situasi tertentu. Jadi niat dari seseorang untuk (melakukan atau tidak melakukan) suatu perilaku merupakan penentu langsung dari tindakan atau perilaku. Niat ditentukan oleh dua determinan dasar yaitu determinan diri dan determinan pengaruh sosial. Determinan diri adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan determinan pengaruh sosial adalah norma subyektif (subjective norm).

Attitude toward the

behavior

Subjective Norm

Perceived behavioral

control


(8)

Dalam Theory of Planned Behavior (TPB), Ajzen (1991) menyatakan bahwa selain faktor sikap dan norma subyektif, niat terhadap suatu perilaku juga ditentukan oleh kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Ketiga faktor (sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dipersepsikan) diyakini memberikan kontribusi signifikan sebagai penentu niat. Namun tingkat kontribusi masing-masing faktor tersebut bervariasi tergantung perilaku dan situasi (Ajzen, 2005). Lebih lanjut Ajzen juga menyatakan bahwa dalam suatu perilaku, ada kemungkinan hanya faktor sikap terhadap perilaku yang mempunyai pengaruh signifikan, sedangkan pada perilaku lainnya, dua faktor (sikap terhadap perilaku dan kontrol perilaku yang dipersepsikan) yang signifikan. Demikian juga pada perilaku lainnya ketiga faktor tersebut bersama-sama mempengaruhi niat.

2.3.2.Sikap terhadap Perilaku

Dalam psikologi sosial, terdapat beberapa definisi tentang sikap. Menurut Allport, sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang bersama dengan pengalaman individual masing-masing, mengarahkan dan menentukan respons terhadap berbagai obyek dan situasi (Sarwono dan Meinarno, 2012). Menurut Mercer dan Clayton (2012), sikap adalah evaluasi menyeluruh terhadap suatu obyek berdasarkan informasi kognitif, afektif, dan behavioral. Fishbein dan Ajzen (1975) menggambarkan sikap sebagai perasaan umum seseorang untuk mendukung atau tidak mendukung terhadap suatu obyek. Lebih lanjut Fishbein dan Ajzen (1975) membedakan dua macam sikap yaitu sikap terhadap obyek (attitude toward object) dan sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior). Sikap terhadap obyek merupakan perasaan seseorang terhadap benda-benda atau obyek, sedangkan sikap terhadap perilaku merupakan perasaan seseorang mengenai suatu perilaku bukan obyek. Sikap


(9)

terhadap perilaku lebih kuat memprediksi suatu perilaku dibanding sikap terhadap obyek (Jogiyanto, 2007). Dalam kaitannya dengan Theory of Planned Behavior, sikap yang dimaksud adalah sikap terhadap perilaku (Ajzen, 1991).

Menurut Theory of Planned Behavior, sikap terhadap suatu perilaku merupakan salah satu anteseden dari faktor niat dalam memprediksi perilaku masa depan. Sikap terhadap perilaku (atittude toward the behavior) didefinisikan sejauh mana seseorang memiliki evaluasi mendukung atau tidak mendukung atau penilaian dari perilaku tersebut (Ajzen, 1991; 2005). Sikap terhadap perilaku dapat didefinisikan sebagai perasaan seseorang apakah menerima atau menolak suatu perilaku. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh keyakinan perilaku (behavioral beliefs). Keyakinan perilaku merupakan keyakinan individu akan konsekuensi perilaku yang dapat diterima, dimana keyakinan tersebut yang akan mendorong terbentuknya sikap.

Dalam model TRA dan TPB, sikap terhadap perilaku merupakan fungsi dari behavioral beliefs. Model ini mengkuantifikasi sikap terhadap perilaku dengan mengalikan keyakinan perilaku (kemungkinan subyektif) dengan evaluasi outcome (evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya). Kuantifikasi tersebut secara umum menunjukkan, orang yang percaya bahwa melakukan perilaku tertentu dapat menyebabkan hasil sebagian besar positif, akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap kinerja perilaku. Sebaliknya orang yang percaya bahwa melakukan perilaku akan mengakibatkan hasil sebagian besar negatif, akan mempunyai sikap yang tidak mendukung terhadap perilaku tersebut.

