BAB I dan BAB II AKUISISI, GOING PRIVAT DAN DIVESTASI

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebanyakan pertumbuhan perusahaan terjadi melalui ekspansi internal, yang terjadi ketika divisi yang ada dalam sebuah perusahaan tumbuh melalui aktivitas penganggaran modal normal. Meskipun demikian, contoh-contoh pertumbuhan yang paling dramatis dan sering kali merupakan penyebab kenaikan harga saham perusahaan yang terbesar, merupakan hasil dari merger topic yang pertama yang akan kita bahas dalam makalah ini.

Pembelian melalui Utang (Leverage Buy Outs-LBO), terjadi ketika saham sebuah perusahaan di akuisisi oleh sekelompok kecil investor dan bukannya oleh perusahaan operasional lainnya. Karena LBO memiliki kemiripan dalam banyak hal dengan merger, LBO juga akan dibahas dalam makalah ini.

Perubahan-perubahan kondisi dari waktu ke waktu, yang menyebabkan perusahaan menjual sebagian, atau mendivestasikan, divisi-divisi utamanya kepada perusahaan-perusahaan lain yang dapat memanfaatkan aktiva terdivestasi tersebut secara lebih baik. Kita juga akan membahas divestasi dalam makalah ini. Kita akan menyisakan pembahasan mengenai bentuk organisasi perusahaan induk (holding company), dimana sebuah perusahaan memiliki saham dari satu atau lebih perusahaan lain.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana bentuk dasar askuisisi. 2. Bagaimana sinergi dan sumber sinergi.

3. Bagaimana efek samping akuisisi terhadap keuangan.

4. Bagaimana biaya pemegang saham atas berkurangnya resiko. 5. Bagaimana NPV dari suatu merger.

6. Bagaimana pengambilan perusahaan. 7. Bagaimana taktik defensif.

8. Bagaimana merger memberikan nilai tambah. 9. Bagaimana dampak perpajakan dari akuisisi. 10. Bagaimana akuntansi untuk akuisisi.


(2)

12. Bagaimana divestasi. 1.3 Tujuan makalah

1. Mengetahui bentuk dasar akuisisi.

2. Mengetahui apa itu sinergi dan sumber sinergi.

3. Mengetahui efek samping akuisisi terhadap keuangan.

4. Mengetahui biaya pemegang saham atas berkurangnya resiko. 5. Mengetahui NPV dari suatu merger.

6. Mengetahui tentang pengambilalihan perusahaan. 7. Mengetahui taktik defensif.

8. Mengetahui apakah merjer memberikan nilai tambah. 9. Mengetahui dampak perpajakan dari akuisisi.

10. Mengetahui akuntasni akuisisi.

11. Mengetahui going private dan laverage layout. 12. Mengentahui tentang devestasi.


(3)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Merger dan Akuisisi

2.1.1 Pengertian Merger dan akuisisi

Ada beberapa pengertian mengenai merger:

Merger atau amalgamation, merupakan penggabungan bersama dua atau lebih perusahaan menjadi satu bisnis menurut basis yang disetujui semua pihak oleh manajemen perusahaan dan pemegang saham.

“Merger merupakan satu bentuk pertumbuhan eksternal (external growth) yang meliputi perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi horisontal, vertikal atau konglomerasi (Christopher, 2006)”

“Penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan (Brigham, 2006)” “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1988 mendefinisikan merger sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”

“Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) no 22 menyatakan bahwa merger merupakan suatu proses penggabungan usaha, dengan jalan mengambil alih satu atau lebih perusahaan yang lain. Setelah terjadi pengambilalihan, maka perusahaan yang diambil alih dibubarkan atau dilikuidasi, sehingga eksistensinya sebagai badan hukum lenyap, dengan demikian kegiatan usahanya dilanjutkan oleh perusahaan yang mengambil alih”

Dari berbagai pengertian tentang merger di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan yang diambil alih akan lenyap. Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima merger dinamakan surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving firm. Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya berubah menjadi


(4)

bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum atas namanya sendiri.

Dari penjelasan di atas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas merger sebagai salah satu strategi perusahaan.

Gambar Skema merger

Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), secara harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam teminologi bisnis, akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain.

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No.22 menyatakan bahwa akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Kendali perusahaan yang dimaksud adalah kekuatan untuk:

a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan. b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen.

c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi.

Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakuisisi.

Perusahaan A

Perusahaan B

Perusahaan A atau Perusahaan B


(5)

Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50 persen saham berhak suara tersebut. Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga dapat dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun dapat juga pemilik dari 51 persen tidak tau belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi.

Skema dari penjelasan di atas dapat digambarkan sebagai berikut: berikut:

Gambar 2. Skema Akuisisi 2.1.2 Jenis-jenis Merger dan Akuisisi

Berdasarkan aktivitas ekonomik, merger dan akuisisi dapat diklasifikasikan dalam lima tipe.

1) Merger Horisontal

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan-perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin terkonsentrasinya


(6)

struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar dapat mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli. 2) Merger Vertikal

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut dapat mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upward integration).

3) Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda.

4) Merger Ekstensi Pasar

Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Merger dan akuisisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahan-perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awal di negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri. 5) Merger Ekstensi Produk

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untukmenawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen


(7)

yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.

Selain itu juga terdapat beberapa dasar klasifikasi untuk merger dan akuisisi: 1) Klasifikasi berdasarkan pola

Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang aka diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu:

a. Mothership Merger

Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi.

b. Platform Merger

Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam platform merger hardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger.

