Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Facebook

22 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Gambar 20 a. Grafik Persentase Cakupan Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Jenis Puskesmas pada Tahun 2010 Sementara dari hasil pemutakhiran data tahun 2010 diketahui bahwa hanya terdapat 13,7 Puskesmas yang melakukan PIO secara aktif yang ditunjukkan pada Gambar 20 b . PIO secara aktif dilakukan dengan cara membuat poster, leaflet, brosur atau materi iklan lainnya yang berisikan informasi tentang penggunaan obat rasional, obat generik, cara penggunaan obat berdasarkan jenis dan bentuknya, dan lain lain. Selain itu juga disertakan informasi tentang pasien yang mencakup riwayat penggunaan obat oleh pasien yang bersangkutan. Gambar 20 b. Grafik Persentase Puskesmas yang melakukan PIO Tahun 2010 Rasio Jumlah Tenaga Apoteker terhadap Puskesmas Pada tahun 2010 terdapat jumlah Puskesmas sebesar 4953 sementara jumlah Apoteker yang bekerja di Puskesmas adalah 605 orang. Hal ini digambarkan dalam grafik dibawah dimana dapat dilihat proporsi cakupan jumlah Apoteker terhadap jumlah Puskesmas adalah sebesar 1 : 8. Rasio tersebut memberikan peluang terhadap peningkatan pemerataan distribusi Apoteker di Indonesia sehingga pelayanan kefarmasian untuk masyarakat dapat lebih terjangkau khususnya di sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah Puskesmas. 23 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Gambar 21. Grafik Perbandingan Jumlah Tenaga Apoteker terhadap Puskesmas Tahun 2010 Sumber : Pemutakhiran Data Ditjen Binfar dan Alkes, Kemenkes RI Tahun 2010 Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit tahun 2010 Dari 290 Rumah Sakit pemerintah yang telah di evaluasi 41 dari data SIRS tahun 2010 diketahui Rumah Sakit yang telah melaksanakan Pelayanan Informasi Obat sebanyak 48, Rumah Sakit yang sudah melaksanakan Konseling adalah 34, Rumah Sakit yang Kepala Instalasi Farmasinya adalah Apoteker yakni 84, dan Rumah Sakit yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sistem Satu Pintu terdapat sebanyak 7. Gambar 22. Grafik Data Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit milik Pemerintah Tahun 2010 Sumber : Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Kemenkes RI Tahun 2010 24 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0

D. Cakupan Sumber Daya Kefarmasian di Indonesia Tahun 2008 – 2010 1.

Cakupan Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Cakupan sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Yang termasuk sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional IOT, Industri Kecil Obat Tradisional IKOT, Produksi Alat Kesehatan, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga PKRT dan Industri Kosmetika. Keadaan cakupan sarana produksi yang dibahas dalam profil ini secara keseluruhan diukur terhadap 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 hingga 2010. Khusus pada tahun 2010, dapat dilihat persentase ketersediaan sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan pada gambar 23 , dimana terlihat sarana Industri Kecil Obat Tradisional IKOT memiliki jumlah paling banyak dibandingkan dengan sarana produksi lainnya diikuti oleh Industri Kosmetika dan Industri Farmasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pangsa pasar IKOT cukup diminati oleh dunia usaha dalam negeri. Hal ini dapat disebabkan oleh kemudahan dalam proses perizinan IKOT dan pemanfaatan keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh alam Indonesia sebagai bahan baku. Sumber : Pemutakhiran Data Ditjen Binfar dan Alkes, Kemenkes RI Tahun 2008 – 2010 Gambar 23. Grafik Cakupan Sarana Produksi di Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010 25 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 a Industri Farmasi Perkembangan jumlah dan jenis produk yang diproduksi oleh Industri Farmasi dalam negeri serta kebijakan Pemerintah yang kondusif telah mendorong sarana industri farmasi Indonesia hingga menjadi salah satu industri yang berkembang cukup pesat dengan jumlah konsumen yang terus bertambah. Tercatat bahwa di Indonesia terdapat 21 Provinsi yang belum memiliki sarana industri farmasi antara lain Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Sementara jumlah industri farmasi di Indonesia pada tahun 2008 – 2010 yang hanya tersebar di 12 provinsi dapat dilihat pada Gambar 24, dimana Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah industri farmasi terbanyak diikuti oleh Provinsi Jawa Timur. Sumber : Pemutakhiran Data Ditjen Binfar dan Alkes, Kemenkes RI Tahun 2008 – 2010 Gambar 24. Grafik Jumlah Industri Farmasi per Provinsi pada Tahun 2008 – 2010 Kenyataan bahwa jumlah industri farmasi terus meningkat dari tahun ke tahun di wilayah Indonesia bagian barat ini dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan