5.2 Pembahasan
5.2.1 Penerapan Universal Precaution selama belajar praktik klinik pada Mahasiswa Tahap Pendidikan Profesi Ners
Berdasarkan hasil penelitian secara umum penerapan universal precaution
oleh 163 orang mahasiswa 99,4 ada dalam kategori baik. Sebanyak 1 orang mahasiswa 0,6 berada dalam kategori tidak baik.
Tietjen dkk 2004 menyatakan bahwa staf perawat kesehatan sebagai tenaga kesehatan yang secara langsung berhadapan dengan pasien harus
mampu menerapkan universal precaution dalam lingkup pelayanannya. Universal Precaution
merupakan langkah untuk mengurangi resiko penularan infeksi tidak hanya antar pasien yang menggunakan pelayanan
kesehatan, tetapi juga untuk petugas pelayanan kesehatan yang melakukan perawatan.
1. Cuci Tangan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui sebanyak 101 orang mahasiswa 61,6 melalukan praktik cuci tangan sebelum melakukan
tindakan. Namun ada pula 8 orang perawat 4,9 yang hanya kadang- kadang saja mencuci tangan sebelum melakukan tindakan keperawatan
sehari-hari. Menurut Larson 2005 tehnik yang paling penting dalam pencegahan dan penularan infeksi adalah mencuci tangan dengan cara
menggosok tangan dengan sabun biasa atau sabun antiseptik secara
Universitas Sumatera Utara
bersama pada seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas kemudian dibilas dibawah air yang mengalir.
Menurut Boyce dan Pitet 2000 dalam Tietjen dkk, 2004, kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan dengan tepat
dianggap sebagai penyebab utama penularan infeksi, terutama infeksi nosokomial yang menular di pelayanan kesehatan. Praktik kesehatan dan
kebersihan tangan cuci tangan dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dan menyingkirkan kotoran dan debu serta
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Praktik cuci tangan dengan antiseptik dan teknik yang benar mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit serta meminimalisasi kontaminasi silang dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien Tietjen dkk, 2004.
2. Alat Pelindung Diri
Berdasarkan hasil penelitian 69 orang mahasiswa 42,1 selalu menggunakan sarung tangan sebelum melakukan tindakan keperawatan.
Namun ada juga 2 orang mahasiswa 1,2 yang tidak menggunakan sarung tangan dan juga ada sekitar 53 orang mahasiswa 32,3 yang
tidak memakai aproncelemek ketika memberikan obat dengan cara injeksi ataupun mengambil darah pasien. Sementara tindakan pemberian obat
ataupun pengambilan darah merupakan tindakan yang menimbulkan resiko cedera pada petugas kesehatan. Sarung tangan pemeriksaan harus
digunakan jika hendak melakukan kontak langsung dengan pasien. Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko petugas terkena infeksi
Universitas Sumatera Utara
bakterial dari pasien dan juga mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien Tietjen dkk, 2004.
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 91 orang mahasiswa 55,5 selalu menggunakan masker ketika melakukan tindakan keperawatan.
Namun masih ada sekitar 18 orang mahasiswa 11 menggunakan masker. Menurut peneliti ini dikarenakan adanya penilaian beberapa
mahasiswa masker tidak begitu perlu digunakan untuk tindakan sederhana seperti memberi obat.
Bila dicermati dari manfaat penggunaannya masker dipakai untuk menahan cipratan yang mungkin keluar sewaktu petugas kesehatan
berbicara, batuk atau bersin. Pemakaian masker juga diindikasikan untuk melindungi pemakainya dari kemungkinan kecipratan cairan tubuh pasien
yang terkontaminsi agar tidak masuk hidung dan mulut, Oleh karena itu masker diperlukan ketika kontak dengan pasien Tietjen dkk, 2004.
Dalam hal ini ketersediaan alat juga tidak mendukung petugas untuk menggunakan alat pelindung diri secara baik dan rutin, dimana pendukung
suatu kondisi yaitu fasilitas merupakan faktor mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan nyata Soekidjo, 1993.
3. Keselamatan Menggunakan Jarum Suntik
Berdasarkan hasil penelitian dalam praktik injeksi sebanyak 100 orang mahasiswa 61 melakukan injeksi dengan peralatan sekali pakai.