2) Klasifikasi Berdasarkan Metode Pembiayaan

Metode pembiayaan adalah cara pembayaran transaksi merger dan akuisisi antara pengakuisisi dengan yang diakuisisi. Klasifikasi dalam metode ini terdiri dari kas, hutang, saham atau kombinasi ketiganya.

3) Klasifikasi Berdasarkan Objek Pajak

Klasifikasi merger dan akuisisi atas dikenakan atau tidaknya pajak didasarkan pada media transaksi yang dipakai. Jika pembayaran dilakukan dengan kas berarti transaksi tersebut merupakan objek pajak. Sebaliknya jika transaksi dilakukan dengan 100% saham maka transaksi tersebut tidak kena pajak. Terdapat tiga bentuk merger yang terkena pajak dan enam bentuk merger yang tidak kena pajak, yaitu:

a. Terkena pajak

1) Merger kedepan (forward merger)

Merger kedepan merupakan merger yang melibatkan uang kas sebagai media pembayaran sehingga merger tipe ini merupakan transaksi yang kena pajak.


(8)

Merger kebalikan adalah merger dimana pemilik saham hasil merger adalah pemilik saham yang dimerger, sehingga pada merger ini terdapat perubahan kepemilikan perusahaan hasil merger.

3) Merger melalui perusahaan anak (subsidiary merger)

Merger melalui perusahaan anak atau merger segitiga (triangular merger) adalah merger yang dilakukan oleh perusahaan induk dengan melibatkan perusahaan anak. 4) Merger segitiga berbalikan (triangular reverse merger)

5) Merger segitiga kebalikan adalah merger yang (1) dilakukan antara perusahaan target dengan perusahaan induk melalui perusahaan anak, (2) setelah merger, perusahaan anak dibubarkan dan perusahaan target dipertahankan hidup serta menjadi anak perusahaan induk.

b. Bebas pajak

1) Reorganisasi Tipe A/ Merger berdasarkan Statuta (statutory merger); 2) Reorganisasi hibrid segitiga (hybrid triangular merger);

3) Reorganisasi tipe B (acquisition of stock for voting stock);

4) Reorganisasi tipe B segitiga (triangular acquisition of stock for voting stock); 5) Reorganisasi tipe C (acquisition property for voting stock);

6) Reorganisasi tipe C (special-case acquisition property for voting stock). 4) Klasifikasi Berdasarkan Objek yang Diakuisisi

a. Akuisisi Saham

Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi.

Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.


(9)

b. Akuisisi Aset

Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial.

Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:

1. Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset (sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan, termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah.

2. Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan sahamsaham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama assets for share exchange, dengan akibat hukum bahwa perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan yang diakuisisi.

5) Klasifikasi Berdasarkan Perlakuan Akuntansi 1. Metode Pembelian

Metode pembelian terjadi jika dalam kegiatan penggabungan usaha melibatkan transaksi pembelian mayoritas saham perusahaan target secara tunai, yang berakibat beralihnya pengendalian terhadap manajemen perusahaan. Metode pembelian mengakui dan mencatat aset dan kewajiban nerdasarkan nilai pasar, sedangkan laba ditahan dan agio saham tidak diakui dalam laporan keuangan konsolidasi.

2. Metode Penyatuan

Metode penyatuan terjadi ketika pemegang saham perusahaan yang bergabung tetap melanjutkan kepemilikannya terhadap perusahaan hasil penggabungan. Dalam metode penyatuan ini tidak ditemukan proses jual beli antara satu pihak dengan pihal lainnya, tidak ada pihak yang dianggap sebagai pengambilalih dan tidak ada pihak yang dominan timbul dari kegiatan merger dan akuisisi tersebut.

2.1.3 Alasan Melakukan Merger dan Akuisisi

Perusahaan mengambil kebijakan untuk merger atau mengakuisisi perusahaan lain didasarkan pada berbagai alasan atau motif. Motif utama di balik merger perseroan menurut Eugene F. Brigham (2006) yaitu:


(10)

1) Sinergi (synergy)

Kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil penjumlahan bagian-bagiannya. Merger yang bersifat sinergistik, nilai perusahaan setelah merger lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger.

2) Pertimbangan pajak

Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya sejumlah merger. Misalnya, perusahaan yang menguntungkan dan termasuk dalam kelompok tarif pajak tertinggi dapat mengambilalih perusahaan yang memiliki akumulasi kerugian yang besar. Kerugian tersebut dapat mengurangi laba kena pajak dan tidak ditahan untuk diguanakan dimasa depan. Merger juga dapat dipilih sebagai cara untuk meminimalkan pajak dan menggunakan kas yang berlebih.

3) Pembelian aktiva di bawah biaya pengganti

Kadang-kadang perusahaan diambilalih karena nilai pengganti (replacement value) aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri. Nilai sebenarnya dari setiap perusahaan adalah fungsi daya menghasilkan laba masa depannya, bukan biaya untuk mengganti aktivanya. Jadi akuisisi harus berdasarkan nilai ekonomi dari aktiva yang diakuisisi bukan atas biaya penggantinya.

4) Diversifikasi

Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada perusahaan milik keluarga biasanya pemilik tidak mau menjual sebagian saham yang dimilikinya untuk melakukan diversifikasi karena akan memperkecil kepemilikan dan mengakibatkan kewajiban pajak yang besar atas keuntungan modal. Jadi merger dapat menjadi jalan terbaik untuk mengadakan diversifikasi perorangan.

5) Insentif pribadi manajer

Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi pribadi daripada analisis ekonomi. Tidak ada eksekutif yang akan mengakui bahwa egonya merupakan alasan utama dibalik suatu merger, akan tetapi ego memegang peranan penting dalam banyak merger.