2.3.3.Norma Subyektif

Theory of Planned Behavior menyatakan bahwa niat untuk melakukan suatu perilaku dipengaruhi juga oleh faktor-faktor di luar faktor sikap. Salah


(10)

satunya faktor sosial, yang dikenal dengan istilah norma subyektif (Ajzen, 1991). Norma subyektif (subjective norm) merupakan persepsi atau pandangan seseorang mengenai kepercayaan orang lain apakah suatu perilaku dapat dilakukan atau tidak (Fishbein dan Ajzen, 1975). Lebih lanjut Fishbein dan Ajzen menyatakan bahwa norma subyektif secara umum ditentukan oleh dua komponen yaitu keyakinan norma (normative beliefs) dan motivasi untuk memenuhi (motivation to comply).

Keyakinan norma merupakan persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap dirinya yang menjadi acuan untuk melakukan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu atau tokoh panutan tersebut apakah subyek harus melakukan atau tidak suatu perilaku tertentu. Motivation to comply merupakan motivasi individu untuk memenuhi harapan tersebut. Norma subyektif dapat dilihat sebagai dinamika antara dorongan-dorongan yang dipersepsikan individu dari orang-orang disekitarnya dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tersebut.

Dalam model TPB, norma subyektif adalah pengaruh dari tekanan sosial yang dipersepsikan oleh individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. norma subyektif adalah fungsi dari normative beliefs (keyakinan normatif). Model ini mengkuantifikasi norma subyektif dengan dengan mengalikan keyakinan normatif (normative belief yang menggambarkan keyakinan seseorang terhadap individu atau grup referensi yang dapat mempengaruhi perilakunya) dengan motivasi seseorang untuk mengikuti (motivation to comply) apa yang diinginkan oleh referensi tersebut (Ajzen, 2005).

Dalam beberapa perilaku, referensi yang penting adalah orangtua, pasangan hidup, teman-teman dekat, teman-teman kerja, atau mungkin para


(11)

pakar sesuai dengan konteks perilaku. Secara umum, orang yang percaya pada banyak referent yang mempengaruhi mereka untuk melakukan suatu perilaku, akan menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya jika banyak referent mempengaruhi untuk tidak melakukan suatu perilaku, maka orang akan menerima tekanan sosial untuk tidak melakukan perilaku tersebut.

2.3.4.Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan

Ajzen (1991) menyatakan bahwa dalam melakukan suatu perilaku, individu dibatasi kekurangan-kekurangan yang dimiliki atau tidak adanya kesempatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi niat individu untuk melakukan perilaku, walaupun individu telah mempunyai sikap yang positif dan didukung orang lain. Oleh karena itu, dalam Theory of Planned Behavior, Ajzen mengemukakan pentingnya variabel Kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Ajzen (1991, 2005) mendefinisikan Kontrol perilaku yang dipersepsikan sebagai kemudahan atau kesulitan yang dipersepsikan oleh individu untuk melakukan suatu perilaku. Lebih lanjut Ajzen juga menyatakan bahwa Kontrol perilaku yang dipersepsikan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu, kepemilikan sumber daya (misalnya waktu, uang, dan lain-lain), dan kesempatan-kesempatan. Konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan tersebut menunjukkan bahwa banyak perilaku tidak semuanya dibawah kontrol penuh individual (Jogiyanto, 2007).

Kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control) merupakan persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan untuk melakukan suatu perilaku. Kontrol perilaku yang dipersepsikan juga diasumsikan fungsi dari keyakinan kontrol (beliefs control). Ajzen mengkuantifikasi Kontrol perilaku yang dipersepsikan dengan mengalikan keyakinan kontrol (ketersediaan sumber daya) dengan kekuatan sumber daya


(12)

untuk memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku. Keyakinan kontrol (control beliefs) merupakan keyakinan yang dimiliki oleh individual mengenai sumber-sumber daya dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya untuk mengantisipasi halangan yang dihadapi individu tersebut. Keyakinan ini tidak hanya didasarkan pada pengalaman masa lalu, tetapi dapat dipengaruhi oleh informasi pihak lain tentang perilaku, dengan mengamati pengalaman dari orang lain, dan dengan faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan atau mengurangi kesulitan persepsi dalam melakukan perilaku (Jogiyanto, 2007).

