BAB II KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
28
BAB II
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PRESTASI BELAJAR SISWA
Masalah kompetensi profesional guru merupakan salah satu dari kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan
apapun.1 Guru adalah jabatan profesional yang memerlukan berbagai
keahlian khusus. sebagai suatu profesi maka harus memenuhi kriteria
profesional.2
A. KompetensiProfesional Guru PAI
1. Pengertian Kompetensi ProfesionalGuru
Istilah kompetensi diartikan sebagai perpaduan antara
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam pola berpikir dan bertindak atau sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
Kompetensi menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu
1
Omar Hamalik, Pendidikan Guru
BerdasarkanPendektanKompetensi,(Jakarta:BumiAksara, 2003),hlm.34. 2
(2)
hal.3Kompetensi menunjuk kepada kemampuan melaksanakan sesuatu
yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan.4 Kompetensi ini ada
beberapa rumusan atau pengertian yang perlu dicermati yaitu kompetensi (competence), menurut Hall dan Jones sebagaimana dikutip oleh Masnur Muslich, yaitu pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara
pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur.5
Sedangkan menurut Peter Salim, kompetensi juga berarti “quality
of condition of being legally quikified, eligible, or admissible, yakni kualitas atau keadaan memenuhi syarat atau yang dapat diterima menurut
ketentuan hukum.”6Richards menyebutkan bahwa istilah kompetensi mengacu pada perilaku yang dapat diamati, yang diperlukan untuk menuntaskan kegiatan sehari-hari. Sedangkan Spencer dan Spencer dalam Hamzah B. Uno mengatakan bahwa kompetensi merupakan karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan menjadi cara-cara berperilaku dan berfikir dalam segala situasi, dan berlangsung dalam periode waktu yang
3
Tim Penyusun Kamus Depdikbud, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Reality Publisher, 2008), hlm. 379.
4
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 96.
5
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual: Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 15.
6
Peter Salim, Standard Indonesia-English Dictionary.(Jakarta : Modern English Press, 1993), hlm. 426.
(3)
lama.7Menurut Uzer Usman bahwa kompetensi guru merupakan suatu kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya
secara bertanggung jawab dan layak.8Kompetensi juga dapat diartikan
sebagai kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan.9
Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau
dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.10
Dalam PP No 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 3 ayat (1) menyebutkanbahwa:
Kompetensisebagaimanadimaksuddalalampasal 2
merupakanseperangkatpengetahuan, ketrampilandanperilaku yang
harusdimiliki, dihayati, dikuasaidandiaktualisasikanoleh guru
dalammelaksanakantugaskeprofesionalan.11
Sedangkan dalam PP No: 74 Tahun 2008 tentang Guru, pasal 3 ayat (7) menyatakan bahwa:
Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu
7
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 63.
8
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), hlm.14.
9
Piet A. Suhertian dan Ida Alaida Suhertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inversive Education, (Bandung : Rineka Cipta, 1992), hlm.4.
10
Lihat selengkapnya, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. 11
(4)
pengetahuan, tekonologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya, yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan
standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan / atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. konsep dan metode disiplin keilmuan, tekonologi,atau seni yang
relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran/atau pelosok mata
pelajaran yang akan diampu.12
Profesionalharusdimulaidaridirisendirisebagaimanadisebutkan
dalam al-Qur’an berikut:
اَِِ ٌرِبَخ َهللا نِإ َهللا اوُق تاَو ٍدَغِل ْتَمدَق ام ٌسْفَ ن ْرُظنَتْلَو َهللا اوُق تا اوُنَمآ َنيِذلا اَه يَأ اَي
َنوُلَ ْ َ ت
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah danhendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18).
Sedangkan pengertian guru sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undangRepublik Indonesia(RI)No.14tahun2005 tentang Guru danDosen, Pasal1 ayat(1) , bahwa:
Guru adalah tenaga profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia sekolah pada
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
danpendidikanmenengah.
Guru sebagai pendidik harus bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran kepada murid, tetapi juga harus mampu membentuk
12
(5)
kepribadian murid. Lebih–lebih guru pendidikan agama Islam.13Secara umum, fungsi atau peranan penting guru dalam proses belajar mengajar di sekolah adalah sebagai direktur belajar. Artinya setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran
kegiatan proses belajar mengajar.14
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no: 16 tahun 2007 pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa:
Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional.
2. Guru Pendidikan Agama Islam
a. Makna Guru Pendidikan Agama Islam
Dalam UU No: 16 Tahun 2007 pasal I ayat (7) menyatakan:
Guru pendidikan agama adalahpendidik professional
dengantugasutamamendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih,
memberiteladandanmengevaluasipesertadidik.15
Sedangkandalampasal I ayat (8) disebutkan:
Pembina pendidikan agama adalahseseorang yang
memilikikompetensibidang agama yang ditugaskanoleh yang
13
Zuhairini Abd Ghafir, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ,Malang: UMM Press, 2004, h. 18-19.
14
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2000), hlm. 222.