6) Nilai pecahan

Para analis mengestimasi nilai pemecahan suatu perusahaan, yang merupakan nilai masing-masing bagian dari perusahaan itu jika dijual terpisah. Jika nilai ini lebih tinggi dari nilai pasar berjalan perusahaan, maka seorang spesialis pengambil alihan dapat mengakuisisi


(11)

perusahaan itu pada atau bahkan diatas nilai pasar berjalannya, dijual secara sepotong-sepotong dan menghasilkan laba yang besar.

Motivasi Melakukan Merger dan Akuisisi

Menurut Moin (Muhammad Aji, 2010), pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi, yaitu motif ekonomi dan motif non-ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non-ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik. Kedua motif tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:

1) Motif Ekonomi

Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif manajemen keuangan, adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan keputusan yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini.

Implentasi program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui langkah-langkah konkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumber daya manusia. Disamping itu menurut Moin (Muhammad Aji, 2010), motif ekonomi merger dan akuisisi yang lain meliputi:

a. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegalalan memasuki pasar baru. b. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.

c. Memeroleh individu-individu sumber daya manusia yang profesional. d. Membangun kekuatan pasar.

e. Memperluas pangsa pasar. f. Mengurangi persaingan. g. Mendiversifikasi lini produk. h. Mempercepat pertumbuhan.

i. Menstabilkan cash flow dan keuntungan. 2) Motif Sinergi

Motivasi utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan kondisi yang saling menguntungkan dari peristiwa merger


(12)

maupun akuisisi. Sinergi dapat berarti nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri.Pengaruh sinergi dapat timbul dari empat sumber:

a. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi;

b. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas;

c. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger dan;

d. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, 2006). Bentuk-bentuk sinergi disajikan berikut ini:

1. Sinergi Operasi

Sinergi operasi (operating synergy) terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara pemanfaatan secara optimal sumberdaya-sumberdaya perusahaan, sehingga dengan adanya merger ataupun akuisisi yang dilakukan perusahaan maka diharapakan perusahaan dapat memasarkan produknya hingga kapasitas penuh, dimana yang sebelumnya masih idle akan dapat dioptimalkan untuk mendukung permintaan pasar. Disini terjadi efisiensi karena pemanfaatan kapasitas produksi yang semula masih menganggur.

2. Sinergi Finansial

Sinergi finansial (financial synergy) dihasilkan ketika perusahaan hasil merger memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun. Struktur permodalan yang kuat akan menjamin berlangsungnya aktivitas operasi perusaha tanpa menghadapi kesulitan likuiditas. Akses yang semakin mudah terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan memiliki ukuran yang semakin besar.

Perusahaan yang memliki struktur permodalan kuat dan size yang besar akan diberi kepercayaan dan kepercayaan yang positif oleh publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena makin meningkatnya kepercayaan pihak lain seperti lembaga-lembaga keuangan sehingga mereka bersedia meminjamkan dana. Perusahaan yang


(13)

memiliki kepercayaan dari publik seperti itu memiliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil daripada yang tidak memiliki kepercayaan publik

3. Sinergi Manajerial

Sinergi manajerial (managerial synergy) dihasilkan ketika terjadi transfer kapabilitas manajerial dan skill dari perusahaan yang satu ke perusahaan lain atau ketika secara bersama-sama mampu memanfaatkan kapasitas know-how yang mereka miliki. Manajemen yang seperti ini mampu bersinergi dalam mengambil keputusan-keputusan strategik. Transfer kapabilitas terutama sekali terjadi ketika sebuah perusahaan yang memiliki kinerja manajerial yang lebih baik merger dengan perusahaan lain yang memiliki kinerja manajerial yang kurang bagus. Perusahaan yang superior dalam suatu industri seringkali memiliki sumberdaya manajemen yang lebih bagus dibanding perusahaan yang lain di industri yang sama. Perusahaan yang belum memiliki manajerial yang bagus perlu pembelajaran internal melalui merger dengan perusahaan lain apabila ingin memiliki keunggulan manajerial.

4. Sinergi Teknologi

Sinergi teknologi dapat dicapai dengan memadukan keunggulan teknik sehingga saling memetik manfaat. Sinergi teknologi dapat terjadi misalnya pada departemen riset dan pengembangan, departemen disain dan engineering, proses manufacturing, dan teknologi informasi.

5. Sinergi Pemasaran

Perusahaan yang melakukan merger akan memeroleh manfaat dari semakin luas dan terbukanya produk, bertambahnya lini produk yang dipasarkan, dan semakin banyak konsumen yang dapat dijangkau.

3) Motif Diversifikasi

Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang dapat dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (core competence). Disamping memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi silang.


(14)

4) Motif Non-ekonomi

Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi dapat berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.

a. Motif Hubris Hypothesis

Merger dan akuisisi sematamata didorong oleh motif “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Alasannya adalah menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya perusahaan makan semakin besar kompensasi yang akan diterima. Kompensasi yang akan diterima bukan hanya berupa materi namun juga berupa pengakuan dan aktualisasi diri.

b. Ambisi pemilik

Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan untuk menguasaiperusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.

2.1.4 Segi Positif dan Segi Negatif Penggabungan Perusahaan

Penggabungan badan usaha menurut Desak Agung Oka Suardewi (Yeni, 2006) memiliki segi positif dan segi negatif.

Segi positif dari penggabungan usaha adalah sebagai berikut :

1. Dengan skala usaha yang relatif besar, konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan economies of scale.

2. Dengan melaksanakan diversifikasi setiap perusahaan yang berada dibawah kepemilikan konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan eksternal economies karena terbukanya peluang untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas yang pada gilirannya akan mendatangkan laba yang memuaskan.