Theory of Planned Behavior menyatakan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi perilaku dalam dua cara. Pertama, kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi niat untuk melakukan perilaku. Kontrol perilaku yang dipersepsikan mempunyai implikasi motivasional untuk niat. Orang yang percaya bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya atau kesempatan untuk melakukan suatu perilaku, tidak mungkin mempunyai niat yang kuat untuk melakukan perilaku tersebut, meskipun mereka mempunyai sikap yang mendukung dan ada dukungan dari pihak lain. Kedua, kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi perilaku secara langsung. Dalam banyak kasus, kinerja perilaku tidak tergantung hanya pada motivasi untuk melakukan perilaku (niat), tetapi juga pada kontrol yang memadai atas perilaku tersebut. Karena itu dalam beberapa situasi perilaku kontrol yang dipersepsikan mungkin tidak realistis. Hal tersebut dapat terjadi dalam kasus bila individu mempunyai sedikit informasi tentang perilaku, persyaratan atau ketersediaan sumber daya yang berubah, atau bila ada unsur-unsur yang baru dan tidak familiar yang masuk dalam situasi (Ajzen, 2005).

Theory of Planned Behavior (TPB) telah banyak digunakan dan terbukti akurat untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia pada berbagai konteks yang dapat dilihat pada berikut:


(13)

Tabel 2.1

Penggunaan Theory of Planned Behavior dalam Berbagai Konteks

Konteks Penulis

Penggunaan teknologi informasi

Taylor dan Todd, 1995; Riemenscheineider et al., 2003; Cronan dan Al-Rafee, 2008; Maditinos et al., 2009; Al-Majali dan Mat, 2010

Perilaku dunia maya Mantymaki et al., 2014 Lingkungan Harland et al., 1999 Perilaku etis

pengambilan keputusan

Flanery dan May, 2000; Stevens et al., 2005 Penggunaan mobil Bamberg dan Schmidt, 2003

Pariwisata Kaplan et al., 2015; Han, 2015 Perilaku pembelian

online

Pavlou dan Fygenson, 2006; Lin, 2007; Velarde, 2012

Kesehatan Kim dan Chang, 2007; Brouwer dan Mosack, 2015; Mirutse et al., 2014; Fleming et al., 2015; Jekauc et al., 2015

Perilaku pelajar Wei et al., 2015

Penggunaan kartu kredit Xiao et al., 2011; Sari dan Rofaida, 2011 Kewirausahaan Rueda et al., 2014

Sumber: dari berbagai penelitian

Dalam konteks keuangan, beberapa penelitian juga telah menggunakan Theory of Planned Behavior. Penelitian-penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Hailu et al. (2005) yang melihat tentang niat menambah hutang oleh manajer dan direktur. Espel et al. (2009) meneliti tentang keputusan pemilik usaha kecil dan menengah dalam menggunakan dana dari modal swasta (private equity). Phan dan Zhou (2014) menggunakan Theory of Planned Behavior untuk menggambarkan niat pengambilan keputusan investasi, sedangkan Koropp et al. (2014) menggambarkan pengambilan keputusan pendanaan dalam familiy firms.


(14)

2.4. Model Penelitian dan Pengembangan Hipotesis

2.4.1. Pengaruh Sikap terhadap Hutang pada Niat Berhutang

Menurut Theory of Planned Behavior, sikap terhadap suatu perilaku merupakan salah satu anteseden dari faktor niat dalam memprediksi perilaku masa depan. Sikap terhadap perilaku didefinisikan sejauh mana seseorang memiliki evaluasi mendukung atau tidak mendukung atau penilaian dari perilaku tersebut (Ajzen, 1991; 2005). Jika individu mempunyai sikap lebih mendukung terhadap suatu perilaku, kesempatan lebih banyak bahwa mereka akan mempunyai niat untuk melakukan perilaku tersebut. Sebaliknya, jika individu merasa tidak mendukung suatu perilaku, maka mereka tidak akan mempunyai niat. Sikap terhadap perilaku dapat juga dipandang sebagai perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan (Jogiyanto, 2007; Koropp et al., 2013; 2014).

