Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keputusan Hutang Usaha Mikro: Pengujian Theory of Planned Behavior (Studi pada Usaha Kain Tenun di Sumba Timur) D 922011001 BAB V
BAB V
GAMBARAN KEPUTUSAN HUTANG
Bagian ini akan diuraikan tentang gambaran umum karakteristik pemilik usaha kain tenun, karakteristik usaha, karakteristik keputusan hutang, dan persepsi pemilik usaha terhadap faktor penentu keputusan hutang.
1.1. Karakteristik Pemilik Usaha
Responden dalam penelitian ini berjumlah 177 pemilik usaha kain tenun. Seluruh responden pemilik usaha berjenis kelamin perempuan, karena usaha kain tenun di Sumba Timur pada umumnya dimiliki dan dilakukan oleh perempuan. Karakteristik responden selengkapnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, dan status pernikahan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1
Karakteristik Pemilik Usaha berdasarkan Tingkat Pendidikan, Usia, dan Status Pernikahan
Karakteristik Frekuensi %
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 4 2,3
Tidak tamat SD 39 22,0
SD 75 42,4
Tidak tamat SMP 3 1,7
SMP 16 9,0
SMA 37 20,9
PT 3 1,7
Usia
≤ 14 0 0,0
15 – 64 172 97,2
>64 5 2,8
Status Pernikahan
Menikah 167 94,4
Tidak Menikah 10 5,6
(2)
Berdasarkan Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa sebagian besar (66,7 persen) pemilik usaha kain tenun di Sumba Timur memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD), tidak tamat SD, dan tidak sekolah. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan pemilik usaha kain tenun masih relatif rendah. Hal tersebut sesuai dengan kondisi pendidikan penduduk Sumba Timur yang sebagian besar tidak bersekolah lagi dan hanya mengenyam pendidikan SD.
Dilihat dari usia, hampir seluruh (97,2 persen) pemilik usaha kain tenun berada pada rentang usia 15-64 tahun, dimana merupakan usia produktif penduduk. Hal ini sejalan dengan mayoritas penduduk Sumba Timur yang berada pada usia produktif. Jika dilihat dari status pernikahan, hampir seluruh pemilik usaha telah menikah yakni sebesar 94,4 persen.
1.2. Karakteristik Usaha
Karakteristik usaha dalam penelitian ini berupa lokasi usaha, asal usaha, umur usaha, jumlah tenaga kerja, jenis tenun yang dihasilkan, yang dapat dilihat pada Tabel 5.2. Dari 22 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur, tujuh kecamatan merupakan lokasi sentra produksi tenun baik tenun songket maupun tenun ikat. Mayoritas pemilik usaha kain tenun yang menjadi responden berada pada daerah sentra produksi yang terletak di Kecamatan Umalulu (46,9 persen), sisanya tersebar pada enam kecamatan lainnya. Hal ini sesuai dengan unit usaha kain tenun terbanyak berada pada sentra produksi Kecamatan Umalulu.
Karakteristik asal usaha yang dimaksud adalah asal berdirinya usaha apakah usaha warisan atau niat sendiri (merintis dari awal). Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar (sebanyak 75,1 persen) pemilik usaha kain tenun yang menjadi sampel dalam penelitian ini memulai usaha karena niat sendiri. Sisanya 24,9 persen hanya melanjutkan usaha yang merupakan warisan keluarga. Berdasarkan karakteristik umur usaha, sebagian besar
(3)
usaha (48,9 persen) beroperasi antara 1-10 tahun. Hal tersebut dapat dilihat 22,6 persen usaha berumur antara 1-5 tahun dan 24,3 persen pada rentang umur 6-10 tahun. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar usaha yang menjadi responden merupakan perusahaan yang relatif muda.
Tabel 5.2 juga menunjukkan sebagian besar atau sebanyak 57,1 persen pemilik usaha melakukan sendiri kegiatan produksi kain tenun, hanya sebagian kecil yang menggunakan tenaga kerja. Hal ini dapat dikaitkan dengan kenyataan bahwa tidak semua orang dapat melakukan usaha kain tenun, karena dibutuhkan keterampilan tersendiri, yang diyakini oleh masyarakat Sumba sebagai warisan dari nenek moyang. Data ini juga menunjukkan bahwa usaha kain tenun dapat dikategorikan sebagai industri mikro, karena berdasarkan klasifikasi BPS, industri yang memiliki tenaga kerja di bawah 4 orang merupakan industri mikro.