3. Dengan melakukan diversifikasi usaha dan ditunjang dengan skala usaha yang relatif besar, dapat meningkatkan profesionalisme dan mempercepat penguasaan alih teknologi. 4. Dengan efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi pada gilirannya dapat meningkatkan ekspor, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja serta mendukung industrialisasi. 5. Bargaining position yang lebih kuat.


(15)

6. Dari segi manajemen, sentralisasi pengambilan keputusan mengandung aspek positif seperti pengambilan keputusan yang cenderung lebih cepat, berpandangan jauh kedepan dan berwawasan luas.

Kemudian segi-segi negatif yang terdapat dalam penggabungan usaha, yaitu:

a. Apabila penggabungan usaha tidak dibatasi dalam jenis dan skala usahanya, maka cenderung dapat menimbulkan free fight liberalism, yang pada akhirnya bermuara pada struktur pasar baru yang monopolistis.

b. Sentralisasi pengambilan keputusan dapat dimanfaatkan untuk melakukan manipulasi pelaporan hasil usaha, pelaporan kekayaan perusahaan maupun manipulasi melalui transfer pricing. Cara ini sering disebut conglomerate game.

c. Integrasi Horisontal dengan tujuan mengurangi jumlah pesaing maupun vertikal dengan tujuan membatasi kemampuan pesaing melalui penguasaan sejumlah mata rantai produksi dari hulu sampai hilir dapat berdampak kepada melemahnya mekanisme pasar yang menjurus kepada monopoli.

d. Dengan adanya sentralisasi pengambilan keputusan, maka kepentingan tiap perusahaan anak disubordinasikan pada kepentingan perusahaan induk yang pada gilirannya dapat berdampak negatif dan destruktif, seperti peluang yang semakin besar dan mudah untuk membentuk semacam trust dan kartel. Kondisi ini juga memungkinkan terbentuknya community of interest diantara konglomerat yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional.

e. Kecenderungan timbulnya praktik reprocity yakni penciptaan kondisi yang memungkinkan kesepakatan sejumlah perusahaan yang tergabung, untuk saling membeli barang dan jasa yang dihasilkan masing-masing perusahaan tersebut tanpa mempertimbangkan keadaan pasaran, sehingga membatasi atau meniadakan akses pasar bagi pesaing. Apabila kondisi ini semakin berkembang maka dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi terutama terdesaknya usaha-usaha kecil dan menengah.

2.1.5 Proses Merger dan Akuisisi

Proses merger dan akuisisi menurut Dian Purnomo Jati (Yeni, 2006) memiliki beberapa tahapan, yaitu:

1) Tahap Perencanaan

Pada tahapan ini terdapat dua proses, yaitu identifikasi awal dan screening. Pada proses identifikasi awal berarti perusahaan mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin perusahaan-perusahaan mana saja yang potensial untuk diajak bergabung. Berbagai


(16)

informasi dikumpulkan untuk melihat karakteristik perusahaan target. Hal ini tidak lepas dari motif perusahaan dalam malakukan kegiatan merger dan akuisisi sehingga perusahaan yang akan dipilih menyesuaikan dengan yang akan dicapainya.

Setelah perusahaan melakukan identifikasi awal kemudian perusahaan melakukan screening. Screening merupakan proses penyaringan sekaligus memilih diantara berbagai calon perusahaan target yang telah terkumpul informasinya.

2) Tahap Proses Merger dan Akuisisi

Tahapan ini terdiri dari empat proses yaitu penawaran formal, due diligenco, negosiasi/deal dan closing. Proses penawaran formal merupakan pendekatan formal yang dilakukan oleh perusahaan melalui pemberitahuan secara tertulis dan resmi tentang maksud penggabungan usaha terhadap manajemen puncak perusahaan target. Kedua belah pihak melakukan penjajakan dan pembicaraan tentang harga yang akan disepakati.

Setelah penawaran formal, kemudian dilakukan due diligenco atau uji tuntas, yaitu suatu investigasi yang menyeluruh dan mendalam terhadap berbagai aspek perusahaan target. Uji tuntas dilakukan terhadap aspek hukum, keuangan, organisasi, sumber daya manusia, pemasaran serta teknologi dan produksi. Negosiasi/deal dianggap telah terlaksana apabila tercapai kesepakatan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses merger atau akuisisi antara perusahaan pengakuisisi dan pihak perusahaan target. Setelah ketiga proses diatas telah terlaksana, kemudian dilakukan penutupan transaksi merger atau akuisisi yang ditandai dengan berlakunya status hukum perusahaan yang dimerger kedalam perusahaan hasil penggabungan usaha disertai dengan penyerahan saham.

3) Tahap Pasca Akuisisi

Tahapan pasca akuisisi merupakan tahapan baru setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha sebagai suatu kesatuan entitas.

2.2 Efek samping akuisisi terhadap keuangan 2.2.1 Pertumbuhan Keuntungan

Pertumbuhan keuntungan dari perusahaan yang menggabungkan diri kemungkinan akan mengalami penurunan apabila perusahaan dengan pertumbuhan keuntungan yang tinggi mengakuisisi perusahaan lain dengan pertumbuhan keuntungan yang rendah.


(17)

2.2.2 Diversifikasi

Diversifikasi sering disebut sebagai salah satu manfaat yang diperoleh dari akuisisi suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Variabilitas tingkat pengembalian dapat dipisahkan menjadi dua bagian :

1. Unsystematic, yang unik untuk setiap perusahaan. Diversifikasi melalui merjer dapat menghilangkan unsystematic.

2. Systematic karena mempengaruhi seluruh perusahaan dan tidak bisa dihilangkan dengan merjer.

Investor tidak perlu untuk membeli saham perusahaan yang terdiversifikasi untuk mengurangi unsystematic risk tapi cukup dengan membeli saham-saham dari perusahaan-perusahaan yang industrinya berbeda.

Diversifikasi dapat menghasilkan keuntungan untuk perusahaan pengakuisisi hanya apabila :

1. Diversifikasi menurunkan risiko sistematis dengan biaya yang lebih rendah, sesuatu yang sulit untuk diperoleh.

2. Diversifikasi mengurangi risiko dan oleh karenanya meningkatkan kapasitas berutang perusahaan gabungan.

2.3 Biaya pemegang saham atas berkurangnya risiko

Diversifikasi yang ditempuh dengan melakukan merjer dapat memiliki dampak yang buruk untuk pemegang saham. Pemegang obligasi (kreditor) kemungkinan besar akan memperoleh keuntungan dari merjer karena kreditur dijamin oleh dua perusahaan yang bergabung. Keuntungan untuk kreditor adalah kerugian untuk pemegang saham.

Pemegang saham dapat mengurangi kerugian yang diperoleh karena adanya merjer dengan dua cara, yaitu :

1. Perusahaan melunasi utang lamanya sebelum merjer. Penerbitan surat utang baru akan dilakukan setelah merjer.

2. Menerbitkan utang lebih besar setelah merjer karena merjer meningkatkan kapasitas berutang perusahaan.

2.4 Net Present Value (NPV) dari Merjer

Perusahaan umumnya menggunakan analisis NPV ketika melakukan akuisisi. Perhitungan NPV merjer dapat dilakukan ketika akuisisi dilakukan dengan pengeluaran kas oleh perusahaan pengakuisisi atau melalui pertukaran saham.


(18)

NPV merjer = sinergi – premium

Misalnya, PT A dan PT B sebelum merjer memiliki nilai (value) sebesar $500 dan $100. Setelah merjer nilai gabungan kedua perusahan tersebut adalah $700. PT B ingin diakuisisi oleh PT A dapat mengakuisisi PT B apabila PT A membayar sebesar $150 kepada pemegang saham PT B.

 Nilai perusahaan A setelah Akuisisi = nilai setelah akuisisi – kas yang dibayarkan.  Nilai perusahaan A setelah akuisisi = $550 - $500 = $50.

 NPV untuk pemegang saham A = $550 - $500 = $50.  Synergi = nilai AB – (Nilai A + Nilai B).

 Synergi = $700 – ($500 + $100) = $100.

 Premium = kas yang dibayarkan – nilai perusahaan yang diakuisisi.  Premium = $150 - $100 = $50.

 NPV Merjer ke A = Synergi – premium.  NPV Merjer ke A = $100 - $50 = $50.

2.5 Pengambilalihan perusahaan (friendly versus hostile takeovers)

Akuisisi dapat dilakukan secara “ friendly “ ataupun dengan cara “ hostile takeover “. Umumnya penolakan akuisisi berasal dari pihak manajemen perusahaan yang akan diakuisisi. Hal ini dapat dimengerti, karena merekalah yang kemungkinan besar akan kehilangan posisi mereka. Untuk mengatasi kemungkinan ini, mereka mungkin menggunakan berbagai taktik mempertahankan diri seperti golden parachute, white knight, dan poisson pill.

Dalam peristiwa akuisisi, pihak yang seringkali tidak setuju adalah manajemen dari perusahaan yang akan dibeli ( acquired company ). Hal ini disebabkan karena adanya ketakutan dari pihak manajemen perusahaan yang akan dibeli akan terancam posisi apakah digeser, diganti atau mungkin dihilangkan posisi jabatan yang ada sebelumnya.

Apabila merger dapat dilakukan secara bersahabat ( friendly merger ), maka manajemen kedua perusahaan akan melakukan perundingan yang berkaitan dengan harga yang wajar, pembayaran akuisisi dan lain sebagainya yang akan diusulkan kepada pemilik perusahaan. Akan tetapi apabila manajemen perusahaan yang akan diakuisisi tidak setuju dengan usulan-usulan yang diajukan oleh perusahaan yang akan mengakuisisi, maka proses akuisisi ini akan dilakukan dengan cara hostile takeover.

Hostile takeover berarti cara akuisisi yang dilakukan dengan tidak mengajak berunding perusahaan yang akan diakuisisi ( acquired company ), perusahaan yang akan mengakuisisi


(19)

mungkin akan memberikan tawaran yang cukup menarik agar acquired company mau menjual perusahaannya, misalnya dengan menawarkan harga saham yang lebih tinggi dari harga pasar.

Dalam hal ini, pihak manajemen perusahaan yang akan diakuisisi, kemungkinan akan melakukan berbagai macam taktik untuk mempertahankan diri ( defense tactics ).\

2.6 Taktik defensif

Defense tactics bertujuan agar supaya akuisisi yang akan dilakukan tidak terjadi. Dengan demikian posisi yang mereka duduki selama ini di dalam manajemen perusahaan tidak akan terancam. Beberapa taktik yang kemungkinan dilakukan antara lain :

a. Golden Parachute

Taktik yang dinyatakan dalam kontrak kerja, yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan akan memperoleh kompensasi yang sangat besar apabila mereka kehilangan jabatan karena perusahaan dimana mereka bekerja telah diakuisisi oleh perusahaan lain.

b. Poisson Pill

Taktik yang ditempuh oleh manajemen perusahaan yang akan diakuisisi dengan cara menerbitkan obligasi yang disertai warrant yang dapat ditukar dengan saham perusahaan dengan harga yang sangat rendah.

c. White Knight

Merupakan adalah cara yang akan ditempuh oleh manajemen perusahaan yang akan diakuisisi untuk mencari perusahaan lain sebagai calon pembeli baru yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan yang akan diakuisisi tidak akan dirubah.