Banyak studi membuktikan pengaruh signifikan dari sikap terhadap niat perilaku dalam berbagai konteks (Vallerand et al., 1992; Taylor dan Todd, 1995; Bamberg dan Schmidt, 2003; Pavlou dan Fygenson, 2006; Lin, 2007; Xiao et al., 2011; Koukouvinos, 2012; Moody dan Siponen, 2013; Mantymaki et al., 2014; Mirutse et al., 2014; Rueda et a.l, 2014; Brouwer dan Mosack, 2015; Kaplan et al., 2015; Han, 2015; Jekauc et al., 2015). Dalam konteks keuangan, Phan dan Zhou (2014) menemukan bukti bahwa sikap terhadap keputusan investasi signifikan mempengaruhi niat investor untuk melakukan keputusan investasi tersebut.

Khusus keputusan pendanaan, Espel et al. (2009) menunjukkan bahwa faktor sikap secara positif mempengaruhi niat terhadap perilaku keputusan pendanaan private equity oleh pemilik usaha kecil dan menengah di Jerman. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Hailu et al. (2005) yang melihat pengaruh sikap manajer dan direktur terhadap niat untuk menambah hutang. Koropp et al. (2014) yang melakukan penelitian pada perusahaan keluarga (family firms) di Jerman juga menemukan sikap terhadap suatu


(15)

pilihan pendanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap niat untuk menggunakan pendanaan tersebut, baik itu hutang maupun ekuitas eksternal. Berkaitan dengan keputusan hutang, jika pemilik usaha memiliki sikap yang mendukung penggunaan hutang, maka mereka akan mempunyai niat untuk menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan. Sebaliknya jika pemilik usaha memiliki sikap yang tidak mendukung penggunaan hutang, maka mereka tidak akan mempunyai niat untuk berhutang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Sikap terhadap hutang secara positif mempengaruhi niat berhutang.

2.4.2. Pengaruh Norma Sosial terhadap Niat Berhutang

Theory of Planned Behavior menyatakan bahwa niat untuk melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, yang dikenal dengan istilah norma subyektif. Norma subyektif adalah pengaruh dari tekanan sosial yang dipersepsikan oleh individu untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku (Ajzen, 1991; 2005). Beberapa penelitian menggunakan istilah norma sosial (Woon dan Pee, 2005; Espel et al., 2009). Norma subyektif atau norma sosial merupakan fungsi dari keyakinan-keyakinan (beliefs), yaitu keyakinan-keyakinan sesorang bahwa individual-individual tertentu atau grup-grup tertentu menyetujui atau tidak menyetujui untuk melakukan suatu perilaku. Individu atau grup yang dimaksud adalah orangtua, pasangan, teman-teman, dan pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan konteks perilaku (Jogiyanto, 2007).

Banyak studi dalam berbagai konteks menemukan pengaruh yang signifikan dari norma subyektif (norma sosial) terhadap niat perilaku (Taylor dan Todd, 1995; Flannery dan May, 2000; Bamberg dan Schmidt, 2003; Pavlou dan Fygenson, 2006; Li dan Lai, 2008; Maditinos et al., 2009; Xiao et al., 2011; Phan dan Zhou, 2014; Rueda et al., 2014; Mantymaki et al., 2014;


(16)

Mirutse et al, 2014; Brouwer dan Mosack, 2015; Kaplan et al., 2015; Han, 2015; Wei et al., 2015). Hanya penelitian Lin (2007) dan Jekauc et al. (2015) yang menemukan hasil berbeda dimana norma subyektif tidak berpengaruh signifikan terhadap niat perilaku.

Dalam kaitannya dengan keputusan pendanaan (hutang), Matthews et al. (dalam Holmes et a.l, 2003) menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi adalah norma sosial. Norma sosial terhadap pendanaan didorong oleh pengaruh dari pembawa norma yang relevan dalam lingkungan pemilik usaha (Espel et al., 2009). Pembawa norma yang dimaksud adalah konsultan eksternal (pihak bank), konsultan internal, karyawan, dan keluarga. Dalam konteks usaha mikro, pembawa norma yang relevan adalah pihak keluarga, teman, masyarakat, dan pemerintah.