(4)
Tabel 5.2
Karakteristik Usaha berdasarkan Lokasi Usaha, Asal Usaha, Umur Usaha, Jumlah Tenaga Kerja,
dan Jenis Kain Tenun yang Dihasilkan
Karakteristik Frekuensi %
Lokasi Usaha
Kota Waingapu 23 13,0
Kambera 18 10,2
Kanatang 10 5,6
Pandawai 20 11,3
Umalulu 83 46,9
Rindi 10 5,6
Pahunga Lodu 13 7,3
Asal Usaha
Warisan 44 24,9
Niat sendiri 133 75,1
Umur Usaha
1 – 5 40 22,6
6 – 10 43 24,3
11 – 15 32 18,1
16 – 20 20 11,3
21 – 25 13 7,3
> 25 29 16,4
Jumlah Tenaga Kerja
Tidak ada 101 57,1
Antara 1 – 2 52 29,4
> 2 24 13,6
Jenis Tenun Yang Dihasilkan
Kain panjang 24 13,6
Sarung & Selendang 81 45,8
Keduanya 72 40,7
Sumber: data primer diolah
Jenis kain tenun yang dihasilkan oleh pemilik usaha umumnya adalah sarung (45,8 persen), disusul gabungan sarung dan kain panjang (40,7 persen), dan sisanya hanya menghasilkan kain panjang. Hal ini erat kaitannya responden terbanyak yang berada pada Kecamatan Umalulu, dimana merupakan sentra produksi kain tenun songket (lihat Tabel 4.7). Produk
(5)
sarung lebih banyak dihasilkan, dapat disebabkan waktu proses produksi sarung yang cenderung lebih cepat dibanding kain panjang.
5.3. Karakteristik Keputusan Hutang
Keputusan hutang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya proporsi jumlah hutang dibanding dengan modal total yang digunakan pemilik usaha dalam menjalankan usahanya. Jumlah hutang yang digunakan adalah jumlah hutang terakhir yang belum dilunasi hingga saat pengambilan data. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, proporsi hutang terendah sebesar 0,17 (17 persen) dan proporsi hutang tertinggi 0,99 (99 persen) serta rata-rata proporsi hutang sebesar 0,607 (60,7 persen). Jika proporsi hutang digambarkan dalam rentang tertentu, maka dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar (74 persen) pemilik usaha menggunakan hutang dengan proporsi di atas 0,4 (40 persen) dalam menjalankan usahanya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemilik usaha kain tenun masih mengandalkan hutang sebagai sumber pendanaan dalam menjalankan usahanya.
Tabel 5.3
Proporsi Jumlah Hutang
Proporsi Hutang Jumlah (%)
≤ 0,20 4 2,3
0,21 – 0,40 42 23,7
0,41 – 0,60 32 18,1
0,61 – 0,80 62 35,0
≥ 0,81 37 20,9 Sumber: data primer diolah
Gambaran sumber pemberi hutang bagi pemilik usaha kain tenun disajikan pada Tabel 5.4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pemilik usaha kain tenun (72,90 persen) menggunakan hutang yang berasal
(6)
dari sumber lembaga keuangan informal yaitu hutang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah (dalam bentuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). Sisanya 27,10 persen menggunakan sumber lembaga keuangan formal (bank, koperasi, dan pegadaian). Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Tambunan (2012) bahwa usaha mikro di Indonesia cenderung menggunakan pinjaman atau hutang dari sumber-sumber informal.
