Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

12 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Sumber Daya Manusia dan kualitas sarana prasarana di Instalasi Farmasi KabKota dengan hasil sebagai berikut :

1. Struktur Organisasi IFK

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi Kementrian Kesehatan. Struktur Organisasi IFK se-Indonesia Seksi 45 UPTD 46 Lain-lain 9 Gambar 7. Struktur Organisasi IFK se-Indonesia Struktur organisasi unit pengelola obat di KabKota seluruh Indonesia 46 sudah dalam bentuk UPTD dan 65 dalam bentuk Seksi Farmasi. Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes Ri No. 610Men.Kes.S.KXI81 tahun 1981. tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di KabupatenKota, sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas untuk menunjang tugas pokok induknya. 13 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0

2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi penanggung jawab Instalasi Farmasi dan proporsi tenaga berdasarkan latar belakang pendidikan. Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Penanggungjawab IF KabKota se-Indonesia APOTEKER, 313, 68 NON APOTEKER, 144, 32 Gambar 8. Penanggung Jawab IF KabKota Se-Indonesia Dari diagram dapat dilihat bahwa 68 Instalasi Farmasi KabKota di Provinsi NAD sudah dikelola oleh Apoteker sebagai penanggung jawabnya dan hanya 32 yang dikelola oleh Non Apoteker AASMF, D3 Farmasi, Tenaga Kesehatan Lainnya. Hal ini sudah cukup baik mengingat Instalasi Farmasi di KabupatenKota sebagian besar sudah dikelola oleh apoteker yang sesuai dengan keahliannya. Kepala Unit pengelola obat Instalasi Farmasi sebaiknya dipimpin oleh Apoteker, dan didukung oleh tenaga berlatar belakang farmasi sebagai penanggung jawab perencanaan dan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran pendistribusian, penanggung jawab pencatatanpelaporan dan evaluasi. Selain itu diperlukan tenaga non farmasi sebagai tenaga administrasi dan tenaga pembantu umum. 14 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0

3. Peningkatan SDM Di Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelayanan teknis dari Dinas Kesehatan KabupatenKota yang berada diwilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-tugas operasional dibidang kesehatan. Peningkatan sumber daya manusia di puskesmas memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka memelihara kesehatan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan upaya konkret seperti pelatihan- pelatihan bagi tenaga kesehatan di puskesmas khususnya pengelola obat di puskesmas. Gambaran peningkatan SDM di puskesmas dilihat berdasarkan kegiatan yang dilakukan Instalasi Farmasi bagi pengelola obat di puskesmas, seperti pelatihan, pertemuan, monev dan bimtek. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Pernah Melakukan Kegiatan Peningkatan SDM di Indonesia Tahun 2008 266 181 327 204 50 100 150 200 250 300 350 Pertemuan Pelatihan Monev Bimtek J u m la h K a b K o ta Gambar 9. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Pernah Melakukan Kegiatan Peningkatan SDM Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa telah dilakukan kegiatan peningkatan SDM di puskesmas melalui kegiatan pertemuan di 266 kabupatenkota, pelatihan di 181 kabupatenkota, kegiatan monev di 327 kabupatenkota dan kegiatan bimtek di 204 kabupatenkota. 15 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0

4. Sarana Dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan.

Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut : a Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2 b Kendaraan roda dua dan roda empat, dengan jumlah 1 – 3 unit c Komputer + Printer, dengan jumlah 1 – 3 unit d Telepon Faximile, dengan jumlah 1 unit e Sarana penyimpanan, seperti : rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain. Gambaran mengenai sarana dan prasarana penyimpanan obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi: luas tanah, luas bangunan, status gedung dan kondisi bangunan. Luas Tanah IFK KabKota se-Indonesia 300 m2 16 300 m2 84 Gambar 10. Luas Tanah IFK KabKota se-Indonesia Dari diagram diatas terlihat bahwa sebanyak 84 kabupatenkota memiliki luas tanah 300 m2, 16 kabupaten kota memiliki luas kurang dari 300 m 2 16 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Luas Bangunan IFK KabKota se-Indonesia 300 m2 43 300 m2 57 Gambar 11. Luas bangunan IF KabKota Se-Indonesia Dari diagram diatas terlihat bahwa 57 kabupatenkota memiliki luas bangunan ≤ 300 m 2 dan hanya 43 memiliki luas bangunan 300m 2 . Luas tanah dan bangunan yang memadai berguna untuk kemudahan dan kelancaran dalam penyimpanan dan distribusi obat. Ruang penyimpanan yang cukup luas mempermudah sirkulasi keluar masuk obat di ruang penyimpanan. Luasnya ruang penyimpanan obat dapat disesuaikan dengan jumlah anggaran obat yang ada.