15
(6)
berwenanguntukmendidikdanataumengajarpendidikan agama
padasekolah.16
Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di
masjid, di surau/musala, di rumah dan sebagainya.17
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik sering disebut dengan
istilah murabbi, mu‟allim, mu‟addib. Ketiga tema tersebut mempunyai
tempat penggunaan sendiri. Di samping itu istilah pendidikan kadangkala
disebut melalui gelarnya, seperti istlah al-ustāż, dan asy-syaikh.18
DalamUundang-undangRepublik Indonesia no 20 Tahun 2003
tentangSistemPendidikanNasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 6
dinyatakan“Bahwapendidikanadalahtenagakependidikan yang
berkualifikasisebagai guru, dosen, konselor, pamongbelajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dansebutan lain yang
sesuaidengankekhususanya,
sertaberpartisipasidalammenyelenggarakanpendidikan”. Selanjutnya,
pendidik secara khusus dinyatakan pada Bab XI pasal 39 dinyatakan dalam
16
UU No: 16 Tahun 2007 pasal I ayat (8).
17
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:Rineka Cipta,2005).hlm..32.
18
(7)
butir (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Undang-undang tersebut di atas, menegaskan kepada publik tentang tiga hal, yaitu :
1) Pendidik haruslah profesional melaksanakan tugasnya,
2) Tugas pendidik pada satuan pendidikan dasar dan menengah adalah
mengajar, mendidik, membimbing, merlatih dan menilai peserta didik.
3) Tugas pada satuan pendidikan tinggi, selain di atas, ditambahkan
lagi dengan melakukan pengabdian pada masyarakat.
4) Pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan dasar dan
menengah dinamai guru, sedangkan yang di satuan pendidikan
tinggi dinamai dosen.19
Sedangkan definisi dari pendidikan agama Islam yaitu usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan
19
Abdul Majid, Pendidikan Berbasis Ketuhanan, (Bandung:CV.Maulana Medika Grafika,2011),hlm.40.
(8)
dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.20
Jadi yang di maksud Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalahtenaga pendidik yang mentrasformasikan ilmu dan pengetahuannya kepada anak didik, dengan tujuan mereka menjadi pribadi-pribadi yang memiliki prilaku yang baik atas dasar nilai-nilai ajaran Islam.
Guru pendidikan Agama Islam (GPAI) pada sekolah umum merupakan figur atau tokoh utama disekolah yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk meningkatkan kualitas peserta didik dalam bidang pendidikan agama Islam yang meliputi tujuh unsur
pokok, yaitu :keimanan ,ibadah, al-Qur’an, akhlak, syari’ah, mu’amalah
dan tarikh, sehingga mereka (peserta didik) meyakini,memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
baik berbagai pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.21
b. Syarat, Kualifikasi dan Kompetensi Guru PAI
Guru Pendidikan Agama Islam yang baik adalah guru agama dapat memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ia hendaklah
senantiasa bertakwa kepada Allah SWT, berilmu, serta sehat jasmani.22
20
Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). Hlm.152. 21
Hadirja Paraba, Wawasan Tugas Tenaga Guru Dan Pembina Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Friska Agung Insani,2000), hlm.5-6.
22
(9)
Sedangkan Al Abrasyi mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat guru agama Islam adalah sebagai berikut :
a) Bersikap zuhud, yakni ikhlas menunaikan tugas karena allah dan
bukan semata- mata bersifat materialis;
b) Bersih jasmani dan rohani, berpakaian bersih dan rapi serta berahlak
mulia;
c) Bersifat pemaaf, sabar dan lapang dada;
d) Bersikap sebagai bapak anak didik, yakni menyenangi anak didik
seperti mencintai anak kandungnya sendiri;
e) Mengetahui tabiat dan tingkat berfikir anak didik;
f) Menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didik.23
Dari syarat–syarat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa guru
harus bekerja sesuai dengan ilmu mendidik dengan disertai ilmu pengetahuan yang cukup luas dalam bidangnya serta dilandasi rasa berbakti yang tinggi.
Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Adapun, standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal I ayat (1)adalah:
23
M. Athiyah al-Abrasyi,Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm.224.
(10)
1) Kualifikasi Akademik Guru Melalui Pendidikan Formal Kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan Anak Usia Dini/ Taman Kanak-kanak/ Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/ madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/ madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/ madrasah aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah kejuruan/ madrasah aliyah kejuruan (SMK/ MAK), sebagai berikut.
2) Kualifikasi Akademik Guru Melalui Uji Kelayakan dan Kesetaraan
Kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh perguruan tinggi yang
diberi wewenang untuk melaksanakannya.24
DalamUU No: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal10 ayat(1) disebutkanbahwa:
24
(11)
Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.25
DalamPeraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 disebutkanbahwa, standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Standar kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK sebagai berikut.