Penelitian Hailu et al. (2005) menemukan bahwa norma sosial (teman dan kolega) berpengaruh positif terhadap niat manajer dan direktur untuk menambah hutang. Hasil yang sama ditemukan dalam penelitian Espel et al. (2009), dimana norma subyektif mempengaruhi niat pemilik usaha kecil dan menengah untuk menggunakan pendanaan modal swasta. Selain itu, Penelitian Koropp et al. (2014) yang menggunakan norma keluarga (family norms) sebagai norma subyektif pada usaha keluarga (family firms) di Jerman, juga menemukan hasil yang sama bahwa norma keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat untuk menggunakan hutang.

Dalam konteks keputusan hutang pada usaha mikro, jika pengaruh norma sosial positif mendukung pemilik usaha untuk menggunakan hutang, maka mereka akan mempunyai niat untuk menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:


(17)

2.4.3. Pengaruh Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan terhadap Niat Berhutang

Dalam Theory of Planned Behavior, kontrol perilaku yang dipersepsikan mempunyai implikasi motivasional terhadap niat-niat. Artinya kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi niat untuk melakukan suatu perilaku. Ajzen (1991) menyatakan bahwa dalam melakukan suatu perilaku, individu dibatasi kekurangan-kekurangan yang dimiliki atau tidak adanya kesempatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi niat individu untuk melakukan perilaku, walaupun individu telah mempunyai sikap yang positif dan didukung orang lain. Konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan menunjukkan bahwa banyak perilaku tidak semuanya dibawah kontrol penuh individual (Jogiyanto, 2007).

Penelitian dalam berbagai konteks menemukan kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh signifikan terhadap niat (Taylor dan Todd, 1995; Harland et al., 1999; Bamberg dan Schmidt, 2003; Pavlou dan Fygenson, 2006; Lin, 2007; Li dan Lai, 2008; Maditinos et al., 2009; Xiao et al., 2011; Mantymaki et al., 2014; Rueda et al., 2014; Brouwer dan Mosack, 2015; Han, 2015; Kaplan et al., 2015; Jekauc et al., 2015), namun penelitian Flannery dan May (2000), Mirutse et al. (2014), dan Wei et al. (2015) menemukan hasil yang tidak signifikan.

Dalam konteks keuangan, ditemukan hasil yang berbeda-beda. Hailu et al. (2005) yang melakukan penelitian pada usaha besar, menemukan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan tidak signifikan dalam mempengaruhi niat manajer dan direktur untuk menambah hutang. Namun, Espel et al. (2009) menemukan kontrol perilaku yang dipersepsikan signifikan mempengaruhi niat pemilik usaha kecil dan menengah untuk pendanaan modal swasta. Hasil yang sama juga ditemukan Phan dan Zhou (2014) yang meneliti niat keputusan investasi oleh investor individual. Penelitian Koropp et al. (2014) menemukan dua hasil yang berbeda tentang hubungan antara


(18)

kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat menggunakan hutang dan ekuitas eksternal pada family firms di Jerman. Hasil tidak signifikan untuk pilihan pendanaan hutang dan hasil signifikan namun hubungan negatif untuk pilihan pendanaan ekuitas eksternal.

Berkaitan dengan keputusan hutang bagi usaha mikro di Indonesia, salah satu kendala dalam memperoleh hutang adalah kesulitan akses pada bank dan lembaga keuangan lainnya (OECD, 2000; Tambunan, 2012). Oleh karena itu, kontrol perilaku yang dipersepsikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi pemilik usaha mikro tentang kemudahan atau kesulitan akses ke pihak penyedia dana/kreditur dari lembaga keuangan mikro formal maupun informal. Kemudahan atau kesulitan akses yang dihadapi pemilik usaha mikro dalam penelitian ini dikaitkan dengan persepsi pemilik usaha terhadap hambatan yang dialami dalam mengakses permodalan seperti jaminan, besar atau kecilnya tingkat bunga yang ditawarkan, dan aksesibilitas ke kreditur. Jika pemilik usaha memiliki kemudahan akses ke kreditur, maka niat untuk berhutang akan semakin tinggi. Sebaliknya jika pemilik usaha mengalami kesulitan akses, maka niat untuk berhutang rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap

niat berhutang

2.4.4. Pengaruh Niat Berhutang terhadap Keputusan Hutang

Niat (intention) merupakan anteseden utama dari perilaku menurut model Theory of Planned Behavior. Niat merupakan kegiatan yang dilakukan individu sebelum perilaku sesungguhnya (actual behaviour). Niat adalah keinginan untuk melakukan perilaku (Jogiyanto, 2007). Ajzen (2005) mendefinisikan niat sebagai variabel yang menangkap faktor-faktor motivasi


(19)

yang mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi nilai niat terhadap suatu perilaku, maka semakin tinggi motivasi untuk melakukan perilaku tersebut.

