21
BAB III PROSES KREATIVITAS
Proses kreatif merupakan awal dari usaha untuk mewujudkan suatu bentuk karya seni. Karena sesuatu yang akan di buat sudah tentu melalui proses
untuk menyelesaikan karya yang diinginkan. Ada tiga tahap proses yang dilalui dalam mewujudkan garapan
Pakeliran Darta Ya Purna dengan lakon Ganesa menurut Alma M. Hawkins yaitu :
3.1 Proses PenjajaganPenjelajahan Eksplorasi
Dalam tahapan ini proses dilakukan dengan pencarian ide-ide serta materi-materi yang sesuai dengan kemampuan penggarap. Langkah awal yang
penggarap lakukan pada tahap ini adalah mencari sumber dan cerita yang akan di pergunakan dalam membuat suatu garapan. Banyaknya cerita-cerita yang ada,
membuat penggarap agak kebingungan dalam pemilihan cerita. Namun dengan berbagai pertimbangan akhirnya penggarap menggunakan Purana sebagai
sumber cerita, tepatnya Upapurana yaitu Siwa Purana. Setelah mendapat cerita yang pasti untuk digarap, kemudian dilanjutkan dengan mencari wujud garapan
yang diinginkan. Akhirnya di putuskan penuangannya dalam bentuk pakeliran inovatif yang mana perpaduan wayang kulit dan teater dengan iringan gambelan
Batel. Pencarian model layar atau kelir yang akan dipakai tempat bayangan wayang juga menjadi pertimbangan, karena sudah begitu banyak model-model
layar yang sudah digunakan dalam ujian TA. Akhirnya penggarapan
22
menggunakan layar buka-lipat seperti yang sudah disajikan dalam karya. Selain itu pencarian dan penggunaan lighting yang tepat serta penari atau kesting peran
yang sesuai, serta pemilihan tokoh-tokoh wayang, merupakan awal eksplorasi penggarap agar bisa mengkolaborasi ide serta konsep yang di sepakati.
Sebagai orang beragama setiap langkah awal kegiatan selalu diawali dengan do’a dan nunas ica. Demikian halnya dengan proses garapan ini,
penggarapan juga mohon lindungan Hyang Maha Esa dengan menghaturkan pejati pada saat nuasen pertama kali memulai latihan. Demikianlah langkah
awal proses garapan ini yang setiap latihan selalu penggarap awali dengan nunas ica.
3.2 Proses Penuangan Improvisasi
Tahap ini merupakan tahap mencari materi-materi gerakan atau improvisasi yang juga merupakan tahap percobaan mengkolaborasi antara
wayang dan tarian baik tarian yang khusus efek bayangan di belakang layar ataupun yang murni di depan layar. Pada tahap ini pula sekaligus penuangan
konsep-konsep kepada para pendukung yang telah ditentukan dan dipersiapkan sebelumnya yang akan dituangkan pada saat latihan. Kepada semua pendukung,
penggarap juga memberikan susunan adegan, ringkasan cerita serta beberapa dialog walaupun masih sangat kasar sifatnya. Hal ini dimaksudkan agar ada
dipakai pedoman berimprovisasi oleh para pendukung sehingga dapat mempermudah dan mempercepat proses latihan. Pada tanggal 10 April 1913
penggarap menetapkan hari untuk nuasen, yaitu pada hari suci “Tilem, Buda
23
Kliwon Langkir”. Saat itu juga jadwal latihan disepakati satu minggu tiga kali. Khusus kepada penggarap tabuhiringan wayang, atas petunjuk Dek Capung dan
saran Bapak Gustti Putu Sudarta, penggarap percayakan kepada bapak I Wayan Buda Astra, S.Sn, dari Br. Babakan, Desa Sukawati. Beliau ini ahli dibidang
gender dan juga mampu menciptakan lagu-lagu atau gending-gending baru sesuai dengan konsep garapan yang penggarap inginkan. Oleh sebab itu
penggarap memberikan kebebasan dalam menciptakan gending-gending yang akan dipergunakan dalam mengiringi garapan yang tentu saja disesuaikan
dengan kebutuhan dan suasana garapan. Tata iringan ini juga mendapatkan saran dan petunjuka dari I Gusti Putu Sudarta,SSP., M.Sn yang perupakan dosen
jurusan pedalangan ISI Denpasar. Untuk mempercepat proses latihan, di dalam proses latihan penggarap memisahkan penabuh dengan penari teater dan
penggerak wayang. Musiknya latihan sektoral di Sukawati, dan teater wayangnya di kampus ISI Denpasar.
3.3 Proses pembentukan Komposisi