Selanjutnyakompetensiprofesional guru PAI
dapatdilihatpadaPeraturanMenteriPendidikanNasional RI No.16 Tahun 2007, sebagaimanatabelberikut:
Tabel 2.1
Kompetensiprofesionalguru PAI
No KOMPETENSI INTI
GURU
KOMPETENSIGURU PAI
1 Menguasai materi,
struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
Menginterpretasikanmateri, struktur, konsepdanpolapikirilmu-ilmu yang
relevandenganpembelajaranpendidikanagam Islam.
25
UU No: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal10 ayat(1).
(12)
diampu. Menganalisismateri, struktur, konsep, danilm-ilmu yang
relevandenganpembelajaranPendidikan Agama Islam.
2 Menguasai standar
kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang di ampu
kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
3 Mengembangkan
materi pembelajaran yang diampu secara kreatif
Memilih materi pelajaran yang
diampusesuaidengan tingkat perkembangan peserta didik.
Mengolah materi pelajaran yang
diampusecara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
4 Mengembangkan
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif keprofesi-onalan secara.
Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.
Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.
Melakukan penelitian tindakan kelas untuk penilaian
Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan.
Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.ngkatan
keprofesionalan.
5 Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.
Dari pemahaman mengenai standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
(13)
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal I ayat (1), standar kualifikasi guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah guru yang memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi Pendidikan Agama Islam (tarbiyah) yang terakreditasi.
Sedangkan di antara model untuk meningkatkan dan
mengembangkan profesionalitas guru PAI adalah “growth with charajter” yaitu pengembangan profesionalitas yang berbasis karakter dengan
mendasarkan pada tiga pilar yaitu keunggulan (excellence), semangat kuat
untuk menjadi profesional (passion for profesionalisme), dan etka
(ethical). Dengan menggunakan model tersebut, profesionalitas dapat dikembangkan dengan mendinamiskan tiga pilar tersebut secara kontinu
dan berkesinambungan.26
Strategi yang dapat dipakai dalam rangka untuk mengembangkan
profesionalisme guru PAI, pemerintah mengadakan pelatihan untuk guru. Hal itu biasanya dilakukan berkelompok, misalnya KKG atau MGMP guru.
1) KKG PAI ( KelompokKegiatan Guru PAI)
Jenjang keahlian guru yang digunakan sebagi standar dalam kegiatan KKG adalah guru biasa, yaitu guru mata pelajaran dengan
26
(14)
berbagai latar pendidikan dan jenjang pendidikan yang sangat beragam, mulai dari D1 sampai dengan S1.
2) MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP (musyawarah guru mata pelajaran) adalah forum atau wadah kegiatan professional guru mata pelajaran sejenis di sanggar. Pengertian musyawarah mencerminkan kegiatan dari, oleh, dan untuk guru, sedangkan guru matelajaran yang dimaksud di sini adalah guru di tingkat sekolah menengah.
Adapun tujuan MGMP anatra lain, adalah :
a) Menumbuhkan kegairahan guru untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan belajar mengajar (KBM);
b) Menyetarakan kemampuan dan kemahiran guru dalam
melaksanakan KBM sehingga dapat menunjang usaha peningakatan, dan pemerataan mutu pendidikan;
c) Mendiskusikan permasalahan yang dihadapi oleh guru
dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari cara penyeleseian yang sesuai dengan karakteristik mata
pelajaran, guru, kondisi sekolah dan lingkungan.27
c. Peran Guru dalam Pembelajaran
27
(15)
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan
hidupnya secara optimal.28
Menurut Ramayulis,29 diantara tugas pendidik itu secara khusus
adalah sebagai “warasat al-Anbiya “ yang pada hakikatnya
mengmbangkan misi “rahmatan li al-„alamin” yakni mengembangkan
misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat, kemudian misi ini dikembangkan pada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.
Masih ada sementara orang yang berpandangan, bahwa peranan
guru hanya mendidik dan mengajar saja. Mereka itu tak mengerti bahwa mengajar itu adalah mendidik juga. Dan mereka telah mengalami kekeliruan besar dengan mengatakan bahwa tugas itu hanya
satu-satunyabagi setiap guru.30
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu,
28
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, hlm.35. 29
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Radar Jaya Ofset,2011),hlm.63. 30
Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,(Jakarta:Departemen Agama RI,2005),hlm.71.
(16)
guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup
tanggungjawab, wibawa, mandiri dan disiplin.31
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau
siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah ini.
1) Korektor
Sebagai korektor,guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural
masyarakat di mana anak didik tinggal, akan mewarnai
kehidupannya.Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik, bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor yang menilai dan mengoreksi semua sikap, dan tingkah laku perbuatan anak. Koreksi yang guru harus lakukan terhadap sikap dan sifat anak didiktidak hanya di sekolah , tetapi diluar sekolah pun harus dilakukan.
2) Inspirator
31
(17)
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk ilham sebagaimana cara petunjuk belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang di hadapi oleh anak didik.