Bukti-bukti empiris menunjukkan pengaruh yang signifikan dari niat terhadap perilakunya dalam berbagai konteks yaitu penggunaan teknologi informasi (Taylor dan Todd, 1995; Woon dan Pee, 2005; Moody dan Siponen, 2013); kesehatan (Brouwer dan Mosack, 2015); penggunaan mobil (Bamberg dan Schmidt, 2003); adopsi teknologi (Pavlou dan Fygenson, 2006; Karaiskos et al., 2012); dan perilaku konsumen (Lin, 2007; Koukouvinos, 2012).

Dalam konteks keputusan pendanaan, Espel et al. (2009) menemukan bahwa niat pemilik usaha mikro untuk menggunakan pendanaan modal swasta (private equity) berpengaruh signifikan dan positif dengan keputusan mereka untuk mendanai usahanya dengan modal tersebut. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Koropp et al. (2014) yang melakukan studi pada pemilik perusahaan keluarga (family firms) dimana niat mempengaruhi keputusan pendanaan baik hutang maupun ekuitas eksternal. Pemilik usaha yang mempunyai niat yang tinggi untuk berhutang, akan mengambil keputusan menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan dalam usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Niat berhutang berpengaruh positif terhadap keputusan hutang

2.4.5. Pengaruh Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan terhadap Keputusan Hutang

Kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat mempengaruhi suatu perilaku secara langsung, tanpa melalui mediasi niat (Ajzen, 1991; 2005). Artinya bahwa perilaku suatu individu tergantung tidak hanya pada motivasi atau keinginan untuk melakukannya, tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).


(20)

Penelitian tentang pengaruh langsung dari kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap berbagai perilaku menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada berbagai konteks. Hasil yang signifikan ditemukan oleh Taylor dan Todd (1995), Harland et al. (1999), Pavlou dan Fygenson (2006), Lin (2007) dan Maditinos et al. (2009), sedangkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan oleh Bamberg dan Schmidt (2003) dan Wei et al. (2015).

Dalam konteks keuangan, Xiao et al. (2011) menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi signifikan terhadap perilaku kredit beresiko oleh mahasiswa pada tingkat pertama perguruan tinggi. Namun Koropp et al. (2014) menemukan hasil yang berbeda pada keputusan penggunaan dana internal dan eksternal pada perusahaan keluarga (familiy firms) di Jerman. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan tidak signifikan mempengaruhi keputusan pendanaan baik dana internal maupun eksternal.

Berkaitan dengan keputusan hutang, jika pemilik usaha memiliki kemudahan akses ke pemilik dana (kreditur), maka mereka akan mengambil keputusan untuk menggunakan lebih banyak hutang sebagai sumber pendanaan usahanya. Sebaliknya jika pemilik usaha mengalami kesulitan akses, maka mereka tidak akan menggunakan hutang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap

keputusan hutang.

Berdasarkan perumusan hipotesis-hipotesis di atas, maka model empirik dapat digambarkan sebagai berikut:


(21)

H5 H3

H1

H2 H4

Gambar 2.2.

Model Empiris Keputusan Hutang

Mengacu pada uraian hubungan antar variabel seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya dan model empirik di atas, maka secara ringkas hipotesis yang telah dirumuskan tersaji pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Ringkasan Hipotesis

Hipotesis

Hipotesis 1 Sikap terhadap hutang secara positif mempengaruhi niat berhutang.

Hipotesis 2 Norma sosial berpengaruh positif terhadap niat berhutang.