5. Pengamanan

Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah tralis disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat berduri atau kawat harmonica juga dapat digunakan pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan yang dapat mencegah masuknya ternak dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO 2 juga dapat digunakan pasir dan karung. 17 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Jumlah Instalasi Farmasi KabKota se-Indonesia yang Memiliki Sarana Pengaman 325 283 65 361 50 100 150 200 250 300 350 400 Alarm Tralis Pagar Pemadam J u m la h K a b K o ta Gambar 12. Jumlah Instalasi farmasi KabKota se-Indonesia yang Memiliki Sarana Pengamanan Dari diagram diatas terlihat bahwa instalasi farmasi di di KabKota yang memiliki alarm hanya 65 KabKota, memiliki teralis 361, memiliki pagar pengamanan 283, serta 325 yang memiliki alat pemadam kebakaran.

6. Penyimpanan dan Distribusi

Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki Kendaraan Roda 4 Roda 2 296 313 285 290 295 300 305 310 315 Kendaraan Roda 4 Kendaraan Roda 2 J u m la h K a b K o ta Gambar 13. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki Kendaraan Roda 4 dan Roda 2 Dari gambar diatas terlihat bahwa hanya 296 kabupatenkota yang sudah memiliki kendaraan operasional roda 4 dan generator. Sejumlah 313 kabupatenkota 52 yang 18 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 telah memiliki kendaraan roda 2. Kendaraan tersebut sangat diperlukan oleh instalasi farmasi dalam menunjang kelancaran distribusi obat. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang memiliki Sarana Penyimpanan 400 394 317 319 151 364 100 200 300 400 500 R a k P a le t L e m a ri O b a t L e m a ri N a rk o ti k d a n O K T L e m a ri V a k s in C o ld C h a in L e m a ri E s J u m la h K a b K o ta Gambat 14. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki Sarana Penyimpanan Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki SaranaPrasarana Penunjang 370 384 153 260 127 148 100 200 300 400 500 K er et a D or on g A ir C on di tio ne r E xh au st Fa n K ip as A ng in G en er at or P om pa A ir J u m la h K a b K o ta Gambar 15. Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki saranaPrasarana Penunjang Sarana penyimpanan obat seperti rak dan lemari es telah dimiliki oleh 364 kabkota. Hanya 319 kabupatenkota yang memiliki lemari narkotik, AC, dan Kipas Angin. Sebanyak 317 kabupatenkota yang memiliki lemari obat, 13 kabupatenkota yang memiliki pompa air, 5 kabupatenkota 151 yang memiliki exhaust fan dan lemari vaksin, sebanyak 394 kabupatenkota yang memiliki pallet, dan sebanyak 370 kabupatenkota yang memiliki kereta dorong. 19 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Sirkulasi udara yang cukup sangat penting untuk menjaga mutu obat agar obat tidak mudah rusak oleh udara yang lembab atau terlalu panas untuk itu diperlukan juga ventilasi atau saluran udara yang memadai. Alat penunjang lainnya yang juga diperlukan di instalasi farmasi adalah generator yang digunakan sebagai pengganti apabila aliran listrik padam

7. Administrasi

Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana kantor atau administrasi Jumlah IF KabKota se-Indonesia yang Memiliki SaranaPrasarana Administrasi 415 161 381 288 137 100 200 300 400 500 K o m p u te r L a p to p S o ft w a re P ri n te r T e le p o n F a k s im ile J u m la h K a b K o ta Gambar 16. Jumlah IF KabKota se-Indonesai yang Memiliki saranaPrasarana Administrasi dari gambar di atas terlihat sebanyak 415 kabkota dimana unit pengelola obatnya telah memiliki komputer dan Laptop 381 kabkota yang telah memiliki printer, 288 kabkota memiliki telepon dan 137 kabkota telah memiliki faximile, dan 161 KabKota telah memiliki software ketersediaan obat. Ini menunjukkan bahwa kegiatan administrasi dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana yang memadai, sedangkan untuk kelancaran komunikasi memang masih terkendala untuk instalasi farmasi yang terdapat di daerah terpencil.