2.7 Nilai Tambar Merjer

Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan melalui merger, yaitu : 1. Pertumbuhan atau diversifikasi

Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger , maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.


(20)

2. Sinergi

Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.

3. Meningkatkan dana

Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.

4. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi

Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.

5. Meningkatkan likuiditas pemilik

Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.


(21)

2.8 Dampak Perpajakan dari Akuisisi

Jika satu perusahaan membeli perusahaan lain, transaksinya dapat dikenakan atau tidak dikenakan pajak. Apabila akuisisi dikenakan pajak, pemegang saham perusahaan yang diakuisisi dianggap telah menjual saham yang dimiliki dan capital gain atau capital loss yang sudah terealisasi dikenakan pajak. Dalam transaksi yang dikenakan pajak, nilai asset dari perusahaan yang dijual akan direvaluasi. Apabila akuisisi tidak dikenakan pajak maka pemegang saham perusahaan yang diakuisisi dianggap hanya menukar saham lama mereka dengan saham baru yang nilainya sama sehingga tidak ada capital gain atau capital loss. 2.9 Akuntansi untuk Kegiatan Akuisisi

Metode pembelian mengharuskan asset dari perusahaan yang diakuisisi dilaporkan pada nilai pasarnya yang wajar pada laporan keuangan perusahaan yang mengakuisisi. Hal ini akan membuat perusahaan pengakuisisi untuk menetapkan basis harga perolehan baru dari asset yang diakuisisi.

Metode pembelian akan menghasilkan akun goodwill yang merupakan selisih antara harga beli dengan total nilai wajar dari aset bersih yang diperoleh.

2.10 Going private dan leverage buyout

Swastanisasi (going private) adalah mengubah perusahaan publik menjadi milik pribadi (swasta). Leverage Buyout adalah transasksi going private yang dibiayai dengan hutang. Ciri LBO adalah pembelian dilakukan dengan kas, bukan dengan saham.

Pembelian terutang (bahasa Inggris: leveraged buyout; LBO) adalah akuisisi (biasanya perusahaan, tetapi bisa pula aset tunggal seperti real estat) yang harga belinya dibantu oleh gabungan saham dan utang dan yang arus kas atau aset targetnya dipakai untuk menjamin dan melunasi utang. Karena utang biasanya memiliki biaya modal yang lebih rendah daripada saham, imbal balik saham meningkat seiring peningkatan utangnya.Utang tersebut otomatis menjadi dongkrak untuk menambah imbal balik yang menjadi asal usul istilah LBO.

Going Privateadalah aktivitas transformasi perusahaan publik kembali menjadi perusahaan privat. Sementara, LBO adalah akuisisi perusahaan oleh sejumlah kecil investor, atau pihak manajemen dengan pendanaan hutang yang relatif besar. Proses turn aroundbisnis dan improvement terhadap aktivitas bisnis perusahaan menjadi ciri khas utamaaktivitas LBO. LBO oleh pihak manajemen dikenal juga dengan sebutan management buy out(MGO).


(22)

LBO seringkali berdampak pada aktivitas going private. Perusahaan yang menjadi target LBO umumnya adalah distresscompanyyang mengalami kesulitan keuangan namun masih potensial untuk dikembangkan karena alasan potensi pertumbuhan industri yang tinggi, operasi perusahaan masih sehat, ataupun kekurangan modal untuk ekspansi.

Modus operasi LBO adalah:

1) Penggalangan dana, dalam bentuk surat hutang. Modal manajemen dalam mengakuisisi umumnya hanya 10%, sementara sisanya didanai melalui hutang

2) Menyusun program insentif bagi manajemen. Pengelolaan perusahaan pasca LBO dapat diserahkan pada top manajer perusahaan yang diakuisisi, atau LBO specialistyang bertugas untuk melakukan business turn around.Manajemen dapat diberikan optionatau warrantsuntuk pembelian saham perusahaan. Seiring dengan peningkatan harga saham perusahaan maka manajemen diuntungkan oleh kenaikan harga saham tersebut, yang menurut penelitian mencapai sekitar 30% (Weston, et. al., 2004). Manajemen juga dapat diberikan tambahan insentif dalam bentuk persentase tertentu dari kenaikan harga saham. Dalam transaksi LBO, investorumumnya menuai keuntungan transaksi pada tahun ke 3-5. Salah satu aksi LBO yang baru terjadi di Indonesia adalah akuisisi Apexindo (APEX) oleh Mitra Adiperkasa (MIRA). Untuk mengakuisisi APEX, MIRA mengeluarkan biaya sebesar Rp6,93 triliun. Untuk membiayai akuisisi tersebut MIRA menerbitkan hutang senilai USD525 juta yang jatuh tempo pada 2010 (Danareksa Debt Research, 2009). Pasca akuisi MIRA-pun delistingdari lantai bursa dan menjadi perusahaan privat.

2.11 Divestasi

Divestasi adalah proses pelepasan suatu unit usaha atau aset perusahaan. Divestasi dapat berupa voluntary divestiture dan involuntary divestiture. voluntary divestiture dilakukan oleh perusahaan dengan alasan-alasan ekonomis, sedangkan involuntary divestiture dilakukan karena pelanggaran hukum.

Dalam finansial dan ekonomi, divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan.Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru.


(23)

1) Pertama, sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh, Eastman Kodak, Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam bisnis yang tidak berelasi dengan bisnis utamanya.