Hipotesis 3 Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap niat berhutang Hipotesis 4 Niat berhutang berpengaruh positif terhadap

keputusan hutang

Hipotesis 5 Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap keputusan hutang. Sikap

terhadap Hutang

Kontrol perilaku yang dipersepsikan

Niat Berhutang

Keputusan Hutang Norma


(22)

(1)

2.4.3. Pengaruh Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan terhadap Niat Berhutang

Dalam Theory of Planned Behavior, kontrol perilaku yang dipersepsikan mempunyai implikasi motivasional terhadap niat-niat. Artinya kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi niat untuk melakukan suatu perilaku. Ajzen (1991) menyatakan bahwa dalam melakukan suatu perilaku, individu dibatasi kekurangan-kekurangan yang dimiliki atau tidak adanya kesempatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi niat individu untuk melakukan perilaku, walaupun individu telah mempunyai sikap yang positif dan didukung orang lain. Konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan menunjukkan bahwa banyak perilaku tidak semuanya dibawah kontrol penuh individual (Jogiyanto, 2007).

Penelitian dalam berbagai konteks menemukan kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh signifikan terhadap niat (Taylor dan Todd, 1995; Harland et al., 1999; Bamberg dan Schmidt, 2003; Pavlou dan Fygenson, 2006; Lin, 2007; Li dan Lai, 2008; Maditinos et al., 2009; Xiao et al., 2011; Mantymaki et al., 2014; Rueda et al., 2014; Brouwer dan Mosack, 2015; Han, 2015; Kaplan et al., 2015; Jekauc et al., 2015), namun penelitian Flannery dan May (2000), Mirutse et al. (2014), dan Wei et al. (2015) menemukan hasil yang tidak signifikan.

Dalam konteks keuangan, ditemukan hasil yang berbeda-beda. Hailu et al. (2005) yang melakukan penelitian pada usaha besar, menemukan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan tidak signifikan dalam mempengaruhi niat manajer dan direktur untuk menambah hutang. Namun, Espel et al. (2009) menemukan kontrol perilaku yang dipersepsikan signifikan mempengaruhi niat pemilik usaha kecil dan menengah untuk pendanaan modal swasta. Hasil yang sama juga ditemukan Phan dan Zhou (2014) yang meneliti niat keputusan investasi oleh investor individual. Penelitian Koropp et al. (2014) menemukan dua hasil yang berbeda tentang hubungan antara


(2)

kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap niat menggunakan hutang dan ekuitas eksternal pada family firms di Jerman. Hasil tidak signifikan untuk pilihan pendanaan hutang dan hasil signifikan namun hubungan negatif untuk pilihan pendanaan ekuitas eksternal.

Berkaitan dengan keputusan hutang bagi usaha mikro di Indonesia, salah satu kendala dalam memperoleh hutang adalah kesulitan akses pada bank dan lembaga keuangan lainnya (OECD, 2000; Tambunan, 2012). Oleh karena itu, kontrol perilaku yang dipersepsikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi pemilik usaha mikro tentang kemudahan atau kesulitan akses ke pihak penyedia dana/kreditur dari lembaga keuangan mikro formal maupun informal. Kemudahan atau kesulitan akses yang dihadapi pemilik usaha mikro dalam penelitian ini dikaitkan dengan persepsi pemilik usaha terhadap hambatan yang dialami dalam mengakses permodalan seperti jaminan, besar atau kecilnya tingkat bunga yang ditawarkan, dan aksesibilitas ke kreditur. Jika pemilik usaha memiliki kemudahan akses ke kreditur, maka niat untuk berhutang akan semakin tinggi. Sebaliknya jika pemilik usaha mengalami kesulitan akses, maka niat untuk berhutang rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap

niat berhutang

2.4.4. Pengaruh Niat Berhutang terhadap Keputusan Hutang

Niat (intention) merupakan anteseden utama dari perilaku menurut model Theory of Planned Behavior. Niat merupakan kegiatan yang dilakukan individu sebelum perilaku sesungguhnya (actual behaviour). Niat adalah keinginan untuk melakukan perilaku (Jogiyanto, 2007). Ajzen (2005) mendefinisikan niat sebagai variabel yang menangkap faktor-faktor motivasi


(3)

yang mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi nilai niat terhadap suatu perilaku, maka semakin tinggi motivasi untuk melakukan perilaku tersebut.