Tabel 5.4
Distribusi Responden berdasarkan Sumber Pemberi Hutang
Sumber Pemberi Hutang Jumlah (%)
Bank 5 2,80
Koperasi 24 13,60
Pegadaian 19 10,73
Lain-lain (LSM, PNPM) 129 72,90
Sumber: data primer diolah
Sedikitnya pemilik usaha yang menggunakan sumber dana formal seperti bank dan koperasi, dikarenakan terbatasnya jumlah bank & koperasi yang dekat dengan sentra-sentra produksi tenun. Adapun bank yang terdapat di Kabupaten Sumba Timur hanya terpusat di Kota Waingapu sebagai kota kabupaten (BRI, BNI, Bank NTT, Bank Mandiri, dan Bank Danamon). Sedangkan di sekitar sentra produksi kecamatan lainnya, hanya terdapat Bank BRI dan Bank NTT, khususnya pada Kecamatan Umalulu. Pemilik usaha yang berada di Kecamatan Kota Waingapu, Kambera, dan Pandawai walaupun dekat dengan kota kabupaten, namun tidak memiliki akses karena terkendala dalam hal jaminan. Kondisi ini juga ditunjukkan oleh rendahnya frekuensi menggunakan hutang. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, frekuensi menggunakan hutang sebagai modal usaha oleh sebagian besar pemilik usaha kain tenun antara 1-2 kali (64,4 persen). Namun beberapa pemilik usaha telah
(7)
menggunakan lebih dari 5 kali. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5
Frekuensi Menggunakan Hutang
Frekuensi Jumlah (%)
1 kali 73 41,2
2 kali 41 23,2
3 kali 25 14,1
4 kali 28 15,8
> 5 kali 10 5,7
Sumber: data primer diolah
5.4. Gambaran Faktor Penentu Keputusan Hutang
Gambaran hubungan antara variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.6 yang merupakan hasil dari analisis korelasi dengan menggunakan Pearson Correlation. Selain korelasi, dapat dilihat rata-rata dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Tabel 5.6 menunjukkan, bahwa nilai rata-rata (mean) terendah untuk variabel-variabel laten adalah nilai
rata-rata variabel sikap terhadap hutang dengan nilai 4,529. Sedangkan yang tertinggi adalah nilai rata-rata variabel niat berhutang dengan nilai 4,891. Standar deviasi tertinggi terdapat pada variabel sikap terhadap hutang dengan nilai 1,295 dan terendah terdapat pada variabel norma sosial dengan nilai 0,895.
Tabel 5.6 juga menunjukkan bahwa korelasi antar variabel seluruhnya signifikan pada tingkat signifikansi (alfa) 0,001. Korelasi tertinggi terjadi antara variabel norma sosial dan kontrol perilaku yang dipersepsikan dengan nilai korelasi 0,798. Sedangkan korelasi terendah terjadi antara variabel norma sosial dan keputusan hutang. Hasil yang signifikan juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam membentuk perilaku keputusan hutang
(8)
Tabel 5.6
Mean, Standar Deviasi, dan Korelasi Antar Variabel
Mean Standard Deviation
Sikap terhadap Hutang
Norma Sosial
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berhutang
Sikap terhadap
Hutang 4,529 1,295
Norma Sosial 4,719 0,895 0,743** Kontrol perilaku
yang
dipersepsikan 4,554 0,911 0,783** 0,798** Niat
Berhutang 4,891 1,278 0,667** 0,675** 0,599** Keputusan
Hutang
0,607 0,213 0,589** 0,536** 0,611** 0,702** **Correlation is significant at the 0.001 level (2-tailed)
5.5. Persepsi Pemilik Usaha Terhadap Faktor Penentu Keputusan Hutang
Menurut Ferdinand (2013), dalam penelitian manajemen, peneliti dapat mengetahui derajat persepsi responden terhadap variabel yang diteliti. Derajat persepsi responden dapat ditunjukkan dengan sebuah angka indeks. Nilai indeks variabel diperoleh dari rata-rata nilai indeks masing-masing indikator yang membentuk variabel tersebut. Nilai indeks variabel kemudian diinterpretasi dengan menggunakan kriteria three-box method sebagai berikut
(disesuaikan dengan rentang angka skala 1-7 yang digunakan): 14,29 – 42,86 = Rendah; 42,87 – 71,44 = Sedang; 71,45 – 100,00 = Tinggi.