2) Motif kedua untuk divestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat memperoleh uang. Sebagai contoh, CSX Corporation melakukan divestasi untuk berfokus pada bisnis utamanya yaitu pembangunan rel kereta api serta bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar hutangnya pada saat ini.

3) Motif ketiga bagi divestasi adalah kadang-kadang dipercayai bahwa nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.

4) Motif keempat untuk divestasi adalah unit bisnis tersebut tidak menguntungkan lagi. Semakin jauhnya unit bisnis yang dijalankan dari core competence perusahaan, maka kemungkinan gagal dalam operasionalnya semakin besar.

Metode Divestasi

Beberapa perusahaan menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses divestasi beberapa divisi. Mereka mempublikasikan informasi tentang divisi mana saja yang ingin mereka jual pada situs resmi mereka sehingga dapat dilihat oleh perusahaan lain yang sekiranya tertarik untuk membeli divisi tersebut. Sebagai contoh, Alcoa telah mendirikan sebuah online showroom yang menampilkan divisi yang mereka jual.Dengan melakukan komunikasi secara online, Alcoa telah mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk membiayai divisi yang bergerak pada hotel, usaha transportasi, dan urusan pertemuan.


(24)

BAB III

KESIMPULAN

Pada dasarnya penggabungan usaha merupakan bentuk penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain dalam rangka menghadapi persaingan dan kelangsungannya. Bentuk penggabungan usaha yang sering dilakukan dalam dua dekade terakhir ini adalah merger dan akuisisi di mana strategi ini dipandang sebagai salah satu cara untuk mencapai beberapa tujuan yang lebih bersifat ekonomis dan jangka panjang, jadi dari penggabungan usaha Terdapat dua perspektif utama mengapa perusahaan melakukan penggabungan yaitu untuk memaksimalkan nilai pasar yang dimiliki oleh pemegang saham yang ada dan kesejahteraan manajemennya . sementara beberapa perusahaan menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses divestasi beberapa divisi. Mereka mempublikasikan informasi tentang divisi mana saja yang ingin mereka jual pada situs resmi mereka sehingga dapat dilihat oleh perusahaan lain yang sekiranya tertarik untuk membeli divisi tersebut.


(1)

mungkin akan memberikan tawaran yang cukup menarik agar acquired company mau menjual perusahaannya, misalnya dengan menawarkan harga saham yang lebih tinggi dari harga pasar.

Dalam hal ini, pihak manajemen perusahaan yang akan diakuisisi, kemungkinan akan melakukan berbagai macam taktik untuk mempertahankan diri ( defense tactics ).\

2.6 Taktik defensif

Defense tactics bertujuan agar supaya akuisisi yang akan dilakukan tidak terjadi. Dengan demikian posisi yang mereka duduki selama ini di dalam manajemen perusahaan tidak akan terancam. Beberapa taktik yang kemungkinan dilakukan antara lain :

a. Golden Parachute

Taktik yang dinyatakan dalam kontrak kerja, yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan akan memperoleh kompensasi yang sangat besar apabila mereka kehilangan jabatan karena perusahaan dimana mereka bekerja telah diakuisisi oleh perusahaan lain. b. Poisson Pill

Taktik yang ditempuh oleh manajemen perusahaan yang akan diakuisisi dengan cara menerbitkan obligasi yang disertai warrant yang dapat ditukar dengan saham perusahaan dengan harga yang sangat rendah.

c. White Knight

Merupakan adalah cara yang akan ditempuh oleh manajemen perusahaan yang akan diakuisisi untuk mencari perusahaan lain sebagai calon pembeli baru yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan yang akan diakuisisi tidak akan dirubah.

2.7 Nilai Tambar Merjer

Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan melalui merger, yaitu : 1. Pertumbuhan atau diversifikasi

Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger , maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.


(2)

2. Sinergi

Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.

3. Meningkatkan dana

Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.

4. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi

Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.

5. Meningkatkan likuiditas pemilik

Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.


(3)

2.8 Dampak Perpajakan dari Akuisisi

Jika satu perusahaan membeli perusahaan lain, transaksinya dapat dikenakan atau tidak dikenakan pajak. Apabila akuisisi dikenakan pajak, pemegang saham perusahaan yang diakuisisi dianggap telah menjual saham yang dimiliki dan capital gain atau capital loss yang sudah terealisasi dikenakan pajak. Dalam transaksi yang dikenakan pajak, nilai asset dari perusahaan yang dijual akan direvaluasi. Apabila akuisisi tidak dikenakan pajak maka pemegang saham perusahaan yang diakuisisi dianggap hanya menukar saham lama mereka dengan saham baru yang nilainya sama sehingga tidak ada capital gain atau capital loss. 2.9 Akuntansi untuk Kegiatan Akuisisi

Metode pembelian mengharuskan asset dari perusahaan yang diakuisisi dilaporkan pada nilai pasarnya yang wajar pada laporan keuangan perusahaan yang mengakuisisi. Hal ini akan membuat perusahaan pengakuisisi untuk menetapkan basis harga perolehan baru dari asset yang diakuisisi.

Metode pembelian akan menghasilkan akun goodwill yang merupakan selisih antara harga beli dengan total nilai wajar dari aset bersih yang diperoleh.

2.10 Going private dan leverage buyout

Swastanisasi (going private) adalah mengubah perusahaan publik menjadi milik pribadi (swasta). Leverage Buyout adalah transasksi going private yang dibiayai dengan hutang. Ciri LBO adalah pembelian dilakukan dengan kas, bukan dengan saham.

