4 menyatakan bahwa semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol maka semakin tinggi kadar
protein mi ikan tongkol yaitu sebesar 11,20-18,26. Peningkatan kadar protein pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh kandungan protein
pada bahan dasar yang digunakan dimana kandungan protein tepung ikan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Menurut Direktorat Hasil Olahan Ikan 2007 ikan
tongkol mengandung protein sebesar 26 gram per 100 gram dan apabila diolah menjadi tepung mengandung kadar protein sebesar 67,47 gram per 100 gram Ilza, 2013. Sedangkan
kandungan protein pada tepung terigu menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2005 sebesar 8,9.
Berdasarkan SNI 2011, persyaratan standar mutu biskuit secara umum nilai kadar protein minimal 5 dan nilai kadar protein pada biskuit dengan substitusi tepung ikan
tongkol sebesar 11,47-15,17 sehingga biskuit substitusi tepung ikan tongkol telah memenuhi syarat SNI. BPOM 2004 yang menyatakan makanan dapat dikatakan sebagai
sumber protein yang sangat baik bila mengandung sedikitnya 20 dari Angka Kecukupan Gizi per saji. Apabila AKG untuk balita yang digunakan adalah AKG untuk anak usia 4-6
tahun maka 20 dari 35 gram protein adalah 7 gram protein yang harus dipenuhi dari sajian. Biskuit substitusi tepung ikan tongkol 15 mempunyai kadar protein sebesar 12,78 gram
per 100 gram sajian. Untuk memenuhi kriteria berprotein tinggi, jumlah biskuit yang dikonsumsi adalah 54,77 gram per hari untuk balita.
3.2 Tingkat Kekerasan
Secara statistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap tingkat kekerasan biskuit dengan nilai p=0,036 p0,05. Hasil analisis
tingkat kekerasan biskuit substitusi tepung ikan tongkol disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Tingkat Kekerasan Biskuit Dengan Substitusi Tepung Ikan Tongkol
4812,20±261,68
b
4421,50±590,02
b
4184,20±280,64
ab
3521,20±830,79
a
1000 2000
3000 4000
5000
10 15
20
Ti n
g kat
Kek e
rasan g
Tepung Ikan Tongkol
5 Gambar 2, menunjukkan bahwa tingkat kekerasan tertinggi diberikan pada biskuit
dengan substitusi tepung ikan tongkol 0. Tingkat kekerasan pada perlakuan 10 dan 15 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0 sedangkan 15 dengan 20 juga tidak berbeda
nyata. Tingkat kekerasan hardness termasuk karakter fisik yang memiliki peran penting terhadap penerimaan biskuit. Tingkat kekerasan biskuit ditentukan dari jenis tepung yang
digunakan, semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol, semakin rendah nilai kekerasan biskuit.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur biskuit ditentukan oleh bahan- bahan yang digunakan yaitu kadar protein tepung terigu. Semakin tinggi kadar protein pada
tepung terigu maka akan mempengaruhi tekstur pada biskuit menjadi lebih keras serta jumlah lemak yang digunakan akan mempengaruhi tekstur biskuit menjadi lebih lembut
Dahrul dkk, 2008. Semakin tinggi substitusi tepung ikan tongkol menyebabkan semakin berkurangnya
proporsi gluten yang berperan penting dalam membentuk tekstur biskuit. Tepung ikan tongkol mengandung protein yang tinggi tetapi dari kandungan tersebut tidak terdapat gluten
seperti halnya pada tepung terigu. Protein pada ikan terdiri dari tiga komponen utama yaitu miofibril, sarkoplasma dan stroma. Protein miofibril terdiri dari miosin, aktin dan gabungan
aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin yang sangat berperan dalam pembentukan gel Nugroho, 2006. Menurut Suhardi 2007, protein ikan dapat menyebabkan terjadinya
absorbsi air sehingga mengurangi penguapan air pada produk. Menurut penelitian Ilza 2013 kandungan lemak pada tepung ikan tongkol sebesar
7,57 sedangkan kandungan lemak pada tepung terigu yang digunakan sebesar 2. Kandungan lemak tepung ikan tongkol yang lebih tinggi dapat menyebabkan peningkatan
kandungan lemak pada biskuit substitusi tepung ikan tongkol. Tingkat kekerasan yang rendah dapat disebabkan oleh kandungan lemak. Lemak
dapat membentuk suatu kompleks dengan amilosa yang dapat menurunkan derajat pengembangan, namun perbandingan lemak dengan amilosa yang semakin tinggi
menyebabkan kekerasan menurun karena semakin banyak lemak yang tidak membentuk kompleks dengan amilosa. Lemak yang tidak membentuk kompleks dengan amilosa ini
menyebabkan produk menjadi tidak keras Pitrawati, 2008.
3.3 Daya Terima