1.5.1. Sikap terhadap Hutang
Variabel sikap terhadap hutang dibentuk oleh tiga indikator yaitu menggunakan hutang merupakan ide yang baik, menggunakan hutang dapat menguntungkan usaha, dan menggunakan hutang merupakan tindakan yang bijaksana. Nilai indeks dari masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel
(9)
5.7. Berdasarkan Tabel 5.7, dapat dilihat bahwa persepsi responden tertinggi ada pada indikator kedua (hutang dapat menguntungkan usaha) dan terendah pada indikator ketiga (menggunakan hutang merupakan tindakan bijaksana). Data ini menunjukkan bahwa pemilik usaha kain tenun melihat hutang sebagai sumber yang dapat menguntungkan usahanya. Nilai rata-rata angka indeks variabel sikap terhadap penggunaan hutang sebesar 64,66 yang berada pada kategori sedang. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang moderat terhadap variabel sikap.
Tabel 5.7
Nilai Indeks Variabel Sikap terhadap Hutang
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden*
Nilai Indeks **
1 2 3 4 5 6 7
Ide yang baik 0,0* 20,4 40,8 76,8 166,5 111,6 35,7 64,54 Menguntungkan
usaha 0,0 17,0 40,8 108,4 118,5 115,2 55,3 65,03 Tindakan yang
bijaksana 0,0 19,2 47,4 92,8 118,5 121,8 51,1 64,40
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 64,66
Sumber: data primer diolah
* % frekuensi jawaban responden x skor masing-masing ** Nilai rata-rata untuk masing-masing indikator
1.5.2.Norma Sosial
Variabel norma sosial dibentuk oleh empat indikator yaitu pengaruh keluarga, pengaruh teman pengusaha, pengaruh teman, dan dukungan pemerintah. Nilai indeks masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 5.8. Berdasarkan Tabel 5.8, dapat dilihat bahwa persepsi responden tertinggi ada pada indikator kedua (pengaruh teman pengusaha) dan terendah pada indikator keempat (dukungan pemerintah). Data ini menunjukkan bahwa pemilik usaha kain tenun menggunakan hutang karena melihat bahwa sesama pengusaha tenun lainnya juga menggunakan sumber dana hutang. Meskipun pemerintah banyak menyalurkan pinjaman bergulir, namun bagi pengusaha kain tenun, pemerintah belum memberikan dukungan maksimal terhadap
(10)
usaha mereka. Hal tersebut dapat terlihat dari belum adanya program/ kebijakan pemerintah daerah yang menyentuh langsung usaha kain tenun seperti yang disampaikan pada bab sebelumnya.
Rata-rata nilai indeks variabel norma sosial sebesar 67,44 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang biasa terhadap variabel norma sosial.
Tabel 5.8
Nilai Indeks Variabel Norma Sosial
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai Indeks
1 2 3 4 5 6 7
Pengaruh
keluarga 0,0 4,6 37,2 76,8 166,5 172,8 28,0 69,41 Pengaruh
Teman pengusaha
0,0 0,0 8,4 54,4 127,0 220,2 150,5 80,07 Pengaruh
teman 0,0 6,8 35,7 99,6 192,0 118,8 11,9 66,40 Dukungan
pemerintah 7,9 44,0 25,5 42,8 243,0 13,8 0,0 53,86
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 67,44
Sumber: data primer diolah.
1.5.3.Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
Variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan dibentuk oleh lima indikator: kemampuan menyediakan jaminan, kemampuan membayar bunga hutang, kemampuan melunasi hutang tepat waktu, kemampuan memiliki modal sendiri yang cukup, dan kemudahan mendapatkan hutang. Nilai indeks dari kelima indikator tersebut disajikan dalam Tabel 5.9.
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 5.9, nilai indeks variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan menghasilkan nilai 65,06 yang berada pada kategori sedang. Hal ini berarti persepsi pemilik usaha cenderung biasa pada variabel tersebut. Persepsi responden tertinggi terdapat pada indikator kelima (kemudahan mendapatkan hutang) yang berarti bahwa pemilik usaha memandang bahwa mereka mudah mendapatkan hutang apabila memiliki
(11)
hubungan yang baik dengan pemberi pinjaman. Persepsi terendah pada indikator keempat (kemampuan memiliki modal sendiri) menunjukkan bahwa pemilik usaha melihat modal sendiri sebagai kendala utama dalam memperoleh sumber dana hutang.