Bukti-bukti empiris menunjukkan pengaruh yang signifikan dari niat terhadap perilakunya dalam berbagai konteks yaitu penggunaan teknologi informasi (Taylor dan Todd, 1995; Woon dan Pee, 2005; Moody dan Siponen, 2013); kesehatan (Brouwer dan Mosack, 2015); penggunaan mobil (Bamberg dan Schmidt, 2003); adopsi teknologi (Pavlou dan Fygenson, 2006; Karaiskos et al., 2012); dan perilaku konsumen (Lin, 2007; Koukouvinos, 2012).

Dalam konteks keputusan pendanaan, Espel et al. (2009) menemukan bahwa niat pemilik usaha mikro untuk menggunakan pendanaan modal swasta (private equity) berpengaruh signifikan dan positif dengan keputusan mereka untuk mendanai usahanya dengan modal tersebut. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Koropp et al. (2014) yang melakukan studi pada pemilik perusahaan keluarga (family firms) dimana niat mempengaruhi keputusan pendanaan baik hutang maupun ekuitas eksternal. Pemilik usaha yang mempunyai niat yang tinggi untuk berhutang, akan mengambil keputusan menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan dalam usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Niat berhutang berpengaruh positif terhadap keputusan hutang

2.4.5. Pengaruh Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan terhadap Keputusan Hutang

Kontrol perilaku yang dipersepsikan dapat mempengaruhi suatu perilaku secara langsung, tanpa melalui mediasi niat (Ajzen, 1991; 2005). Artinya bahwa perilaku suatu individu tergantung tidak hanya pada motivasi atau keinginan untuk melakukannya, tetapi juga kontrol yang cukup terhadap perilaku yang dilakukan (Jogiyanto, 2007).


(4)

Penelitian tentang pengaruh langsung dari kontrol perilaku yang dipersepsikan terhadap berbagai perilaku menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada berbagai konteks. Hasil yang signifikan ditemukan oleh Taylor dan Todd (1995), Harland et al. (1999), Pavlou dan Fygenson (2006), Lin (2007) dan Maditinos et al. (2009), sedangkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan oleh Bamberg dan Schmidt (2003) dan Wei et al. (2015).

Dalam konteks keuangan, Xiao et al. (2011) menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan mempengaruhi signifikan terhadap perilaku kredit beresiko oleh mahasiswa pada tingkat pertama perguruan tinggi. Namun Koropp et al. (2014) menemukan hasil yang berbeda pada keputusan penggunaan dana internal dan eksternal pada perusahaan keluarga (familiy firms) di Jerman. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kontrol perilaku yang dipersepsikan tidak signifikan mempengaruhi keputusan pendanaan baik dana internal maupun eksternal.

Berkaitan dengan keputusan hutang, jika pemilik usaha memiliki kemudahan akses ke pemilik dana (kreditur), maka mereka akan mengambil keputusan untuk menggunakan lebih banyak hutang sebagai sumber pendanaan usahanya. Sebaliknya jika pemilik usaha mengalami kesulitan akses, maka mereka tidak akan menggunakan hutang.

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap

keputusan hutang.

Berdasarkan perumusan hipotesis-hipotesis di atas, maka model empirik dapat digambarkan sebagai berikut:


(5)

H5 H3

H1

H2 H4

Gambar 2.2.

Model Empiris Keputusan Hutang

Mengacu pada uraian hubungan antar variabel seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya dan model empirik di atas, maka secara ringkas hipotesis yang telah dirumuskan tersaji pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Ringkasan Hipotesis

Hipotesis

Hipotesis 1 Sikap terhadap hutang secara positif mempengaruhi niat berhutang.

Hipotesis 2 Norma sosial berpengaruh positif terhadap niat berhutang.

Hipotesis 3 Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap niat berhutang Hipotesis 4 Niat berhutang berpengaruh positif terhadap

keputusan hutang

Hipotesis 5 Kontrol perilaku yang dipersepsikan berpengaruh positif terhadap keputusan hutang.

Sikap terhadap

Hutang

Kontrol perilaku yang dipersepsikan

Niat Berhutang

Keputusan Hutang Norma


(6)

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Theory of Planned Behavior: Prediktor Pemilihan Profesi Sebagai Praktisi Akuntansi

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Theory of Planned Behavior: Prediktor Pemilihan Profesi Sebagai Praktisi Akuntansi T2 932010021 BAB II

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur)

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur)

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB VII

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB VI

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB V

0 1 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB IV

1 8 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB III

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB I

0 0 12