3) Informator
Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang lebih diprogramkan dalam kurikulum, informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti
apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.32Karena
benda yang digarap bukan benda mati sebagaimana yang digarap oleh pemahat, maka guru berkewajiban mengembangkan potensi peserta didik sedemikian rupa sehingga menjadi pribadi yang kreatif, Untuk itu dia memberikan kesempatan kepada peserta didik mengajukan
32
(18)
pertanyaan, memberikan balikan, memberikan kritik dan sebagainya,
sehingga mereka merasa memperoleh kebebasan yang wajar.33
4) Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada anak didik.
5) Motivator
Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat mengenalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurut prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas belajar dan
sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan
memperhatikan kebutuhan anak didik, penganeragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk dapat lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interkasi edukatif, karena meyangkut esensi pekerjaan mendidik yang
33
(19)
membutuhkan kemahiran sosial,menyangkut performance dalam
personalisasi dan sosialisasi diri.34
6) Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembanga ilmu pengetahuan dan teknlogi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, ketrampilan penggunaan melalui pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia penddikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu, bukan mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran.
7) Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik.lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, susana ruang kelas yang pengap , meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru sebagaimana menyediakan fasilitas , sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang meneyenangkan anak didik.
8) Pembimbing
34
(20)
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing, peranan itu harus lebih di pentingkan,kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap, Tanpa bimbingan anak diddik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak bergantung pada bantuan guru, tetapi semakin dewasa ketergantungan anak didik semakin berkurang , jadi bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum
mampu berdiri sendiri (mandiri),35
Guru juga harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis. Dengan kata lain, peserta didik harus dibimbing untuk medapatkan pengalaman dan mebentuk kompetensi yang akan mengantar mereka mencapai tujuan, dalam setiap peserta didik harus belajar , untuk itu mereka harus memiliki pengalaman dan kompetensi yang dapat menimbulkan kegiatan belajar.36
9) Demonstrator
Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang.
35
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, hlm..46. 36
(21)
Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
10)Pengelola kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yan tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didi, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal.
Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakanfasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Jadi, maksud dari pengelolaan kelas adalah agar anak
(22)
didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya.
11)Mediator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materiil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Ketrampilan menggunakan semua media itu diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan pengajaran. Sebagai mediatior, guru dapat diartikan sebagai penengah
dalam proses belajat anak didik.37
12)Supervisor
Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai lebih baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya , kecakapannya, atau ketrampilan-ketrampilan yang dimilikinya, atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol daripada orang-orang yang di supervisinya.
13)Evaluator
37
(23)
Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinstik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek-aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values), berdasarkan hal ini guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian anak didik tentu lebih di uatamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak
didik ketika diberikan tes.38
Selain menilai hasil belajar peserta didik, guru juga harus bisa menilai diri sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun menilai program pembelajaran. Oleh karena itu dia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagaimana
memahami penilaian hasil belajar.39
3. Konsep Profesional Guru Pendidikan Agama Islam
Guru yang profesional adalah guru yang memiliki seperangkat kompetensi (pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku) yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya.40Jika kompetensi guru tersebut dikaitkan dengan
38
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, hlm.48 39
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, hlm.62. 40
(24)
Pendidikan Agama Islam yakni pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam mencapai ketentraman batin dan kesehatan mental pada umumnya. Agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan munkar yang paling ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. Maka kompetensi guru agama Islam adalah kewenangan untuk menentukan Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di
sekolah tempat guru itu mengajar.41
Dalam Peraturan Menteri Agama RI No:16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama pada sekolah. Pada pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa:
Guru pendidikan agama harus memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, profesional dan kepemimpinan.42
DalamPeraturanMenteri Agama RI No:16tahun 2010
tentangpengelolaanpendidikan agama padasekolah. Padapasal 16 ayat (5) disebutkanbahwa:
Kompetensiprofesionalsebagaimanadimaksudpadaayat (1)
meliputi:
a. penguasaanmateri, struktur,
konsepdanpolapikirkeilmuanmatapelajaranpendidikan agama
41
Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama,1995), hlm. 95.
42
(25)
b. penguasaanstandarkompetensidasarmatapelajaranpendidikan agama
c. pengembanganmateripembelajaranmatapelajaranpendidikan
agama secarakreatif
d. pengembanganprofesionalitassecaraberkelanjutandenganmelak
ukantindakanlevlektif, dan
e. pemanfaatantekonologiinformasidankomunikasiuntukberkomun
ikasidanmengembangkandiri.43
Menurut Muhibbin Syah, guru profesional dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (comppentencies) yang bersifat psikologis, yang meliputi:
1) Kompetensi kognitif (kecakapan ranah cipta)
2) Kompetensi afektif (kecakapan ranah rasa)
3) Kompetensi psikomotor (kecakapan ranah karsa).44
Menurut E Mulyasa, ruang lingkup kompetensi profesional adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik
filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.
2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf
perkembangan peserta didik.
43
PeraturanMenteri Agama RI No:16 tahun 2010 pasal 16 ayat (5). 44
(26)
3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang
bervariasi.
5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media
dan sumber belajar yang relevan.
6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program
pembelajaran.