Tabel 5.9
Nilai Indeks Variabel Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai Indeks
1 2 3 4 5 6 7
Kemampuan menyediakan jaminan
0,0 0,0 86,4 52,0 282,5 10,2 0,0 61,59 Kemampuan
membayar bunga hutang
0,0 12,4 55,8 61,2 133,0 152,4 55,3 67,16 Kemampuan
melunasi hutang tepat waktu
0,0 2,2 71,1 72,4 141,0 125,4 55,3 66,77 Kemampuan
memiliki modal sendiri yang cukup
0,0 29,4 47,4 219,2 73,5 0,0 0,0 52,79 Kemudahan
mendapatkan hutang
0,0 2,2 15,3 92,8 76,5 213,6 138,6 77,00
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 65,06
Sumber: data primer diolah.
1.5.4.Niat Berhutang
Variabel niat berhutang dibentuk oleh tiga indikator yaitu bermaksud untuk menggunakan hutang, mencoba untuk menggunakan hutang, dan berupaya untuk menggunakan hutang. Nilai indeks dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
(12)
Tabel 5.10
Nilai Indeks Variabel Niat Berhutang
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai Indeks
1 2 3 4 5 6 7
bermaksud untuk menggunakan hutang
0,0 2,2 47,4 76,8 130,0 166,2 71,4 70,57 mencoba untuk
menggunakan hutang
0,6 8,0 42,3 88,0 133,0 149,4 55,3 68,09 berupaya untuk
menggunakan hutang
0,0 2,2 45,9 86,0 110,0 166,2 86,8 71,01
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 69,89
Sumber: data primer diolah.
Berdasarkan Tabel 5.10, perhitungan rata-rata nilai indeks variabel Niat Berhutang menghasilkan nilai 69,89 berada pada kategori sedang mendekati tinggi. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang tinggi pada variabel tersebut. Persepsi responden tertinggi ada pada indikator ketiga menunjukkan bahwa upaya menggunakan hutang merupakan faktor motivasi utama dalam niat berhutang. Sedangkan faktor motivasi terendah yaitu mencoba menggunakan hutang, yang ditunjukkan dengan rendahnya persepsi pemilik usaha pada indikator kedua.
(1)
menggunakan lebih dari 5 kali. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.5
Frekuensi Menggunakan Hutang
Frekuensi Jumlah (%)
1 kali 73 41,2
2 kali 41 23,2
3 kali 25 14,1
4 kali 28 15,8
> 5 kali 10 5,7
Sumber: data primer diolah
5.4. Gambaran Faktor Penentu Keputusan Hutang
Gambaran hubungan antara variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.6 yang merupakan hasil dari analisis korelasi dengan menggunakan Pearson Correlation. Selain korelasi, dapat dilihat rata-rata dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Tabel 5.6 menunjukkan, bahwa nilai rata-rata (mean) terendah untuk variabel-variabel laten adalah nilai rata-rata variabel sikap terhadap hutang dengan nilai 4,529. Sedangkan yang tertinggi adalah nilai rata-rata variabel niat berhutang dengan nilai 4,891. Standar deviasi tertinggi terdapat pada variabel sikap terhadap hutang dengan nilai 1,295 dan terendah terdapat pada variabel norma sosial dengan nilai 0,895.