Sementara itu untuk tindakan penggunaan menggunakan peralatan yang berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya ada sebanyak 105 orang
Universitas Sumatera Utara
mahasiswa 64 yang selalu melakukan hal tersebut. Menurut Tietjen dkk 2004 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap jarum dan spuit yang
digunakan pada pasien adalah peralatan sekali pakai. Demikian pula menurut penelitian Drucker, Alcabes dan Mars 2001 dalam Tietjen dkk,
2004 membuktikan bahwa praktik injeksi yang tidak aman seperti penggunaan jarum atau spuit lebih dari sekali, atau penggunaan peralatan
injeksi yang tidak tepat bergantian dengan orang lain menularkan HIV dan Hepatitis B.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 123 orang mahasiswa 75 meletakkan jarum suntik bekas pada wadah khusus benda tajam. Hal ini
cukup baik dan sesuai dengan teori yang menyatakan untuk keamanan, mencegah cidera dan mengurangi resiko penularan infeksi, jarum, spuit,
dan instrumen tajam lainnya harus dibuang ke dalam wadah khusus yang anti tusuk dan anti bocor. Jarum dan spuit yang sudah digunakan tidak
boleh dibuang ketempat sampah umum. Hal ini akan menimbulkan cedera atau terjadinya penularan penyakit pada petugas yang menangani sampah
PotterPerry, 2005. Dalam teori kewaspadaan benda tajam sangat beresiko menyebabkan
pajanan. Sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Hasil penelitian Depkes, 2003 17 kecelakaan kerja
disebabkan oleh luka tusukan sebelum atau selama pemakaian, 70 kecelakaan kerja terjadi sesudah pemakaian dan sebelum pembuangan dan
13 kecelakaan kerja terjadi sesuai pembuangan jarum dan alat tajam.
Universitas Sumatera Utara
Diantara berbagai tindakan yang dilakukan petugas kesehatan penggunaan berulang jarum atau spuit tanpa sterilisasi menjadi
keprihatinan yang khusus. WHO memperkirakan bahwa tiap tahunnya praktek injeksi yang tidak aman telah menyebabkan hampir 20 juta infeksi
virus hepatitis B, 2 juta infeksi virus hepatitis C dan 260.000 infeksi HIV. Infeksi kronis yang didapat akibat injeksi yang tidak aman menyebabkan
berbagai kecacatan yang terjadi pada pasien karena rute penularan penyakit sendiri paling sering berasal jarum suntik baik yang digunakan
berulang-ulang serta yang dipakai bergantian Depnakertrans, 2005.
4. Sterilisasi Alat
Berdasarkan hasil penelitian 64 orang mahaasiswa 39 selalu melakukan pembersihan peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien dengan cairan desinfektan. Hegner dan Caldwel 2003 mengemukakan, kegiatan membersihkan dan melakukan desinfeksi
terhadap peralatan di dalam ruangan perawatan pasien berperan dalam mempertahankan lingkungan aseptik secara medis. Tujuannya adalah
mencegah kontaminasi silang antara peralatan pasien dengan pemberi asuhan keperawatan Caldwel dan Hegner, 2003.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 60 orang mahasiswa 36,6 selalu mengganti peralatan pasien seprei,selimut yang telah basah oleh
darah, sekresi atau cairan tubuh. Linen yang kotor merupakan sumber patogen. Linen yang kotor dan peralatan pasien pribadi yang telah terkena
Universitas Sumatera Utara
sekresi tubuh menjadi media kontak tidak langsung pemberi asuhan kesehatan dengan mikroba. Oleh karena itu linen yang telah kotor ini harus
segera ditangani dengan hati-hati Caldwel dan Hegner, 2003. Menurut Fahmi 2010, bahwa Penerapan Universal Precaution yang
meliputi kebersihan tangan, penggunaan sarung tangan, pemakaian masker, pemakaian gaun pelindung, pengelolaan jarum, kebersihan nafas
dan etika batuk, kebersihan lingkungan, pengelolaan linen dan pembuangan limbah oleh perawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta secara keseluruhan adalah baik dengan presentase 84,87 . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan penerapan
Universal Precaution telah dilakukan dengan baik oleh perawat, dan
mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan.
5.3 Keterbatasan Penelitian