7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.
8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik. 45
Menurut Depdikbud (1980), ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, yakni:
a) Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dalam
keilmuannya.
b) Pengelolaan program belajar-mengajar.
c) Pengelolaan kelas.
d) Penggunaan media dan sumber pembelajaran.
e) Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
f) Pengelolaan interaksi belajar-mengajar.
g) Penilaian prestasi siswa.
h) Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan.
45
E. Mulyasa, Standar Kompetensi Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2007), hlm. 135-136.
(27)
i) Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
j) Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian
pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.46
Dalam penampilan aktual dalam proses belajar mengajar, minimal memiliki empat kemampuan yakni kemampuan:
1) Merencanakan proses belajar mengajar
2) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar
3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar
4) Menguasai bahan pelajaran.
Keempat kemampuan di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai oleh guru profesional. Untuk mempertegas dan memperjelas keempat kemampuan tersebut berikut ini dibahas satu persatu.
1. Merencanakan proses belajar mengajar
Kemampuan merencanakan program belajar mengajar bagi profesi guru sama dengan kemampuan mendesain bangunan bagi seorang arsitek. Makna atau arti perencanaan atau program belajar adalah suatu proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. Dalam kegiatan tersebut secara terperinci harus jelas kemana siswa itu akan dibawa (tujuan), apa yang harus ia pelajari (isi, bahan
46
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press,2008),hlm.36.
(28)
pelajaran), bagaimana cara ia mempelajarinya (metode dan teknik), dan
bagaimana kita mengetahui bahwwa sisa telah mencapainya (penilaian).47
2. Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru, ada tiga tahap yang perlu dimengerti, yakni tahap sebelum pengajaran, tahap pengajaran dan tahap sesudah pengajaran
a) Tahap sebelum pengajaran
Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester, program satuan pelajaran dan perencanaan program-program. Dalam melaksanakan program-program terseut di atas, perlu dipertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan:
1) Bekal bawaan anak didik
2) Perumusan tujuan pembelajaran
3) Pemilihan metode
4) Pemilihan pengalaman-pengalaman belajar
5) Pemilihan bahan dan peralatan belajar
6) Mempertimbangkan jumlah dan karakteristik anak didik
7) Mempertimbangkan jumlah jam pelajaran tersedia
8) Mempertimbangkan pola pengelompokan
9) Mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar.48
b) Tahap Pengajaran
47
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, hlm.77-78. 48
(29)
Dalam tahap ini berlangsung interaksi antara guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik, anak didik dengan kelompok anak, atau anak didik secara individual.
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah direncanakan. Ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam tahap ini, yaitu.
1) Pengelolaan dan pengendalian kelas
2) Penyampaian informasi
3) Penggunaan tingkah laku verbal dan nonverbal
4) Merangsang tanggapan baik, dari anak didik
5) Mempertimbangkan prinsip-prinsip belajar
6) Mengdiagnosis kesulitan belajar
7) Mempertimbangkan perbedaan individual
8) Mengevaluasi kegiatan interaksi.49
c) Tahap Sesudah Belajar
Tahap ini menunjukan kegiatan atau perbuatan setelah pertemuan tatap muka dengan anak didik. Beberapa perbuatan guru yang tampak pada tahapsesudah mengajar antara lain:
1) Menilai pekerjaan anak didik
2) Menilai pengajaran guru
3) Membuat perencanaan untuk pertemuan berikutnya.50
3. Menilai kemajuan proses belajar mengajar
Seorang pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukan
49
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, hlm.74-77. 50
(30)
karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan.
Adanya komponen-komponen yang menunjukkan kualitas mengevaluasi akan lebih memudahkan para guru untuk terus meningkatkan kualitas menilainya. Dengan demikian, berarti bahwa setiap guru memungkinkan untuk dapat memiliki kompetensi menilai secara baik
dan menjadi guru yang bermutu.51
Dalam keseluruhan proses pendidikan, secara garis besar evaluasi berfungsi untuk:
1) Mengetahui kemajuan kemampuan belajar murid. Dalam
evaluasi formatif, hasil dari evaluasi selanjutnya digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa.
2) Mengetahui status akademis seseorang siswa dalam kelasnya.
3) Mengetahui penguasaan, kekuatan dalam kelemahan seseorang siswa
atas suatu unit pelajaran.
4) Menegtahui efisiensi metode mengajar yang digunakan guru.
5) Menunjang pelaksanaan B.K di sekolah.
6) Memberi laporan kepada siswa dan orang tua
7) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa.
8) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan pengurusan
(streaming)
9) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan perencanaan
pendidikan, serta
10) Memberi informasi kepada masyarakat yang memerlukan, dan
11) Merupakan feedback bagi siswa, guru dan program pengajaran.
12) Sebagai alat motivasi belajar mengajar
51
Kunandar, Guru Profesional:Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.51.