Pembelian terutang (bahasa Inggris: leveraged buyout; LBO) adalah akuisisi (biasanya perusahaan, tetapi bisa pula aset tunggal seperti real estat) yang harga belinya dibantu oleh gabungan saham dan utang dan yang arus kas atau aset targetnya dipakai untuk menjamin dan melunasi utang. Karena utang biasanya memiliki biaya modal yang lebih rendah daripada saham, imbal balik saham meningkat seiring peningkatan utangnya.Utang tersebut otomatis menjadi dongkrak untuk menambah imbal balik yang menjadi asal usul istilah LBO.

Going Privateadalah aktivitas transformasi perusahaan publik kembali menjadi perusahaan privat. Sementara, LBO adalah akuisisi perusahaan oleh sejumlah kecil investor, atau pihak manajemen dengan pendanaan hutang yang relatif besar. Proses turn aroundbisnis dan improvement terhadap aktivitas bisnis perusahaan menjadi ciri khas utamaaktivitas LBO. LBO oleh pihak manajemen dikenal juga dengan sebutan management buy out(MGO).


(4)

LBO seringkali berdampak pada aktivitas going private. Perusahaan yang menjadi target LBO umumnya adalah distresscompanyyang mengalami kesulitan keuangan namun masih potensial untuk dikembangkan karena alasan potensi pertumbuhan industri yang tinggi, operasi perusahaan masih sehat, ataupun kekurangan modal untuk ekspansi.

Modus operasi LBO adalah:

1) Penggalangan dana, dalam bentuk surat hutang. Modal manajemen dalam mengakuisisi umumnya hanya 10%, sementara sisanya didanai melalui hutang

2) Menyusun program insentif bagi manajemen. Pengelolaan perusahaan pasca LBO dapat diserahkan pada top manajer perusahaan yang diakuisisi, atau LBO specialistyang bertugas untuk melakukan business turn around.Manajemen dapat diberikan optionatau warrantsuntuk pembelian saham perusahaan. Seiring dengan peningkatan harga saham perusahaan maka manajemen diuntungkan oleh kenaikan harga saham tersebut, yang menurut penelitian mencapai sekitar 30% (Weston, et. al., 2004). Manajemen juga dapat diberikan tambahan insentif dalam bentuk persentase tertentu dari kenaikan harga saham. Dalam transaksi LBO, investorumumnya menuai keuntungan transaksi pada tahun ke 3-5. Salah satu aksi LBO yang baru terjadi di Indonesia adalah akuisisi Apexindo (APEX) oleh Mitra Adiperkasa (MIRA). Untuk mengakuisisi APEX, MIRA mengeluarkan biaya sebesar Rp6,93 triliun. Untuk membiayai akuisisi tersebut MIRA menerbitkan hutang senilai USD525 juta yang jatuh tempo pada 2010 (Danareksa Debt Research, 2009). Pasca akuisi MIRA-pun delistingdari lantai bursa dan menjadi perusahaan privat.

2.11 Divestasi

Divestasi adalah proses pelepasan suatu unit usaha atau aset perusahaan. Divestasi dapat berupa voluntary divestiture dan involuntary divestiture. voluntary divestiture dilakukan oleh perusahaan dengan alasan-alasan ekonomis, sedangkan involuntary divestiture dilakukan karena pelanggaran hukum.

Dalam finansial dan ekonomi, divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan.Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru.


(5)

1) Pertama, sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh, Eastman Kodak, Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam bisnis yang tidak berelasi dengan bisnis utamanya.

2) Motif kedua untuk divestasi adalah untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat memperoleh uang. Sebagai contoh, CSX Corporation melakukan divestasi untuk berfokus pada bisnis utamanya yaitu pembangunan rel kereta api serta bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar hutangnya pada saat ini.

3) Motif ketiga bagi divestasi adalah kadang-kadang dipercayai bahwa nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi (menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai perusahaan sebelum melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi pribadi perusahaan melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.

4) Motif keempat untuk divestasi adalah unit bisnis tersebut tidak menguntungkan lagi. Semakin jauhnya unit bisnis yang dijalankan dari core competence perusahaan, maka kemungkinan gagal dalam operasionalnya semakin besar.

Metode Divestasi

Beberapa perusahaan menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses divestasi beberapa divisi. Mereka mempublikasikan informasi tentang divisi mana saja yang ingin mereka jual pada situs resmi mereka sehingga dapat dilihat oleh perusahaan lain yang sekiranya tertarik untuk membeli divisi tersebut. Sebagai contoh, Alcoa telah mendirikan sebuah online showroom yang menampilkan divisi yang mereka jual.Dengan melakukan komunikasi secara online, Alcoa telah mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk membiayai divisi yang bergerak pada hotel, usaha transportasi, dan urusan pertemuan.


(6)

BAB III

KESIMPULAN

Pada dasarnya penggabungan usaha merupakan bentuk penggabungan satu perusahaan dengan perusahaan lain dalam rangka menghadapi persaingan dan kelangsungannya. Bentuk penggabungan usaha yang sering dilakukan dalam dua dekade terakhir ini adalah merger dan akuisisi di mana strategi ini dipandang sebagai salah satu cara untuk mencapai beberapa tujuan yang lebih bersifat ekonomis dan jangka panjang, jadi dari penggabungan usaha Terdapat dua perspektif utama mengapa perusahaan melakukan penggabungan yaitu untuk memaksimalkan nilai pasar yang dimiliki oleh pemegang saham yang ada dan kesejahteraan manajemennya . sementara beberapa perusahaan menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses divestasi beberapa divisi. Mereka mempublikasikan informasi tentang divisi mana saja yang ingin mereka jual pada situs resmi mereka sehingga dapat dilihat oleh perusahaan lain yang sekiranya tertarik untuk membeli divisi tersebut.