1
PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN TONGKOL TERHADAP KADAR PROTEIN, KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BISKUIT
Abstrak
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu upaya diversifikasi hasil olahan perikanan yang memiliki keunggulan antara lain mempunyai masa simpan lebih lama,
lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel pemanfaatannya untuk diolah menjadi produk pangan yang digemari masyarakat seperti biskuit. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit. Penelitian dilakukan dengan substitusi tepung
ikan tongkol pada pembuatan biskuit dengan variasi konsentrasi yaitu 0, 10, 15 dan 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh substitusi tepung ikan
tongkol terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit. Kadar protein tertinggi diberikan oleh biskuit dengan substitusi 20 yaitu 15,17. Hasil uji tingkat kekerasan
diperoleh nilai tertinggi pada biskuit dengan substitusi tepung ikan tongkol 0 yaitu 4812,2 g. Daya terima tertinggi ditunjukkan oleh biskuit substitusi tepung ikan tongkol
0, diikuti oleh 15. Kata kunci
: biskuit, daya terima, kekerasan, protein, tepung ikan tongkol
Abstract
Fish flour processing is one effort to diversify the processed of fisheries that has advantages such as having a longer shelf life, more practical in the distribution process
and more flexible utilization to be processed into food products that are popular with the public, for example biscuits. The purpose of the research was to evaluate the effect of
tuna flour subtitution on protein, hardness and acceptance level of biscuits. The research was conducted by subtituting of tuna flour at various concentrations, which were 0,
10, 15 and 20. The results showed that there was effect of tuna flour substitution on protein, hardness and acceptance level of biscuits. The highest level of protein was
given by biscuits with subtitution of 20, was 15,17 protein. The biscuit with 0 indicated the biggest level of hardness was 4812,2 g. The highes level of biscuit
acceptance revealed by 0 subtitution of tuna flour, followed by 15. Keywords
: biscuit, acceptance, hardness, protein, tuna flour
1. PENDAHULUAN
Masalah gizi merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI 2016 terdapat 34,2 balita di Indonesia memiliki
asupan protein rendah pada tahun 2014. Rendahnya asupan protein ini berdampak pada gangguan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, penumpukan cairan di dalam jaringan edema, kekebalan
tubuh menurun, gangguan absorbsi dan transportasi zat gizi Almatsier, 2004. Masalah ini perlu segera diatasi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh negara Indonesia
.
Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan komsumsi ikan sebagai sumber protein. Hal ini didukung oleh produksi ikan di Indonesia yang cukup tinggi pada tahun 2015
2 mencapai lebih dari 14,79 juta ton Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016, selain itu harga
ikan lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Salah satu ikan yang banyak ditemukan di Indonesia adalah ikan tongkol Euthynnus affinis C. dimana produksinya pada tahun
2010 mencapai 117.941 ton dan termasuk peringkat ke sepuluh, lebih tinggi dari produksi perikanan tangkap ikan kakap merah, ikan tenggiri, ikan madidihang, ikan pepetek dan ikan kakap putih
Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011. Tingginya produksi ikan di Indonesia, tidak diikuti dengan tingkat konsumsinya. Rata-rata konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2015 masih
tergolong rendah yaitu sebesar 41,11 kilogram per kapita per tahun Kementrian Kelautan Dan Perikanan, 2016.
Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk penganekaragaman hasil olahan perikanan dan termasuk produk olahan setengah jadi yang dapat ditambahkan pada pembuatan
suatu produk Mervina dkk., 2012. Pemanfaatan tepung ikan ini dapat mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat dengan membiasakan rasa ikan
sejak usia dini. Tepung memiliki beberapa keunggulan antara lain, mempunyai masa simpan lebih lama, lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel pemanfaatannya untuk diolah menjadi
berbagai produk pangan yang digemari masyarakat Rauf dan Sarbini, 2015, seperti biskuit. Terdapat empat faktor yang menentukan kualitas biskuit, yaitu penampakan, flavor, tekstur
dan nutrisi produk tersebut Phadungath, 2007. Penambahan tepung ikan tongkol dalam pembuatan biskuit dapat meningkatkan nilai gizi, yaitu protein. Menurut Direktorat Hasil Ikan Olahan 2007
ikan tongkol mengandung protein yang tinggi sebesar 26 gram lebih tinggi dibandingkan ikan bandeng 20 gram, ikan lele 17,7 gram, ikan mas 16 gram, ikan gabus 20 gram, danikan
kembung 22 gram. Sedangkan tepung ikan tongkol mengandung kadar protein yang lebih tinggi sebesar 67,47 Ilza, 2013.
Karakteristik fisik seperti kekerasan hardness dapat mempengaruhi bentuk fisik, tekstur, penampakan dan kerenyahan secara organoleptik pada biskuit Wenzhao dkk., 2013. Kekerasan
biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Sedangkan komponen yang sangat berperan terhadap kekerasan biskuit adalah kandungan protein pembentuk gluten,
lemak dan gula. Kadar protein pada tepung berpengaruh pada kekerasan biskuit, semakin tinggi kadar protein semakin keras tekstur biskuit karena sifat hidrofilik pada tepung dapat menyerap air
yang mengakibatkan tingkat kekerasan biskuit tinggi Dahrul dkk., 2008. Kualitas biskuit, selain dinilai dari nilai gizi dan sifat fisik juga bisa dinilai dengan penilaian
organoleptik. Salah satu penilaian organoleptik adalah uji hedonik atau uji kesukaan. Uji kesukaan biasanya dilakukan oleh panelis untuk menilai suka atau tidaknya produk yang dihasilkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan daya terima biskuit.
3
2. METODE PENELITIAN