(31)
13) Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah
yang bersangkutan.52
4. Menguasai Bahan Pelajaran
Penguasaan guru akan bahan pelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Banyak pendapat yang mengatakan baha proses belajar sisa bergantung pada penguasaan pelajaran oleh guru dan ketrampilan mengajarnya. Pendapat ini diperkuat oleh Hilda Taba, eorang pakar pendidikan, yang mengatakan bahwa efektifitas pengajaran dipengaruhi oleh:
a) Karakteristik guru dan siswa;
b) Bahan pelajaran; dan
c) Aspek lain yang berkenaan dengan situasi pelajaran.53
Dengandemikianseorang yang telahmemilih guru
sebagaiprofesinyaharusbenar-benar professional di bidangnya.Di
sampingjugaharusmemilikikecakapandankemampuandalammengelolainter aksibelajarmengajar. Hal inidapatdipahamibahwaprofesionalitasseorang guru dapatmenentukankeberhasilan proses belajarsiswa.
Seorang guru pendidikan agama Islam sebagai guru yang profesional di bidangnya, artinyamenguasaibetulselukbelukpendidikan agama Islam.Pendidikan agama Islam memilikikarakteristiktersendiri di
52
Slameto,EvaluasiPendidkan,(Jakarta:BumiAksara,2001),hlm.15-16. 53
(32)
banding matapelajaran yang lain, karenapendidikan agama Islam
mengajarkanisiajaranitusendiri.54
B. Prestasi Belajar Siswa
1. Pengertian Prestasi BelajarSiswa
Pengertian prestasi adalah hasil tertinggi/ terbaik yang diperoleh
dalam suatu kerja.55Apabila prestasi dikaitkan dengan proses
pembelajaran maka pengertian prestasi belajar adalah hasil dari
pengukuran serta penilaian usaha belajar.56
Menurut Tulus Tu’u, terkait dengan prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas
dan kegiatan pembelajaran di sekolah.57
Sedangkan pengertian belajar adalah proses yang di lakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi
dengan lingkunganya.58
Pemaknaan tersebut memberikan pengertian bahwa prestasi belajar siswa adalah suatu hasil yang di peroleh siswa
54
Departemen Agama RI, PedomanPenulisanKaryaIlmiah Guru, (Jakarta: DirektoratJendralKelembagaan Agama Islam,2005),hlm.107.
55
Surawan Martinus, Kamus Kata Serapan, (Jakarta: PT Gramedia, 2008), hlm. 479. 56
Sutartinah Tirta Negoro, Anak Super Normal dan Program Pendidikannya, (Jakarta: Bumi Aksara,2001),hlm.43.
57 Tulus Tu’u,
Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa,
(Jakarta:Grasindo,2004),hlm.75. 58
Pupuh Faturrohman, dkk., Psikologi Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 61.
(33)
dalam kaitanya dengan kegiatan belajar mengajar yang berbentuk nilai-nilai.
Dari uraian di atas dapatlah diidentifikasi ciri-ciri kegiatan yang
disebut “belajar” sebagai berikut:
a. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri
individu yang belajar, baik yang aktual maupun potensial;
b. Perubahan itu pada dasarnya berupa didapatkanya kemampuan baru,
yang berlaku dalam waktu yang relatif lama;
c. Perubahan terjadi karena usaha.59
Hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. Bagaimana bentuk tingkah laku yang diharapkan berubah itu dinyatakan dalam perumusan tujuan instruksional. Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan meliputi tiga aspek,
yaitupertama aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi
penguasaan pengetahuan dan perkembangan ketrampilan/kemampuan
yang diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua aspek
afektif, meliputi perubahan-perubahan dari segi mental, perasaan dan
kesadaran, dan ketiga, aspek psikomotorik, meliputi
perubahan-perubahan dalam segi bentuk-bentuk tindakan motorik.60Ketiga aspek
tersebut satu sama lain tidak dapat dipisahkan dan merupakan satu kesatuan.
59
Noehi Nasution, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama, 1998), hlm. 3 60
Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2005). hlm.197.
(34)
2. Tipe Belajar Siswa
Tujuan pembelajaran biasanya diarakan pada satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S Bloom mengosentrasikan pada domain kognitif, sementara domain afektif dikembangkan oleh Kratwohl dan domain
psikomotor dikembangkan oleh Simpson.61
Dalam kaitannya dengan prestasi, secara umum terdapat tiga tipe prestasi belajar, sebagai berikut:
a. Tipe belajar bidang kognitif
Tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup: (a) tipe prestasi
belajar pengetahuan hafalan (knowledge), (b) tipe prestasi belajar
pemahaman (comprehention), (c) tipe prestasi belajar penerapan
(aplikasi), (d) tipe prestasi belajar analisis, (e) tipe inprestasi belajar
sintesis, dan (f) tipe prestasi belajar evaluasi.62
b. Tipe belajar bidang afektif
Tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi
belajar mencakup: Pertama,receiving atau attending, yakni kepeaan
dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada
siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Kedua,responding
atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
61
Hamzah B.Uno, dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pailkem,(Jakarta: PT Bumi Aksara,2011),hlm.55-56.