8. Sumber Anggaran Pengadaan Obat

Keputusan Menkes RI No. 922MenkesSKX2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah KabupatenKota menegaskan bahwa 20 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Pemerintah Daerah kabkota mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupatenkota. Sumber anggaran obat di kabkota dapat diambil dari dana APBD II DAU, APBD I, Askes, Buffer stok kabkota, atau dari sumber anggaran Program. Rata-rata Anggaran Per kapita APBD II DAU 3746 3791 5247 5592 6352 2000 4000 6000 8000 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 D a la m R u p ia h Gambar 17. Rata-rata Anggaran Per Kapita APBD II DAU Rata-rata Per Kapita Buffer Stock APBN 1090 1170 1413 1650 1990 500 1000 1500 2000 2500 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 D a la m R u p ia h Gambar 18. Rata-rata Per Kapita Buffer Stock APBN Dari gambar menunjukkan bahwa Anggaran obat di KabupatenKota diperoleh paling besar dari dana APBD IIDAU , sisanya dari buffer stok kabkota dana APBN dan APBD I. 21 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0

9. Biaya Operasional

Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Gambar 19. Data Biaya Operasional IF KabKota Seluruh Indonesia Tahun 2008 Berdasarkan gambar di atas dapat terlihat bahwa sebanyak 28 kabkota yang belum memiliki biaya operasional di unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dan sebesar 72 yang sudah mempunyai biaya operasional. Biaya operasional sebesar 25 digunakan untuk biaya pemeliharaan, dan 25 digunakan untuk biaya distribusi, dan sisanya sebanyak 50 digunakan untuk biaya lain-lain.

C. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian

Pada tahun 2010 diketahui bahwa cakupan pelayanan kefarmasian masih rendah di Puskesmas Perawatan sebesar 34 bila dibandingkan dengan pelayanan kefarmasian di Puskesmas Non Perawatan yakni sebesar 66. Kegiatan pelayanan kefarmasian ini mencakup Pelayanan Informasi Obat PIO baik aktif maupun pasif dan konseling yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Grafik Persentase Cakupan Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Jenis Puskesmas pada Tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 20 a . Data Biaya Operasional IF KabKota Seluruh Indonesia Tahun 2008 ADA, 329, 72 TIDAK ADA, 128, 28 22 | P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 0 Gambar 20 a. Grafik Persentase Cakupan Pelayanan Kefarmasian berdasarkan Jenis Puskesmas pada Tahun 2010 Sementara dari hasil pemutakhiran data tahun 2010 diketahui bahwa hanya terdapat 13,7 Puskesmas yang melakukan PIO secara aktif yang ditunjukkan pada Gambar 20 b . PIO secara aktif dilakukan dengan cara membuat poster, leaflet, brosur atau materi iklan lainnya yang berisikan informasi tentang penggunaan obat rasional, obat generik, cara penggunaan obat berdasarkan jenis dan bentuknya, dan lain lain. Selain itu juga disertakan informasi tentang pasien yang mencakup riwayat penggunaan obat oleh pasien yang bersangkutan. Gambar 20 b. Grafik Persentase Puskesmas yang melakukan PIO Tahun 2010 Rasio Jumlah Tenaga Apoteker terhadap Puskesmas Pada tahun 2010 terdapat jumlah Puskesmas sebesar 4953 sementara jumlah Apoteker yang bekerja di Puskesmas adalah 605 orang. Hal ini digambarkan dalam grafik dibawah dimana dapat dilihat proporsi cakupan jumlah Apoteker terhadap jumlah Puskesmas adalah sebesar 1 : 8. Rasio tersebut memberikan peluang terhadap peningkatan pemerataan distribusi Apoteker di Indonesia sehingga pelayanan kefarmasian untuk masyarakat dapat lebih terjangkau khususnya di sarana pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah Puskesmas.