Tabel 5.6 juga menunjukkan bahwa korelasi antar variabel seluruhnya signifikan pada tingkat signifikansi (alfa) 0,001. Korelasi tertinggi terjadi antara variabel norma sosial dan kontrol perilaku yang dipersepsikan dengan nilai korelasi 0,798. Sedangkan korelasi terendah terjadi antara variabel norma sosial dan keputusan hutang. Hasil yang signifikan juga menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam membentuk perilaku keputusan hutang
(2)
Tabel 5.6
Mean, Standar Deviasi, dan Korelasi Antar Variabel Mean Standard
Deviation Sikap terhadap Hutang
Norma Sosial
Kontrol Perilaku yang
Dipersepsikan
Niat Berhutang
Sikap terhadap
Hutang 4,529 1,295
Norma Sosial 4,719 0,895 0,743** Kontrol perilaku
yang
dipersepsikan 4,554 0,911 0,783** 0,798** Niat
Berhutang 4,891 1,278 0,667** 0,675** 0,599** Keputusan
Hutang
0,607 0,213 0,589** 0,536** 0,611** 0,702** **Correlation is significant at the 0.001 level (2-tailed)
5.5. Persepsi Pemilik Usaha Terhadap Faktor Penentu Keputusan Hutang
Menurut Ferdinand (2013), dalam penelitian manajemen, peneliti dapat mengetahui derajat persepsi responden terhadap variabel yang diteliti. Derajat persepsi responden dapat ditunjukkan dengan sebuah angka indeks. Nilai indeks variabel diperoleh dari rata-rata nilai indeks masing-masing indikator yang membentuk variabel tersebut. Nilai indeks variabel kemudian diinterpretasi dengan menggunakan kriteria three-box method sebagai berikut (disesuaikan dengan rentang angka skala 1-7 yang digunakan): 14,29 – 42,86 = Rendah; 42,87 – 71,44 = Sedang; 71,45 – 100,00 = Tinggi.
1.5.1. Sikap terhadap Hutang
Variabel sikap terhadap hutang dibentuk oleh tiga indikator yaitu menggunakan hutang merupakan ide yang baik, menggunakan hutang dapat menguntungkan usaha, dan menggunakan hutang merupakan tindakan yang bijaksana. Nilai indeks dari masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel
(3)
5.7. Berdasarkan Tabel 5.7, dapat dilihat bahwa persepsi responden tertinggi ada pada indikator kedua (hutang dapat menguntungkan usaha) dan terendah pada indikator ketiga (menggunakan hutang merupakan tindakan bijaksana). Data ini menunjukkan bahwa pemilik usaha kain tenun melihat hutang sebagai sumber yang dapat menguntungkan usahanya. Nilai rata-rata angka indeks variabel sikap terhadap penggunaan hutang sebesar 64,66 yang berada pada kategori sedang. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang moderat terhadap variabel sikap.
Tabel 5.7
Nilai Indeks Variabel Sikap terhadap Hutang
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden*
Nilai Indeks **
1 2 3 4 5 6 7
Ide yang baik 0,0* 20,4 40,8 76,8 166,5 111,6 35,7 64,54 Menguntungkan
usaha 0,0 17,0 40,8 108,4 118,5 115,2 55,3 65,03 Tindakan yang
bijaksana 0,0 19,2 47,4 92,8 118,5 121,8 51,1 64,40
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 64,66
Sumber: data primer diolah
* % frekuensi jawaban responden x skor masing-masing ** Nilai rata-rata untuk masing-masing indikator
1.5.2.Norma Sosial
Variabel norma sosial dibentuk oleh empat indikator yaitu pengaruh keluarga, pengaruh teman pengusaha, pengaruh teman, dan dukungan pemerintah. Nilai indeks masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 5.8. Berdasarkan Tabel 5.8, dapat dilihat bahwa persepsi responden tertinggi ada pada indikator kedua (pengaruh teman pengusaha) dan terendah pada indikator keempat (dukungan pemerintah). Data ini menunjukkan bahwa pemilik usaha kain tenun menggunakan hutang karena melihat bahwa sesama pengusaha tenun lainnya juga menggunakan sumber dana hutang. Meskipun pemerintah banyak menyalurkan pinjaman bergulir, namun bagi pengusaha kain tenun, pemerintah belum memberikan dukungan maksimal terhadap
(4)
usaha mereka. Hal tersebut dapat terlihat dari belum adanya program/ kebijakan pemerintah daerah yang menyentuh langsung usaha kain tenun seperti yang disampaikan pada bab sebelumnya.
Rata-rata nilai indeks variabel norma sosial sebesar 67,44 yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang biasa terhadap variabel norma sosial.
Tabel 5.8
Nilai Indeks Variabel Norma Sosial
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai
Indeks
1 2 3 4 5 6 7
Pengaruh
keluarga 0,0 4,6 37,2 76,8 166,5 172,8 28,0 69,41 Pengaruh
Teman pengusaha
0,0 0,0 8,4 54,4 127,0 220,2 150,5 80,07 Pengaruh
teman 0,0 6,8 35,7 99,6 192,0 118,8 11,9 66,40 Dukungan
pemerintah 7,9 44,0 25,5 42,8 243,0 13,8 0,0 53,86
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 67,44
Sumber: data primer diolah.
1.5.3.Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
Variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan dibentuk oleh lima indikator: kemampuan menyediakan jaminan, kemampuan membayar bunga hutang, kemampuan melunasi hutang tepat waktu, kemampuan memiliki modal sendiri yang cukup, dan kemudahan mendapatkan hutang. Nilai indeks dari kelima indikator tersebut disajikan dalam Tabel 5.9.
Berdasarkan perhitungan pada Tabel 5.9, nilai indeks variabel kontrol perilaku yang dipersepsikan menghasilkan nilai 65,06 yang berada pada kategori sedang. Hal ini berarti persepsi pemilik usaha cenderung biasa pada variabel tersebut. Persepsi responden tertinggi terdapat pada indikator kelima (kemudahan mendapatkan hutang) yang berarti bahwa pemilik usaha memandang bahwa mereka mudah mendapatkan hutang apabila memiliki
(5)
hubungan yang baik dengan pemberi pinjaman. Persepsi terendah pada indikator keempat (kemampuan memiliki modal sendiri) menunjukkan bahwa pemilik usaha melihat modal sendiri sebagai kendala utama dalam memperoleh sumber dana hutang.
Tabel 5.9
Nilai Indeks Variabel Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai
Indeks
1 2 3 4 5 6 7
Kemampuan menyediakan jaminan
0,0 0,0 86,4 52,0 282,5 10,2 0,0 61,59 Kemampuan
membayar bunga hutang
0,0 12,4 55,8 61,2 133,0 152,4 55,3 67,16 Kemampuan
melunasi hutang tepat waktu
0,0 2,2 71,1 72,4 141,0 125,4 55,3 66,77 Kemampuan
memiliki modal sendiri yang cukup
0,0 29,4 47,4 219,2 73,5 0,0 0,0 52,79 Kemudahan
mendapatkan hutang
0,0 2,2 15,3 92,8 76,5 213,6 138,6 77,00
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 65,06
Sumber: data primer diolah.
1.5.4.Niat Berhutang
Variabel niat berhutang dibentuk oleh tiga indikator yaitu bermaksud untuk menggunakan hutang, mencoba untuk menggunakan hutang, dan berupaya untuk menggunakan hutang. Nilai indeks dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
(6)
Tabel 5.10
Nilai Indeks Variabel Niat Berhutang
Indikator Persentase Frekuensi Jawaban Responden Nilai
Indeks
1 2 3 4 5 6 7
bermaksud untuk menggunakan hutang
0,0 2,2 47,4 76,8 130,0 166,2 71,4 70,57 mencoba untuk
menggunakan hutang
0,6 8,0 42,3 88,0 133,0 149,4 55,3 68,09 berupaya untuk
menggunakan hutang
0,0 2,2 45,9 86,0 110,0 166,2 86,8 71,01
Rata-rata Nilai Indeks Variabel 69,89
Sumber: data primer diolah.
Berdasarkan Tabel 5.10, perhitungan rata-rata nilai indeks variabel Niat Berhutang menghasilkan nilai 69,89 berada pada kategori sedang mendekati tinggi. Hal ini berarti pemilik usaha memiliki persepsi yang tinggi pada variabel tersebut. Persepsi responden tertinggi ada pada indikator ketiga menunjukkan bahwa upaya menggunakan hutang merupakan faktor motivasi utama dalam niat berhutang. Sedangkan faktor motivasi terendah yaitu mencoba menggunakan hutang, yang ditunjukkan dengan rendahnya persepsi pemilik usaha pada indikator kedua.