62
M. Ngalim Puranto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1995),hlm.142.
(35)
stimulus yang dating dari luar. Ketiga, valuing (penilaian), yakni berkenaan denngan penilaian dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Keempat, organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatusistem organisasi, termasuk menentukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kelima, karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang,
yang mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya.63
c. Tipe prestasi belajar bidang psikomotor
Tipe prestasi belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk
ketrampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang. Adapun
tingkatan keterampilan itu meliputi: (1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah merupakan kebiasaan),(2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (3) kemampuan perspektual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain, (4) kemampuan di bidang fisik seperti kekuatan, keharmonisan dan ketepatan, (5)
gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai dari keterampilan
sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks, dan (6)
kemampuan yang berkenaan dengan non-decursive komunikasi
seperti gerakan ekspresif dan interpetatif.64
63
M. Ngalim Puranto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,hlm. 143-144 64
(36)
3. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Faktor yang mempengarui prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
a. Faktor internal siswa, yang meliputi dua aspek yaitu: (1) aspek
fisiologis (yang bersifat jasmaniah). Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat ketegangan organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat siswa dalam mengikuti pelajaran; (2) aspek psikologis. Di antara faktor-faktor ruhaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah: tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa, sikap siswa, bakat dan minat siswa, serta motivasi.
b. Faktor eksternal siswa, yang juga terdiri dari dua macam, yaitu: (1)
lingkungan sosial. Lingkungan sosial terebut antara lain seperti guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Sedangkan lingungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa; (2) non sosial. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya , rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
(37)
c. Faktor pendekatan belajar. Bahwa segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa
untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.65
Dari situ dapat juga dipahami bahwa prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi-nya baik dari dalam diri seseorang (faktor internal), luar diri seseorang (faktor eksternal) dan pendekatan belajar yang dilakukan. Hal tersebut semata-mata dilakukan agar prestasi anak tercapai secara optimal.
4. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Kata meningkatkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah
menaikkan derajad, taraf, dan sebagainya.66
Agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya seorang siswa, maka
guru harus memanage faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya. Baik
itu faktor intern, misalnya motivasi belajar, dan lain sebagainya maupun faktor ekstern, misalnya lingkungan kehidupan sehari-hari. Selain itu, seorang siswa perlu dipperhatikan aspek psikologisnya yang salah satunya adalah konsep diri.
65
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,dengan Pendekatan Baru, hlm.144-145. 66
W.J.S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm.1078.
(38)
Jika siswa mampu untuk mengendalikan konsep dirinya dan mengarahkan kepada hal-hal yang positif, maka siswa akan mudah dalam belajar dan mendapatkan prestasi yang baik.
Di samping upaya dari pihak siswa, pihak pendidik juga harus mempunyai upaya untuk meningkatkan prstasi belajar siswa dengan cara melakukan pembelajaran seefektif mungkin. Dengan pembelajaran yang efektif, maka siswa akan lebih mudah dalam menerima pelajaran dan hasilnya akan tampak secara konkrit dalam prestasi belajar. Selain itu, pendidik diharapkan mampu melakukan diagnosis yang fungsinya untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa. Apabila kesulitan belajar siswa mampu diidentivifikasi, maka pendidik hendaklah memberikan solusi terhadap masalah atau kesulitan tersebut, sehingga siswa mampu belajar dengan mudah dan lancar, yang pada akhirnya
prestasi belajarnya meningkat.67
Untuk mengukur berhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai berikut:
(1) Secara akademik lulusan pendidikan tersebut dapat
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
(2) Secara moral, lulusan pendidikan tersebut dapat menunjukkan
tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya;
67
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini,Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: teras,2012),hlm.139-140.
(39)
(3) Secara individual, lulusan pendidikan tersebut semakain meningkat ketakwaaannya;
(4) Secara sosial, lulusan pendidikan tersebut dapat berinteraksi
dan berasosialisasi dengan masyarakat sekitarnya; dan
(5) Secara kultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran
agamanya sesuai dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain dimensi kognitif, intelektual, afektif-emosional dan psikomotorik-praktis kultural dapat terbina secara seimbang. Inilah ukuran-ukuran yang dapat dibangun untuk melihat
ketetapan strategi pendidikan yang diterapkan.68
68
(1)
2. Tipe Belajar Siswa
Tujuan pembelajaran biasanya diarakan pada satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S Bloom mengosentrasikan pada domain kognitif, sementara domain afektif dikembangkan oleh Kratwohl dan domain psikomotor dikembangkan oleh Simpson.61
Dalam kaitannya dengan prestasi, secara umum terdapat tiga tipe prestasi belajar, sebagai berikut:
a. Tipe belajar bidang kognitif
Tipe prestasi belajar bidang kognitif mencakup: (a) tipe prestasi belajar pengetahuan hafalan (knowledge), (b) tipe prestasi belajar pemahaman (comprehention), (c) tipe prestasi belajar penerapan (aplikasi), (d) tipe prestasi belajar analisis, (e) tipe inprestasi belajar sintesis, dan (f) tipe prestasi belajar evaluasi.62
b. Tipe belajar bidang afektif
Tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe prestasi belajar mencakup: Pertama,receiving atau attending, yakni kepeaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Kedua,responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap
61
Hamzah B.Uno, dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pailkem,(Jakarta: PT Bumi Aksara,2011),hlm.55-56.
62
M. Ngalim Puranto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,1995),hlm.142.
(2)
stimulus yang dating dari luar. Ketiga, valuing (penilaian), yakni berkenaan denngan penilaian dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Keempat, organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam suatusistem organisasi, termasuk menentukan hubungan suatu nilai dengan nilai lain dan kemantapan, prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kelima, karakteristik dan internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya.63
c. Tipe prestasi belajar bidang psikomotor
Tipe prestasi belajar bidang psikomotor tampak dalam bentuk ketrampilan (skill), dan kemampuan bertindak seseorang. Adapun tingkatan keterampilan itu meliputi: (1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang sering tidak disadari karena sudah merupakan kebiasaan),(2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (3) kemampuan perspektual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain, (4) kemampuan di bidang fisik seperti kekuatan, keharmonisan dan ketepatan, (5) gerakan-gerakan yang berkaitan dengan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks, dan (6) kemampuan yang berkenaan dengan non-decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpetatif.64
63
M. Ngalim Puranto,Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,hlm. 143-144 64
(3)
3. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa
Faktor yang mempengarui prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:
a. Faktor internal siswa, yang meliputi dua aspek yaitu: (1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah). Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat ketegangan organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat siswa dalam mengikuti pelajaran; (2) aspek psikologis. Di antara faktor-faktor ruhaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah: tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa, sikap siswa, bakat dan minat siswa, serta motivasi.
b. Faktor eksternal siswa, yang juga terdiri dari dua macam, yaitu: (1) lingkungan sosial. Lingkungan sosial terebut antara lain seperti guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa. lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Sedangkan lingungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa; (2) non sosial. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya , rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
(4)
c. Faktor pendekatan belajar. Bahwa segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.65 Dari situ dapat juga dipahami bahwa prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi-nya baik dari dalam diri seseorang (faktor internal), luar diri seseorang (faktor eksternal) dan pendekatan belajar yang dilakukan. Hal tersebut semata-mata dilakukan agar prestasi anak tercapai secara optimal.
4. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Kata meningkatkan dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah menaikkan derajad, taraf, dan sebagainya.66
Agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya seorang siswa, maka guru harus memanage faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya. Baik itu faktor intern, misalnya motivasi belajar, dan lain sebagainya maupun faktor ekstern, misalnya lingkungan kehidupan sehari-hari. Selain itu, seorang siswa perlu dipperhatikan aspek psikologisnya yang salah satunya adalah konsep diri.
65
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,dengan Pendekatan Baru, hlm.144-145. 66
W.J.S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm.1078.
(5)
Jika siswa mampu untuk mengendalikan konsep dirinya dan mengarahkan kepada hal-hal yang positif, maka siswa akan mudah dalam belajar dan mendapatkan prestasi yang baik.
Di samping upaya dari pihak siswa, pihak pendidik juga harus mempunyai upaya untuk meningkatkan prstasi belajar siswa dengan cara melakukan pembelajaran seefektif mungkin. Dengan pembelajaran yang efektif, maka siswa akan lebih mudah dalam menerima pelajaran dan hasilnya akan tampak secara konkrit dalam prestasi belajar. Selain itu, pendidik diharapkan mampu melakukan diagnosis yang fungsinya untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa. Apabila kesulitan belajar siswa mampu diidentivifikasi, maka pendidik hendaklah memberikan solusi terhadap masalah atau kesulitan tersebut, sehingga siswa mampu belajar dengan mudah dan lancar, yang pada akhirnya prestasi belajarnya meningkat.67
Untuk mengukur berhasil tidaknya strategi tersebut dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai berikut:
(1) Secara akademik lulusan pendidikan tersebut dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi;
(2) Secara moral, lulusan pendidikan tersebut dapat menunjukkan tanggung jawab dan kepeduliannya kepada masyarakat sekitarnya;
67
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini,Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: teras,2012),hlm.139-140.
(6)
(3) Secara individual, lulusan pendidikan tersebut semakain meningkat ketakwaaannya;
(4) Secara sosial, lulusan pendidikan tersebut dapat berinteraksi dan berasosialisasi dengan masyarakat sekitarnya; dan
(5) Secara kultural, ia mampu menginterpretasikan ajaran agamanya sesuai dengan lingkungan sosialnya. Dengan kata lain dimensi kognitif, intelektual, afektif-emosional dan psikomotorik-praktis kultural dapat terbina secara seimbang. Inilah ukuran-ukuran yang dapat dibangun untuk melihat ketetapan strategi pendidikan yang diterapkan.68
68